TINJAUAN PUSTAKA
Nervus medianus terdiri dari serat sensorik 94% dan hanya 6% serat
motorik pada canalis carpi. Namun, cabang motorik menyajikan banyak variasi
anatomi yang menciptakan variabilitas patologi yang besar dalam kasus Capal
Tunnel Syndrome (Katz, 2011).
2.2 Definisi
Carpal Tunnel Syndrome(CTS) merupakan neuropati tekanan atau cerutan
terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan,
tepatnya di bawah fleksor retinakulum (Mumenthaler, 2006). Dahulu, sindroma
ini juga disebut dengan nama acroparesthesia, median thenar neuritis atau partial
thenar atrophy. Carpal Tunnel Syndrome pertama kali dikenali sebagai suatu
sindroma klinik oleh Sir James Paget pada kasus stadium lanjut fraktur radius
bagian distal. Carpal Tunnel Syndrome spontan pertama kali dilaporkan oleh
Pierre Marie dan C. Foix pada tahun 1913 (Rosenbaum, 1997).
Istilah CTS diperkenalkan oleh Moersch pada tahun 1938. Terowongan
karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan tangan dimana tulang dan
ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui oleh beberapa
tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang carpal membentuk dasar dan sisi-sisi
terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor
retinakulum (ligamentum carpal transversum dan ligamentum calpar palmar) yang
kuat dan melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut. Setiap perubahan
yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan tekanan pada struktur
yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus (Rosenbaum, 1997).
2.3 Etiologi dan Predisposisi
2.3.1. Etiologi
Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga
dilalui oleh beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin
padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus
medianus sehingga timbullah CTS. Pada sebagian kasus etiologinya tidak
diketahui, terutama pada penderita lanjut usia. Beberapa penulis menghubungkan
gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan tangan dengan bertambahnya
resiko menderita gangguan pada pergelangan tangan termasuk CTS (Rosenbaum,
1997).
Pada kasus yang lain etiologinya adalah (Rosenbaum, 1997):
a. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure
palsy, misalnya Hereditary Motor and Sensory Neuropathies
(HMSN) tipe III.
b. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah,
pergelangan tangan dan tangan. Sprain pergelangan tangan.
Trauma langsung terhadap pergelangan tangan.
c. Pekerjaan: gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan
tangan yang berulang-ulang.
d. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.
e. Metabolik: amiloidosis, gout.
f. Endokrin: akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes
melitus, hipotiroidi, kehamilan.
g. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.
h. Penyakit kolagen vaskular: artritis reumatoid, polimialgia
reumatika, skleroderma, lupus eritematosus sistemik.
i. Degeneratif: osteoartritis.
j. Iatrogenik: punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk
dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.
2.3.2. Predisposisi
Di Indonesia, urutan prevalensi CTS dalam masalah kerja belum diketahui,
karena sampai tahun 2001 masih sangat sedikit diagnosis penyakit akibat kerja
yang dilaporkan karena berbagai hal, antara lain sulitnya diagnosis. Penelitian
pada pekerjaan dengan risiko tinggi pada pergelangan tangan dan tangan
melaporkan prevalensi CTS antara 5,6% sampai dengan 15%. Penelitian Harsono
pada pekerja suatu perusahaan ban di Indonesia melaporkan prevalensi CTS pada
pekerja sebesar 12,7%. Silverstein dan peneliti lain melaporkan adanya hubungan
positif antara keluhan dan gejala CTS dengan faktor kecepatan menggunakan alat
dan faktor kekuatan melakukan gerakan pada tangan (Rosenbaum, 1997). Carpal
Tunnel Syndrome lebih sering mengenai wanita daripada pria dengan usia berkisar
25 - 64 tahun, prevalensi tertinggi pada wanita usia > 55 tahun, biasanya antara 40
- 60 tahun. Prevalensi CTS dalam populasi umum telah diperkirakan 5% untuk
wanita dan 0,6% untuk laki-laki. Carpal Tunnel Syndrome adalah jenis neuropati
kompresi yang paling sering ditemui. Sindroma tersebut unilateral pada 42%
kasus ( 29% kanan,13% kiri ) dan 58% bilateral (Gorsche, 2003).
Diabetes Melitus sebagai salah satu faktor resiko terjadinya CTS tercatat
memiliki prevalensi antara 4,5% sampai dengan 12% pada tahun 2000 (Hudaya,
2002). Hubungan CTS dengan DM diperkirakan dikarenakan oleh penekanan
nervus medianus yang disebabkan oleh perubahan jaringan ikat karena DM.
Perubahan-perubahan tersebut termasuk edema tenosinovial dan akselerasi
glikosilasi dengan aktivitas lisil oksidase yang berujung pada pembentukan
kolagen sehingga terbentuk fibrosis dan pengurangan keregangan jaringan ikat.
Hal ini berlanjut pada kompresi dengan pengurangan volume carpal tunnel
(Thomsen, 2009).
2.4. Patofisiologi
Patogenesis CTS masih belum jelas.Beberapa teori telah diajukan untuk
menjelaskan gejala dan gangguan studi konduksi saraf.Yang paling populer
adalah kompresi mekanik, insufisiensi mikrovaskular, dan teori getaran.Menurut
teori kompresi mekanik, gejala CTS adalah karena kompresi nervus medianus di
terowongan karpal.Kelemahan utama dari teori ini adalah bahwa teori ini
menjelaskan konsekuensi dari kompresi saraf tetapi tidak menjelaskan etiologi
yang mendasari kompresi mekanik.Kompresi diyakini dimediasi oleh beberapa
faktor seperti ketegangan, tenaga berlebihan, hiperfungsi, ekstensi pergelangan
tangan berkepanjangan atau berulang (Bahrudin, 2011).
Teori insufisiensi mikrovaskular mennyatakan bahwa kurangnya pasokan
darah menyebabkan penipisan nutrisi dan oksigen ke saraf yang menyebabkan
saraf secara perlahan kehilangan kemampuan untuk mengirimkan impuls
saraf.Scar atau luka parut dan jaringan fibrotik akhirnya berkembang dalam saraf.
Tergantung pada keparahan cedera, perubahan saraf dan otot mungkin
permanen.Karakteristik gejala CTS terutama kesemutan, mati rasa, dan nyeri
akut, bersama dengan kehilangan konduksi saraf akut dan reversibel dianggap
gejala untuk iskemia.Sebuah studi oleh Seiler (dengan Doppler laser flow metry)
menunjukkan bahwa normalnya aliran darah berdenyut di dalam saraf median
dipulihkan dalam 1 menit dari saat ligamentum karpal transversal
dilepaskan.Sejumlah penelitian eksperimental mendukung teori iskemia akibat
kompresi diterapkan secara eksternal dan karena peningkatan tekanan di carpal
tunnel. Gejala akanbervariasi sesuai dengan integritas suplai darah dari saraf dan
tekanan darah sistolik. Hasil studi Kiernan menemukan bahwa konduksi
melambat pada median saraf dapat dijelaskan oleh kompresi iskemik saja dan
mungkin tidak selalu disebabkan myelinisasi yang terganggu (Bahrudin, 2011).
Menurut teori getaran, gejala CTS bisa disebabkan oleh efek
daripenggunaan jangka panjang alat yang bergetar pada saraf median di karpal
tunnel.Lundborg mencatat edema epineural pada saraf median dalam beberapa
hariberikut paparan alat getar genggam.Selanjutnya, terjadi perubahan
serupamengikuti mekanik, iskemik, dan trauma kimia (Bahrudin, 2011).
Hipotesis lain dari CTS adalah bahwa faktor mekanik dan vaskular
memegang peranan penting dalam terjadinya CTS. Umumnya CTS terjadi secara
kronis dimana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan
terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan
mengakibatkan peninggian tekanan intravesikuler. Akibatnya aliran darah vena
intravesikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi
intrvesikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan
endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema
epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang
timbul terutama pada malam atau pagi hari akan berkurang setelah tangan yang
terlibat digerakkan atau diurut, mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara
pada aliran darah. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis
epineural yang merusak serabut saraf. Semakin lama hal itu terjadi, saraf dapat
mengalami atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi
nervus medianus terganggu secara menyeluruh (Tana, 2004).
Selain akibat adanya penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler
akan menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan
iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intravesikuler yang
menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah.Selanjutnya terjadi vasodilatasi
yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu yang berkibat
terjadi kerusakan pada saraf tersebut (Tana, 2004).
Penelitian yang telah dilakukan Kouyoumdjian menerangkan bahwa CTS
terjadi karena kompresi saraf median di bawah ligamentum karpal transversal
berhubungan dengan naiknya berat badan dan Indeks Masa Tubuh (IMT).Indeks
Masa Tubuh yang rendah merupakan kondisi kesehatan yang baik untuk proteksi
fungsi nervus medianus. Pekerja dengan IMT minimal≥25 lebih mungkin untuk
terkena CTS dibandingkan dengan pekerjaan yang mempunyai berat badan
ramping. American Obesity Association menemukan bahwa 70% dari penderita
CTS memiliki kelebihan berat badan.ResikoCTS meningkat setiap peningkatan
IMT sebanyak 8% (Tana, 2004).
Pergelangan tangan mempunyai struktur anatomi yang rumit dan
aktif.Carpal Tunnel yang mirip terowongan berada di pergelangan tangan,
dibentuk 8 tulang carpal dan fleksor retinaculum atau ligamentum carpal
transversalis.Di dalam tunnel (terowongan) ini lewat atau tersusun secara rapat
fleksor digitorum profunda dan superficialis, fleksor ligitorum, dan nervus
medianus (Kurniawan, 2008).
Terjadinya sindrom ini bertumpu pada perubahan patologis yang
diakibatkan oleh adanya iritasi secara terus menerus pada nervus medianus di
daerah pergelangan tangan.Banyak faktor yang dapat mengawali timbulnya
sindrom ini, baik sistemik maupun lokal, namun khusus bagi para pemakai
komputer, faktor iritasi lokal terhadap nervus medianus inilah yang tampaknya
perlu mendapat perhatian lebih banyak (Darno, 2011).
Bila kedudukan antara telapak tangan terhadap lengan bawah bertahan
secara tidak fisiologis untuk waktu yang cukup lama, maka gerakan-gerakan
tangan akan mengakibatkan tepi ligamentum karpi transversum bersentuhan
dengan saraf medianussecara berlebihan. Hal lain yang dapat terjadi yaitu adanya
bagian persendian tangan yang mengalami tekanan atau regangan yang berlebih
dan sebagai mekanisme kompensasi, tubuh berusaha memperkuat bagian yang
mendapat beban tidak fisiologis ini antara lain dengan mempertebal ligamentum
karpi transversum. Penebalan ini akan mempersempit terowongan tempat lalunya
saraf dan urat, dan lebih berat lagi akan menjepit saraf (Darno, 2011).
Pada operasi, tak jarang dijumpai perubahan struktur pada nervus
medianus di daerah proximal dari tepi atas ligamentum karpi ransversum, tanpa
diikuti oleh penebalan ligamentumnya.Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa kedua penyebab di atas dapat berjalan secara terpisah ataupun bersamaan.
Nervus medianus sendiri mulai dari daerah pergelangan tangan, 94%
merupakanserabut perasa / sensoris, sedangkan 6% merupakan serabut motoris
yang ke arah ibu jari. Dengan demikian, pada awalnya gejala lebih banyak
ditandai dengan kejadian parestesia (seperti kesemutan, rasa terbakar), sampai ke
hipoanestesia (baal-baal sampai hilangnya rasa raba).Bila sudah ada gejala
motorik (otot pangkal ibu jari tangan mulai mengecil, kekuatan berkurang), maka
iritasi kemungkinan sudah berlangsung sejak lama (Verina, 2006).
2.5. Penegakkan Diagnosa
2.5.1. Anamnesis
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja.
Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya
berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran
listrik (tingling) pada jari 1-3 dan setengah sisi radial jari 4 sesuai dengan
distribusi sensorik nervus medianus walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai
seluruh jari-jari (Salter, 2009).
Komar dan Ford membahas dua bentuk CTS yaitu akut dan kronis. Bentuk
akut mempunyai gejala dengan nyeri parah, bengkak pergelangan tangan atau
tangan, tangan dingin, atau gerak jari menurun. Kehilangan gerak jari disebabkan
oleh kombinasi dari rasa sakit dan paresis. Bentuk kronis mempunyai gejala baik
disfungsi sensorik yang mendominasi atau kehilangan motorik dengan perubahan
trofik. Nyeri proksimal mungkin ada dalam CTS (Pecina, 2010).
2.7.2. Non-medikamentosa
Kasusringan selain bisa diobati dengan obat anti inflamasinon-
steroid(OAINS) juga bisamenggunakan penjepitpergelangantangan
yangmempertahankantangandalamposisinetralselama minimal2bulan,
terutamapada malamhariatauselamaada gerakberulang. Jika tidak
efektif,dangejalayangcukupmengganggu,operasisering dianjurkanuntuk
meringankan kompresi. Oleh karenaitu sebaiknyaterapi CTSdibagi atas2
kelompok,yaitu (Bahrudin, 2011):
2.8. Prognosis
PadakasusCTSringan,denganterapikonservatifumumnyaprognosabaik.Bi
lakeadaantidakmembaikdenganterapikonservatifmakatindakanoperasiharusdilaku
kan.Secaraumumprognosaoperasijugabaik,tetapikarenaoperasihanyadilakukanpad
apenderitayangsudahlamamenderitaCTSpenyembuhan post operatifnya
bertahap(Bahrudin, 2011).
Bilasetelahdilakukantindakanoperasi,tidakjugadiperolehperbaikanmakadi
pertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini(Bahrudin, 2011):
1. Kesalahanmenegakkandiagnosa,mungkin
tekananterhadapnervusmedianusterletakdi tempatyanglebih
proksimal.
2. Telahterjadi kerusakan total padanervus medianus.
3. TerjadiCTSyangbarusebagaiakibatkomplikasioperasisepertiakibatede
ma,perlengketan,infeksi,hematomaataujaringanparuthipertrofik.Sekal
ipunprognosa
CTSdenganterapikonservatifmaupunoperatifcukupbaik,tetapiresikoun
tukkambuhkembalimasihtetapada.Bilaterjadikekambuhan,prosedurter
apibaikkonservatifatauoperatifdapatdiulangikembali.
2.9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat dijumpai adalahkelemahandan hilangnya
sensibilitas yang persisten di daerahdistribusi nervus medianus. Komplikasi yang
paling berat adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri
hebat, hiperalgesia, disestesia, dan gangguan trofik.Sekalipun prognosa CTS
dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko untuk
kambuh kembali masih tetap ada.Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik
konservatif atau operatif dapat diulangi kembali (Salter, 2009).