Anda di halaman 1dari 21

CONGESTIVE HEART FAILURE

Regita Tanara
102015121 / D6
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Pendahuluan

Gagal jantung adalah keadaaan patofiologis di mana jantung memiliki kemampuan


memompa yang abnormal, gagal untuk memompa darah sesuai dengan kebutuhan metabolisem
jaringan atau hanya mampu melakukan pengisian tekanan diastolik.

Gagal jantung mungkin disebabkan oleh kegagalan miokard, tetapi juga dapat terjadi pada
keadaan jantung yang mendekati fungsi normal jantung dalam kondisi demand yang tinggi.
Gagal jantung slelau menyebabkan kegagalan peredar darah, tetapi sebaliknya belum tentu
demikian karena kondisi berbagai organ non-cardiac (misalnya, syok hipovolemik, syok septic)
dapat menghasilkan kegagalan peredaran darah yang tampak normal, sedikit terganggu, ataupun
fungsi jantung di atas normal. Untuk mempertahankan fungsi pemompaan jantung, mekanisme
kompensasi meningkatkan volume darah, tekanan pengisian jantung, denyut jantung, dan massa
otot jantung. Meskipunn ada mekanisme tersebut, tetap ada penurunan progresif kemampuan
jantung untuk berkontraksi dan rileks yang mengakibatkan perburukan gagal jantung.1

Anamnesis

Dari hasil anamnesis diketahui bahwa:

 Keluhan ini sering hilang timbul sejak 2 bulan lalu namun semakin memberat dalam 1 minggu
terakhir
 Durasi sesak: 15-20 menit
 Onset: perlahan-lahan membaik saat duduk dan istirahat, pasien sering terbangun malam hari
karena sesak dan terbiasa tidur dengan menggunakan 2 bantal kepala untuk mengurangi
sesaknya
 Riwayat merokok sejak 30 tahun terakhir
 Riwayat hipertensi sejak 10 tahun terakhir dan tidak berobat teratur

Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi
 Dimulai dengan inspeksi vena-vena servikal : vena jugularis eksterna dan interna.
Berikut adalah cara atau tekhnik yang dapat digunakan :
Aturlah posisi pasien pada meja atau tempat pemeriksaan dengan posisi punggung lurus
dan ditinggikan kira-kira 300 dari garis horizontal. Lalu sinarilah sisi kanan leher
dengan membentuk sudut dengan lampu senter. Tekanlah basis leher dengan jari tangan

1
untuk mendistensikan dan mengamati vena jugularis. Bila vena jugularis eksterna
terdistensi, ia terlihat sebagai pembuluh yang berjalan sendirian di atas
M.sternokleidomastoideus. jika tidak dapat melihat adanya pulsasi pada pasien yang
diletakkan dalam posisi 300, turunkanlah sudut tersebut sampai pasien berbaring rata.
Jika tekanan vena sangat rendah, seperti pada dehidrasi, pulsasi tersebut akan terlihat.
Jika masih belum terlihat, mungkin karena tekanan vena sangat tinggi. Oleh karena itu,
secara perlahan-lahan tinggikan tempat tidur kembali mulai dari 30 0 sampai 900. Bila
terlihat ukurlah suatu pertanda horizontal ke posisi di atas dada anterior dan turunkan
tegak lurus ke tingkat atrium kanan. Tinggi garis tegak lurus ini merupakan tekanan
vena yang diukur dlaam cm darah.

gambar 1. Jugularis Vena Pressure (www.greenstone.org/greenstone3)

 Frekuensi pernapasan biasanya meningkat, dapat kita lihat dengan menginspeksi


abdomen pasien ataupun toraks untuk menghitung frekuensi nafas pasien.

b. Palpasi
Pada palpasi kita dapat mencari beberapa simptomp berikut untuk menunjang diagnosis :
 Denyut nadi cepat dan lemah
 Terdapat pulsus alternans ( denyut lemah diselingi denyut kuat).
 Apeks sulit diraba dan terkadang pindah ke arah garis axial anterior.
c. Perkusi

2
Pemeriksaan dengan metode perkusi kurang memberikan hasil yang bermakna. Bila
karena CHF yang disebabkan perikarditis dapat kita temukan adanya suara pekak yang
membesar dari jantung, ini disebabkan oleh karena adanya efusi pericardium.
d. Auskultasi
Ketika kita melakukan auskulatasi torak untuk mendengar suara jantung sering kali
didapatkan beberapa suara lain yang dapat menunjukkan CHF :
 Gallop
 Bunyi jantung 1 melemah karena lambatna ejeksi sistolik.
 Sering disertai suara ronki dan wheezing terdengar di lapang paru karena terjadi edema
paru.3

Berdasarkan skenario:

 KU: sakit berat


 Kesadaran: compos mentis
 TTV: tekanan darah: 160/80mmHg
Frekuensi nadi: 90x/menit
Suhu: 37 C
Frekuensi napas: 24x/menit
 JVP: 5+2 cmH2O
 Gallop (+)
 Pitting edema pada ekstremitas

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dipakai ialah EKG, x-ray toraks, Echocardiography,


pemeriksaan biomarker NT pro-BNP serum, serta AGD dan lab dasar. Hasil ekg pada gagal
jantung dapat menunjukan gelombang P yang bifasik atau berlekuk. Gelombang P menunjukan
kelainan pada atrium, selain itu ada gambaran ventricular strain, persistent S serta rasio R/S >1.
Gelombang Q menunjukan adanya kerusakan miokard. Ada pula terlihat gelombang T terbalik.
Hal ini menunjukan adanya kerusakan pada miokard juga. Gagal jantung memang dapat
disebabkan banyak hal dan yang paling sering ialah pasca penyakit jantung iskemik. Selain itu
didapatkan keadaan perbesaran ventrikel kiri, perbesaran ventrikel kiri bisa berupa dilatasi
(hipertrofi ekssentris) ataupun hipertrofi konsentris di mana jari-jari ventrikel dapat normal
ataupun berkurang. 3

Secara umum kelainan yang mungkin didapat pada ekg untuk suatu abnormalitas jantung
ialah sbb:

untuk abnormalitas atrium kanan;

3
1. P tinggi, lancip di II, III, dan aVF. Tinggi ialah 2,5 mm ke atas, interval 0,11 detik keatas
2. Defleksi awal V1 1,5 mm ke atas. Bentuk P tersebut sering disebut P pulmonal

Atrium kiri; interval P di II sebesar 0,12 detik atau lebih (melebar). P berlekuk disebut P mitral.
Defleksi terminal V1 negatif dengan lebar 0,04 detik atau lebih, dan dalam 1 mm atau lebih.

Untuk hipertrofi ventrikel kiri

1. R atau S pada lead ekstrimitas 20 mm atau lebih, S di VKa > 25, R di VKi > 25.
Penjumlahan kedua hal tadi > 35.
2. ST depresi, T inverted di kompleks VKi ini sering disebut strain pattern
3. AAKi
4. Interval QRS di kompleks Vki memanjang.

Untuk hipertrofi ventrikel kanan

1. Rasio R/S terbalik yakni R/S di V1 > 1, atau R/S di V6 < 1.


2. Depresi ST, T invertedcdi V1, S, I, II, III.

Pada rontgent toraks kita bisa mendapatkan ukuran jantung. Pada gagal jantung kronis,
biasanya ukuran jantung membesar sehingga didapatkan hasil kardiomegali. Hal ini terjadi
karena dilatasi ataupun hipertrofi. Selain itu, melalui foto toraks dapat diketahui mengenai corak
vaskuler paru. Hal ini penting karena pada kongesti pulmonal akibat gagal jantung kiri terlihat
gambaran oedem paru (Pletora), dan kranialisasi yakni bercak putih seperti infiltrat.

Melalui echo jantung kita baru dapat melihat perbedaan yang jelas mengenai kelainan
apa yang terjadi. Hal yang tidak bisa dibedakan melalui anamnesis dan fisik diagnostic seperti
sistol atau diastole akan bisa diukur melalui echo dopler ini. Selain itu pemeriksaan BNP
berfungsi untuk melihat beban (overload) yang telah terjadi pada jantung. BNP dihasilkan oleh

4
ventrikel, jika kadarnya > 300 pg/ml maka kita bisa mengindikasikan beban jantung yang naik
sehingga ventrikel menghasilkan zat tersebut lebih banyak.

Analisa gas darah ditujukan untuk menilai kondisi saturasi oksigen pasien. Karena gagal
jantung ini akan pastinya mempengaruhi perfusi yang tentu member dampak terhadap
metabolism, sehingga os akan merasa sesak napas walaupun ventilasi baik. Lab dasar untuk
mencaru penyakit sistemik yang mendasari.

Diagnosis kerja yang didapatkan ialah Gagal Jantuk Kronis, hal ini dikatakan kronis ialah
karena dikatakan bahwa pasien mengalami gejala ini memberat sejak 1 hari. Selain itu sejak 5
jam yang lalu sesak terus menerus. Hal ini mengindikasikan bahwa gejala sudah berlangsung
lebih dari sehari dan baru memberat sejak sehari. Kemungkinan lain ialah mungkin juga penyakit
kronis ini mengalami eksaserbasi akut. Gejala sesak napas ini serta diikuti perbaikan ketika
istirahat merupakan salah satu cirri khas dari gagal jantung. Pasien sudah mengalami sesak terus
menerus menandakan dekompensasi dari jantungnya, ditambah lagi kita mendapatkan bunyi
gallop yang merupakan cirri khas gagal jantung dekompensata.

AHF atau GGA ditujukan kepada suatu kondisi gagal jantung akut yang cepat dan
progresif dalam memompa darah yang memerlukan terapi cepat. Hal ini dapat timbul pada orang
yang belum maupun sudah memiliki riwayat sakit jantung sebelumnya. Hal ini yang
membedakannya dengan CHF atau GGK. Dimana pada gagal jantung kronik (GGK) keadan
relative stabil, namun tetap memberikan gejala klinik baik terkompensasi maupun
dekompensasi.3

Berdasarkan skenario:

 EKG: Left Ventricle Hypertrophy (LVH), amplitudo gelombang S VI + gelombang R


V5/V6= 35 kotak kecil
 Foto thorax PA: kesan kardiomegali

Etiologi

Dari sudut pandang klinis, mengklasifikasikan penyebab gagal jantung menjadi 3, yaitu:

1. Faktor Pokok

Penyebab yang mendasari gagal jantung meliputi kelainan structural (congenital atau
didapat) yang memperngaruhi sirkularis arteri koroner, perifer, mikardium, pericardium, atau
katup jantung sehingga meningkatkan beban haemodinamik atau insufisiensi miokard atau
koroner.

5
Faktor pokok yang spesifik yang menyebabkan berbagai bentuk dari gagal jantung, seperti gagal
jantung sistolik ini paling sering, disfungsi sistolik ventrikel kiri, gagal jantung diastolic, gagal
jantung akut, gagal jantung high output, dan gagal jantung kanan. 1,3

Faktor pokok gagal jantung sistolik:

o Coronary artery diasease (CAD)


o Diabetes Mellitus (DM)
o Hipertensi
o Valvular heart disease
o Aritmia
o Miokarditis
o Peripartum cardiomyopathy
o Penyakit jantung bawaan
o Alcohol, kokain, doxorubicin
o Idiophatic ccardiomyopathy
o endocrine abnormalities, rheumatologic disease, neuromuscular conditions

Faktor pokok penyebab gagal jantung diastolic, antara lain:

o CAD
o DM
o Hipertensi
o Stenosis aorta
o Hipertrofi kardiomiopati
o Restriktif kardiomiopati
o Konstriktif perikarditis

Faktor pokok penyebab gagal jantung akut, antara lain:

o Regurgitasi mitral atau regurgitasi aorta


o Miokarditis
o Aritmia
o Sepsis
o cocaine, calcium channel blockers, atau overdosis beta-blocker

Faktor pokok penyebab high-output gagal jantung, antara lain:

6
o anemia
o fistula arterivena sistemik
o hipertiroid
o beriberi
o paget disease
o kehamilan
o glomerulonefritis
o polisitemia vera

Faktor pokok penyebab gagal jantung kiri, antara lain:

o hipertrofi ventrikel kiri


o CAD (iskemi)
o Hipertensi pulmonal
o Stenosis pulmonal
o Emboli pulmonal
o PPOK

2. Faktor mendasar

Penyebab mendasar mekanisme biokimia dan fisiologis, baik beban yang meningkat
ataupun supply oksigen ke miookardium yang menyebabkan penurunan kontraksi miokardium.1,3

3. Faktor presipitasi

Seorang pasien yang sebelumnya stabil, kompensasi dapat mengembangkan gagal


jantung yang secara klinis jelas untuk pertama kalinya ketika proses intrinsic telah maju ke titik
kritis, misalnya seperti: stenosis aorta atau stenosis mitral. Atau, dekompensasi dapat terjadi
sebagai akibat dari kegagalan atau kelelahan dari mekanisme kompensasi tetapi tanpa ada
perubahan beban pada jantung pasien dengan persisten, tekanan berat, atau volume. Pikirkan
apakah pasien mengalami penyakit jatung koroner atau penyakit katup jantung.

Penyebab paling umum dari dekompensasi pada pasien dengan riwayat gagal jantung adalah
konsumsi natrium yang banyak, aktivitas fisik yang kurang, atau tidak disiplinnya
mengkonsumsi obat. Hipertensi yang tidak terkontrol adalah penyebab paling umum kedua
dekompensasi, lalu diikuti oleh aritmia jantung (paling sering fibrilasi atrium). Pada aritmia
ventrikel, dapat mengancam kehidupan. Pada pasien dengan salah satu bentuk penyakit jantung
yang mendasarinya dapat mungkin juga terjadi kompensasi yang akan berkembang menjadi
gagal jantung ketika bentuk kedua dari penyakit jantung tersebut terjadi kemudian. Sebagai

7
contoh, pasien dengan hioertensi kronis dan LVH asimptomatik akan mungkin asimptomatik
sampai infark miokard terjadi dan presipitat gagal jantung. Infeksi sismik atau perkembangan
penyakit yang tidak berhubungan dengan jantung juga dapat menyebabkan gagal jantung. Infeksi
sistemik presipitat gagal jantung dengan meningkatkan metabolism total sebagai akibat dari
demam, ketidaknyamanan, dan batuk, dapat meningkatkan beban haemodinamik pada jantung.
Khususnya syok septic, dapat memicu gagal jantung oleh pelepasan endotoksin terinduksi yang
dapat menekan kontraktilitas miokard.

Infeksi jantung dan radang juga dapat membahayakan jantung. Miokarditis atau endokarditis
infektif secara langsung dapat menggangu fungsi miokard dan memperburuk penyakit jantung
yang ada. Anemia, demam, dan takikardia yang sering menyertai prosses ini juga dapat merusak.
Dalam kasus endokarditis infektif, kerusakan katup tambahan yang terjadi kemudian dapat
menimbulakn dekompensasi jantung.

Pasien dengan gagal jantung terutama ketika di tempat tidur, berisiko tinggi untuk menjadi
emboli paru yang dapat meningkatkan beban haemodinamik pada ventrikel kanan dengan lebih
mengangkat tekanan sistolik ventrikel kananm mungkin menyebabkan demam, takipneu, dan
takikardi.

Aktivitas fisik yang panjang kelelahan yang parah, seperti dapat mengakibatkan dari perjalanan
lama atau kelelahan yang parah didapatkan dari perjalanan lama atau krisis emosional
merupakan penyebab dekompensasi jantung yang relative umum. Seperti juga pada paparan
perubahan iklim yang parah (misalnya, individu dating dalam kontak dengan lingkungan yang
panas, lembab, atau dingin) merupakan hal yang sama.

Asupan air yang berlebihan dan/atau natrium dan administrasi depresan jantung atau obat-obatan
yang menyebabkan retensi garam adlah factor-faktor lain yang dapat menyebabkan gagal
jantung.1,3

Karena demand miokard akan oksigen yang meningkat, pada high-output gagal jantung:

o Profound anemia
o Myxedema
o Paget disease
o Multiple myeloma
o Glomerulonephritis
o Cor pulmonale
o Polisitemia vera
o Obesitas
o Carcinoid syndrome
o Kehamilan

8
Epidemiologi

Gagal jantung merupakan masalah di seluruh dunia. Penyebab paling umum dari gagal
jantung di Negara-negara industry adalah iskemik kardiomiopati dengan penyebab lain, termasuk
Chagas disease dan kardiomiopati katup jantung. Pada Negara-negara berkembang, makan
makanan cepat saji tlah mengakibatkan peningkatan jumlah pasien gagal jantung bersama
dengan peningkatan diabetes mellitus dan hipertensi. Perubahan ini digambarkan dalam sebuah
studi populasi di Soweto, Afrika Selatan, di mana masyarakat berubah menjadi lebih ‘urban’ dan
kebarat-baratan, diikuti dengan peningkatan diabetes mellitus, hipertensi, dan gagal jantung. 1,4

Dalam hal pengobatan, sebuah studi menunjukkan perbedaan penting dalam uptake terapi kunci
di negara-negara Eropa dengan tingkat ekonomi dan budaya yang berbeda untuk pasien gagal
jantung. Sebaliknya, studi sub-sahara di Afrika, di mana sumber daya perawatan kesehatan yang
lebih terbatas telah menunjukkan hasil yang buruk pada populasi tertentu. Sebagai contoh, di
beberapa negara, gagal jantung hipertensi membawa 25% per tahun angka kematian dan HIV-
kardiomiopati umumnya berkembang menjadi kematian dalam 100 hari semenjak terdiagnosis
pada pasien yang tidak diobati dengan antiretroviral.

Insiden dan prevalensi gagal jantung lebih tinggi pada orang kulit hitam, Hispanik, penduduk asli
Amerika, dan imigran baru dari negara-negara berkembang, dan Rusia. Prevalensi yang lebih
tinggi itulah secara langsung berhubungan dengan insiden yang lebih tinggi dan prevalesi
hipertensi dan diabetes. Ini semua terjadi karena kungnya perawatan kesehatan untuk
pencegahan dan kurangnya standar pengobatan untuk kondisi umum.

Sejauh ini, data mengenai gagal jantung pada negara-negara berkembang tidak sama kuat
sebagai studi masyarakat barat, berikut datayang didapat dalam negara-negara berkembang1

 Sebagian besar penyebab non-ischemic gagal jantung


 Gagal jantung hadir pada usia yang lebih muda
 Gagal jantung kanan cenderung lebih menonjol pada pasien pengidap TBC.

Gejala Klinis

Pasien pengidap Congestive Heart Failure (CHF) kadang-kadang tidak menduga masalah dengan
jantung mereka. 4

 Gejala awal: sering sesak nafas, batuk, atau perasaan tidak mampu mendapatkan nafas
yang dalam. Gejala ini merupakan ‘orthopneu equivalent’. Batuk non-produktif ini akan
membaik jika diobati dengan obat gagal jantung.
 Jika sebelumnya telah memiliki masalah pernafasan yang dikenal, seperti PPOK ataupun
emfisema, pasien akan berpikir kondisinya bertambah buruk.
9
 Jika pasien tidak memiliki masalah pernafasan, pasien mungkin berpikir terkena
bronchitis ataupun flu.

CHF memiliki tiga gejala utama berikut, antara lain:

1. Intoleransi latihan

Kelelahan dan kelemahan yang sering disertai dengan perasaan berat pada tungkai dan
umumnya berhubungan perfusi oksigen ke otot rangka pada pasien dengan penurunan cardiac
output. Meskipun gejala ini selalu muncul pada stadium lanjut, kelelahan yang episodic dan
kelemahan juga dapat juga dapat terjadi pada stadium awal.

2. Nafas pendek

Sesak nafas adalah tanda kardinal dari gagal jantung kiri yang terwujud dengan keparahan yang
semakin meningkat

 Orthopneu
 Dispneu
 Paroxysmal nocturnal dispneu
 Acute pulmonary edema
 Dispneu de’fort

3. Retensi cairan dan pembengkakan (edema)

 Edema sering kali pada tungkai, kaki, dan pergelangan kaki, terjadi setelah lama duduk
atau berdiri.
 Tekan ke bawah pada kulit di daerah edema; lekukan di mana jari ditekan dapat terlihat
selama beberapa menit merupakan pitting edema. Nonpitting edema tidak disebabkan
oleh gagal jantung. Pitting edema tidak identik dengan gagal yang jantung, namun bias
juga disebabkan dari organ hati dan gagal ginjal.
 Edema mungkin bisa parah mencapai ke pinggul, scrotum, dinding abdomen, dan
akhirnya ke ronggal perut (asites). Cek berat badan harian wajib pada orang dengan gagal
jantung karena jumlah cairan biasanya tercermin dengan meningkatnya jumlah sesak
nafas dan berat badan.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkann berdasarkan

Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut berbagai faktor, oleh New York Heart disease
Association (NYHA) yang terdiri dari 4 kelas:

10
Kelas I: pasien tidak memiliki keterbatasan aktivitas fisik

Kelas II: pasien memiliki sedikit keterbatasan aktivitas fisik

Kelas III: pasien telah jelas ditandai keterbatasan aktivitas fisik

Kelas IV: pasien memiliki gejala bahkan pada saat istirahat dan tidak mampu untuk melakukan
aktivitas apapun dengan nyaman

Klasifikasi gagal jantung akut dibagi menurut Killip class, yakni:

- Killip 1 : no heart failure


- Killip 2 : ronki, gallop pada setengah paru bawah
- Killip 3 : Severe heart failure , ronki pada seluruh lapang paru
- Killip 4 : syok kardiogenic, hipotensi, sianosis.

Pembagian lain ialah secara klinis dengan melihat 2 indikator yakni; perfusi ke perifer dan
auskultasi untuk menilai kongesti. Urutannya menurut tingkat keparahan ialah; warm and dry,
warm and wet, cold and dry, dan cold and wet. 5

Patofisiologi

Patofisiologis umum yang menyebabkan gagal jantung sangatlah kompleks, terlepas dari
peristiwa pencetus. Mekanisme kompensasi ada di setiap tingkat organisasi, dari semua jalan
subselular melalui organ-organ untuk berinteraksi. Hanya ketika jaringan ini adaptasi menjadi
kewalahan gagal jantung dapat terjadi. Paling penting di antara adaptasi gagal jantung adalah
mekanisme Frank-Starling, di mana sebuah preload meningkat dengan tujuan untuk
mempertahankan kinerja jantung; perubahan dalam regenerasi miosit dan kematian; hipertrofi
miokard dengan atau tanpa dilatasi ruang jantung, di mana massa dari jaringan kontraktil
ditambah, dan aktivasi sistem neurohumoral. Pelepasan norepinefrin oleh saraf adrenergik
jantung menambah kontraktilitas miokard dan termasuk aktivasi sistem Renin-Angiotensin-
Aldosteron-System [RAAS], sistem saraf simpatik [SNS], dan penyesuaian neurohumoral lain
yang bertindak untuk menjaga tekanan arteri dan perfusi organ-organ vital.

Pada gagal jantung akut, mekanisme adaptif yang terbatas mungkin cukup untuk
mempertahankan kinerja keseluruhan kontraktil jantung pada tingkat yang relatif normal menjadi
maladaptif ketika mencoba untuk mempertahankan kinerja jantung yang memadai.1,6

respon utama miokard untuk peningkatan tekanan dinding otot jantung yaitu hipertrofi miosit,
kematian / apoptosis, dan regenerasi. Proses ini akhirnya mengarah ke renovasi, biasanya jenis
eksentrik. Remodelling Eccentric lebih memperburuk kondisi pemuatan pada miosit tersisa dan
11
memperpanjang siklus yang salah. Ide menurunkan tekanan dinding otot jantung untuk
memperlambat proses remodeling yang salah telah lama dimanfaatkan dalam mengobati pasien
gagal jantung. Penurunan output jantung setelah miocard injury akan berperngaruh pada
hemodinamik dan neurohormonal yang memprovokasi aktivasi sistem neuroendokrin, terutama
sistem adrenergik.1,6

Pelepasan epinefrin dan norepinefrin, bersama dengan zat vasoaktif endotelin-1 (ET-1) dan
vasopresin, menyebabkan vasokonstriksi, yang meningkatkan afterload dan, melalui peningkatan
adenosin monofosfat siklik (cAMP), menyebabkan peningkatan dalam entri kalsium sitosol.
Masuknya kalsium meningkat ke miosit menambah kontraktilitas miokard dan menurunkan
relaksasi miokard (lusitropy).1,6

Overload kalsium dapat menyebabkan aritmia dan menyebabkan kematian mendadak.


Peningkatan afterload dan kontraktilitas miokard (inotropy) dan penurunan nilai lusitropy
miokard mengarah ke peningkatan pengeluaran energi miokard, lalu terjadilah penurunan cardiac
output lebih lanjut. Peningkatan pengeluaran energi miokard menyebabkan kematian sel miokard
/ apoptosis, yang menyebabkan gagal jantung dan cardiac output yang semakin berkurang, hal ini
menyebabkan siklus stimulasi neurohumoral lebih meningkat dan lebih responsive pada
hemodinamik dan miokard yang tidak seharusnya.

Selain itu, pengaktifan RAAS menyebabkan retensi garam dan air, sehingga preload meningkat
dan kenaikan lebih lanjut dalam pengeluaran energi miokard. Peningkatan renin, yang dimediasi
oleh peregangan menurun dari arteri aferen glomerulus, mengurangi pengiriman klorida ke
makula densa dan meningkatkan aktivitas beta1-adrenergik sebagai respon terhadap penurunan
cardiac output. Hal ini menyebabkan peningkatan angiotensin II (Ang II), pada akhirnya
menyebabkan stimulasi pelepasan aldosteron. Ang II, bersama dengan ET-1, sangat penting
dalam mempertahankan homeostasis intravaskuler efektif yang dimediasi oleh vasokonstriksi
dan retensi garam dan air (oleh aldosteron).

Konsep jantung sebagai self-renewing organ adalah perkembangan yang relatif baru. Ini
paradigma baru untuk biologi miosit telah menciptakan seluruh bidang penelitian ditujukan
langsung pada augmenting regenerasi miokard. Tingkat perputaran miosit telah terbukti
meningkat selama masa stres patologis. Pada gagal jantung, mekanisme self-renewing organ
menjadi berat oleh karena hilangnya miosit yang lebih cepat. Ketidakseimbangan hipertrofi dan
kematian selama regenerasi adalah jalur akhir yang umum pada tingkat sel untuk perkembangan
remodelling dan gagal jantung.

Penelitian menunjukkan bahwa jantung produksi lokal Ang II (yang menurun lusitropy,
meningkatkan inotropy, dan meningkatkan afterload) menyebabkan peningkatan pengeluaran
energi otot jantung. Ang II juga telah ditunjukkan dalam vitro dan in vivo untuk meningkatkan

12
tingkat apoptosis miosit. Dalam cara ini, Ang II mempunyai aksi yang sama dengan norepinefrin
pada gagal jantung.

Ang II juga memediasi hipertrofi sel miokard dan dapat meningkatkan hilangnya perkembangan
fungsi miokard. Faktor-faktor neurohumoral di atas menyebabkan hipertrofi miosit dan fibrosis
interstisial, sehingga dalam volume miokard meningkat dan meningkatkan massa miokard, serta
kehilangan miosit. Akibatnya, perubahan arsitektur jantung, akhirnya lebih meningkatkan
volume dan massa miokard. 1,6

Gagal jantung sistolik dan gagal jantung diastolik berpengaruh terhadap penurunan cardiac
output. Hal ini menyebabkan aktivasi barorefleks perifer dan pusat dan kemorefleks yang
mampu memicu peningkatan lalu lintas saraf simpatis. Meskipun ada kesamaan respon
neurohormonal pada volume stroke yang menurun, gagal jantung sistolik jelas dimediasi oleh
peristiwa neurohormonal. Elevasi berikutnya di norepinefrin plasma secara langsung berkorelasi
dengan tingkat disfungsi jantung dan memiliki implikasi prognostik yang signifikan.
Norepinefrin secara langsung bersifat toksik terhadapt miosit janrung, namun juga bertanggung
jawab untuk berbagai macam sinyal kelainan transduksi

Norepinefrin, sedangkan secara langsung beracun untuk miosit jantung, juga bertanggung jawab
untuk berbagai transduksi sinyal-kelainan, seperti down-regulasi beta1-adrenergik reseptor,
uncoupling dari reseptor beta2-adrenergik, dan peningkatan aktivitas penghambatan G-protein.
Perubahan beta1-adrenergik reseptor dalam hasil berlebih dan mempromosikan hipertrofi
miokard.

Pada penyakit jantung koroner dan setelah miokard infark, beban pada miokardium yang tidak
terkena akan meningkat, dengan demikian terjadi forward HF (Heart Failure) akibat menurunnya
kontraktilitas. Hal ini dicerminkan oleh pergeseran kurva kontraktilitas pada diagram kerja
ventrikel. Volume sistolik akhir dan pada jumlah yang lebih kecil, EDV juga meningkat,
sedangkan volume sekuncup menurun. Hipertrofi dari miokardium yang tersis, kekakuan
jaringan parut miokardium, serta berkurangnya perngaruh ATP pada pemisahan aktin-miosin di
miokardium yang iskemi akan menyebabkan HF. Akhirnya, jaringan parut infark yang dapat
meregang dapat menonjol keluar systole sehingga menambah beban volume (volume regurgitasi)
kardiomiopati juag dapat menyebabkan HF dengan beban volume menjadi gambaran utama pada
bentuk yang melebar dan backward HF pada bentuk yang hipertrofi dan restriktif. 6

13
[6]

Gambar 2. Penyebab dan Akibat Mekanik dari Kegagalan Ventrikel Kiri

Differential Diagnosis

Banyak hal dapat mengakibatkan gangguan dalam demand jantung meningkat atau fungsi
jantung terganggu. Penyebab jantung termasuk aritmia (takikardia atau bradikardia), penyakit

14
jantung struktural, dan disfungsi miokard (sistolik atau diastolik). Menyebabkan noncardiac
termasuk proses yang meningkatkan preload (overload volume), meningkatkan afterload
(hipertensi), mengurangi kapasitas pembawa oksigen darah ke jaringan tubuh (anemia), atau
demand yang meningkat (sepsis). Sebagai contoh, gagal ginjal dapat menyebabkan gagal jantung
akibat retensi cairan dan anemia.

Gagal jantung juga harus dibedakan dari edema paru yang berhubungan dengan cedera pada
membran alveolar-kapiler yang disebabkan oleh etiologi yang beragam (yaitu, edema paru
noncardiogenic, sindrom gangguan pernapasan dewasa [ARDS]). Peningkatan permeabilitas
kapiler diamati pada trauma, syok hemoragik, sepsis, infeksi pernafasan, pemberian berbagai
obat, dan keracunan (misalnya, oleh heroin, kokain, dan gas beracun). Dengan munculnya tipe B
natriuretik peptida (BNP), kita dapat membedakan penyakit jantung yang berasal dari edema
paru noncardiac atau bukan itu sangat mungkin sekarang ini.

Beberapa fitur dapat membedakan dari edema paru kardiogenik ataupun noncardiogenic. Pada
gagal jantung, riwayat dari suatu peristiwa jantung akut atau gejala gagal jantung yang progresif
dapat muncul. Pemeriksaan fisik menunjukkan bunyi gallop S3, distensi vena jugularis
meningkat, dan ronki pada auskultasi.

Pasien dengan edema paru noncardiogenic akan didapatkan akral yang hangat, bounding pulse,
tidak adanya bunyi gallop S3, dan tidak adanya distensi vena jugularis. Diferensiasi sering dibuat
berdasarkan tekanan baji kapiler paru (PCWP) pengukuran dari pemantauan hemodinamik
invasif. Tekanan pengisian ventrikel kiri diukur dengan PCWP adalah ukuran hemodinamik yang
paling dapat diandalkan tunggal yang memprediksi hasil yang fatal pada pasien dengan gagal
jantung akut. PCWP umumnya lebih dari 18 mm Hg pada gagal jantung dan kurang dari 18 mm
Hg edema paru noncardiogenic, namun superimposisi penyakit vaskular paru kronis bisa
membuat perbedaan ini lebih sulit untuk membedakan.

a. Gagal jantung akut


Persamaan :
 Terdapat edema paru

Perbedaan :

 Umumnya gejala yang terlihat sama, tetapi pada gagal jantung akut gejala yang terlihat
lebih berat
 Syok kardiogenik
 Gejala tidak dirasa memberat
 Tidak ada riwayat penyakit jantung pada anggota keluarga terdahulu

15
b. PPOK
Persamaan :
 Terdapat gejala sesak
 Bisa terjadi perbesaran atrium kanan pada emfisema menahun, sebagai salah satu
gambaran CHF.

Penatalaksanaan

1. Medika mentosa
Prinsip pemberian obat disini adalah mengurangi kerja jantung sehinga peristiwa
decompensated tidak terjadi atau menjadi semakin parah. Golongan obat yang dapat
diberikan :
 ACE-inhibitor
Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan fraksi ejeksi
40-45% untuk meningkatkan survival, memperbaiki simtom. Harus diberikan sebagai
terapi awal, apabila terdapat retensi cairan berikan bersama diuretik. Pemberian obat ini
harus dititrasi sampai dosis yang dianggap bermanfaat sesuai dengan bukti klinis, bukan
berdasarkan gejala.
Cth obat: captopril (dosis awal 12,5 mg 3x/hari, dapat ditingkatkan bertahap s/d 25mg
3x/hari)
 Diuretic
Penting untuk pengobatan simtomatik bila ditemukan beban cairan berlebihan, kongesti
paru dan edema perifer. Pemberiannya hendaknya diberikan dengan kombinasi bersama
ACE inhibitor ataupun ARB.
Cth obat: furosemid (dosis awal 20-80mg dosis tunggal tiap 6-8 jam)
 Β-blocker
Direkomendasi pada semua gagal jantung ringan, sedang, dan berat yang stabil baik
karena iskemi atau kardiomiopati non iskemi dalam pengobatan standar seperti diuretic
atau penyekat enzim konversi angiotensin. Dengan syarat tidak ditemukan adanya kontra
indikasi.
Cth obat: bisoprolol 5mg 1x/hari
 ARB
Masih merupakan alternative bila pasien tidak toleran terhadap ACE inhibitor. Efek yang
ditimbulkan sama efektif dengan penyekat beta.
Cth obat: losartan K 50mg 1x/hari.
 Glikosida jantung
Merupakan indikasi pada fibrilasi atrium dengan berbagai derajat gagal jantung.
Mekanisme kerjanya meningkatkan kontraktilitas jantung. Waspadai terjadinya
keracunan digoxin.

16
Cth obat: digoxin 2-6tab /hari
 Nitrat
Sebagai tambahan apabila terdapat keluhan angina
 Penyekat kanal kalsium
Pada gagal jantung sistolik penyekat kalsium tidak direkomendasikan. Pemakaiannya pun
dikontraindikasikan sebagai kombinasi dengan β-blocker. Dipakai hanya sebagai control
tekanan darah apabila sulit dikontrol dengan nitrat atau β-blocker.
Cth obat: carvedilol 12,5 mg 1x/hari selama 2 hari pertama lalu 25 mg 1x/hari.
 Inotropik
Merupakan golongan obat yang memberikan efek menguatkan kontraktilitas otot jantung.
Cth obat: dobutamine HCl 2,5 – 10 mcg/kbBB/menit diberikan Intravena.
 Anti trombolitik
Pada gagal jantung kronik dengan penyakit jantung koroner, dianjurkan pemakaian
antiplatetet.
Cth obat: aspirin 300mg/hari 5,6

Tabel terapi pasien disfungsi sistolik yang simptomatik menurut derajat gagal jantung

17
Untuk survival/morbiditas Untuk gejala

NYHA I Lanjutkan ACE inhibitor/ Pengurangan/hentikan


ARB jika intoleran ACE diuretik
inhibitor, lanjutkan
antagonis aldosteron jika
pasca-MI

Tambah penyekat beta jika


pasca MI

NYHA II ACE Inhibitor sebagai +/- diuretic


terapi lini pertama ARB
jika intoleran ACE Tergantung pada retensi
inhibitor tambah penyekat cairan [6]

beta dan antagonis


aldosteron jika pasca MI Tabel 1.
Terapi
NYHA III ACE inhibitor + ARB atau +diuretic + digitalis Pasien
ARB Disfungsi
Jika masih simtomatik
Sistolik
Jika intoleran ACE sendiri
yang
Beta blocker

Tambah aldosteron
antagonis

NYHA IV Lanjutkan ACE inhibitor / +diuretic+digitalis+consid


ARB er

Beta blocker Support inotropis


sementara
Antagonis aldosteron

Simptomatik Menurut Derajat Gagal Jantung

Penatalaksanaan umum non-medika mentosa:

 Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya bila
timbul keluhan, dan dasar pengobatan
 Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi, aktivitas seksual, serta rehabilitasi
 Edukasi pola diet, control asupan garam, air, dan kebiasaan alcohol

18
o Dianjurkan untuk membatasi konsumsi natrium (garam) dengan 2-3 gram/hari.
Restriksi cairan sampe 2 L/hari dianjurkan untuk pasien dengan hiponatremia
(kadar Na < 130 mEq/dL). Suplemen kalori dianjurkan untuk pasien yang disertai
kakeksia.1,6
o Dianjurkan juga untuk konsumsi asam lemak omega-3 karena manfaat asam
lemak omega-e untuk pencegahan primer gagal jantung. Minimal konsumsi 2
porsi ikan per minggu, terutama ikan berminyak.
 Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba
 Mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas
 Hentikan kebiasaan merokok
 Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas dan humiditas
memerlukan perhatian khusus
 Konseling mengenai obat, baik efek samping, dan menghindari obat-obatan tertentu
seperti NSAID, antiaritmia kelas I, verapamil, diltiazem, dihidropiridin efek cepat,
antidepresan trisiklik, steroid1,6

Intervensi tindakan invasive:

 PCI atau angiografi


 Comisurotomy
 Valve replacement
 Transplantasi jantung5

Komplikasi

Syok kardiogenik
Yang merupakan suatu sindrom klinis kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan
berbagai manifestasi hemodinamik, tetapi petunjuk umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan.
Pada gagal jantung terjadi syok terkompensasi dimana terjadi usaha untuk menstabilkan sirkulasi guna
mencegah kemunduran lebih lanjut. Namun terjadi manifestasi sistemik terjadi keadaan hipoperfusi yang
memperburuk hantaran oksigen dan nutrisi serta pembuangan sisa-sisa metabolit pada tingkat jaringan
sehingga saat masuk tahap dimana sudah terjadi kerusakan sel yang hebat dan tidak dapat dihindari, pada
akhirnya terjadi kematian.1,6,7

Pencegahan

19
Pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi objektif primer terutama pada kelompok dengan disiko
tinggi.

 Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard, faktor resiko jantung koroner
 Pengobatan infark jantung segera di triase, serta pencegahan infark ulangan
 Pengobatan hipertensi yang agresif
 Koreksi kelainan kongenital serta penyakit katup jantung.5

Prognosis

Secara umum, kematian setelah rawat inap untuk pasien dengan gagal jantung adalah
10,4% pada 30 hari, 22% pada 1 tahun, dan 42,3% pada 5 tahun, meskipun peningkatan yang
nyata dalam terapi medis dan perangkat. Setiap rehospitalization meningkatkan kematian 20-
22% sekitar.1 Kematian lebih besar dari 50% untuk pasien dengan NYHA kelas IV, ACC / AHA
D tahap gagal jantung. Gagal jantung yang terkait dengan MI akut memiliki angka kematian 20-
40% rawat inap; kematian mendekati 80% pada pasien yang juga hipotensi (misalnya, syok
kardiogenik).

Sebuah studi oleh van Diepen dkk menyarankan pasien dengan gagal jantung atau fibrilasi
atrium memiliki risiko lebih tinggi secara signifikan mortalitas pasca operasi noncardiac
dibandingkan pasien dengan penyakit arteri koroner;. Risiko ini harus dipertimbangkan bahkan
jika prosedur kecil direncanakan.1,6

Daftar Pustaka

1. Dumitru I, et al. Heart Failure. 21 September 2011. Diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview. 25 September 2011.
2. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan Bates. 8th ed. Jakarta: EGC;
2009.p.267-8.
3. Burnside John W, McGlynn Thomas J. Diagnosis fisik. 17 th ed.. Jakarta: EGC;
2007.p.213-55.
4. Ramani Gautam V, Uber Patricia A, Mehra Mandeep R. Chronic Heart Failure:
Contemporary Diagnosis and Management. 03 Mei 2011. SYMPOSIUM ON
CARDIOVASCULAR DISEASES; Chronic Heart Failure: Contemporary Diagnosis and
Management. USA: Mayo Foundation for Medical Education and Research; 2010.p.180-
95.

20
5. Panggabean M. Dalam Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Gagal jantung. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2007.p.1503-14.

6. Corwin J. Elizabeth. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2009.p.224-7.

7. Cheitlin Melvin D, Sokolow Maurice, McIlory Malcolm B. Clinical cardiology. 6 th ed. USA:
prentice-Hall international Inc; 1995.p.320-54.

21

Anda mungkin juga menyukai