Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah individu yang mempunyai sub-sub sistem. Sub-sub sistem
tersebut adalah sistem pernapasan, sistem kardiovaskular, sistem pencernaan,
sistem muskuloskeletal, sistem persyarafan, sistem perkemihan, dan sistem-sistem
yang lainnya. Keseimbangan antara semua sistem diatas itulah yang menyebabkan
manusia dikatakan sehat secara jasmani.Semua sistem tersebut melibatkan organ-
organ dalam menjalankan tugasnya, seperti sistem perkemihan yang melibatkan
organ ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Ginjal merupakan bagian utama dari saluran kemih yang terdiri dari organ-organ
tubuh yang berfungsi memproduksi maupun menyalurkan air kemih (urin) ke luar
tubuh. Berbagai penyakit dapat menyerang komponen-komponen ginjal, antara lain
yaitu infeksi ginjal. Infeksi ginjal atau pielonefritis merupakan peradangan pada
jaringan ginjal. Untuk lebih jelasnya, penulis akan membahas tentang bagaimana
cara memberikan asuhan keperawatan yang baik kepada pasien yang mengalami
pielonefritis agar tidak berlanjut menjadi pielonefritis kronik.

B. Masalah
Masalah yang kami angkat pada makalah ini mengenai asuhan keperawatan pada
pasien dengan pielonefritis.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan proses pembelajaran mata kuliah ini peserta didik
diharapkan mampu mempraktekkan pengelolaan pelayanan keperawatan
profesional dan mahasiswa dapat menerapkan konsep dasar dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien khususnya pada kasus pielonefritis.

2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan tinjauan pustaka tentang pielonefritis.
b. Melakukan pengkajian pada klien pielonefritis.
c. Menganalisa data-data yang ditemukan pada klien pielonefritis.
d. Membuat nursing care planning pada klien pielonefritis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ANATOMIFISIOLOGI
1. Ginjal
Fungsi vital ginjal ialah sekresi air kemih dan pengeluarannya dari tubuh manusia. Di
samping itu, ginjal juga merupakan salah satu dari mekanisme terpenting
homeostasis. Ginjal berperan penting dalam pengeluaran zat-zat toksin/racun,
memperlakukan suasana keseimbangan air. mempertahankan keseimbangan asam-
basa cairan tubuh, dan mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat
lain dalam darah.
2. Ureter
Air kemih disekresi oleh ginjal, dialirkan ke vesika urinairia (kandung kemih)
melalui ureter. Ureter berada pada kiri dan kanan kolumna vertebralis (tulang
punggung) yang menghubungkan pelvis renalis dengan kandung kemih.
3. Vesika urinaria
Aliran urine dari ginjal akan bermuara ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Kandung kemih merupakan kantong yang dapat menggelembung seperti balon
karet, terletak di belakang simfisis pubis, di dalam rongga panggul.Bila terisi
penuh, kandung kemih dapat terlihat sebagian ke luar dari rongga panggul.
4. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih ke luar dan juga untuk menyalurkan semen. Pada
laki-laki, uretra berjalan berkelok-kelok, menembus prostat, kemudian melewati
tulang pubis, selanjutnya menuju ke penis. Oleh karera itu, pada laki-laki, uretra
terbagi menjadi 3 bagian, yaitu pars proetalika, pars membranosa, dan pars
kavernosa. Muara uretra ke arah dunia luar disebut meatus. Pada perempuan, uretra
terletak di belakang simfisis pubis, berjalan miring, sedikit ke atas, panjangnya
kurang lebih 3-4 cm. Muara uretra pada perempuan terletak di sebelah atas vagina,
antara klitoris dan vagina. Uretra perempuan berfungsi sebagai saluran ekskretori.
B. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk
mengatakan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih (Marlene. 2016).
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada
saluran kemih (Depkes RI, 2014).
Infeksi saluran kemih dapat mengenai laki-laki maupun perempuan dari semua
umur.Akan tetapi secara jenis kelamin ternyata wanita lebih sering terinfeksi dari
pada pria dengan angka populasi umur, kurang lebih 5-15 %. Infeksi saluran kemih
pada bagian tertentu di saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri terutama
cherichia coli; risiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti refluks
vesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis perkemihan, pemakaian
instrumen uretral baru, septikemia (Mary. 2014).
Infeksi traktus urianarius pada pria merupakan akibat menyebarnya infeksi
yang berasal dari uretra seperti juga wanita.Namun demikian, panjang uretra dan
jauhnya jarak antara uretra dari rektum pada pria dan adanya bakterisidal dalam
cairan prostatik melindungi pria dari infeksi traktus urinarius.Akibatnya, ISK pada
pria jaraang terjadi. Namun, ketika gangguan ini terjadi, kali ini menunjukan
adanya abnormalitas fungsi dan struktur dari traktus urianrius (Rudi. 2012)
2. Klasifikasi infeksi saluran kemih
a. Infeksi sluran kemih bawah
b. Infeksi saluran kemih atas
3. Infeksi Saluran Kemih Atas menurut Valentina L. 2008
a. Glumerulonefrmenitis

Inflamasi pada glumerulus, yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk


menyaring urine dan dapat terjadi diman asaja seperti glumerulus, tubulis
danjaringan intertisial sekitarnya.Penyebab paling sering adalah infeksi
streptococus yang biasanya di mulai dengan nyeri tenggorokan, berkembang
menjadi nefritis dalam 7 hingga 12 hari.Glumerulonefritis di sebebkan oleh infeksi
streptokokus yang biasanya dapat di senbuhkan dengan terapi.Tanda  gejala
glumerulonefritis .
b. Pielonefrotis

Dicirikan dengan bercak infeksi interstisial dengan inflamasi di tubulus sanint


ertisium dengan pembentukan abses .Inflamsi merusak tubulus oleh sebab itu ginjal
menjadi tidak mampu memekatkan urine mengatur krseimbangan elektrolit dan
mengeluarkan produk sampah. Penyebab yang palimg lazim adalah refluks
vesikoreteral yang menyebabkan bacteria naik ke pelvis ginjal organisme
peyebabnya adalah E.coli dan strapilococus aureus.
c. Nefrolitasi

Pemadatan garam mineral di sekitar materi organic yang dapat terjadi pada duktus
pengumpulan sistem perkemihan untuk di simpan di suatu bagian ginjal : pelvis
ginjal atau batu ginjal. Sebagian besar batu ginjal terbentuk dari kalsium
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut
maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2
minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses madka dapat
menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis.
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal (pelvis renalis),
tubulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner &
Suddarth, 2002: 1436).
Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara
hematogen atau retrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668)

Ginjal merupakan bagian utama dari sistem saluran kemih yang terdiri atas
organ-organ tubuh yang berfungsi memproduksi maupun menyalurkan air kemih
(urine) ke luar tubuh. Berbagai penyakit dapat menyerang komponen-komponen
ginjal, antara lain yaitu infeksi ginjal.
Pielonefritis dibagi menjadi dua macam yaitu :
a. Pyelonefritis akut
Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena terapi
tidak sempurna atau infeksi baru. 20% dari infeksi yang berulang terjadi setelah dua
minggu setelah terapi selesai.Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke
arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atas
dikaitkan dengan selimut antibodi bakteri dalam urin.Ginjal biasanya membesar
disertai infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi.Abses dapat dijumpai pada kapsul
ginjal dan pada taut kortikomedularis.Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus
serta glomerulus terjadi.Pyelonefritis akut merupakan salah satu penyakit ginjal
yang sering ditemui.Gangguan ini tidak dapat dilepaskan dari infeksi saluran
kemih.Infeksi ginjal lebih sering terjadi pada wanita, hal ini karena saluran kemih
bagian bawahnya (uretra) lebih pendek dibandingkan laki-laki, dan saluran
kemihnya terletak berdekatan dengan vagina dan anus, sehingga lebih cepat
mencapai kandung kemih dan menyebar ke ginjal. Insiden penyakit ini juga akan
bertambah pada wanita hamil dan pada usia di atas 40 tahun. Demikian pula,
penderita kencing manis/diabetes mellitus dan penyakit ginjal lainnya lebih mudah
terkena infeksi ginjal dan saluran kemih.
b. Pielonefritis kronis
Pyelonefritis kronis  juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena
faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin.Pyelonefritis kronis dapat
merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulangkali dan
timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang
kronis. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak
berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang
berulang-ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang
gawat.Pembagian PielonefritisPielonefritis akutSering ditemukan pada wanita
hamil, biasanya diawali dengan hidro ureter dan hidronefrosis akibat obstruksi
ureter karena uterus yang membesar.

4. Etiologi
a. Bakteri
 Escherichis colli
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar)
merupakan penyebab infeksi yang sering ditemukan pada pielonefritis akut tanpa
komplikasi
 Basilus proteus dan Pseudomonas auroginosa.
Pseudomonas juga merupakan patogen pada manusia dan merupakan penyebab
infeksi pada saluran kemih.
 Klebsiella enterobacter
Klebsiella enterobacter merupakan salah satu patogen menular yang umumnya
menyebabkan infeksi pernapasan, tetapi juga dapat menyebabkan infeksi saluran
kemih
 Species proteus
Proteus yang pada kondisi normal ditemukan di saluran cerna, menjadi patogenik
ketika berada di dalam saluran kemih.
 Enterococus
Mengacu pada suatu spesies streptococus yang mendiami saluran cerna dan bersifat
patogen di dalam saluran kemih
 Lactobacillus
Adalah flora normal di rongga mulut, saluran cerna, dan vagina, dipertimbangkan
sebagai kontaminan saluran kemih.Apabila ditemukan lebih dari satu jenis bakteri,
maka spesimen tersebut harus dipertimbangkan terkontaminasi.Hampir semua
gambaran klinis disebaban oleh endotoksemia.Tidak semua bakteri bersifat patogen
di saluran perkemihan, tetapi semua bakteri tersebut ditemukan dalam sampel
biakan urine.Namun, bakteri-bakteri tersebut tetap merupakan kontaminan.
b. Obstruksi urinari track. Misal batu ginjal atau pembesaran prostat.
c. Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih kembali ke
dalam ureter.
d. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi aliran darah dan aliran plasma efektif ke
ginjal dan saluran kencing.Kecepatan filtrasi glomerulus dan fungsi
tubulermeningkat 30-50%.Dibawah keadaan yang normal peningkatan kegiatan
penyaringan darah bagi ibu dan janin yang tumbuh tidak membuat ginjal dan uretra
bekerja ekstra.Keduanya menjadi dilatasi karena peristaltik uretra menurun.Sebagai
akibat, gerakan urin ke kandung kemih lebih lambat.Stasis urin ini meningkatkan
kemungkinan pielonefritis.
Estrogen dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi yang terjadi pada
kadung kemih yang akan naik ke ginjal. Bendungan dan atoni ureter dalam
kehamilan mungkin disebabkan oleh progesteron, obstipasi atau tekanan uterus
yang membesar pada ureter.
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh
aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di
tempat masuknya ke kandung kemih. Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air
kemih (misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari
kandung kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
infeksi ginjal.

5. Patofisiologi
Umumnya bakteri seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas
aeruginosa, dan Staphilococus aureus yang menginfeksi ginjal berasal dari luar
tubuh yang masuk melalui saluran kemih bagian bawah (uretra), merambat ke
kandung kemih, lalu ke ureter (saluran kemih bagian atas yang menghubungkan
kandung kemih dan ginjal) dan tibalah ke ginjal, yang kemudian menyebar dan
dapat membentuk koloni infeksi dalam waktu 24-48 jam. Infeksi bakteri pada ginjal
juga dapat disebarkan melalui alat-alat seperti kateter dan bedah urologis.Bakteri
lebih mudah menyerang ginjal bila terdapat hambatan atau obstruksi saluran kemih
yang mempersulit pengeluaran urin, seperti adanya batu atau tumor. Jika terjadi
infeksi maka tubuh akan mengeluarkan respon demam.
Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak
lazim. Korteks dan medula mengembang dan terjadi multiple abses atau abses yang
jumlahnya lebih dari satu. Kalik dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi
dari inflamasi menghsilkan fibrosis (Fibrosis adalah kondisi di mana terjadi
pembentukan jaringan ikat fibrosa yang berlebihan pada suatu organ atau jaringan
akibat proses peradangan atau penyembuhan) dan scarring ( Scar adalah suatu
jaringan ikat fibrosa (fibrous) yang menggantikan sel-sel kulit yang normal setelah terjadi
perlukaan pada kulit ). Pielonefritis kronis muncul stelah periode berulang dari
pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecil serta
atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.
Pathway Pielonefritis
Penyebab (bakteri)

Masuk saluran kemih Masuk saluran darah

Adanya Obstruksi bisa Ginjal


Memperparah keadaan

Peradangan / infeksi ginjal

Hematuria
Nyeri Akut
Demam
Kurang pengetahuan

Hipertermi
Perubahan kenyamanan
Ansietas

Gangguan
Pola Tidur Penguapan berlebihan Mukosa kering

Resiko Nafsu makan


kekurangan berkurang
volume cairan

Gangguan
nutrisi
Intoleransi
Aktivitas
Kelemahan
6. Tanda dan Gejala
Gejala yang paling umum dapat berupa demam tiba-tiba. Kemudian dapat
disertai menggigil, nyeri punggung bagian bawah, mual, dan muntah. Pada
beberapa kasus juga menunjukkan gejala ISK bagian bawah yang dapat berupa
nyeri berkemih dan frekuensi berkemih yang meningkat.
Dapat terjadi kolik renalis, dimana penderita merasakan nyeri hebat yang
desebabkan oleh kejang ureter. Kejang dapat terjadi karena adanya iritasi akibat
infeksi atau karena lewatnya batu ginjal. Bisa terjadi pembesaran pada salah satu
atau kedua ginjal. Kadang juga disertai otot perut berkontraksi kuat.
Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit
untuk dikenali.
a. Pyelonefritis akut ditandai dengan :
- pembengkakan ginjal atau pelebaran penampang ginjal
- Pada pengkajian didapatkan adanya demam yang tinggi, menggigil, nausea,
- nyeri pada pinggang, sakit kepala, nyeri otot dan adanya kelemahan fisik.
- Pada perkusi di daerah CVA ditandai adanya tenderness.
- Klien biasanya disertai disuria, frequency, urgency dalam beberapa hari.
- Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan bau
yang tajam, selain itu juga adanya peningkatan sel darah putih.
b. Pielonefritis kronis
Pielonefritis kronis Terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang, sehingga kedua
ginjal perlahan-lahan menjadi rusak. Tanda dan gejala:
- Adanya serangan pielonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak mempunyai
gejala yang spesifik.
- Adanya keletihan.
- Sakit kepala, nafsu makan rendah dan BB menurun.
- Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis, proteinuria,
pyuria dan kepekatan urin menurun.
- Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami gagal ginjal.
- Ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks.
- Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka pada jaringan.
- Tiba-tiba ketika ditemukan adanya hipertensi
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan untuk memperkuat diagnosis pielonefritis adalah:
1.      Laboratorium : pada pemeriksan darah menunjukan adanya leukositosis disertai
peningkatan laju endap darah, urinalisis terdapat piuria, bakteriuria, dan
hematuria. Pada pielonefritis akut yang mengenai kedua sisi ginjal akan
mengakibatkan terjadinya penurunan faal ginjal. Hasil kultur urine terdapat
bakteriuria dan tes sensitivitas dilakukan untuk menentukan organisme penyebab
sehingga dapat ditemukan agens antimikroba yang tepat.
2.      Radiologi : pemeriksaan foto polos pada abdomen menunjukan adanya kekaburan
dari bayangan otot psoas dan mungkin terdapat bayangan radio-opak dan batu
saluran kemih. Pada PIV terdapat bayangan ginjal membesar dan terdapat
keterlambatan pada fase nefrogram. Perlu dibuat diagnosa banding dengan
inflamasi pada organ disekitar ginjal antara lain : pankreatitis, apendisitis,
kolesistitis, divertikulitis, pneumonitis, dan inflamasi pada organ pelvis. dan
rontgen bisa membantu menemukan adanya batu ginjal, kelainan struktural atau
penyebab penyumbatan air kemih lainnya
3.      Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan untuk mengetahui lokasi obtruksi di
traktus urinarius, menghilangkan obstruksi adalah penting untuk menyelamatkan
ginjal dari kehancuran.
4.      BUN/ kreatinin : meningkat diatas normal (rasio normal 10:1 hingga 20:1)
5.      Serum Electrolytes
6.      Biopsi ginjal : mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologik.
7.      Pemeriksaan IVP : Pielogram intravena (IVP) mengidentifikasi perubahanatau
abnormalitas struktur.

8. Komplikasi
Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (Patologi
Umum & Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669)
a. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area
medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila ginjal, terutama pada
penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.
b. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali
dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami
supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.
c. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam
jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.

Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir


(mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan
parut), hipertensi, dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai
organisme pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu)
(Brunner&Suddarth, 2002: 1437).

9. Penatalaksanaan Medik
Infeksi ginjal akut setelah diobati beberapa minggu biasanya akan sembuh
tuntas. Namun residu infeksi bakteri dapat menyebabkan penyakit kambuh kembali
terutama pada penderita yang kekebalan tubuhnya lemah seperti penderita diabetes
atau adanya sumbatan/hambatan aliran urin misalnya oleh batu, tumor dan
sebagainya.Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith
tahun 2007:
a. Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti
trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau
tanpa ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari
b. Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa
nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat
farmakologi tambahan antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin
(Ditropan) dan propantheline (Pro-Banthine)
c. Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara
progresif.
Penatalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith
tahun 2007:
a. Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi.
b. Monitor Vital Sign
c. Melakukan pemeriksaan fisik
d. Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien.
e. Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis.
f. Memantau input dan output cairan.
g. Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes)
h. Memberikan dorongan semangat pada klien untuk mengikuti prosedur pengobatan.
Karena pada kasus kronis, pengobatan bertambah lama dan memakan banyak biaya
yang dapat membuat pasien berkecil hati.

10. Pencegahan
Untuk membantu perawatan infeksi ginjal, berikut beberapa hal yang harus
dilakukan:
a. minumlah banyak air (sekitar 2,5 liter ) untuk membantu pengosongan kandung
kemih serta kontaminasi urin.
b. Perhatikan makanan (diet) supaya tidak terbentuk batu ginjal
c. banyak istirahat di tempat tidur
d. terapi antibiotika
Untuk mencegah terkena infeksi ginjal adalah dengan memastikan tidak
pernah mengalami infeksi saluran kemih, antara lain dengan memperhatikan cara
membersihkan setelah buang air besar, terutama pada wanita. Senantiasa
membersihkan dari depan ke belakang, jangan dari belakang ke depan. Hal tersebut
untuk mencegah kontaminasi bakteri dari feses sewaktu buang air besar agar tidak
masuk melalui vagina dan menyerang uretra.Pada waktu pemasangan kateter harus
diperhatikan kebersihan dan kesterilan alat agar tidak terjadi infeksi.
2.1 Definisi
Glomerulonefritis merupakan peradangan dan kerusakan pada alat penyaring
darah sekaligus kapiler ginjal (Glamerulus), (Japaries, Willie, 1993).
Glomerulonefritis merupakan sindrom yang ditandai oleh peradangan dari
glumerulus diikuti pembentukan beberapa antigen (Engran, Barbara, 1999).
Glomerulonefritis dibagi menjadi 2 yaitu :
 Glumerulonefritis Akut merupakan penyakit yang mengenai glomeruli kedua
ginjal. Glumerulonefritis akut biasanya terjadi sekitar 2-3 minggu setelah
serangan infeksi streptococus.
 Glumerulonefritis Kronik merupakan kerusakan glomeruli yang mengalami
pengerasan (sklerotik). Ginjal mengecil, tubula mengalami atrofi, ada
inflamasi interstisial yang kronik dan arteriosklerosis.

Gambar : kerusakan glomeruli (glomerulonefritis akut)


Sumber : https://www.google.com/search?q=edema&=
=edema+glomerulonefritis&

2.2 Etiologi
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul
setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman
Streptokokus menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus,
timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini
mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-
15%.
Penyebab terjadinya glomerulonefritis adalah virus streptococcus ini yang
dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :
 Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina
 Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
 Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.

Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi
mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada
beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan
disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:
 Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,
Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus,
Salmonella typhi dll
 Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza,
parotitis epidemika dll.
 Parasit : malaria dan toksoplasma.

2.3. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis glomerulonefritis akut meliputi tahap awal dan tahap
akhir.
Tahap awal meliputi :
 Hematuria.
 Proteinuria.
 Azotemia (abnormalitas level senyawa yang mengandung nitrogen seperti urea,
kreatinin, senyawa hasil metabolisme tubuh dan senyawa kaya nitrogen pada
darah).
 Berat jenis urin meningkat.
 Laju endap darah meningkat.
 Oliguria.

Sedangkan pada tahap akhir meliputi :


 Bendungan sirkulasi.
 Hipertensi.
 Edema.
 Gagal ginjal tahap akhir.

Gambar : Edema pada glomerulonefritis


Sumber : https://www.google.com/search?q=edema&= =edema+glomerulonefritis&

Menifestasi klinis pada glomerulonefritis kronis meliputi :


 Edema.
 Nocturia.
 Berat badan menurun.
 Pada urinalisis terlihat adanya albumin dan eritrosit.
 Dysuria.
 Urine berwarna merah kecoklat-coklatan.
 Menurun output urine.

2.4 Patofisiologi
Glomerulonifritis Akut.
Pada glomerulonefritis akut terjadi peradangan pada bagian tubuh lain
sehingga tubuh berusaha memproduksi antibodi untuk melawan kuman
penyebabnya. Apabila pengobatan terhadap peradangan tubuh lain itu tidak adekuat,
maka tubuh akan memproduksi antibodi dan antibodi dalam tubuh akan meningkat
jumlahnya dan lama kelamaan akan merusak glomerulus ginjal dan menimbulkan
peradangan. Akibat dari peradangan tersebut, maka glomerulus ginjal tidak dapat
lagi menjalankan fungsinya dengan baik, karena menurunnya lagu filtrasi ginjal
(GFR) dan aliran darah ke ginjal (REF) mengalami penurunan. Darah, protein dan
substansi lainnya yang masuk ke ginjal tidak dapat terfiltrasi dan ikut terbuang dalam
urine sehingga dapat menyebabkan terjadinya proteinuria dan hematuria. Pelepasan
sejumlah protein secara terus menerus ini akan mengakibatkan hipoprotein. Hal ini
menyebabkan tekanan osmotik sel akan menurun dan menjadi lebih kecil dari
tekanan hidrostatik sehingga cairan akan berpindah dari plasma keruangan interstisial
dan menyebabkan edema fasial yang bermula dari kelopak mata dan kondisi kronik
edema ini akan mengenai seluruh tubuh. Adanya peningkatan tekanan darah akibat
mekanisme renin angiotensin yang merupakan respon tubuh untuk mengurangi
sirkulasi volume cairan dan reabsorbsi air dan natrium ditubuh akan bertambah
sehingga terjadi edema.

Glomerulonefritis Kronik.
Glomerulonefritis Kronik atau GNK memiliki karakteristik kerusakan
glomerulus secara progesif lambat dan kehilangan filtrasi renal secara perlahan-
lahan. Ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal dan
terdiri dari jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjadi lapisan yang
tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak korteks,
menyebabkan permukaan ginjal kasar dan irregular. Sejumlah glomerulus dan
tubulusnya berubah menjadi jaringan parut dan bercabang-cabang arteri menebal.
Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah, menghasilkan penyakit ginjal
tahap akhir.

2.5 Pathway
Pathway dari glomerulonefritis adalah sebagai berikut
2.6 Komplikasi
 Hipertensi, congestive heart failure (CHF), endokarditis.
 Ketidakseimbangan cairan dan eletrolit pada fase akut.
 Malnutrisi
 Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari :
 Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus.
 Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hidremia. Walaupun oliguria/anuria
yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi di perlukan
peritoneum dialisis (bila perlu).
 Ensefalopati hipertensi
 Merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
 Gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang.
 Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah lokal dengan
anoksia dan edema otak.
 Gangguan Sirkulasi
 Seperti : Dispneu, ortonea, terdapatnya ronchi basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan
spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya
volume plasma.
 Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi
yang menetap dan kelainan di miokardium.

Gambar: komplikasi yang ditimbulkan oleh Glomerunefritis

2.7 Pemeriksaan Penunjang.


Pemeriksaan penunjang yang penting pada pasien dengan dugaan
glomerulonefritis mencakup :
 Penilaian fungsi ginjal dengan kreatinin serum dan bersihan kreatinin,
 Tes dipstik urin dan pemeriksaan mikroskopik terutama untuk mencari
seldarah merah dan silinder
 Ekskresi protein 24 jam
 USG ginjal untuk mengetahui ukuran ginjal.
 Tes-tes imunologis penting untuk menemukan apakah glomerulonefritis
tersebut bersifat sekunder atau tidak, dan tes ini harus mengikutsertakan
antibodi sitoplasmik antineurotrofil (antineurotrophil cytoplasmic antibodies
[ANCA]), faktor antinuklear (antinuclear factors [ANF]), komplemen C3 dan
C4, antibodi anti-membran basal glomerulus (anti-glomerular basal membran
[anti-GMB]), dan titer antistreptolisin O (ASO)
 Biopsi ginjal dibutuhkan untuk menegakan diagnosis yang akurat, namun
biasanya tidak dilakukan apabila ginjalnya berukuran kecil.
 Urinalisis (UA) menunjukan hematnya gross, protein dismonfik dan bentuk
tidak serasi Sdm, leusit dan gips hialin.
 Laju filtrasi glomerulus menurun, klerins kreatinin pada urin digunakan
sebagai pengukur dal LFG spesine urin 24 jam dikumpulkan. Sampel darah
untuk kreatinin juga ditampung dengan cara arus tengah (midstream).
 Nitrogen Urea Darah (BUN) dan kreatinin serum meningkat bila fungsi ginjal
mulai menurun.
 Albumin serum dan protein total mungkin normal atau sedikit menurun
(karena hemodilusi).
 Contoh urin acak untuk eletrokoresisi protein mengidentifikasi jenis protein
urin yang dikeluarkan dalam urin.
 Elektrolit serum menunjukan peningkatan natrium dan peningkatan atau
normal kadar-kadar kalium dan klorida.

2.8 Penatalaksanaan
Terapi
 Apabila kelainan disebabkan oleh glomerulus pasca streptococcus akut,
maka diperlukan terapi antibiotik profilaksis obat pilihan (penicilin).
Terapi profilaksis harus dilanjutkan sampai beberapa bulan walaupun
tahap akut sudah berlalu.
 Terapi diuretik juga diberikan apabila ada kelebihan beban cairan yang
berat (edema berat). Apabila kelebihan cairan tidak dapat
dikendalikandengan diuretik dan diet, kemudian terjadi hipertensi, obat
antihipertensi harus diberikan.
 Kerusakan glomerulus akibat proses otoimune dapat diobati dengan
kortikosteroid untuk immunospresi.
 Inhibitor ACL (Enzim Pengubah Angiotensin) dapat mengurangi
kerusakan pada individu dengan hipertensi kronis.

Diet
Karena adanya retensi cairan, diet yang pasien lakukan harus rendah garam.
Apabila BUN dan kretinin meningkat, supan protein juga dibatasi pada 1-1,2 g/kg
per hari. Diet pasien harus mengandung cukup karbohidrat agar tubuh tidak
menggunakan protein sebagai sumber energi untuk mencegah mengecilnya otot
(pelisutan otot) dan ketidakseimbangan nitrogen. Pasien ini memerlukan 2.500-3.500
kalori per hari. Berat badan ditimbang setiap minggu untuk memantau penurunan
berat badan karena edema berkurang atau berat badan menurun akibat ada pelisutan
otot. Asupan kalium juga dibatasi apabila laju filtrasi glomerulus kurang dari 19
ml/menit. Kontrol glukosa yang ketat pada penderita diabet terbukti memperlambat
atau mengurangi progres glomerulonefritis.

Aktivitas
Selama masih ada tanda-tanda klinis glomerulonefritis, pasien harus melakukan
bed rest atau istirahat total sampai manifestasi klinis hilang.
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada klien pielonefritis menggunakan pendekatan
bersifat menyeluruh yaitu :
a. Data biologis meliputi :
1) Identitas Klien
2) Identitas penanggung
b. Riwayat kesehatan :
1) Riwayat infeksi saluran kemih
2) Riwayat pernah menderita batu ginjal
3) Riwayat penyakit DM, Jantung
c. Pengkajian fisik :
1) Palpasi kandung kemih
2) Infeksi darah meatus
3) Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernian urine
4) Pengkajian pada costovertebralis
d. Riwayat psikososial
Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan persepsi terhadap kondisi penyakit
mekanisme kopin dan system pendukung
e. Pengkajian pengtahuan klien dan keluarga
1) Pemahaman tentang penyebab / perjalanan penyakit
2) Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis

2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan
membran mukosa, kurang nafsu makan
b. Nyeri akut b.d proses peradangan / infeksi
c. Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi
d. Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan
pengobatan
e. Gangguan pola tidur b.d hipertermi, nyeri
f. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
g. Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat

3. Intervensi
Dx.1 :Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi,
perubahan membran mukosa, kurang nafsu makan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa
nafsu makan bertambah.
Kriteria Hasil : menunjukkan status gizi : asupan makanan, cairan dan zat gizi.
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
Mandiri
1 Pantau / catat permasukan diet Membantu dan mengidentifikasi
defisiensi dan kebutuhan diet.
Kondisi fisik umum, gajala uremik
(contoh : mual, anoreksia,
gangguan rasa) dan pembatasan
diet multiple mempengaruhi
pemasukan makanan.
2 Tawarkan perawatan mulut Mambran mukosa menjadi kering
sering/cuci dengan larutan (25%) dan pecah. Perawatan mulut
cairan asam asetat. Berikan permen menyejukkan, meminyaki dan
karet, permen keras, penyegar mulut membantu menyegarkan rasa mulut
diantara makan yang sering tidak nyaman pada
uremia dan membatasi pemasukan
oral. Pencucian dengan asam asetat
membantu menetralkan amonea
yang dibentuk oleh perubahan urea.

3 Berikan makanan sedikit tapi sering Meminimalkan anoreksia dan mual


sehubungan dengan status
uremik/menurunnya paristaltik
4 Kolaborasi : Menentukan kalori individu dan
Konsul dengan ahli gizi/tim kebutuhan nutrisi dalam
pendukung nutrisi pembatasan,dan mengidentifikasi
rute paling efektif dan produknya,
contoh tambahan oral, makanan
selang hiperalimentasi

5 Batasi kalium, natrium dan Pembatasan elektrolit ini


pemasukan fosat sesuai indikasi dibutuhkan untuk mencegah
kerusakan ginjal lebih lanjut,
khususnya bila dialisis tidak
menjadi bagian pengobatan, dan
atau selama fase penyembuhan.
6 Awasi pemeriksaan labiratorium, Indikator kebutuhan nutrisi,
contoh; BUN, albumin serum, pembatasan, dan kebutuhan /
transferin, natrium dan kalium. efektivitas terapi.

Dx. 2 : Nyeri akut b.d proses peradangan, infeksi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa
nyaman dan nyerinya berkurang.
Kriteria Hasil : Tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih, kandung kemih tidak
tegang, tenang, tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah, tidak
ada posisi tubuh, tidak ada kegelisahan, tidak ada kehilangan nafsu makan.
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :
1 Pantau intensitas, lokasi, dan factor Rasa sakit yang hebat menandakan
yang memperberat atau meringankan adanya infeksi
nyeri
2 Berikan waktu istirahat yang cukup Klien dapat istirahat dengan tenang
dan tingkat aktivitas yang dapat di dan dapat merilekskan otot – otot
toleran.
3 Anjurkan minum banyak 2-3 liter Untuk membantu klien dalam
jika tidak ada kontra indikasi berkemih

4 Pantau haluaran urine terhadap Untuk mengidentifikasi indikasi


perubahan warna, bau dan pola kemajuan atau penyimpangan dari
berkemih, masukan dan haluaran hasil yang di harapkan
setiap 8 jam dan pantau hasil
urinalisis ulang
5 Berikan tindakan nyaman, seperti Meningkatkan relaksasi,
pijatan punggung, lingkungan menurunkan tegangan otot
istirahat
6 Berikan perawatan parineal Untuk mencegah kontaminasi
uretra
Kolaborasi :
7 Berikan analgesic sesuia kebutuhan Analgesic memblok lintasan nyeri
dan evaluasi keberhasilannya sehingga mengurangi nyeri
8 Berikan antibiotic. Buat berbagi Akibat dari haluran urin
variasi sediaan minum, termasuk air memudahkan berkemih sering dan
segar. Pemberian air sampai 2400 membantu membilas saluran
ml/hari berkemih

Dp. 3 : Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam demam pasien
berkurang
Kriteria Hasil :hilangnya rasa mual, suhu tubuh kembali normal, nafas normal dan
suhu kulit lembab
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :
1 Pantau suhu pasien (drajat dan Suhu 38,90 – 41,10 C menunjukkan
pola) ; perhatikan proses penyakit infeksius akut
menggigil/diaforesis
2 Suhu ruangan/jumlah selimut harus
Pantau suhu lingkungan, batasi / diubah untuk mempertahankan
tambahkan linen tempat tidur, sesuai suhu mendekati normal.
indikasi Dapat membantu mengurangi
3 demam. Catatan : penggunaan air
Berikan kompres mandi hangat; es/alkohol mungkin menyebabakan
hindari penggunaan alkohol kedinginan, peningkatan suhu
secara aktual. Selain itu alkohol
dapat mengeringkan kulit.
Digunakan untuk mengurangi
4 demam umumnya lebih besar dari
Berikan selimut pendingin 39,50-400 C pada waktu terjadi
kerusakan/ gangguan otak.

Digunakan untuk mengurangi


5 demam dengan aksi sentralnya
Kolaborasi : pada hipotelamus. Meskipun
Berikan antipiretik, misalnya ASA demam mungkin dapat berguna
(aspirin), asetaminofen (tylenol) dalam membatasi pertumbuhan
organisme. Dan meningkatkan
autodestruksi dari sel-sel yang
terinfeksi

Dx. 4 : Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan


tujuan pengobatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam cemas pasien
Hilang dan tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisah
Kriteria Hasil : tenang, gelisa berkurang, ketakutan berkurang, dapat beristirahat,
frekuensi nafas 12-24/menit
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
1 Beri kesempatan klien untuk Agar klien mempunyai semangat
mengungkapkan perasaannya dan mau empati terhadap
perawatan dan pengobatan
2 Pantau tingkat kecemasan Untuk mengetahui berat ringannya
kecemasan klien

3 Beri dorongan spiritual Agar klien kembali menyerahkan


sepenuhnya kepada tuhan YME

4 Beri penjelasan tentang penyakitnya Agar klien mengerti sepenuhnya


dengan penyakit yang di alaminya.

Dx. 5 : Gangguan pola tidur b.d hipertermi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa
tidur dengan nyenyak.
Kriteria Hasil : jumlah jam tidur tidak terganggu, perasaan segar setelah tidur atau
istirahat, terjaga denganwaktu yang sesuai
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :
1 Instruksikan tindakan relaksasi Membantu menginduksi tidur

2 Hindari mengganggu bila mungkin, Tidur tanpa gangguan pasien


mis : membangun untuk obat atau mungkin tidak mampu kembali
terapi tidur bila terbangun

3 Tentukan kebiasaan tidur biasanya Mengkaji perlunya


dan perubahan yang terjadi mengidentifikasi intervensi yang
tepat.
4 Dorong posisi nyaman, bantu dalam Perubahan posisi mengubah area
megubah posisi tekanan dan meningkatkan istirahat
5 Kolaborasi : Mungkin di berikan untuk
Berikan sedatif, hipnotik, sesuai membantu pasien tidur/istirahat
indikasi selama periode dari rumah ke
lingkungan baru. Catatan : hindari
penggunaan kebiasaan, karena ini
menurunkan waktu tidur.

Dp. 6 : Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien toleran
aktifitas.
Kriteria Hasil : mengidentifikasi aktifitas dan atau situasi yang menimbulkan
kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas.
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :
1 Bantu aktivitas perawatan diri yang Meminimalkan kelelahan dan
di perlukan. Berikan kemajuan membantu keseimbangan suplai
peningkatan aktifitas selama fase dan kebutuhan oksigen
penyembuhan.
2 Evaluasi respon pasien terhadap Menetapkan
aktifitas. Catat laporan dispnea, kemampuan/kebutuhan pasien dan
peningkatan kelemahan/kelelahan memudahkan pemilihan intervensi.
dan perubahan tanda vital selama
dan setelah aktivitas

Dx. 7 : Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien dapat
mempertahankan pola eliminasi secara adekuat
Kriteria hasil :tidak memiliki konsentrasi urine yang berlebih, memiliki
keseimbangan asupan Dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :
1 Ukur dan catat urine setiap kali Untuk mengetahui adanya
berkemih perubahan warna dan untuk
mengetahui input/output
2 Pastikan kontinuitas kateter pirau/ Terputusnya pirau/ akses terbuka
akses akan memungkinkan eksanguinasi

3 Tempatkan pasien pada posisi Memaksimalkan aliran balik vena


telentang/tredelenburg sesui bila terjadi hipotensi
kebutuhan
4 Pantau mambran mukosa kering, Hipovolemia/cairian ruang ketiga
torgor kulit yang kurang baik, dan akan memperkuat tanda-tanda
rasa haus dehidrasi

5 Kolaborasi :
Awasi pemeriksaan laboratorium ~    Menurun karena anemia,
sesuai indikasi hemodilusi atau kehilangan darah
~         aktual.
6 Berikan cariran IV (contoh, garam ~    Cairan garam faal/dekstrosa,
faal)/ volume ekspender (contoh elektrolit, dan NaHCO3 mungkin
albumin)selama dialisa sesuai idikasi diinfuskan dalam sisi vena
hemofelter Cav bila kecepatan
ultrafiltrasi tinggi digunakan untuk
membuang cairan ekstraseluler dan
cairan toksik. Volume ekspender
mungkin dibutuhkan
selama/setelah hemodialisa bila
terjadi hipotensi tiba-tiba.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan
interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih
melalui uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah
jantung, bakteri jarang mencapai ginjal melalui darah; kasus penyebaran secara
hematogen kurang dari 3%.
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus
besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan
penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit. Infeksi biasanya berasal dari
daerah kelamin yang naik ke kandung kemih. Pada saluran kemih yang sehat,
naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan
membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat
masuknya ke kandung kemih.
 Glomerulonefritis merupakan peradangan dan kerusakan pada alat penyaring
darah sekaligus kapiler ginjal (Glamerulus), (Japaries, Willie, 1993)
 Glomerulonefritis merupakan sindrom yang ditandai oleh peradangan dari
glumerulus diikuti pembentukan beberapa antigen (Engran, Barbara, 1999).
 Glomerulonefritis dibagi menjadi 2 yaitu Glumerulonefritis Akut dan
Glumerulonefritis Kronik
 Glumerulonefritis Akut merupakan penyakit yang mengenai glomeruli kedua
ginjal. Glumerulonefritis akut biasanya terjadi sekitar 2-3 minggu setelah
serangan infeksi streptococus.
 Glumerulonefritis Kronik merupakan kerusakan glomeruli yang mengalami
pengerasan (sklerotik). Ginjal mengecil, tubula mengalami atrofi, ada
inflamasi interstisial yang kronik dan arteriosklerosis.
 Penatalaksanaan Glumerulonefritis berupa terapi obat yang di lakukan sesuai
dengan gejala atau indikasi yang muncul, Diet dan Membatasi aktifitas atau
Bed rest sampai manifestasi klinis menghilang.

3.2 Saran
Dengan adanya penulisan Paper ini, Penulis berharap agar dapat menambah
ilmu pengetahuan kepada pembaca. Oleh karena itu, harapan Penulis kepada
pembaca semua agar sudi kiranya memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk penulisan paper berikutnya.
Saran kami dalam makalah ini semoga para pembaca bisa lebih memahami isi dari
makalah ini dan dapat menerapkannya dalam melakukan asuhan keperawatan dan
membandingkan dengan referensi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC


Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keprawatan. Edisi 7. Jakarta : EGC
Baradero, Marry dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Ginjal. Jakarta : EGC
Chris O’calloghan. 2006. At a Glance Sistem Ginjal Edisi ke 2. Jakarta : Erlangga
Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Elizabet, J.Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
https://id.scribd.com/upload-document?archive_doc=133527458& %3A%22web
%22%7D di akses pada tanggal 20 november 2016 jam 22.30 WIB
http://int.search.tb.ask.com/search/GGmain.glomerulonetritis.jhtml?
sear79282586220 di akses pada tanggal 20 november 2016 jam 22.30 WIB
https://www.google.com/search?q=edema&= =edema+glomerulonefritis& di akses
pada tanggal 25 november 2016 jam 22.30 WIB

Anda mungkin juga menyukai