Anda di halaman 1dari 12

Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

Model Pembelajaran  Contextual Teaching Learning  (CTL)

Pembelajaran kontekstual adalah terjemahan dari istilah Contextual Teaching


Learning  (CTL). Katacontextual berasal dari kata contex yang berarti “hubungan, konteks, suasana,
atau keadaan”. Dengan demikian contextual diartikan ”yang berhubungan dengan suasana (konteks).
Sehingga Contextual Teaching Learning (CTL) dapat diartikan sebagi suatu pembelajaran yang
berhubungan dengan suasana tertentu.

Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan
bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah
diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi disekelilingnya.
Pengajaran  kontekstual sendiri pertama kali dikembangkan di  Amerika Serikat yang diawali dengan
dibentuknya Washington State Consortum for Contextual oleh Departemen Pendidikan Amerika
Serikat. Antara tahun 1997 sampai tahun 2001 sudah diselenggarakan tujuh proyek besar yang
bertujuan untuk mengembangkan, menguji, serta melihat efektifitas penyelenggaraan pengajaran
matematika secara kontekstual. Proyek tersebut melibatkan 11 perguruan tinggi, dan 18 sekolah
dengan mengikutsertakan 85 orang guru dan profesor serta 75 orang guru yang sudah diberikan
pembekalan sebelumnya.
Penyelenggaraan program ini berhasil dengan sangat baik untuk level perguruan tinggi sehingga
hasilnya direkomendasikan  untuk  segera disebarluaskan pelaksanaannya. Untuk tingkat sekolah,
pelaksanaan dari  program ini memperlihatkan suatu hasil yang signifikan, yakni meningkatkan
ketertarikan siswa untuk belajar, dan meningkatkan  partisipasi aktif siswa secara keseluruhan.
Pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional, Departemen Pendidikan
Nasional (2002:5) mengemukakan perbedaan antara pembelajaran Contextual Teaching
Learning  (CTL) dengan pembelajaran konvensional sebagai berikut:
CTL Konvensional
Pemilihan informasi kebutuhan individu Pemilihan informasi ditentukan oleh
siswa; guru;
Cenderung mengintegrasikan  beberapa Cenderung terfokus pada satu bidang
bidang (disiplin); (disiplin) tertentu;
Selalu mengkaitkan informasi dengan Memberikan tumpukan informasi kepada
pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa sampai pada saatnya diperlukan;
siswa;
Menerapkan penilaian autentik melalui Penilaian hasil belajar hanya melalui
melalui penerapan praktis dalam kegiatan akademik berupa ujian/ulang
pemecahan masalah;

Karakteristik Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL)


Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen  utama dari pembelajaran produktif yaitu :
konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar
(Learning Community), pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya
(Authentic Assessment) (Depdiknas, 2003:5). 
1. Konstruktivisme (Constructivism) 
Setiap  individu  dapat  membuat  struktur  kognitif  atau mental berdasarkan pengalaman mereka
maka setiap individu dapat membentuk konsep atau ide baru, ini dikatakan sebagai konstruktivisme
(Ateec, 2000). Fungsi guru disini membantu membentuk konsep tersebut melalui metode penemuan
(self-discovery), inquiri dan lain sebagainya, siswa berpartisipasi secara aktif dalam membentuk ide
baru.
Menurut Piaget pendekatan konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu :
1)      Mengandung pengalaman nyata (Experience);
2)      Adanya interaksi sosial (Social interaction);
3)      Terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (Sense making);
4)      Lebih memperhatikan pengetahuan awal (Prior Knowledge).
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks
yang terbatas.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap diambil atau diingat.
Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Berdasarkan pada pernyataan tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses
“mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan (Depdiknas, 2003:6).
Sejalan dengan pemikiran Piaget mengenai kontruksi pengetahuan dalam otak. Manusia memiliki
struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing berisi informasi
bermakna yang berbeda-beda. Setiap kotak itu akan diisi oleh pengalaman yang dimaknai berbeda-
beda oleh setiap individu. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak yang  sudah
berisi pengalaman lama sehingga dapat dikembangkan. Struktur pengetahuan dalam otak manusia
dikembangkan melalui dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi.
2. Bertanya (Questioning) 
Bertanya  merupakan  strategi  utama  dalam  pembelajaran kontekstual. Kegiatan bertanya
digunakan oleh guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa
sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan
pembelajaran yang berbasis inquiry.  Dalam  sebuah  pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya
berguna untuk :
1)      Menggali informasi, baik administratif maupun akademis;
2)      Mengecek pengetahuan awal siswa dan pemahaman siswa;
3)      Membangkitkan respon kepada siswa;
4)      Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa;
5)      Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru;
6)      Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa;
7)      Menyegarkan kembali pengetahuan siswa. 
3. Menemukan (Inquiry)
Menemukan  merupakan  bagian  inti  dari  pembelajaran  berbasis CTL. Pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari
menemukan sendiri (Depdiknas, 2003). Menemukan atau inkuiri dapat diartikan juga sebagai proses
pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.
Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu :
1)      Merumuskan masalah ;
2)      Mengajukan hipotesis;
3)      Mengumpulkan data;
4)      Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan;
5)      Membuat kesimpulan.
Melalui proses berpikir yang sistematis, diharapkan  siswa  memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis
untuk pembentukan kreativitas siswa. 
4. Masyarakat belajar (Learning Community) 
Konsep  Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama
dengan orang lain. Hasil belajar itu diperoleh dari sharing antarsiswa, antarkelompok, dan antar yang
sudah tahu dengan yang belum tahu tentang suatu materi. Setiap elemen masyarakat dapat juga
berperan disini dengan berbagi pengalaman (Depdiknas, 2003). 
5. Pemodelan (Modeling) 
Pemodelan dalam pembelajaran kontekstual merupakan sebuah keterampilan atau pengetahuan
tertentu dan menggunakan model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan
sesuatu atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuau. Dalam arti  guru memberi model
tentang “bagaimana cara belajar”. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukanlah satu-satunya
model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.
Menurut Bandura dan Walters, tingkah laku siswa baru dikuasai atau dipelajari mula-mula dengan
mengamati dan meniru suatu model. Model yang dapat diamati atau ditiru siswa digolongkan
menjadi :
1. Kehidupan yang nyata (real life), misalnya orang tua, guru, atau orang lain.;
2. Simbolik (symbolic), model yang dipresentasikan secara lisan, tertulis atau dalam bentuk
gambar ;
3. Representasi (representation), model yang dipresentasikan dengan menggunakan alat-alat
audiovisual, misalnya televisi dan radio.
6. Refleksi (Reflection) 
Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang
apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai
struktur pengetahuan yang baru. Struktur pengetahun yang baru ini merupakan pengayaan atau revisi
dari pengetahuan sebelumnya.  Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau
pengetahun yang baru diterima (Depdiknas, 2003).
Pada kegiatan pembelajaran, refleksi dilakukan oleh seorang guru pada akhir pembelajaran. Guru
menyisakan waktu sejenak agar siswa dapat melakukan refleksi yang realisasinya dapat berupa :
1. Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh  pada pembelajaran yang baru saja
dilakukan.;
2. Catatan atau jurnal di buku siswa;
3. Kesan dan saran mengenai pembelajaran yang telah dilakukan.
7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) 
Penilaian autentik merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa agar guru dapat memastikan apakah siswa telah mengalami proses
belajar yang benar. Penilaian autentik menekankan pada proses pembelajaran sehingga data yang
dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses
pembelajaran.
Karakteristik authentic assessment menurut Depdiknas (2003) di antaranya: dilaksanakan selama
dan sesudah proses belajar berlangsung, bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif, yang  diukur
keterampilan dan sikap dalam belajar bukan mengingat fakta, berkesinambungan, terintegrasi, dan
dapat digunakan sebagai feedback. Authentic assessment biasanya berupa kegiatan yang
dilaporkan, PR, kuis, karya siswa, prestasi atau penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil
tes tulis dan karya tulis.

Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah komponen
utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning),
masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian
yang sebenarnya (Authentic). Adapaun penjelasannya sebagai berikut:

1. Konstruktivisme (constructivism). Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang


menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi
merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun
pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya. 

2. Menemukan (Inquiry). Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis


kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan
(inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning),
mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).

3. Bertanya (Questioning). Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya.


Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna
untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon kepada
siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui
siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih
banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community). Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil


pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’
antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi
apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi
pembelajaran saling belajar.

5. Pemodelan (Modeling). Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan,


mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang
guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya
model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.

6. Refleksi (Reflection). Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru
dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam
pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa
pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.

7. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment). Penialaian adalah proses pengumpulan


berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam
pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa
memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada
penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun
hasil.

Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Permasalah terbesar yang dihadapi para peserta didik sekarang (siswa) adalah mereka belum bisa
menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana pengetahuan itu akan digunakan.
Hal ini dikarenakan cara mereka memperolah informasi dan motivasi diri belum tersentuh oleh
metode yang betul-betul bisa membantu mereka. Para siswa kesulitan untuk memahami konsep-
konsep akademis (seperti konsep-konsep matematika, fisika, atau biologi), karena metode mengajar
yang selama ini digunakan oleh pendidik (guru) hanya terbatas pada metode ceramah. Di sini lain
tentunya siswa tahu apa yang mereka pelajari saat ini akan sangat berguna bagi kehidupan mereka
di masa datang, yaitu saat mereka bermasyarakat ataupun saat di tempat kerja kelak. Oleh karena itu
diperlukan suatu metode yang benar-benar bisa memberi jawaban dari masalah ini. Salah satu
metode yang bisa lebih memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching
and Learning / CTL)

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sistem pembelajaran yang cocok dengan kinerja
otak, untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna, dengan cara menghubungkan muatan
akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik. Hal ini penting diterapkan agar
informasi yang diterima tidak hanya disimpan dalam memori jangka pendek, yang mudah dilupakan,
tetapi dapat disimpan dalam memori jangka panjang sehingga akan dihayati dan diterapkan dalam
tugas pekerjaan.

CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota masyarakat.

Menurut teori pembelajran kontekstual, pembelajaran terjadi hanya ketika siswa (peserta didik)
memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dapat terserap kedalam
benak mereka dan mereka mampu menghubungannya dengan kehidupan nyata yang ada di sekitar
mereka. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa pikiran secara alami akan mencari makna dari
hubungan individu dengan linkungan sekitarnya.

Berdasarkan pemahaman di atas, menurut metode pembelajaran kontekstual kegiatan pembelajaran


tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas, tapi bisa di laboratorium, tempat kerja, sawah, atau
tempat-tempat lainnya. Mengharuskan pendidik (guru) untuk pintar-pintar memilih serta mendesain
linkungan belajar yang betul-betul berhubungan dengan kehidupan nyata, baik konteks pribadi, sosial,
budaya, ekonomi, kesehatan, serta lainnya, sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang
dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.

Dalam linkungan seperti itu, para siswa dapat menemukan hubungan bermakna antara ide-ide
abstrak dengan aplikasi praktis dalam konteks dunia nyata; konsep diinternalisasi melalui
menemukan, memperkuat, serta menghubungkan. Sebagai contoh, kelas fisika yang mempelajari
tentang konduktivitas termal dapat mengukur bagaimana kualitas dan jumlah bahan bangunan
mempengaruhi jumlah energi yang dibutuhkan untuk menjaga gedung saat terkena panas atau
terkena dingin. Atau kelas biologi atau kelas kimia bisa belajar konsep dasar ilmu alam dengan
mempelajari penyebaran AIDS atau cara-cara petani bercocok tanam dan pengaruhnya terhadap
lingkungan.

Dengan menerapkan CTL tanpa disadari pendidik telah mengikuti tiga prinsip ilmiah modern yang
menunjang dan mengatur segala sesuatu di alam semesta, yaitu: 1) Prinsip Kesaling-
bergantungan, 2) Prinsip Diferensiasi, dan 3) Prinsip Pengaturan Diri.

Prinsip kesaling-bergantungan mengajarkan bahwa segala sesuatu di alam semesta saling


bergantung dan saling berhubungan. Dalam CTL prinsip kesaling-bergantungan mengajak para
pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya, dengan siswa-siswa, dengan
masyarakat dan dengan lingkungan. Prinsip kesaling-bergantungan mengajak siswa untuk saling
bekerjasama, saling mengutarakan pendapat, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan,
merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Prinsipnya adalah menyatukan pengalaman-
pengalaman dari masing-masing individu untuk mencapai standar akademik yang tinggi.

Prinsip diferensiasi merujuk pada dorongan terus menerus dari alam semesta untuk menghasilkan
keragaman, perbedaan dan keunikan. Dalam CTL prinsip diferensiasi membebaskan para siswa
untuk menjelajahi bakat pribadi, memunculkan cara belajar masing-masing individu, berkembang
dengan langkah mereka sendiri. Disini para siswa diajak untuk selalu kreatif, berpikir kritis guna
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa segala sesuatu diatur, dipertahankan dan disadari oleh
diri sendiri. Prinsip ini mengajak para siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Mereka
menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan,
mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dan dengan kritis menilai
bukti. Selanjutnya dengan interaksi antar siswa akan diperoleh pengertian baru, pandangan baru
sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan
keterbatasan kemampuan.

Kembali ke konsep tentang CTL. Dalam pembelajaran kontekstual guru dituntut membantu siswa
dalam mencapai tujuannya. Maksudnya adalah guru lebih berurusan dengan strategi dari pada
memberi informasi. Di sini guru hanya mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk
menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Kegiatan belajar mengajar (KBM) lebih menekankan
Student Centered daripada Teacher Centered. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan
beberapa hal sebagai berikut: 1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa. 2)
Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama.
3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan
mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual. 4)
Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan
mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka. 5) Melaksanakan
penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap
rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.

Kurikulum dan pengajaran yang didasarkan pada strategi pembelajaran kontekstual harus disusun
untuk mendorong lima bentuk pembelajaran penting: Mengaitkan, Mengalami, Menerapkan,
Kerjasama, dan Mentransfer.

MENGAITKAN: Belajar dalam konteks pengalaman hidup, atau mengaitkan. Guru menggunakan


strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan
demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru. Kurikulum yang
berupaya untuk menempatkan pembelajaran dalam konteks pengalaman hidup harus bisa membuat
siswa memperhatian kejadian sehari-hari yang mereka lihat, peristiwa yang terjadi di sekitar, atau
kondisi-kondisi tertentu, lalu mengubungan informasi yang telah mereka peroleh dengan pelajaran
kemudian berusaha untuk menemukan pemecahan masalah terhadap permasalahan tersebut.

MENGALAMI: Belajar dalam konteks eksplorasi, mengalami. Mengalami merupakan inti belajar


kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun
pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan
dan bahan-bahan dan untuk melakukan bentuk-bentuk penelitian aktif.

MENERAPKAN: Menerapkan konsep-konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat bagi diri
siswa. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru
dapat memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik dan relevan.

KERJASAMA: Belajar dalam konteks berbagi, merespons, dan berkomunikasi dengan siswa lain
adalah strategi pengajaran utama dalam pengajaran kontekstual. Siswa yang bekerja secara individu
sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok
sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman bekerja sama
tidak hanya membantu siswa mempelajari materi, juga konsisten dengan dunia nyata. Seorang
karyawan yang dapat berkomunikasi secara efektif, yang dapat berbagi informasi dengan baik, dan
yang dapat bekerja dengan nyaman dalam sebuah tim tentunya sangat dihargai di tempat kerja. Oleh
karena itu, sanat penting untuk mendorong siswa mengembangkan keterampilan bekerja sama ini.

MENTRASFER: Belajar dalam konteks pengetahuan yang ada, atau mentransfer, menggunakan dan
membangun atas apa yang telah dipelajari siswa. Peran guru membuat bermacam-macam
pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.

Kelebihan & Kekurangan Contextual Teaching and Learning

Kelebihan
1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting,
sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja
bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan
tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena
metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk
menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan
belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.

Kelemahan
1. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan
sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang
sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh
tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru
bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah
pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide
dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi
mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan
bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan
semula.

Macam -Macam Pendekatan


Pembelajaran
1. PENDEKATAN KONSTEKTUAL
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education,
2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa
mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka
pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai
diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan
berusaha untuk menggapinya
Pendekatan konstektual merupakan pendekatan yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat.pendekatan kontekstual sendiri dilakukan dengan melibatkan komponen
komponen pembelajaran yang efektif yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat
belajar, pemodelan, refleksi, penilaian sebenarnya.
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu :
1.Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru
menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal
siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
2. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan
informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat
ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian
yang aktif.
3. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan
masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan.
4. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan.
Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek
dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan
ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
5. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada
pemahaman bukan hapalan

2. PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME
Pendekatan konstruktivisme merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang lebih menekankan
pada tingkat kreatifitas siswa dalam menyalurkan ide-ide baru yang dapat diperlukan bagi
pengembangan diri siswa yang didasarkan pada pengetahuan.
Pada dasarnya pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam peningkatan dan pengembangan
pengetahuan yang dimiliki oleh siswa berupa keterampilan dasar yang dapat diperlukan dalam
pengembangan diri siswa baik dalam lingkungan sekolah maupun dalam lingkungan masyarakat.
Dalam pendekatan konstruktivisme ini peran guru hanya sebagai pembibimbing dan pengajar dalam
kegiatan pembelajaran. Olek karena itu , guru lebih mengutamakan keaktifan siswa dan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan ide-ide baru yang sesuai dengan materi yang disajikan
unutk meningkatkankemampuansiswasecarapribadi.
Jadi pendekatan konstruktivisme merupakan pembelajaran yang lebih mengutamakan pengalaman
langsung dan keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Secara umum yang disebut konstruktivisme menekankan kontribusi seseorang pembelajar dalam
memberikan arti, serta belajar sesuatu melalui aktivitas individu dan sosial. Tidak ada satupun teori
belajar tentang konstruktivisme, namun terdapat beberapa pendekatan konstruktivis, misalnya
pendekatan yang khusus dalam pendidikan matematik dan sains. Beberapa pemikir konstruktivis
seperti Vigotsky menekankan berbagi dan konstruksi sosial dalam pembentukan pengetahuan
(konstruktivisme sosial); sedangkan yang lain seperti Piaget melihat konstruksi individu lah yang
utama (konstruktivisme individu).
Konstrukstivisme Individu
Para psikolog konstruktivis yang tertarik dengan pengetahuan individu, kepercayaan, konsep diri atau
identitas adalah mereka yang biasa disebut konstruktivis individual. Riset mereka berusaha
mengungkap sisi dalam psikologi manusia dan bagaimana seseorang membentuk struktur emosional
atau kognitif dan strateginya
Konstruktivisme social
Berbeda dengan Piaget, Vygotsky percaya bahwa pengetahuan dibentuk secara sosial, yaitu
terhadap apa yang masing-masing partisipan kontribusikan dan buat secara bersama-sama.
Sehingga perkembangan pengetahuan yang dihasilkan akan berbeda-beda dalam konteks budaya
yang berbeda. Interaksi sosial, alat-alat budaya, dan aktivitasnya membentuk perkembangan dan
kemampuan belajar individual.
Ciri-ciri pendekatan konstruktivisme
1. Dengan adanya pendekatan konstruktivisme, pengembangan pengetahuan bagi peserta didik
dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri melalui kegiatan penelitian atau pengamatan langsung
sehingga siswa dapat menyalurkan ide-ide baru sesuai dengan pengalaman dengan menemukan
fakta yang sesuai dengan kajian teori.
2. Antara pengetahuan-pengetahuan yang ada harus ada keterkaitan dengan pengalaman yang
ada dalam diri siswa.
3. Setiap siswa mempunyai peranan penting dalam menentukan apa yang mereka pelajari.
4. Peran guru hanya sebagai pembimbing dengan menyediakan materi atau konsep apa yang
akan dipelajari serta memberikan peluang kepada siswa untuk menganalisis sesuai dengan materi
yang dipelajari
3. PENDEKATAN  DEDUKTIF
Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang menggunakan logika untuk
menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat premis yang diberikan.
Dalam sistem deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dari satu kesimpulan. Metode
deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang umum
kesesuatuyangkhusus.
Pendekatan deduktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan umum ke keadaan
khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum dan
diikuti dengan contoh contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum ke dalam keadaan
khusus.

4. PENDEKATAN INDUKTIF
Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan berdasarkan
pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan
kesimpulan dari khusus menjadi umum.
Pendekatan induktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan khusus  menuju
keadaan umum
APB Statement No. 4 adalah contoh dari penelitian induksi, Statement ini adalah suatu usaha APB
untuk membangun sebuah teori akuntansi. Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) yang
dijelaskan di dalam pernyataan (statement) dibangun berdasarkan observasi dari praktek yang ada.
PerbedaanPendekatanDeduktifdanInduktif
Teori normatif (normative theory) menggunakan pertimbangan nilai (value judgement) yang berisi
satu atau lebih premis menjelaskan cara yang seharusnya ditempuh. Sebagai contoh, premis yang
menyatakan bahwa laporan akuntansi (accounting reports) seharusnya didasarkan kepada
pengukuran nilai aset bersih yang bisa direalisasi (net realizable value measurements of assets)
merupakan premis dari teori normatif. Sebaliknya, teori deskriptif (descriptive theory) berupaya untuk
menemukan hubungan yang sebenarnya terjadi.

5. PENDEKATAN KONSEP
Pendekatan konsep adalah pendekatan yang mengarahkan peserta didik meguasai konsep secara
benar dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi). Konsep adalah klasifikasi
perangsang yang memiliki ciri-ciri tertentu yang sama. Konsep merupakan struktur mental yang
diperoleh dari pengamatan dan pengalaman.

Pendekatan Konsep merupakan suatu pendekatan pengajaran yang secara langsung menyajikan
konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh.
Ciri-ciri suatu konsep adalah:
a.Konsep memiliki gejala-gejala tertentu
b.Konsep diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman langsung
c.Konsep berbeda dalam isi dan luasnya
d.Konsep yang diperoleh berguna untuk menafsirkan pengalaman-pengalarnan
e Konsep yang benar membentuk pengertian
f. Setiap konsep berbeda dengan melihat ‘ciri-ciri tertentu
Kondisi-kondisi yang dipertimbangkan dalam kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan konsep
adalah:
a.Menanti kesiapan belajar, kematangan berpikir sesuai denaan unsur lingkungan.
b.Mengetengahkan konsep dasar dengan persepsi yang benar yang mudah dimengerti.
c.Memperkenalkan konsep yang spesifik dari pengalaman yang spesifik pula sampai konsep yang
komplek.
d Penjelasan perlahan-lahan dari yang konkret sampai ke yang abstrak.
Langkah-langkah mengajar dengan pendekatan konsep melalui 3 tahap yaitu,
a.Tahap enaktik
Tahap enaktik dimulai dari:
-  Pengenalan benda konkret.
-  Menghubungkan dengan pengalaman lama atau berupa pengalaman baru.
-  Pengamatan, penafsiran tentang benda baru
b.Tahap simbolik
Tahap simbolik siperkenalkan dengan:
- Simbol, lambang, kode, seperti angka, huruf. kode, seperti (?=,/) dll.
-  Membandingkan antara contoh dan non-contoh untuk menangkap apakah   siswa cukup mengerti
akan ciri-cirinya.
-  Memberi nama, dan istilah serta defenisi.
c.Tahap ikonik
Tahap ini adalah tahap penguasaan konsep secara abstrak, seperti:
- Menyebut nama, istilah, defmisi, apakah siswa sudah mampu    mengatakannya

6. PENDEKATAN PROSES
pendekatan proses merupakan pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menghayati proses penemuan atau penyusunan suatu konsep sebagai suatu keterampilan
proses.
Pendekatan proses adalah pendekatan yang berorientasi pada proses bukan hasil. Pada pendekatan
ini peserta didik diharapkan benar-benar menguasai proses. Pendekatan ini penting untuk melatih
daya pikir atau mengembangkan kemampuan berpikir dan melatih psikomotor peserta didik. Dalam
pendekatan proses peserta didik juga harus dapat mengilustrasikan atau memodelkan  dan bahkan
melakukan percobaan. Evaluasi pembelajaran yang dinilai adalah proses yang mencakup kebenaran
cara kerja, ketelitian, keakuratan, keuletan dalam bekerrja dan sebagainya.

7. PENDEKATAN SAINS,TEKNOLOGI DAN MASYARAKAT


Pendekatan Science, Technology and Society  (STS) atau pendekatan Sains, Teknologi dan
Masyarakat (STM) merupakan  gabungan antara pendekatan konsep, keterampilan proses,CBSA,
Inkuiri dan diskoveri serta pendekatan lingkungan. (Susilo, 1999). Istilah Sains Teknologi Masyarakat
(STM) dalam bahasa Inggris disebut Sains Technology Society (STS), Science Technology Society
and Environtment (STSE) atau Sains Teknologi Lingkungan dan Masyarakat. Meskipun istilahnya
banyak namun sebenarnya intinya sama yaitu Environtment,  yang dalam berbagai kegiatan perlu
ditonjolkan. Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan pendekatan terpadu antara sains,
teknologi, dan isu yang ada di masyarakat. Adapun tujuan dari pendekatan STM ini adalah
menghasilkan peserta didik yang cukup memiliki bekal pengetahuan, sehingga mampu  mengambil
keputusan penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat serta mengambil tindakan
sehubungan dengan keputusan yang telah  diambilnya
Filosofi yang mendasari pendekatan STM adalah pendekatan konstruktivisme, yaitu peserta didik
menyusun sendiri konsep-konsep di dalam struktur kognitifnya berdasarkan apa yang telah mereka
ketahui.
1.  Pendekatan tujuan pembelajaran
Pendekatan ini berorientasi pada tujuan akhir yang akan dicapai. Sebenarnya pendekatan ini
tercakup juga ketika seorang guru merencanakan pendekatan lainnya, karena suatu pendekatan itu
dipilih untuk mencapai tujuan pembelajaran. Semua pendekatan dirancang untuk keberhasilan suatu
tujuan.
Sebagai contoh : Apabila dalam tujuan pembelajaran tertera bahwa siswa dapat mengelompokan
makhluk hidup, maka guru harus merancang pembelajaran, yang pada akhir pembelajaran tersebut
siswa sudah dapat mengelompokan makhluk hidup. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan
tersebut dapat berupa metode tugas atau karyawisata.
2.  Pendekatan konsep
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep berarti siswa dibimbing memahami suatu
bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam proses pembelajaran
tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi fokus. Dengan beberapa metode siswa
dibimbing untuk memahami konsep.
3.  Pendekatan lingkungan
Penggunaan pendekatan lingkungan berarti mengaitkan lingkungan dalam suatu proses belajar
mengajar. Lingkungan digunakan sebagai sumber belajar. Untuk memahami materi yang erat
kaitannya dengan kehidupan sehari – hari sering digunakan pendekatan lingkungan.
4.  Pendekatan inkuiri
Penggunaan pendekatan inkuiri berarti membelajarkan siswa untuk mengendalikan situasi yang
dihadapi ketika berhubungan dengan dunia fisik yaitu dengan menggunakan teknik yang digunakan
oleh para ahli peneliti ( Dettrick, G.W., 2001 ). Pendekatan inkuiri dibedakan menjadi inkuiri terpempin
dan inkuiri bebas atau inkuiri terbuka. Perbedaan antara keduanya terletak pada siapa yang
mengajukan pertanyaan dan apa tujuan dari kegiatannya.
5.  Pendekatan penemuan
Penggunaan pendekatan penemuan berarti dalam kegiatan belajar mengajar siswa diberi
kesempatan untuk menemukan sendiri fakta dan konsep tentang fenomena ilmiah. Penemuan tidak
terbatas pada menemukan sesuatu yang benar – benar baru. Pada umumnya materi yang akan
dipelajari sudah ditentukan oleh guru, demikian pula situasi yang menunjang proses pemahaman
tersebut. Siswa akan melakukan kegiatan yang secara langsung berhubungan dengan hal yang akan
ditemukan.
6.  Pendekatan proses
Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa
dalam keterampilan proses seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan
mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum
1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar.
7.  Pendekatan interaktif ( pendekatan pertanyaan anak )
Pendekatan ini memberi kesempata pada siswa uuntuk mengajukan pertanyaan untuk kemudian
melakukan penyelidikan yang berkaitan dengan pertanyaan yang mereka ajukan ( Faire & Cosgrove,
1988 dalam Herlen W, 1996 ). Pertanyaan yang diiajukn siswa sangat bervariasi sehingga guru perlu
melakukan llangkah – langkah mengumpulkan, memilih, dan mengubah pertanyaan tersebut menjadi
suatu kegiatan yng spesifik.
8.  Pendekatan pemecahan masalah
Pendekatan pemecahan masalah berangkat dari masalah yang harus dipecahkan melalui praktikum
atau pengamatan. Dalam pendekatan ini ada dua versi. Versi pertama siswa dapat menerima saran
tentang prosedur yang digunakan, cara mengumpulkan data, menyusun data, dan menyusun
serangkaian pertanyaan yang mengarah ke pemecahan masalah. Versi kedua, hanya masalah yang
dimunculkan, siswa yang merancang pemecahannya sendiri. Guru berperan hanya dalam
menyediakan bahan dan membantu memberi petunjuk.
9.  Pendekatan sains teknologi dan masyarakat ( STM )
Hasil penelitian dari National Science Teacher Association ( NSTA ) ( dalam Poedjiadi, 2000 )
menunjukan bahwa pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan STM mempunyai
beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada pada aspek :
kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan. Melalui
pendekatan STM ini guru dianggap sebagai fasilitator dan informasi yang diterima siswa akan lebih
lama diingat. Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM ini tercakup
juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah yang ditemukan
sehari – hari, yang dalam pemecahannya menggunakan langkah – langkah ilmiah
10.  Pendekatan terpadu
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang intinya memadukan dua unsur atau lebih dalam suatu
kegiatan pembelajaran. Pemaduan dilakukan dengan menekankan pada prinsip keterkaitan antar
satu unsur dengan unsur lain, sehingga diharapkan terjadi peningkatan pemahaman yang lebih
bermakna dan peningkatan wawasan karena satu pembelajaran melibatkan lebih dari satu cara
pandang.
Pendekatan terpadu dapat diimplementasikan dalam berbagai model pembelajaran. Di Indonesia,
khususnya di tingkat pendidikan dasar terdapat tiga model pemdekatan terpadu yang sedang
berkembang yaitu model keterhubungan, model jaring laba – laba, model keterpaduan.
Diposkan oleh wahyudwierdiastutik dea di 04.47 

Anda mungkin juga menyukai