PENDAHULUAN
1
1.1 Tujuan Penulisan
Untuk dapat menjelaskan definisi, etiologi, epidemiologi, perjalanan penyakit hingga
penatalaksanaan dan prognosis dari konjungtivitis kataralis.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perdarahan :
3
Berasal dari A.konjungtiva posterior dan A.siliaris anterior. Yang berasal dari
A.siliaris anterior berjalan ke depan mengikuti m.rektus menembus sklera dekat limbus untuk
mancapai bagian dalam mata. Juga memberi cabang-cabang yang mengelilingi kornea dan
memberi makanan kepada kornea.2
Persarafan :
Berasal dari N.V (I), yang berakhir sebagai ujung-ujung yang lepas terutama
dibagian palpebra.2
4
termasuk yang dijual tanpa resep (mis. ibuprofen). Terkait HIV, alasan SJS yang paling
umum adalah nevirapine (hingga 1,5 persen penggunanya) dan kotrimoksazol (jarang).
Reaksi ini dialami segera setelah mulai obat, biasanya dalam 2-3 minggu.3
Etiologi SSJ sukar ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai faktor,
walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat. Beberapa
faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit), obat
(salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif), makanan
(coklat), fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X), lain-lain (penyakit polagen,
keganasan, kehamilan).3
Pada beberapa kasus yang dilakukan biopsi kulit dapat ditemukan endapan IgM,
IgA, C3, dan fibrin, serta kompleks imun beredar dalam sirkulasi. Antigen penyebab
berupa hapten akan berikatan dengan karier yang dapat merangsang respons imun
spesifik sehingga terbentuk kompleks imun beredar. Hapten atau karier tersebut dapat
berupa faktor penyebab (misalnya virus, partikel obat atau metabolitnya) atau produk
yang timbul akibat aktivitas faktor penyebab tersebut (struktur sel atau jaringan sel yang
rusak dan terbebas akibat infeksi, inflamasi, atau proses metabolik). Kompleks imun
beredar dapat mengendap di daerah kulit dan mukosa, serta menimbulkan kerusakan
jaringan akibat aktivasi komplemen dan reaksi inflamasi yang terjadi. Kerusakan jaringan
dapat pula terjadi akibat aktivitas sel T serta mediator yang dihasilkannya. Kerusakan
5
jaringan yang terlihat sebagai kelainan klinis lokal di kulit dan mukosa dapat pula disertai
gejala sistemik akibat aktivitas mediator serta produk inflamasi lainnya. Adanya reaksi
imun sitotoksik juga mengakibatkan apoptosis keratinosit yang akhirnya menyebabkan
kerusakan epidermis.4
Gejala klinis atau gejala reaksi bergantung kepada sel sasaran (target cell).
Sasaran utama SSJ ialah pada kulit berupa destruksi keratinosit. Pada alergi obat akan
terjadi aktivitas sel T, termasuk CD4 dan CD8, IL-5 meningkat, juga sitokin-sitokin lain.
CD4 terutama terdapat di dermis, CD8 di epidermis. Keratinosit epidermis
mengekspresikan ICAM-1, ICAM-2 dan MHC-II. Sel langerhans tidak ada atau sedikit.
TNF alfa meningkat di epidermis. Oleh karena proses hipersensitivitas, maka terjadi
kerusakan kulit sehingga terjadi:4
6
Konjungtivitis pada sindrom Steven Johnson merupakan konjungtivitis yang
disebabkan karena proses alergi akibat reaksi terhadap non infeksi, dapat berupa reaksi
cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada
reaksi terhadap obat, bakteri, dan toksik. Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe cepat
atau lambat, atau reaksi antibody humoral terhadap allergen.5
Pada keadaan yang berat merupakan bagian dari sindrom Steven Johnson, suatu
penyakit eritema multiforme berat akibat reaksi alergi pada orang dengan prediposisi
alergi obat-obatan. Pada pemakaian mata palsu atau lensa kontak juga dapat terjadi reaksi
alergi. Dengan gambaran klinis berupa mata merah, sakit, bengkak, panas, berair, gatal,
dan silau. Sering berulang dan menahun, bersamaan dengan rinitis alergi. Biasanya
terdapat riwayat atopi sendiri atau dalam keluarga.4,5
Pada pemeriksaan ditemukan injeksi ringan pada konjungtiva palbebra dan
bulbi serta papil besar pada konjungtiva tarsal yang dapat menimbulkan komplikasi pada
konjungtiva. Pada keadaan akut dapat terjadi kemosis berat. Terapi pada konjungtivitis
akibat reaksi alergi biasanya akan sembuh sendiri. Pengobatan ditujukan untuk
menghindarkan penyebab dan menghilangkan gejala. Terapi yang dapat diberikan
misalnya vasokonstriktor local pada keadaan akut (epinefrin 1:1.000), astringen, steroid
topical dosis rendah dan kompres dingin untuk menghilangkan edemanya. 4
Untuk pencegahan diberikan Natrium kromoglikat 2% topical 4 kali sehari
untuk mencegah degranulasi sel mast. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin
dan steroid sistemik. Penggunaan steroid sistemik berkepanjangan hrus dihindari karena
bisa terjadi infeksi virus, katarak, hingga ulkus kornea oportunistik. Antihistamin
sistemik hanya sedikit bemanfaat. Pada sindrom Steven Johnson, pengobatan bersifat
sistomatik dengan pengobatan umum. Pada mata dilakukan pembersihan sekret,
mediatrik, steroid topical dan pencegahan simblefaron.3
Pada mata terjadi: konjungtivitis (radang selaput yang melapisi permukaan
dalam kelopak mata dan bola mata), konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis,
iridosiklitis, simblefaron, kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi
erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler
merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid,
merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu
7
yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi
mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.4
Konjungtivitis
2.6.1 Definisi
8
Konjungtivitis kataralis akut disebut juga konjungtivitis mukopurulenta,
konjungtivitis akut simplek (pink eyes). Pink eye, yaitu adanya inflamasi pada
konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi
bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata.
Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan
menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak.
2.6.2 Etiologi
2.6.3 Klasifikasi
9
Gejala subjektif biasanya serasa seperti ada pasir atau ada benda asing di mata,
fotofobia (takut melihat sinar), jika secret menempel di kornea menimbulkan
kemunduran visus, lakrimasi (keluar air mata terus menerus), blefarospasme.6
Palpebra udem,
Konjungtiva palpebra merah, kasar, seperti beludru karena ada infiltrasi
Konjungtiva bulbi : injeksi konjungtival banyak, kemosis, dapat
ditemukan pseudomembran pada infeksi dengan pneumokokus. Kadang-kadang
disertai perdarahan subkonjungtiva kecil-kecil baik di konjungtiva palpebra maupun
konjungtiva bulbi yang biasanya disebabkan oleh pneumokokus atau virus.
Blefarospasme, secret mucous, atau mukopurulen, kadang-kadang dapat disertai
blefaritis. Kadang-kadang dapat sembuh sendiri oleh resistensi tubuh setelah 1-2
minggu.
Merupakan lanjutan dari konjungtivitis akut atau oleh virus haemofilus influenza.
Manifestasi klinik: Palpebra udem, konjungtiva palpebra tak begitu infiltratif, injeksi
konjungtiva (+), tidak ada blefarospasme, secret cair.6
Kelanjutan dari konjungtivitis kataralis akut atau disebabkan oleh kuman Koch-
Weeks, Stafilokokkus aureus, Moraxella Axenfeld, E. Coli, atau dapat juga disebabkan
oleh obstruksi duktus nasolakrimalis.7
Gejala subyektif: Gatal, ngeres, rasa berat dimata,terasa ada pasir, pagi keluar
kotoran banyak di mata.6
10
Gejala Obyektif : palpebra : tak bengkak, margo palpebra : blefaritis, konjungtiva
palpebra: sedikit merah, licin, kadang-kadang hipertrofis, konjungtiva bulbi : injeksi
konjungtiva ringan, dapatmengenai 1/ 2 mata, sekret : mukoid.6
Bentuk ringan, berupa reaksi kataral membran mukosa konjungtiva. Ditandai dengan
hiperemi disertai diskar (discharge) mukus yang menyebabkan mata dompetdi pagi
hari akibat penimbulan eksudat di malam hari.
Pada derajat yang lebih berat, ditandai dengan seluruh konjungtiva menjadi merah
(pink eye). Seluruh vasa konjungtiva mengalami kongesti yang disebut injeksi
konjungtiva. Timbul sekret mukopurulen yang kemudian menjadi purulen di forniks
dan tepi palpebra, sehingga bulu mata melekat satu sama lain oleh krusta
kuning/adanya sekret purulen yang menempel di kornea menyebabkan efek pisma di
kornea sehingga pasien melihat warna pelangi (halo) di sekitar lampu menyala. Harus
dibedakan dengan halo glaukomatosa pada serangan glaukoma akut. Penyakit ini
mencapai puncaknya di hari ketiga atau keempat. Apabila tidak diobati gejalanya
akan berkurang sendiri, tetapi kemudian berkembang menjadi kronis. Komplikasinya
adalah adanya abrasi kornea (lecet kornea) yang kemudian berkembang menjadi
ulkus (borok kornea. Kadang-kadang terjadi keratitis superfisialis atau ulkus
marginalis (ulkus di tepi kornea).8
11
2.6.4 Pemeriksaan Penunjang
12
2.6.5 Komplikasi
Infeksi sekunder pada mata yang mudah adalah kelompok Pnemokokus, Stafilokokus:9
13
BAB III
KESIMPULAN
Sindrom Steven-Johnson (SJS) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi
mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium
serta mata disertai gejala umum berat. Etiologi SJS sukar ditentukan dengan pasti, karena
penyebabnya berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun
terhadap obat.
Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan
reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) dan reaksi hipersensitivitas lambat
(delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV). Manifestasi SJS pada mata dapat berupa
konjungtivitis, konjungtivitas kataralis , blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, simblefaron,
kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea
yang dapat menyebabkan kebutaan.
Konjungtivitis kataral akut disebut juga konjungtivitis mukopurulenta,
konjungtivitis akut simplek (pink eyes). Pink eye, yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva
atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih
pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Mikroorganisme (virus, bakteri,
jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan kelopak mata terinfeksi sehingga kelopak mata
tidak dapat menutup dan membuka sempurna, karena mata menjadi kering sehingga terjadi
iritasi menyebabkan konjungtivitis.
Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Konjungtivitis karena
bakteri dapat diobati dengan sulfonamide atau antibiotika. Penanganannya dimulai dengan
edukasi pasien untuk memperbaiki higiene kelopak mata. Pembersihan kelopak 2 sampai 3
kali sehari dengan artifisial tears dan salep dapat menyegarkan dan mengurangi gejala pada
kasus ringan. Pada kasus yang lebih berat dibutuhkan steroid topikal atau kombinasi
antibiotik-steroid.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 3rd edition.
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2002
2. Wijana, N. Konjungtiva. In Ilmu Penyakit Mata.1993.
3. Ilyas, S. Sindrom Steven Johnson. In Ilmu Penyakit Mata. 3rd edition. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2004.
4. Siregar, R.S. Sindrom Stevens Johnson. In : Saripati Penyakit Kulit. 2 nd edition. EGC.
Jakarta. 2004.
5. Al-Ghozi, M. 2002. Konjungtivitis, Buku Ajar Oftalmologi. FKUMY. Jogjakarta: 54-59
6. Anonym. 2006. Conjunctivitis. Mc Kinley Health Center.
7. Ivan, R., Schwab, MD., Chandler, R., dan Dawson, MD., 2012, General
Ophthalmology, Dalam, Vaughan, G., Asburg, T., Riordan, P., (eds), Oftalmology
Umum, 16th (ed), Widya Medika, Jakarta.
8. Rossawantari A. Diagnosis Konjungtivitis kataralis. Ilmu Penyakit Mata RSUD Salatiga,
2011.
9. Mansjoer AM. Kapita Selekta edisi-4 jilid-1. Media Aesculapius FKUI: Jakarta, 2010.
15