Anda di halaman 1dari 14

SATUAN ACARA PENYULUHAN

“PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK) atau CHRONIC


OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE (COPD)”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Keperawatan Gerontik
Di Puskesmas Gribig Malang

Oleh:
HANIFATUZUHRO SYAIFUDIN
NIM. 201920461011051

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Pokok Bahasan : Hipertensi
Sub Pokok Bahasan : Hipertensi dan Penanganannya pada Lansia
Sasaran : Lansia dan keluarga
Hari/Tanggal : Selasa, 18 Desember 2019
Waktu : 15 menit
Tempat : Sawojajar gg. V no. 33 a kecamatan kedung kandang
(Rumah Tn. W)
Penyuluh : Hanifatuzuhro Syaifudin (Mahasiswi Profesi Ners UMM)
I. Latar Belakang
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan
aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel
parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
berbahaya (GOLD, 2009).
Penyakit Paru Obstruksi Kronis atau PPOK sudah bukan suatu hal yang
asing terdengar di telinga masyarakat. PPOK adalah istilah yang menggambarkan
sejumlah penyakit yang menyerang paru-paru dalam jangka waktu yang panjang
dan ditandai dengan obstruksi aliran udara dan hiperinflasi paru. PPOK tergolong
penyakit tidak menular dan menjadi penyebab kematian terbesar ke-4 di dunia,
setelah penyakit kardiovaskuler, kanker, dan diabetes (WHO, 2010). Lebih dari 3
juta jiwa meninggal karena PPOK di tahun 2016 dan menyumbang 6% dari
seluruh kematian, sehingga diprediksi pada 2020 penyakit PPOK akan menduduki
peringkat ketiga sebagai penyebab utama kematian di Dunia (Guide dan Copd,
2010).
Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 mencatat sebesar 3,7 persen
penduduk Indonesia menderita PPOK dimana prevalensi lebih tinggi pada laki-
laki. Hal ini berkaitan dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan
adanya keterkaitan penderita PPOK dengan kebiasaan merokok dan keterpajanan
asap rokok secara pasif di Indonesia, yang mana semakin tinggi prevalensi
merokok akan semakin tinggi resikoresiko terjadinya PPOK (Kusumawardani et
al., 2017).
The Global Initiative for Chronic Obstructive Pulmonary Disease (GOLD)
mendefinisikan PPOK sebagai penyakit gangguan saluran napas yang bersifat
progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi oleh karena gas atau partikel
iritan tertentu. Pada tahun 2014, PPOK tidak lagi dimasukkan terminologi
penyakit bronkitis kronis dan emfisema, sehingga GOLD mendefinisikan ulang
PPOK sebagai gabungan penyakit saluran napas kecil dan destruksi parenkim
yang bersifat progresif dengan gejala yang hampir mirip seperti bronkitis kronis,
emfisema, asma, bronkiektasis, dan bronkiolitis (Soeroto dan Suryadinata, 2014).
Penatalaksanaan PPOK seperti latihan pernapasan, batuk efektif, inhaler,,
dan sebagainya merupakan hal penting yang dapat mengontrol hipertensi pada
lansia. Dalam melaksanakan pengobatan hipertensi ini, dukungan dan motivasi
kepada lansia penting dilakukan oleh keluarga, karena keluarga memberikan
pengaruh yang penting dalam mempercepat kesembuhan lansia. Dengan
pemberian edukasi yang dilakukan oleh perawat kepada keluarga mengenai PPOK
dan cara penanggulangannya diharapkan Penyakit Tidak Semakin Memburuk
Serta Mencegah Terjadinya Komplikasi Pada Klien Maupun Mencegah
Terjadinya Pada Anggota Keluarga.
II. Tujuan Instruksional Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 15 menit, lansia dan keluarga
mengetahui tentang penyakit ppok dan penatalaksanaannya.
III.Tujuan Instruksional Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 1 x 15 menit, diharapkan sasaran
penyuluhan dapat mengetahui tentang:
a. Pengertian PPOK
b. Penyebab PPOK
c. Tanda dan gejala PPOK
d. Perawatan keluarga pada lansia PPOK
e. Pencegahan PPOK
f. Komplikasi PPOK
IV. Strategi Pelaksanaan:
1. Metode: ceramah dan diskusi
2. Media : Leaflet
3. Garis Besar Materi (penjelasan terlampir):
a. Menjelaskan pengertian PPOK
b. Menjelaskan penyebab PPOK
c. Menjelaskan tanda dan gejala PPOK
d. Menjelaskan tentang perawatan keluarga pada lansia dengan PPOK
e. Menjelaskan pencegahan PPOK
f. Menjelaskan komplikasi PPOK
V. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan penyuluhan disajikan pada tabel berikut:
No Kegiatan Waktu Penyuluh Peserta
1 Pendahuluan 2  Salam pembuka  Menjawab salam
Menit  Menyampaikan tujuan  Menyimak
penyuluhan  Mendengarkan
 Kontrak waktu dan menjawab
penyuluhan pertanyaan
2 Kerja 10  Penyampaian garis besar  Mendengarkan
Menit materi: dengan penuh
a) Pengertian perhatian
PPOK  Menanyakan hal-
b) Penyebab hal yang belum
PPOK jelas
c) Tanda dan  Memperhatikan
gejala PPOK jawaban dari
d) Perawatan penceramah
keluarga pada lansia
PPOK
e) Pencegahan
PPOK
f) Komplikasi
PPOK
 Memberi kesempatan
lansia dan keluarga untuk
bertanya
 Menjawab pertanyaan
 Evaluasi
3 Penutup 3  Menyimpulkan  Mendengarkan
Menit  Salam penutup  Menjawab salam
 Kontrak waktu
penyuluhan berikutnya

VI. Setting Tempat


Sawojajar gg. V no. 33 a kecamatan kedung kandang (Rumah Tn. W)
VII. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
Tahap persiapan-awal pelaksanaan :
 Media sudah dipersiapkan, yaitu leaflet mengenai ppok dan
perawatannya
 Pemateri sudah siap dalam melakukan penyuluhan
2. Evaluasi Proses
 Proses penyuluhan dapat berlangsung dengan lancar dan peserta
penyuluhan memahami materi penyuluhan yang diberikan.
 Peserta penyuluhan memperhatikan materi yang diberikan.
 Selama proses penyuluhan terjadi interaksi antara penyuluh dengan
sasaran.
 Kehadiran peserta diharapkan 80% dan tidak ada peserta yang
meninggalkan tempat penyuluhan selama kegiatan berlangsung.
3. Evaluasi Hasil
Tercapai atau tidaknya TIU dan TIK Penyuluhan
Misalnya:
a. Peserta penyuluhan mampu menjelaskan
kembali pengertian, penyebab, dan tanda gejala PPOK mencapai
80%.
b. Peserta penyuluhan mampu menjelaskan
kembali perawatan PPOK mencapai 75%.
c. Peserta penyuluhan mampu menjelaskan
kembali tentang pencegahan dan komplikasi PPOK mencapai 75%.
Lampiran Materi
Definisi
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan
aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel
parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
berbahaya (GOLD, 2009).
PPOK/ COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) merupakan istilah
yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama
dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya (Price, Sylvia Anderson: 2005).
PPOK  merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga
penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD
adalah: Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer,
2001).
PPOK adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan
dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-
paru (Bruner & Suddarth, 2002).
PPOK  merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan
ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya
(Snider, 2003).
Etiologi
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah
partikel gas yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas
ini termasuk :
a. Asap rokok (perokok aktif dan perokok pasif). 
b. Polusi udara (asap rokok, asap kompor, gas buang kendaraan bermotor,
debu jalanan, bahan kimia, zat iritasi, gas beracun).
c. infeksi saluran nafas bawah berulang
Tanda dan Gejala
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien
PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian
berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum
yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan
purulen seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama,
sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali,
hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak
inilah yang biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak
dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami
eksaserbasi akut.
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:
a) Batuk bertambah berat
b) Produksi sputum bertambah
c) Sputum berubah warna
d) Sesak nafas bertambah berat
e) Bertambahnya keterbatasan aktifitas
f) Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
g) Penurunan kesadaran
Komplikasi
a) Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55
mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya
klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan
pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
b) Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang
muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
c) Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya
aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
d) Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering
kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema
berat juga dapat mengalami masalah ini.
e) Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
f) Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan
seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.Penggunaan
otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
Penatalaksanaan
Pendekatan melalui torakotomi anterior, torakomi poskerolateral dan
skernotomi mediana, selanjutnya dilakukan diseksi bleb, bulektonomi, subtotal
pleurektomi. Parietalis dan Aberasi pleura melalui Video Assisted Thoracoscopic
Surgery (VATS).
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
a) Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada
fase akut, tetapi juga fase kronik.
b) Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
c) Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
a) Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
b) Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
c) Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat
sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas
atau pengobatan empirik.
d) Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
kontroversial.
e) Pengobatan simtomatik.
f) Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
g) Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran lambat 1 - 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a) Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
b) Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
c) Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
d) Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
a) Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
b) Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
1) Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi
ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari
Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika
kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis
yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti
kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang
mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan
dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya
dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi
sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik
yang kuat.
2) Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
3) Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan
baik.
4) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di
dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien
dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250
mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56
IV secara perlahan.
Terapi jangka panjang di lakukan :
a) Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-
0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b) Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas
tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan
obyektif dari fungsi faal paru.
c) Fisioterapi
d) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
e) Mukolitik dan ekspektoran
f) Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas
tipe II dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)
g) Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri
dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari
depresi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8
volume 2. Jakarta: EGC.
Carpenito, Lynda Juall. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi Edisi 13. Jakarta : EGC.
Ignatavicius, D. & Workman, M. L. (2010). Medical surgical nursing: critical
thingking for colaborative care (6th ed., vol 1). Missouri: Elsevier
Saunders.
Irianto, Koes. (2017). Anatomi dan Fisiologis. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Judith M. Wilkinson, P. A. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Morton, G. (2012). Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 dan 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
Peate, M. N. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan edisi 2. Jakarta: Bumi
Medika.
Sudoyo. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
LAMPIRAN MEDIA
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai