Anda di halaman 1dari 6

Pada tahun 2015-2019, konsumsi BBM meningkat dari 76 juta SBM menjadi 121 juta SBM dengan

laju pertumbuhan ratarata 12.15 persen per tahun. Dengan kondisi tersebut, pangsa BBM Blending
akan meningkat dari 4.19 persen di tahun 2011 menjadi 10.48 persen di tahun 2025. Pangsa BBM
Blending di tahun 2015 sampai 2019 akan meningkat dari 5.59 persen menjadi 7.15 persen.

Energi sangat diperlukan dalam menjalankan aktivitas perekonomian Indonesia, baik untuk
kebutuhan konsumsi maupun untuk aktivitas produksi berbagai sektor perekonomian. Di dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 33 terutama ayat 2 dijelaskan
bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat”. Sebagai sumber daya alam, energi harus
dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran masyarakat dan pengelolaannya harus mengacu
pada asas pembangunan berkelanjutan.

Dari aspek penyediaan energi fosil, Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya energi
fosil, namun kondisinya saat ini semakin langka khususnya minyak mentah.
Sesuai pengertian yang disampaikan dalam PP Nomor 27 Tahun 2017
(perubahan atas PP Nomor 79 Tahun 2010) tentang Biaya Operasi Yang Dapat
Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan
Gas Bumi didefinisikan bahwa Lifting adalah sejumlah minyak mentah dan/atau gas
bumi yang dijual atau dibagi di titik penyerahan (custody transfer point).
Apabila dilihat dari target-target lifting minyak dan gas bumi yang tertuang
dalam APBN, angkanya selalu mengalami penurunan dari tahun ke tahun terutama
setelah tahun 2016. Adapun beberapa pertimbangan yang menyebabkan target
lifting
minyak perubahan dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. Hasil analisis terhadap perkembangan ekonomi domestik dan global di masa lalu
dan proyeksi ke depan
2. Arah sasaran dan target pembangunan ke depan
3. Tantangan-tantangan yang perlu diwaspadai dan diatasi
4. Upaya-upaya yang lebih memberdayakan potensi dan kemampuan perekonomian
yang ada

Target cadangan minyak bumi dan kondensat status tahun 2019 adalah
sebesar 5,747 milyar barel, realisasi cadangan tersebut status 31 Desember 2019
mengalami penurunan menjadi sebesar 3,775 milyar barel. Penurunan tersebut
dikarenakan :
1. Adanya perubahan perhitungan klasifikasi cadangan yang didasarkan pada
Petroleum Resources Management System (PRMS) 2018, dimana
lapanganlapangan
yang tidak ada project pemroduksian (tidak diusahakan) cadangannya
berpindah kelas menjadi contingent dan unrecoverable. Perubahan klasifikasi
cadangan minyak bumi yang signifikan terjadi a.l. di lapangan-lapangan dari
Pertamina EP (P1 : 436; P2 : 491.21; P3 : 719.76 juta barel), PHE ONWJ (P1 : 202
juta barel), Rokan (P2 : 902.21 juta barel).
2. Penurunan cadangan Kontraktor karena adanya perhitungan ulang dengan
adanya pengeboran-pengeboran baru, ataupun oleh adanya data penunjang baru
yang lain.

Apabila dilihat dari angka produksi, produksi rata-rata minyak bumi tahun 2019
ditargetkan 775 MBOPD, dan realisasi angka produksi operasional sampai dengan
31
Desember 2019 sebesar 745 MBOPD apabila dibandingkan dengan realisasi
produksi
rata-rata minyak bumi tahun 2018 yang sebesar 772 BOPD maka target tersebut
turun. Pencapaian produksi rata-rata minyak bumi 2 (dua) tahun terakhir mengalami
penurunan yang disebabkan oleh penurunan performance reservoir secara alami
(natural decline) dan juga tidak ditemukan cadangan besar yang akan menggantikan
produksi minyak yang terus menurun.
Produksi minyak bumi diproyeksikan akan menurun
sekitar 5% per tahun dari 292,4 juta barel pada tahun 2017
menjadi 53,8 juta barel pada tahun 2050 karena sumur
yang sudah tua dan sumber daya yang terletak di daerah
frontier. Demikian juga ekspor minyak bumi diperkirakan
akan menurun dari 102,7 juta barel pada tahun 2017 dan
berakhir pada tahun 2035. Net impor minyak meningkat
dari 79,2 juta barel pada tahun 2017 menjadi 924,9 juta
barel pada tahun 2050 dengan tingkat pertumbuhan per
tahun 7,7% atau akan meningkat lebih dari 11 kali lipat.
Dalam menarik investor dan meningkatkan kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi di seluruh wilayah
kerja untuk menambah cadangan minyak bumi nasional,
pemerintah telah membuat berbagai kebijakan seperti
pembebasan bea masuk impor barang, pemberian insentif
pajak, dan program insentif lainnya seperti investment
credit, DMO holiday, dan depresiasi dipercepat.
Saat ini kebutuhan minyak bumi dan BBM dalam negeri
dipenuhi dari produksi minyak bumi dalam negeri, impor
minyak bumi, dan impor BBM. Meskipun minyak bumi
yang sesuai dengan spesifikasi kilang yang dioperasikan
telah diproses di kilang minyak dalam negeri, namun tidak
bertambahnya kapasitas kilang selama 20 tahun terakhir
dan konsumsi BBM yang terus meningkat menyebabkan
impor BBM semakin besar dari tahun ke tahun. Dalam kurun
waktu dari tahun 2017 - 2050 diperkirakan impor minyak
bumi akan meningkat 5 kali lipat, meningkat dari 181,9
juta barel pada tahun 2017 menjadi 924,9 juta barel pada
tahun 2050 dengan pertumbuhan 5,1% per tahun. Minyak
bumi yang tidak dapat diproses di kilang akan diekspor
dan jumlahnya terus menurun sampai tidak ada lagi
ekspor pada tahun 2036. Bila ekspor ini dipertimbangkan
maka net impor minyak bumi dalam kurun waktu tersebut
diperkirakan akan meningkat dari 79,2 juta barel pada
tahun 2017 menjadi 924,9 juta barel pada tahun 2050
dengan tingkat pertumbuhan 7,7% per tahun.

Anda mungkin juga menyukai