OLEH:
NIM : 154111056
KUPANG
2016/2017
I. Tujuan Percobaan
Agar mahasiswa dapat mempelajari dan memahami langkah-langkah analisis obat
dalam cairan hayati.
II. Dasar Teori
Ketersediaan hayati suatu obat dapat diukur pada keadaan pasien yang
bersangkutan (secara in vivo) dengan menentukan kadar dalam plasma darah
setelah mencapai keseimbangan antara serum cairan tubuh (keadaan tunak). Ada
kolerasi yang baik antara kadar obat dalam plasma dengan efek terapi.
Ketersediaan hayati digunakan untuk memberikan gambaran mengenai keadaan
dan kecepatan obat diabsorbsi dari bentuk sediaan dan digambarkan dengan kurva
kadar – waktu setelah obat diminum dan berada pada jaringan biologik atau
larutan seperti darah dan urin.
Data ketersediaan hayati dapat pula digunakan untuk menentukan :
a) Jumlah atau bagian obat yang diabsorbsi dari bentuk sediaan
b) Kecepatan obat diabsorbsi
c) Masa kerja obat berada didalam cairan biologik atau jaringan, bila
dihubungkan dengan respon pasien
d) Hubungan antara kadar obat dalam darah dengan efektivitas terapi/efektoksik
(Anief, 2002).
Pengukuran konsentrasi obat di darah, serum, atau plasma adalah pendekatan
secara langsung yang paling baik untuk menilai ketersediaan hayati obat di tubuh.
Darah mengandung elemen seluler mencakup sel darah merah, sel darah putih,
keping darah, dan protein seperti albumin dan globulin. Pada umumnya serum
atau plasma digunakan untuk pengukuran obat. Untuk mendapatkan serum, darah
dibekukan dan serum diambil dari supernatan setelah disentrifugasi. Plasma
diperoleh dari supernatan darah yang disentrifugasi dengan ditambahkan
antikoagulan seperti heparin. (Shargel, 1999).
Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika metode
tersebut dapat memberikan nilai perolehan kembali yang tinggi (75-90% atau
lebih), kesalahan acak dan sistematik kurang dari 10%. Kepekaan dan selektivitas
merupakan kriteria lain yang penting dan nilainya tergantung pula dari alat
pengukur yang dipakai. Dalam percobaan ini akan dilakukan langkah-
langkah yang perlu dikerjakan untuk optimalisasi analisis meliputi:
1. Penentuan jangka waktu larutan obat yang memberikan resapan tetap (khusus
untuk reaksi warna).
2. Penetapan panjang gelombang larutan obat yang memberikan resapan maksimum
(sulfametoksazol). Pembuatan kurva baku (sulfametoksazol).
3. Perhitungan nilai perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan sistematik
Dalam penetapan kadar obat dalam darah (cairan tubuh), metode yang digunakan
harus tepat, dan dalam pengerjaannya diperlukan suatu ketelitian yang cukup tinggi
agar diperoleh hasil yang akurat. Sehingga nantinya dapat menghindari kesalahan
yang fatal. Dalam analisis ini, kesalahan hasil tidak boleh lebih dari 10% (tergantung
pula alat apa yang digunakan dalam analisis) (Ritschel, 1976).
III. Alat Dan Bahan
Alat yang digunakan dalam percobaan adalah:
Labu takar 10 ml, Pipet volume 0,1; 0,2; 1,0; 2,0 ml, Tabung
reaksi/flakon, Pipet ukur 5 ml, Spektrofotometer dan kuvet, Skalpel/silet,
Sentrifuge, Stopwatch, Ependorf, Alat vortex, Propipet, Mikropipet dan tip
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
Asam trikloroasetat (TCA), Natrium nitrit 0,1 %, Amonium Sulfamat
0,5%, N(1-naftil) etilendiamin 0,1%, Antikoagulan (heparin),
Sulfametoksazol, dan Darah tikus.
a = 0,247
b = -0,0003
Hasil percobaan sampel
bX + a = Y
−0,04
X=
0,0003
X = -133,33
KELOMPOK 1
0.3
0.25
f(x) = − 0 x + 0.25
0.2 R² = 0.84
0.15
Axis Title Linear ()
0.1
0.05
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Axis Title
Kelompok 2
Hasil percobaan larutan baku
a = 0,124
b = -0,0002
bX + a = Y
0,108
X=
0,0002
X = 540
KELOMPOK 2
0.2
0.15
0.1 f(x) = − 0 x + 0.12
Axis Title Linear ()
0.05 R² = 0.62
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Axis Title
Kelompok 3
Hasil percobaan larutan baku
a = 0,048
b = 0,00006
bX + a = Y
X = 2200
KELOMPOK 3
0.1
0.08
0.06 f(x) = 0 x + 0.05
Axis Title 0.04 R² = 0.15
Linear ()
0.02
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Axis Title
Kelompok 4
Hasil percobaan larutan baku
a = 0,373
b = -0,0007
Hasil percobaan sampel
bX + a = Y
−0,119
X=
0,0007
X = -170
KELOMPOK 4
0.6
0.5
0.4
0.3 f(x) = − 0 x + 0.37
Axis Title Linear ()
0.2 R² = 0.29
0.1
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Axis Title
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini pertama-tama dibuat kurva baku dari cotrimoksazole untuk
mencari nilai a dan b dalam persamaan kurva baku y = a + bx. Kemudian
dilakukan penetapan kadar cotrimoksazole.
Sampel yang berupa darah ditambahkan NaNO2 dengan tujuan untuk koagulasi
darah agar tidak mengental. Kemudian sampel tersebut ditambahkan TCA 2%
sebanyak 2ml yang dihomogenkan. TCA 2% digunakan untuk deproteinisasi pada
sampel darah. Apabila protein pada sampel tidak dihilangkan makan akan
menggangu absorpsi. Setelah itu, sampel disentrifuge 350 rpm selama 15 menit.
Sampel dipindahkan ke tabung lain (filtrat atas saja) lalu tambahkan TCA 5% 2ml
dan sentrifuge kembali.
Setelah didapat filtrat bening, sampel dibaca absorbansinya menggunakan
spektrofotometer. Setelah itu didapat kadar dan dapat dihitung recovery,
kesalahan acak dan kesalahan sistemik.
Perhitungan data dari spektrofotometer
Pada kelompok 1, perhutungan kadar sampel darah tikus pada kadar 50 μg/ml
dengan rumus y = bx + a dengan nilai x + 3,3636 μg/ml . pada kadar 100 μg/ml
nilai x = 47,7272 μg/ml. Pada kadar 300 μg/ml, nilai x = 36,8181 μg/ml. Dan
untuk nilai perolehan kembali kadar 50μg/ml = 62,7272%, pada kadar 100μg/ml=
47,7272% , dan pada kadar 300μg/ml = 12,2727% .
VIII. KESIMPULAN
Hasil kadar larutan baku
Kelompok 1 = -133.33
Kelompok 2 = 540
Kelompok 3 = 2200
Kelompok 4 = -170
DAFTAR PUSTAKA
Siswandono, Bambang Soekardjo, 1998, Prinsip-Prinsip Rancangan Obat, hal 85, Airlangga
University Press, Surabaya.
Shergel, L., Yu, B. C. Andrew., 1999, Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, edisi
4, hal 30-32, Appleton & Lange, USA.