Anda di halaman 1dari 38

PANDUAN MAHASISWA KEPERAWATAN

KUMPULAN ASUHAN
KEPERAWATAN
(Askep Stenosis Mitral)

2012

WWW.SAKTYAIRLANGGA.WORDPRESS.COM
DEFINISI

Stenosis mitral adalah penyempitan katup mitral. Kelainan ini khususnya

harus dicarai pada pasien dengan riwayat demam reumatik,fibrilaris dan

hipertensi pulmonal. (Jonathan Gleadle,2005)

Mitral Stenosis (MS) adalah sumbatan katup mitral yang menyebabkan

penyempitan aliran darah ke ventrikel. Pasien dengan MS secara khas

memiliki daun katup mitral yang menebal, kommisura yang menyatu, dan

korda tendineae yang menebal dan memendek. (Farmacia,edisi Februari 2008)

Stenosis mitral (MS) adalah penebalan progesif dan pengerutan bilah-bilah

katub mitral, yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan progesif

aliran darah. ( Arif Muttaqin, 2009)

Jadi dapat disimpulkan bahwa Stenosis mitral atau yang kerap disebut MS

merupakan penyempitan katup mitral yang disebabkan penebalan daun katup,

komisura yang menyatu dan korda tendinae yang menebal dan memendek

sehingga mengakibatkan aliran darah mengalami hambatan atau aliran darah

melalui katup tersebut akan berkurang.

ETIOLOGI

Stenosis mitral merupakan suatu proses progresif kontinyu dan penyakit

seumur hidup. Merupakan penyakit yang pada mulanya hanya ditemui tanda

dari stenosis mitral yang kemudian dengan kurun waktu (10-20 tahun) akan

diikuti dengan keluhan, fibrilasi atrium dan akhirnya keluhan disabilitas.

Apabila timbul fibrilasi atrium prognosanya kurang baik dibanding pada

kelompok irama sinus, sebab resiko terjadinya emboli arterial secara

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 2
bermakna meningkat pada fibrilasi atrium. Ini menyebabkan penebalan dan

penggabungan komisura mitral, daun katup, atau korda tendinae, sehingga

membuat katup kurang fleksibel dan mempersempit orifisium. Area normal

katup mitral adalah 6 cm2, MS kritis terjadi pada saat area ini menurun hingga

1 cm2.

Pada fase penyembuhan demam reumatik terjadi fibrosis dan fusi

komisura katup mitral, sehingga terbentuk sekat jaringan ikat tanpa

pengapuran yang mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastolik

lebih kecil dari normal.

Stenosis katup mitral juga bisa merupakan suatu kelainan bawaan. Bayi

yang lahir dengan kelainan ini jarang bisa bertahan hidup lebih dari 2 tahun,

kecuali jika telah menjalani operasi.

PATOFISIOLOGI

Stenosis mitralis menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri

selama fase diastolik ventrikel. Untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 3
mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang

lebih besar untuk mendorong darah melampaui katup yang menyempit. Oleh

karena itu, terjadi peningkatan perbedaan tekanan antara kedua ruang

tersebut.

Otot atrium kiri mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan

pemompaan darah. Makin lama kontraksi atrium makin berperan aktif

sebagai faktor pembantu pengisian ventrikel. Atrium kiri kini tidak lagi

berfungsi primer sebagai penampung pasif tetapi berfungsi mengalirkan darah

ke ventrikel. Dilatasi atrium terjadi karena volume atrium kiri meningkat

akibat ketidakmampuan atrium untuk mengosongkan diri secara normal.

Peningkatan tekanan dan volume atrium kiri dipantulkan ke belakang ke

dalam pembuluh darah paru–tekanan dalam vena pulmonalis dan kapiler

meningkat. Akibatnya terjadi kongesti paru-paru, mulai dari kongesti vena

yang ringan sampai edema intertisial yang kadang-kadang disertai transudasi

cairan ke dalam alveoli.

Tekanan arteri pulmonalis akan meningkat akibat peningkatan kronis

resistensi vena pulmonalis. Respon ini memastikan perbedaan tekanan yang

memadai untuk mendorong darah melalui pembuluh paru–paru. Hipertensi

pulmonalis meningkatkan resistensi ejeksi ventrikel kanan menuju arteri

pulmonalis. Ventrikel kanan berespon terhadap peningkatan beban tekanan

ini dengan hipertrofi otot.

Pembuluh darah paru mengalami perubahan anatomis untuk melindungi

kapiler paru-paru terhadap tekanan ventrikel kanan dan hipertensi pulmonal.

Terjadi perubahan struktur–-hipertrofi lapisan media dan lapisan intima–-

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 4
pada dinding arteriola. Mekanisme yang menimbulkan respon anatomis ini

masih belum diketahui dengan pasti. Perubahan-perubahan ini menyempitkan

lumen pembuluh dan meningkatkan resisten pembuluh paru. Konstriksi

arteriolar ini (hipertensi pulmonal reaktif) menigkatkan tekanan arteri

pulmonalis. sampai setinggi tekanan sistemik.

Ventrikel kanan tidak dapat memenuhi tugas sebagai pompa bertekanan

tinggi untuk jangka waktu yang lama karena adanya tahanan yang tinggi pada

vena pulmonal. Kegagalan ventrikel kanan dipantulkan kebelakang kedalam

sirkulasi sistemik, menimbulkan kongesti pada vena sistemik dan edema

perifer. Gagal jantung kanan dapat disertai oleh regurgitasi fungsional katup

trikuspidalis akibat ventrikel kanan.

Selain berdasarkan gradien transmitral, derajat berat ringannya stenosis

mitral dapat juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta hubungan

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 5
antara lamanya waktu antara penutupan katup aorta dan opening snap.

Berdasarkan luasnya area katup mitral derajat stenosis mitral sebagai berikut :

1. Minimal : bila area > 2.5 cm²

2. Ringan : Bila area 1,4 – 2,5 cm²

3. Sedang : Bila area 1 – 1,4 cm²

4. Berat : Bila area < 1,0 cm²

5. Reaktif : Bila area < 1,0 cm²

MANIFESTASI KLINIS

Keluhan dapat berupa takikardi, dispneu, takipnea dan ortopnea, dan

denyut jantung tidak teratur. Tak jarang terjadi gagal jantung, tromboemboli

serebral atau perifer dan batuk darah (hemoptisis) akibat pecahnya vena

bronkialis. Jika kontraktilitas ventrikel kanan masih baik, sehingga tekanan

arteri pulmonalis belum tinggi sekali, keluhan lebih mengarah pada akibat

bendungan atrium kiri, vena pulmonal dan interstitial paru. Jika ventrikel

kanan sudah tak mampu mengatasi tekanan tinggi pada arteri pulmonalis,

keluhan beralih ke arah bendungan vena sistemik, terutama jika sudah terjadi

insufisiensi trikuspid dengan atau tanpa fibrilasi atrium.

Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan

darah di dalam vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal jantung,

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 6
dimana cairan tertimbun di dalam paru-paru (edema pulmoner). Jika seorang

wanita dengan stenosis katup mitral yang berat hamil, gagal jantung akan

berkembang dengan cepat. Penderita yang mengalami gagal jantung akan

mudah merasakan lelah dan sesak nafas. Pada awalnya, sesak nafas terjadi

hanya sewaktu melakukan aktivitas (exertional dyspnea), tetapi lama-lama

sesak juga akan timbul dalam keadaan istirahat.

Sebagian penderita akan merasa lebih nyaman jika berbaring dengan

disangga oleh beberapa buah bantal atau duduk tegak. Warna semu

kemerahan di pipi menunjukkan bahwa seseorang menderita stenosis katup

mitral. Tekanan tinggi pada vena paru-paru dapat menyebabkan vena atau

kapiler pecah dan terjadi perdarahan ringan atau berat ke dalam paru-paru.

Pembesaran atrium kiri bisa mengakibatkan fibrilasi atrium, dimana

denyutjantung menjadi cepat dan tidak teratur.

Gejala dapat dipresipitasi oleh aritmia seperti fibrilasi atrium. Auskultasi

menunjukkan suatu opening snap (OS) segera setelah S2, yang paling baik

terdengar di apeks, dan suatu murmur diastolik kasar (yang bergemuruh) yang

menyebabkan S1 kencang. Durasi murmur berhubungan dengan beratnya MS.

Murmur ini singkat pada MS ringan dan holodiatolik (pandiastolik, yaitu pada

seluruh periode diastolic) pada MS berat. Pasien dengan irama sinus mungkin

memiliki aksentuasi prasistolik murmur akibat kontraksi atrium, dan

gelombang ‘a’ vena besar. Bila katup mitral benar-benar tidak bergerak, maka

mungkin tidak terdapat OS atau S1 kencang. Saat AS menjadi lebih parah,

akan terdapat suatu denyut arterial yang kurang jelas, ronkhi paru (krepitasi;

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 7
ronkhi yang terdengar karena cairan dalam paru), dan peningkatan tekanan

vena jugularis.

EKG mungkin hanya menunjukkan pembesaran LA, meskipun banyak

pasien mengalami fibrilasi atrium. Radiografi dada dapat menunjukkan

pembesaran atrium kiri dengan ukuran ventrikel kiri normal, namun dengan

peningkatan keparahan MS mungkin terdapat kongesti vascular pulmonal,

pembesaran arteri pulmonalis, dan pembesaran ventrikel kanan.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Foto Thorax :

Hal-hal yang dapat dilihat dari pemeriksaan foto thorax antara lain.

a. Pembesaran atrium, terlihat kontur ganda atrium pada batas jantung

kanan.

b. Pelebaran arteri pulmonal

c. Dilatasi ventrikel kanan, tampak dari batas kanan bergeser ke kanan.

d. Aorta yang relative kecil

e. Perkapuran di daerah katup mitral atau pericardium

f. Pada paru terlihat tanda bendungan vena

g. Edema interstitial berupa garis Kerley terdapat pada 30% pasien

dengan tekanan atrium kiri <20mmHg dan 70% pada tekanan atrium

>20mmHg.

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 8
(Sumber: Emergency Medicine Tutorial)

RPA : Right Pulmonal Artery

RPA: arteri pulmonalis kanan;

LA: atrium kiri (bayangan dalam bayangan; kontur gandaatrium)

RA: atrium kanan;

MPA: arteri pulmonalis utama;

LAA: tambahan atrium kiri.

2. EKG

Gambaran EKG menunjukkan adanya

a. pembesaran atrium kiri ( amplitude P > 2 mm)

b. fibrilasi atrium,

c. hipertrofi ventrikel kanan

d. Right Axis Deviation

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 9
e. R > S pada V1

f. Depresi gelombang ST dan gelombang T inverse pada V1-V3

Berikut adalah contoh beberapa gambaran EKG.

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 10
3. Ekokardiografi

Pemeriksaan ekokardiografi dengan perekaman M-mode dan 2D-Doppler

dapat digunakan untuk: (a) menentukan derajat stenosis, (b) dimensi ruang

untuk jantung, (c) ada tidaknya kelainan penyerta, dan (d) ada tidaknya

trombus pada atrium kiri.

Pada pemeriksaan ekokardiografi M-mode dapat dilihat hal-hal berikut.

a. E-F slope mengecil dan gelombang “a”menghilang

b. Pembukaan katup mitral berkurang

c. Pergerakan katup posterior berubah

d. Penebalan katup akibat fibrosis

e. Pelebaran atrium kiri,kadang RVH

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 11
LVIDs : Diameter ventrikel kiri internal, sistolik;

LVPWd : Dinding posterior ventrikel kiri, diastolik;

LVIDd : Diameter ventrikel kiri internal, diastolik;

IVSd : Septum interventriculare, diastolik;

EDV : Volume diastolik akhir;

FS : memperpendek fraksi;

ESV : Volume sistolik akhir ;

EF : Fraksi ejeksi.

4. Kateterisasi jantung

Berfungsi untuk menentukan luas dan jenis penyumbatan serta melihat

perbedaan “pressure gradient” antara atrium kiri dan ventrikel kiri.

Walaupun demikian pada keadaan tertentu masih dikerjakan setelah suatu

prosedur ekokardiografi yang lengkap. Saat ini kateterisasi dipergunakan

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 12
secara primer untuk suatu prosedur pengobatan intervensi non bedah yaitu

valvulotomi dengan balon.

5. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang khas, ditujukan untuk penentuan

adanya reaktivasi reuma.

PENATALAKSANAAN

1. Pencegahan

Stenosis katup mitral dapat dicegah hanya dengan mencegah terjadinya

demam rematik, yaitu penyakit pada masa kanak-kanak yang kadang

terjadi setelah strepthroat (infeksi tenggorokan oleh streptokokus) yang

tidak diobati. Pencegahan eksaserbasi demam rematik dapat dengan :

i) Benzatin Penisilin G 1,2 juta µ IM setiap 4 minggu sampai usia 40

tahun.

ii) Eritromisin 2×250 mg/hari

Profilaksis reuma harus diberikan sampai umur 25 tahun walupun sudah

dilakukan intervensi. Bila sesudah umur 25 tahun masih terdapat tanda-

tanda reaktivasi, maka profilaksis dilanjutkan 5 tahun lagi. Pencegahan

terhadap endokarditis infektif diberikan pada setiap tindakan operasi

misalnya pencabutan gigi, luka dan sebagainya.

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 13
2. Pengobatan

Prinsip dasar penatalaksanaan adalah melebarkan lubang katup mitral yang

menyempit, tetapi indikasi ini hanya untuk pasien kelas fungsional III

(NYHA) ke atas. Pengobatan farmakologis hanya diberikan bila ada tanda-

tanda gagal jantung, aritmia ataupun reaktifasi reuma.

a. Fibrilasi atrium.

Prefalensi 30-40% akan muncul akibat hemodinamik yang bermakna

karena hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta

frekuensi ventrikel cepat.

Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat

dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium.

Penyekat beta atau anti aritmia juga dapat dipakai untuk mengontrol

frekuensi jantung, atau pada keadaan tertentu untuk mencegah

terjadinya fibrilasi atrial paroksimal. Pada keadaan tertentu dimana

terdapat gangguan hemodinamik dapat dilakukan kardioversi elektrik,

dengan pemberian heparin intravenous sebelum pada saat ataupun

sesudahnya.

b. Pencegahan embolisasi sistemik.

Antikoagulan warfarin sebaiknya dipakai pada stenosis mitral dengan

fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan

thrombus untuk mencegah fenomena tromboemboli.

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 14
c. Valvotomi mitral perkutan dengan balon.

Pertama kali deperkenalkan oleh inoue pada tahun 1984 dan pada

tahun 1994 diterima sebagai prosedur klinik. Mulanya dilakukan

dengan dua balon, tetepi akhir-akhir ini dengan perkembangan dalam

teknik pembuatan balon, prosedur valvotomi cukup memuaskan

dengan prosedur 1 balon.

d. Terapi Obat

Obat dalam MS bersifat suportif atau simtomatik terhadap gangguan

fungsional jantung, atau pencegahan terhadap infeksi.

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 15
Beberapa obat-obatan seperti

i) antibiotic golongan penisilin , eritromisin, sulfa , sefalosporin

utnuk demam reumatik atau pencegahan ekdokarditis sering

dipakai.

ii) Obat-obat inotropik negative seperti β-bloker atau Ca-bloker ,

dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang

memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti

pada latihan. Beta-bloker, digoxin, verapmil dapat

memperlambat denyut jantung dan mengendalikan fibrilasi

atrium. Jika terjadi gagal jantung digoxin juga akan

memperkuat denyut jantung.

iii) Retriksi garam atau pemberian diuretik secara intermiten

bermanfaat jika terdapat bukti adanya kongesti vaskuler paru.

Diuretik dapat mengurangi tekanan darah dalam paru dengan

cara mengurangi volume sirkulasi darah dan mengurangi

kongesti.

Pada stenosis mitral dengan irama sinus, digitalis tidak bermanfaat,

kecuali terdapat disfungsi ventrikel baik kiri atau kanan . Latihan fisik

tidak dianjurkan kecuali ringan hanya untuk menjaga kebugaran,

karena latihan akan menigkatkan frekuensi jantung dan memperpendek

fase diastole dan seterusnya akan meningkatkan gradient transmitral.

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 16
e. Operasi

Pertimbangan untuk dilakukan operasi adalah sebagai berikut :

1) Seberapa jauh disability yang ditimbulkannya,

2) Keadaan objektif obstruktifnya,

3) Bagaimana mobilitas katup,

4) Ada atau tidaknya regurgitasi,

5) Adanya kelainan valvular lain atau adanya penyakit jantung

koroner.

Mortalitas operasi dipengaruhi oleh berbagai faktor , terapi pada

umumnya berkisar antara 1-3%.

Indikasi untuk operasi adalah :

1) Stenosis sedang sampai berat, dilihat dari beratnya stenosis (<1,7

cm2) dan keluhan

2) Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal

3) Stenosis mitral dengan risiko tinggi bagi timbulnya

emboli,misalnya:

(a) Usia tua dengan fibrilasi atrial

(b) Pernah mengalami emboli sistemik

(c) Pembesaran yang nyata dari appendage atrium kiri

Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :

1. Closed mitral commissurotomy

Closed mitral commissurotomy dilakukan pada pasien tanpa

komplikasi. Caranya yaitu sebagai berikut: sebuah alat dilator

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 17
dimasukan sampai di apeks, kemudian dengan dikontrol oleh jari lewat

atrium kiri, lalu dilakukan pelebaran katup mitral.

2. Open mitral valvotomy

Teknik open mitral valvotomy dipilih apabila ingin dilihat dengan

jelas keadaan katup mitral. Teknik ini lebih akurat dari pada yang

pertama, dan dipilih apabila diduga ada trombi di dalam atrium.

Kegunaan operasi ini adalah memperbaiki kelainan hemodinamik

dan akan mengurangi timbulnya keluhan. Keuntungan lain

menghindari penggantian katup asli dengan prostestik, meniadakan

kebutuhan hidup lama dengan antikoagulan. Sebab dosis yang

berlebihan antikoaguan menyebabkan perdarahan dari luka ringan,

sedangkan dosis rendah dapat membawa resiko membentuk bekuan

darah pada katup buatan dengan emboli dan stroke. Pengujian dan

pemantauan dosis antikoagulan secara rutin adalah kebutuhan mutlak

dan nyaman bagi pasien dengan penggantian katup. Selain itu

perbaikan katup memiliki komplikasi lebih rendah dan kelangsungan

hidup lebih lama setelah operasi, serta penurunan risiko ninfeksi katup

(endokarditis inektif) dibandingkan dengan penggantian katup

Open mitral valvotomy merupakan operasi jantung terbuka dimana

jantung dihentikan sementara, sedangkan sirkulasi darah dipertahankan

secara artifisial menggunakan alat yang disebut mesin jantung-paru.

Jantung ini kemudian dibuka, katup mitral divisualisasikan.

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 18
Prosedur ini dilakukan melalui sayatan vertikal di tengah dada, dan

tulang dada (sternum) dibagi menggunakan gergaji listrik. Setelah

jantung berhenti, ahli bedah membuat sayatan di atrium kiri.

Menggunakan instrumen yang dirancang khusus, katup

divisualisasikan. Jika katup tidak terlalu parah terluka, dilakukan

perbaikan katup. Biasanya, pada stenosis mitral, dua selebaran dari

katup mitral terjebak satu sama lain pada garis penutupan, yang

disebut “commissures”. Menggunakan pisau bedah, ahli bedah

membuat potongan pada commissures, dan memisahkan selebaran

terjebak. Jika ada area tambahan penyempitan bawah selebaran – yang

disebut “sub-katup fusi” – mereka juga dibagi menggunakan pisau.

Setiap bidang kalsifikasi secara hati-hati dihapus. Jika di samping

stenosis mitral, ada sejumlah “leakiness” dari katup mitral (mitral

regurgitasi) teknik khusus juga dibutuhkan untuk memperbaikinya.

Pasca operasi kadang-kadang terjadi restenosis, yang diakibatkan

karena dilatasi sebelumnya kurang adekuat, atau terjadi readhesi

kommissura yang sudah dilakukan valvotomy sebelumnya. Risiko

kekambuhan setelah 2 stenosis sampai 20 tahun. Risiko yang

sebenarnya berbeda dari satu pasien ke yang lain, tetapi kebanyakan

pasien akan mengembangkan stenosis kedua dalam 20 tahun operasi.

3. Mitral valve replacement

Merupakan penggantian katup mitral asli dengan katup protesis

buatan. Katup jantung buatan tersedia dalam berbagai pola tetapi

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 19
semua membawa kerugian yang signifikan. Katup jantung idela masih

belum ditemukan, namun saat ini protesis yang unggul dari model

sebelumnya memiliki risiko jauh lebih rendah dari sebelumnya.

Hingga saat ini penelitian untuk meningkatkan desain dan struktur

katup protestik masih dilakukan.

Mitral valve replacement biasanya dilakukan apabila disertai

regurgitasi dan kalsifikasi katup mitral yang jelas. Obat pengencer

darah (antikoagulan) seumur hidup diperlukan untuk mencegah

penggumpalan darah yang terbentuk pada permukaan katup buatan.

Obat ini cukup beresiko dan membatasi gaya hidup pasien. Terdapat

resiko kecil infeksi pada katup buatan (endokarditis infektif), dan

cukup serius untuk menjamin operasi ulang. Bahkan infeksi minor

membutuhkan pengobatan agresif pada pasien yang telah memiliki

katup prostetik. Setiap tes invasif atau prosedur operasi, termasuk

pencabutan gigi dan prosedur gigi, perlu “penutup antibiotic” untuk

mencegah endokarditis. Penggantian katup secara tersendiri memiliki

komplikasi prosedur terkait seperti:

(i) hemolisis (kerusakan sel-sel darah akibat cedera oleh

permukaan asing katup),

(ii) peri-katup bocor (kebocoran darah di sekitar katup karena

jahitan memotong),

(iii) prostetik dehiscence (katup buatan menjadi longgar), dan

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 20
(iv) katup prostetik trombosis (blok katup oleh gumpalan darah

atau jaringan fibrosa, yang lebih mungkin ketika

antikoagulasi tidak memadai).

PROGNOSIS

Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses

peradangan (valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis

penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun

katup, kalsifikasi, fusi kommisura, fusi serta pemendekan korda atau

kombinasi dari proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari

apparatus mitral yang normal, mengecilnya area katup mitral menjadi seperti

bentuk mulut ikan (fish mouth) atau lubang kancing (button hole). Fusi dari

kommisura ini akan menimbulkan penyempitan dari orifisium primer

sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder.

Pada endokarditis rematika, daun katup dan korda akan mengalami

sikatris dan kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda sehingga

menimbulkan penarikan daun katup menjadi bentuk funnel shaped.

Kalsifikasi biasanya terjadi pada usia lanjut dan biasanya lebih sering

pada perempuan dibandingkan laki-lakiserta lebih sering pada keadaan gagal

ginjal kronik. Apakah proses degeneratif tersebut dapat menimbulkan

gangguan fungsi masih perlu evaluasi lebih jauh, tetapi biasanya ringan.

Proses perubahan patologi sampai terjadinya gejala klinis (periode laten)

biasanya memakan waktu berahun-tahun (10-20 tahun).

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 21
KOMPLIKASI

1. Fibrilasi atrium

Fibrilasi atrium ditemukan antara 40-50% pada stenosis mitral yang

simtomatis, walaupun hanya sedikit hubungannya antara fibrilasi atrium

dengan beratnya stenosis. Mekanisme timbulnya fibrilasi atrium belum

diketahui secara jelas. Adanya peningkatan tekanan pada atrium kiri yang

lama cenderung menimbulkan hipertrofi dan dilatasi atrium kiri, dan

perubahan struktur ini diduga dapat merubah keadaan elektrofisiologi

atrium kiri, yang merupakan faktor predeposisi untuk menimbulkan

aritmia atrium.

Pada fibrilasi atrium kronik biasanya ditemukan fibrosis internodal tract

dan perubahan struktur SA node, tetapi perubahan ini juga ditemukan pada

semua keadaan yang memperlihatkan fibrilasi atrium disamping karena

penyakit jantung reumatik. Fibrilasi atrium biasanya ditemukan pada

pasien dengan usia diatas 40 tahun.

2. Emboli sistemik

Emboli sistemik merupakan komplikasi yang serius pada stenosis mitral.

Lebih 90% emboli sistemik berat berasal dari jantung dan penyakit jantung

reumatik. Pasien penyakit jantung reumatik yang mengalami embolisasi

terutama terjadi pada pasien dengan kerusakan katup mitral, dan stenosis

mitral. Diduga antara 9-20% pasien penyakit jantung reumatik yang

menyerang katup mitral mengalami embolisasi. Sekitar dua pertiga pasien

mengalami stenosis mitral dengan konplikasi emboli ditemukan fibrilasi

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 22
atrium; semakin tua usia, walau tanpa fibrilasi atrium ,semakin cenderung

timbul komplikasi emboli. Mortalitas akibat emboli serebri sekitar 50%,

sedangkan mortalitas keseluruhan diduga sekitar 15%.

3. Hipertensi pulmonal dan dekompensasi jantung

Hipertensi pulmonal dan dekompensasi jantung merupakan keadaan lanjut

akibat perubahan hemodinamik yang timbul karena stenosis mitral,

dimana mekanisme adaptasi fisiologis sudah dilampaui.

4. Endokarditis

Endokarditis sangat jarang terjadi pada stenosis mitral murni. Kelainan ini

cenderung lebih sering timbul pada stenosis mitral ringan dibandingkan

dengan stenosis mitral berat.

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 23
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

a. Aktivitas / Istirahat :

Gejala : kelelahan, kelemahan.

Tanda : takikardia, penurunan tekanan darah, dispnea dengan aktivitas.

b. Sirkulasi :

Gejala : riwayat demam rematik, penyakit jantung congenital, bedah

jantung, palpitasi, jatuh pingsan.

Tanda : takikardia, disritmia, perpindahan titik impuls maksimal.

c. Eliminasi :

Gejala : riwayat penyakit ginjal/gagal ginjal, penurunan frekuensi/jumlah

urine.

Tanda : urin pekat gelap.

d. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala : nyeri pada dada anterior (sedang sampai berat/tajam) diperberat

oleh inspirasi, batuk, gerakkan menelan, berbaring.

Tanda : perilaku distraksi, misalnya gelisah.

e. Pernapasan

Gejala : napas pendek

Tanda : dispnea, batuk, pernapasan dangkal.

f. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum pasien tampak lemas dan wajahnya pucat.

TD : 110/90 mmHg,

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 24
Suhu : 380C,

RR : 26x/menit,

Nadi : 110x/menit

2) Pemeriksaan kepala

Pada kepala berbentuk mesochepal, rambut klien tidak rontok,

tidak lesi pada kulit kepala, tidak berketombe, dan tidak terdapat

nyeri tekan pada kepala klien.

3) Pemeriksaan muka

Muka klien terlihat pucat, tidak lesi pada wajah klien.

4) Pemeriksaan mata

Bentuk mata simetris, sclera non ikterik, kornea jernih, pupilnya

ishokor, konjungtiva anemis, palpebra normal tidak ada nyeri

tekan.

5) Pemeriksaan hidung

Hidung klien berbentuk simetris, tulang hidung tidak septum

deviasi, tidak ada lesi, tidak terdapat hematom, tidak ada polip dan

epistaksis.

6) Pemeriksaan mulut

Mulut klien lembab, tidak ada stomatitis, tidak ada lesi.

7) Pemeriksaa leher klien

Tidak ada pembesaran thyroid, tidak ada kaku kuduk, reflek

menelan baik.

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 25
8) Pemeriksaan dada

Inspeksi : Pergerakan pernafasan meningkat, tampak

kelelahan.

Palpasi : Terdapat thriil

Perkusi : Terdengar keredupan pada daerah yang terinfeksi.

Auskultasi : Terdapat bunyi murmur yang khas dan melemah

pada bunyi jantung ke 2

9) Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : warna kulit abdomen normal yaitu kecoklatan

lebih terang dari warna kulit lain, terlihat ada

pembengkakan di perut

Auskultasi : peristaltik usus 20 kali

Palpasi : Saat dipalpasi tidak ada nyeri tekan.

Perkusi : terdengar timpani

10) Pengkajian ekstremitas

Tidak ada edema, kekuatan otot lemah

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Beberapa diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan diantaranya:

1) Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.

2) Penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri

ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase diastolik.

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 26
3) Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer;

penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.

4) Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus

(perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).

5) Resiko kurang volume cairan tubuh b/d penurunan kardiak output;

penurunan filtrasi glomerulus.

6) Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif

pulmonal.

7) Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada

kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan

retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan

protein plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).

INTERVENSI DAN RASIONAL

1) Pola napas tidak efektif b.d. perembesan cairan, kongesti paru akibat

sekunder dari perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan

intertestial.

Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam pola napas kembali efektif

Kriteria hasil :

a. Klien tidak sesak napas.

b. Frekuensi pernapasan dalam batas normal 16-20x per menit.

c. Respon batuk berkurang.

d. Output urin 30ml/jam.

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 27
Intervensi Rasional

Auskultasi bunyi napas Indikasi edema paru, akibat

(crackles) sekunder dekompensasi jantung.

Kaji adanya edema Waspadai adanya gagal

kongestif/kelebihan volume

cairan.

Ukur intake dan output cairan Penurunan curah jantung,

setiap jam. mengakibatkan perfusi ginjal,

retensi natrium/air, dan

penurunan output urin.

Timbang berat badan setiap hari Perubahan berat badan tiba-tiba

menunjukan gangguan

keseimbangan cairan.

Pertahankan pemasukan total Memenuhi kebutuhan cairan tubuh

cairan 2.000ml/24jam dalam orang dewasa, tetapi memerlukan

toleransi pembatasan dengan adanya

dekompensasi jantung.

Kolaborasi

• Berikan diet tanpa garam Natrium meningkatkan retensi

cairan dan volume plasma yang

berdampak terhadap peningkatan

beban kerja jantung dan akan

meningkatkan kebutuhan

miokardium

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 28
• Berikan diuretic, Diuretik bertujuan menurunkan

Contoh: furosemide, volume plasma dan menurunkan

sprinolakton, hidronolakton retensi cairan di jaringan, sehingga

menurunkan risiko terjadinya

edema paru.

• Pantau data laboratorium Hipokalemia dapat membatasi

elektrolit kalium keefektifan terapi

• Tindakan pembedahan Tindakan pembedahan dilakukan

komisurotomi apabila tindakan untuk menurunkan

masalah klien tidak teratasi.

Intervensi bedah meliputi

komisurotomi untuk membuka atau

robek komisura katup mitral yang

lengket atau mengganti katup mitral

dengan katup protesa

2) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d.sekresi mukus yang kental,

hemoptisis, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema trakeal/faringeal.

Tujuan : dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan

jalan napas kembali efektif.

Kriteria :

1) Klien mampu melakukan batuk efektif

2) Pernapasan klien normal (16-20 kali per menit ) tanpa ada

penggunaan otot bantu napas.

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 29
3) Bunyi napas normal, Rh -/- dan pergerakan pernapasan normal

Intervensi Rasional

Kaji fungsi pernapasan (bunyi Penurunan bunyi napas

napas, kecepatan, irama, menunjukkan atelektasis, ronki

kedalaman, dan penggunaan otot menunjukkan akumulasi sekret dan

aksesoris) ketidakefektifan pengeluaran

sekresi yang selanjutnya dapat

menimbulkan penggunaan otot

aksesori dan peningkatan kerja

pernapasan.

Kaji kemempuan klien dalam Pengeluaran sulit bila sekret sangat

mengeluarkan sekresi, catat kental (efek infeksi dan hidrasi yang

karakter, volume sputum, dan tidak adekuat). Sputum berdarah

adanya hemoptisis. bila ada luka (kavitas) paru atau

luka bronchial dan memerlukan

intervensi lebih lanjut.

Berikan posisi semi/high fowler Posisi fowler memaksimalkan

kemudian bantu pasien latihan ekspansi paru dan menurunkan

napas dalam dan batuk yang efektif. upaya bernapas. Ventilasi maksimal

membuka area atelektasis dan

meningkatkan gerakan sekret ke

dalam jalan napas besar untuk

dikeluarkan

Pertahankan asupan cairan Hidrasi yang adekuat membantu

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 30
sedikitnya 2.500 ml/hari, kecuali mengencerkan sekret dan

tidak diindikasikan. mengefektifkan pembersihan jalan

napas.

Brsihkan sekret dari mulut dan Mencegah obstruksi dan aspirasi.

trakea, bila perlu lakukan Pengisapan diperlukan bila pasien

pengisapan (suction). tidak mampu mengeluarkan sekret.

Kolaborasi pemberian obat

• Agen mukolitik Agen mukolitik menurunkan

kekentalan dan perlengketan sekret

paru untuk memudahkan

pembersihan.

• Kortikosteroid Kortikosteroid berguna pada

keterlibatan luas dengan

hipoksemia, terutamma bila reaksi

inflamasi mengancam kehidupan.

IMPLEMENTASI

Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang

spesifik. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana tindakan

keperawatan yang telah divalidasi.

EVALUASI

Merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana tenteng

kesehatan pasien dengan tujuan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 31
dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga

kesehatan lainnya. (Griffith & Christensen, 1986)

Langkah-langkah yang dilakukan perawat dalam evaluasi adalah

mengumpulkan data baru tentang pasien, menafsirkan data baru, dan

membandingkan data baru dengan standar yang berlaku (kriteria hasil yang

telah ditetapkan). Hasil evaluasi keperawatan dapat dikategorikan sebagai

berikut. (Kusnanto, 2010)

1. Berhasil : pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan


standar yang ditetapkan (kriteria hasil)
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan perubahan sebagian dari
standar atau kriteria yang telah ditetapkan.
3. Belum tercapai : pasien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali dan bahkan timbul masalah
baru.
DOKUMENTASI

Semua catatan otentik yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti

dalam persoalan hukum. Keterangan tertulis dari seluruh pelayanan

keperawatan yang diberikan kepada klien (rawat inap/rawat jalan).

Pendokumentasian keperawatan dilakukan pada setiap tahap

keperawatan sebagai data sekaligus sebagi bukti yang dapat

dipertanggungjawabkan.

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 32
PENUTUP

KESIMPULAN

Stenosis mitral (MS) terjadi setelah demam reumatik akut. Lalu

menyebabkan penebalan dan penggabungan komisura mitral, daun katup, atau

korda tendinae, sehingga membuat katup kurang fleksibel dan mempersempit

orifisium. Gejala akibat MS biasanya berkembang lebih dari 10 tahun setelah

serangan akut dimana pasien mungkin tidak menyadarinya. Area normal katup

mitral adalah 6 cm2, MS kritis terjadi saat area ini menurun hingga 1 cm2.

Stenosis mitral meencegah aliran bebas darah dari LA ke LV, dan

memperlambat pengisian ventrikel selama diastol. Tekanan atrium kiri

meningkat untuk mempertahankan curah jantung, dan terdapat hipertrofi serta

dilatasi atrium. Tekanan atrium kiri yang meningkat menyebabkan hipertensi

serta edema pulmonal, serta gagal jantung kanan. Pasien dengan MS

mengandalkan sistol atrium untuk pengisisan ventrikel, fibrilasi atrium

(disebabkan oleh pembesaran atrium) yang secara signifikan menurunkan

curah jantung. Atrium yang berfiblirasi besar kemungkinannya membentuk

thrombus yang dapat mengalami embolisasi (lepas dan bergerak bebas dalam

darah) dan menyebabkan stroke. LV biasanya normal pada MS, namun bisa

abnormal akibat kekurangan suplai darah kronik pada LV atau parut reumatik.

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 33
SARAN

Untuk mencegah resiko terjadinya stenosis dan insufisiensi mitral dpat

dilakukan dengan mencegah terjadinya demam reumatik yang disebabkan oleh

bakteri Streptococcus yang awalnya dari radang tenggorokan. Maka dari itu

jika terjadi radang tenggorokan disarankan untuk segera memeriksakan ke

pelayanan medis terdekat untuk penanganan dan pencegahan komplikasi lebih

lanjut.

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 34
DAFTAR PUSTAKA

Aaronson,Philip I., Ward,Jeremy P.T. (alih bahasa: dr. Juwalita Surapsari, Rina

Astikawati).2008. At a glance Sistem Kardiovaskular. (3rd ed). Jakarta: Erlangga

Baradero, Marry., dan Yakobus Siswadi. Klien Gangguan Kardiovaskuler Seri

Asuhan Keperawatan

Brunner dan Suddrath ( alih bahasa Agung Waluyo, Monica Ester ).2001.Buku

Ajar Keperawatan Medikal Bedah.edisi ke-8.Jakarta : EGC.

Gleadle, Jonathan.(alih bahasa: dr.Annisa Rahmalia). 2007.At a Glance

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:Erlangga

Kusnanto. 2010. Bahan ajar IKD 2. Tahap-tahap Proses Keperawatan. Surabaya:-

Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan keperawatan klien dengan Gangguan

Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Pearce, Evelyn C., 1985. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:

Gramedia.

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 35
Lampiran

Demam reumatik
Non reumatik

Bakteri Streptococcus Beta Hemolitikus Group A

Demam rheuma 1. Kongenital


2. Lupus Eritema Sistemik
(SLE)
Tubuh membentuk antibodi
3. Arterial Miksoma
4. Endokarditis
Struktur bakteri mirip dengan struktur katup mitral
5. Virus Coxsack

Antibodi menyerang katup mitral jantung

Katup mitral rusak,


Mengalami proses perbaikan

Terdapat jaringan fibrosis pd katup STENOSIS MITRAL


 katup kaku

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 36
MK: Bersihan
STENOSIS MITRAL Batuk jalan nafas tidak
Tahanan Tinggi
efektif
Aliran darah ! dari LAke LV terhambat Kongesti Paru
Tekanan vena pulmonalis ↑ (penumpukan
cairan)
LV tidak terisi penuh Overload LA

Takikardia CO menurun Interstitial (perembesan)


P↑ tekanan LA Vena pulmonal  retensi Hemoptisis

MK:
Gangguan Suplai O2 dan Hipertrofi LA Edema paru
Tekanan arteri pulmonal ↑ Alveoli paru penuh
Perfusi Nutrisi ↓
cairan
Jaringan
Hipertrofi RV P↓ ekspansi paru

Gagal jantung
Malnutrisi Dilatasi RV
Hipoksia kanan Sesak Nafas MK: Gangguan
Cerebral Pertukaran gas
Tekanan di atrium meningkat
Metabolisme MK: Pola nafas
terganggu tidak efektif
Hambatan Vena cava meningkat

Peningkatan JVP
Kelemahan
Edema anasakral,
inferior superior
Emboli Stroke
Hepatomegali (jarang terjadi)
MK: Intoleransi perifer atas
aktivitas
www.saktyairlangga.wordpress.com Page 37
STENOSIS MITRAL

PENATALAKSANAAN
PEMBEDAHAN

Post Operasi
Pre Operasi

Pembedahan
Kurang
pengetahuan

MK: Luka insisi Keterbatasan


Nyeri Akut mobilisasi
MK: Ansietas

Perawatan luka
kurang adekuat MK:
Gangguan
mobilisasi

MK:
Resiko Infeksi

www.saktyairlangga.wordpress.com Page 38

Anda mungkin juga menyukai