Anda di halaman 1dari 125

LLANO ESTACADO

Dr. Karl May


JILID I
Bagaimana Old Shatterhand memberi pelajaran kepada seorang
pemburu prairi yang sombong, bagaimana ia berkenalan dengan
Old Wabble, bekas Raja Cowboy dan bagaimana ia berkenalan
dengan Old Surehand dan pengalaman ketiga orang penjelajah
hutan itu bersama.
Penerbit: PRADNYA PARAMITA
Cetakan ke-2, 1976
KATA PENGANTAR
Nama Dr. Karl May sebagai pengarang buku-buku lektur sangat
populer pada pembaca tua dan muda di Eropa Barat pada zaman
sebelum perang dunia kedua.
Ceritera-ceriteranya bukanlah rentetan peristiwa yang seram di
mana darah mengalir dan kekejaman ditulis secara realistis, akan
tetapi mengandung romantik yang sehat, tindakan yang jantan dan
secara kesatria, diseling dengan humor dan gambaran cinta kepada
alam terbuka.
Sangatlah dipuji caranya melukiskan tokoh-tokoh beserta wataknya
dan unsur-unsur pendidikan bagi pembaca-pembacanya. Oleh
sebab itu tidak mengherankan, bahwa semua hasil karyanya tetap
mengasyikkan yang membacanya.
Banyak pembaca bertanya-tanya, adakah penulis ulung itu pernah
mengunjungi negeri-negeri yang diceriterakannya dan adakah
petualangannya itu sungguh-sungguh dialaminya?
Dr. Karl May meninggal dunia pada tanggal 12 Maret 1912. Dari
surat-menyuratnya, catatan-catatannya dan surat-surat jalannya
dapat ditarik kesimpulan, bahwa ia telah menjelajah seluruh Eropa
dan bahwa ia telah dua kali bepergian ke Amerika yakni dalam
tahun 1863 dan 1869.
Selanjutnya ia mengadakan perjalanan ke Aljazair, Tunisia dan
jazirah Arab. Pada tahun 1899 ia mengunjungi Mesir, Syria dan
Palestina sampai di gurun-gurun.
Pada tahun 1908 ia pergi lagi ke Amerika dan Canada dan hidup
selama beberapa waktu bersama-sama orang-orang Indian.
Menurut temannya, seorang ahli bahasa, Dr. Karl May memang
mengenal beberapa bahasa asing dan bahasa suku, di antaranya:
bahasa Turki, Persia, Arab, Indian, Inggris, Portugis, Spanyol dan
Latin.
Banyak tanda mata dan kenang-kenangan disimpan di rumahnya di
Radebeul dekat Dresden (Jerman) di antaranya bedil-peraknya dan
bedil-pembunuh beruangnya.
Ia telah pergi, tetapi karyanya tetap hidup.
OLD WABBLE

Dalam pelbagai pengembaraan saya menjelajah benua Amerika,


daerah Balkan, Afrika dan Asia Depan, saya berkenalan dengan
banyak sekali orang penduduk pribumi, yang akhirnya menjadi
sahabat karib saya. Akan tetapi di antara mereka itu tidak ada yang
lebih saya sayangi daripada Winnetou ketua suku Apache. Di mana
saja saya mengembara, hati saya selalu rindu akan daerah prairi,
hutan belukar dan pegunungan-pegunungan batu Amerika Utara,
yang berkian-kian kali saya jelajahi bersama-sama dengan
Winnetou.
Kendatipun kedatangan saya tidak ditentukan di muka, jadi kami
tidak menentukan tempat pertemuan kami, namun biasanya saya
dapat menjumpai sahabat saya itu. Dalam hal yang demikian saya
pergi ke Rio Pecos, ke perkampungan suku Apache, dan di sana saya
diberitahu, di mana saya dapat bertemu dengan ketua suku itu.
Kadang-kadang tempat Winnetou itu saya dengar dari pemburu-
pemburu prairi atau dari orang-orang Indian yang saya jumpai di
jalan. Perbuatan-perbuatan Winnetou selalu menjadi buah
percakapan orang di daerah Wild West dan dimana Winnetou
menampakkan diri, selalu ia menarik perhatian orang.
Akan tetapi sering juga pada perpisahan kami saya dapat
mengatakan kepada Winnetou, bilamana saya akan balik kembali,
sehingga dengan demikian dapat menetapkan waktu dan tempat
pertemuan kami dengan saksama. Saya menentukan waktu itu
menurut perhitungan tarih orang Kristen, sedang Winnetou
mempergunakan cara Indian, cara yang tampaknya tidak memberi
hasil yang teliti, akan tetapi selalu Winnetou datang tepat pada
waktunya dan belum pernah saya harus menunggu dia.
Hanya satu kali saja mengira bahwa Winnetou tidak menepati
janjinya. Ketika kami berpisah di bukit-bukit rendah yang terletak di
daerah Utara Amerika, kami berjanji akan bertemu lagi di Sierra
Madre empat bulan kemudian. Pada kesempatan itu Winnetou
bertanya:
“Saudara saya tahu sungai yang oleh orang kulit putih disebut
Clearbook. Di sana kita bersama-sama berburu. Masih ingatkah
Anda pohon tahun, di mana kita pada malam hari memasang
kemah?”
“Ingat benar.”
“Kalau begitu kita tidak akan sesat. Jikalau sesudah tengah hari
bayang-bayang pohon tahun itu panjangnya lima kali panjang
badan saudara saya, maka Winnetou akan ada di sana. Howgh!”
Pada saat yang dijanjikan itu saya ada di sana. Akan tetapi saya
tidak ada melihat Winnetou, walaupun bayang-bayang pohon
tahun panjangnya tepat lima kali panjang badan saja.
Saya menunggu beberapa jam lamanya, akan tetapi Winnetou tidak
kunjung datang. Hati saya menjadi cemas, sebab saya tahu bahwa
hanyalah halangan yang besar saja dapat menyebabkan ia tidak
menepati janjinya. Tiba-tiba timbullah pikiran pada saya, bahwa
boleh jadi ia sudah lebih dahulu datang ke tempat itu, akan tetapi
oleh karena alasan yang mendesak tidak dapat menunggu
kedatangan saya.
Dalam hal yang demikian niscaya ia akan meninggalkan sesuatu
tanda. Karena itu maka saya menyelidiki batang pohon tahun dan
betul... kira-kira setinggi badan manusia saya melihat sebatang
pohon cemara tertusukkan pada batang pohon tahun itu. Tangkai
cemara itu sudah kering. Oleh karena pohon tahun tidak akan
menumbuhkan ranting cemara, maka tak dapat tidak ranting itu
ditusukkan orang pada batang itu dengan sengaja. Ranting itu saya
cabut dan pada ujungnya ada terikat secarik kertas. Pada kertas itu
saya dapati tulisan sebagai berikut: “Orang Comanche hendak
menyerang Bloody Fox; saudara saya hendaknya selekas-lekasnya
pergi ke tempat tinggal saudara kita Fox. Winnetou sudah
mendahului untuk memberi bantuan.”
Para pembaca yang sudah mengenal Winnetou, tentu tahu bahwa
ia pandai membaca dan menulis. Ia selalu membawa kertas. Surat
itu memuat kabar buruk; saya merasa cemas mengenai nasibnya,
walaupun saya tahu bahwa ia sanggup menghadapi setiap bahaya.
Hati saya cemas juga memikirkan nasib Bloody Fox, sebab niscaya ia
akan tewas, apabila usaha Winnetou untuk memberi kabar tentang
kedatangan orang Comanche tidak berhasil. Akan diri saya sendiri,
perjalanan yang akan saya tempuh jauh daripada aman.
Jalan yang menuju ke tempat tinggal Bloody Fox itu sangat
berbahaya. Bloody Fox tinggal di dalam sebuah waha di tengah-
tengah Llano Estacado, suatu padang pasir yang luas. Jalan yang
menuju ke tempat itu melalui daerah suku Comanche yang selalu
bermusuhan dengan kami. Sekiranya saya jatuh ke tangan suku
Indian itu, maka niscaya saya akan menemui ajal saya pada tiang
siksaan. Orang-orang Comanche itu telah sejak lama menggali
kapak peperangan dan mengganggu keamanan di daerah sekitar
Llano Estacado.
Mengingat keadaan itu tak boleh saya bimbang, melainkan saya
harus bertindak secepat-cepatnya. Betul saya hanya seorang diri
saja, akan tetapi saya menunggangi seekor kuda yang baik sekali,
yang cepat larinya dan yang dapat saya percayai penuh. Lagi pula
daerah yang harus saya lalu itu saya kenal baik.
Lain daripada itu sesungguhnya perjalanan itu lebih aman bagi
seorang pemburu prairi yang berpengalaman daripada bagi
sekelompok manusia yang belum banyak pengalamannya.
Bagaimana juga, segala keberatan harus saya singkirkan apabila
keselamatan sahabat saya Bloody Fox ada dalam bahaya. Ia harus
ditolong. Karena itu maka segera saya naik ke atas kuda saya untuk
memenuhi permintaan saudara saya Winnetou.
Selama saya ada di Sierra, saya tak usah khawatir: di sana selalu ada
tempat untuk bersembunyi dan saya sudah biasa mempergunakan
pancaindera saya dengan baik. Akan tetapi sesudah Sierra itu saya
harus melalui dataran-dataran tinggi yang gundul, di mana orang
dapat melihat sampai jauh sekali.
Dataran-dataran tinggi itu disilang oleh banyak lembah yang dalam
dan yang terjal dindingnya; hanya di sana-sini saja ada pohon
kaktus yang tidak dapat dipergunakan sebagai tempat
persembunyian. Jikalau di dalam lembah yang demikian saya
bertemu dengan orang Comanche, maka saya hanya dapat
menyelamatkan jiwa saya dengan cepat-cepat berbalik dan
mengandalkan kecepatan dan ketabahan kuda saya.
Lembah yang paling berbahaya ialah yang disebut Mistake Canyon
(Lembah kekeliruan), karena lembah itu banyak sekali dilalui oleh
orang Indian. Lembah itu memperoleh namanya akibat kekeliruan
yang membawa tewas. Kata orang, di sana seorang pemburu kulit
putih telah menembak sahabat karibnya seorang Apache, karena
disangkanya seorang musuh.
Siapa orang kulit putih itu dan siapa orang kulit merah itu tiada
diketahui orang. Selanjutnya lembah itu dihubungkan dengan
sebuah takhayul yang membuat setiap pemburu prairi gemetar.
Kata orang, jarang sekali orang kulit putih dapat melalui lembah itu
dengan selamat, hantu orang Apache yang tewas itu selalu
meminta korban orang kulit putih.
Saya tiada takut akan hantu itu, asal ia tidak berupa pasukan orang
Comanche yang tidak mengenal perikemanusiaan. Sebelum saya
sampai ke lembah itu, maka saya melihat jejak beberapa orang
berkuda yang datangnya dari samping lalu membelok ke arah yang
saya ikuti. Jejak itu terang tidak berasal dari kuda liar, karena
binatang-binatang itu tidak ada didapati di daerah ini.
Saya turun, lalu menyelidiki jejak itu. Saya merasa heran, sebab
jejak itu asalnya dari kaki kuda yang bertapal; jadi orang-orang yang
ada di depan saya itu bukanlah orang kulit merah. Siapakah mereka
itu dan dengan maksud apa mereka datang ke mari?
Jejak itu saya turutkan dan sebentar kemudian saya melihat jejak
yang menunjukkan bahwa seorang dari mereka telah turun,
sedangkan yang lain berjalan terus. Jejak itu saya selidiki dengan
saksama: maka saya lihat di sebelah kiri jejak kaki yang turun itu
beberapa bekas yang sangat kecil. Bekas apakah itu? Adakah orang
itu membawa pedang? Kalau begitu niscaya itu adalah serdadu.
Barangkali sebuah ekspedisi militer yang mengejar orang Comanche
untuk menghukum mereka. Saya meneruskan perjalanan saya dan
beberapa lama kemudian saya melihat sebuah perkemahan. Kini
saya yakin bahwa dugaan saya tadi benar. Mereka itu ialah pasukan
tentara yang sedang mengadakan patroli atau mengejar orang-
orang Comanche yang telah menjalankan perampokan atau
perampasan.
Hutan kaktus itu memberi perlindungan bagi pasukan itu dari dua
pihak, akan tetapi mereka itu masih kurang waspada, sebab di
sebelah Selatan tidak ada saya dapati penjagaan, sehingga pada
siang hari perkemahan itu dapat diserang dengan diam-diam dari
sebelah Selatan. Sekiranya bukan saya yang datang, melainkan
sepasukan orang Indian, maka niscaya dengan mudah sekali mereka
terjebak.
Tidak jauh dari hutan kaktus itu ada sebuah lembah kecil yang
tanahnya rupa-rupanya mengandung air. Di sebelah sana saya
melihat kuda berjalan dengan bebas. Untuk dapat berteduh
pasukan itu memasang tenda dari kain lena dan untuk para opsir
ada didirikan sebuah kemah yang besar. Di dekat kemah itu saya
melihat kira-kira delapan atau sepuluh orang berbaring, yang rupa-
rupanya bukan tentara, melainkan kebetulan belaka ada di sana
untuk bermalam. Saya mengambil keputusan untuk berbuat begitu
juga. Sesungguhnya saya masih dapat berjalan terus, akan tetapi
saya tidak akan dapat tidur, karena daerah itu tidak aman. Di sini
saya mendapat perlindungan sehingga semalam suntuk dapat saya
melepaskan lelah.
Ketika mereka melihat saya datang, maka seorang bintara datang
menyongsong saya dan membawa saya kepada komandannya.
Ketika saya turun dari kuda saya, maka komandan itu mengamat-
amati diri saya dan kuda saya, lalu bertanya:
“Dari mana, Tuan?”
“Dari Sierra.”
“Hendak ke mana?”
“Ke Rio Pecos.”
“Anda boleh mengucap syukur bahwa orang-orang Comanche telah
kami usir. Adakah Anda menemukan jejak mereka?”
“Tidak!”
“Hm! Rupa-rupanya mereka lari ke arah Selatan. Sudah dua pekan
lamanya kami ada di sini tanpa melihat seorang Comanche.”
Hampir saja saya mengatakan “bodoh”, sebab apabila ia hendak
menjumpai orang kulit merah, maka ia harus mencarinya. Tentu
saja orang Indian itu tidak dengan sukarela mau jatuh ke tangan
mereka. Ia tidak mengetahui tempat orang Comanche, akan tetapi
orang Comanche tahu benar bahwa ia ada di sini. Sudah dapat
dipastikan bahwa orang-orang Indian itu pada malam hari
menyuruh mata-matanya datang ke mari untuk menyelidiki.
Komandan itu menyambung perkataannya:
“Saya memerlukan seorang penyelidik yang dapat diandalkan. Old
Wabble pernah bermalam di sini; dia yang paling cakap untuk saya
jadikan penyelidik, akan tetapi baru setelah ia pergi saya
mengetahui bahwa dia Old Wabble. Barangkali ia sudah dapat
mencium bahwa saya akan memaksa dia menjadi penyelidik saya
sekiranya itu saya ketahui; karena itulah maka ia menyebut dirinya
Cutter. Seminggu yang lalu seorang temannya ada menjumpai
Winnetou; itu penyelidik yang lebih baik lagi, sayang ia sudah pergi.
Di mana Winnetou menampakkan diri, biasanya Old Shatterhand
tidak jauh juga; alangkah baiknya sekiranya dia jatuh ke tangan
saya.
“Siapa nama Anda, Tuan?”
“Charley,” jawab saya.
Nama itu ialah nama kecil saya yang dapat juga saya pergunakan
sebagai nama keluarga tanpa menimbulkan curiga. Saya tak hendak
menyebutkan nama panggilan saya Old Shatterhand. Hati saya
sedikit pun tidak tertarik untuk tinggal di sini, apalagi untuk
dipergunakan sebagai mata-mata. Saya berpaling ke arah mereka
yang menyimpang di sini secara kebetulan, akan tetapi saya tidak
melihat orang yang saya kenali.
Walaupun begitu kuda saya dan bedil saya dapat menimbulkan
curiga. Sudah umum diketahui orang bahwa Old Shatterhand
mempunyai dua buah bedil, bedil-pembunuh beruang dan bedil
Henry; lagi pula orang prairi tahu bahwa Old Shatterhand
menunggangi kuda hitam hadiah Winnetou. Untung komandan
pasukan itu tidak seberapa cerdik; ia berbalik, masuk ke dalam
kemahnya tanpa bertanya apa-apa lagi. Hati saya belum tenteram,
sebab orang-orang itu tadi boleh jadi semuanya pemburu prairi dan
seorang dari mereka mungkin dapat mengenali saya.
Karena itu maka bedil Henry saya masukkan ke dalam selubungnya,
sehingga orang tidak akan melihat bentuknya. Bedil-pembunuh-
beruang tidak akan mudah dikenali orang. Kemudian saya angkat
pelana kuda saya, lalu tunggangan saya itu saya lepaskan. Betul di
tempat ini tidak ada rumput, akan tetapi di antara pohon-pohon
kaktus itu ada beberapa jenis tumbuh-tumbuhan yang dapat
dimakan. Kuda saya pandai mencari makanannya sendiri tanpa ada
bahaya akan terluka oleh duri kaktus. Ketika saya minta izin kepada
orang-orang tadi supaya saya boleh duduk menemani mereka,
maka salah seorang menjawab:
“Silahkan, Tuan, dan ikutlah makan dengan saya. Nama saya Sam
Parker dan apabila Sam mempunyai daging maka setiap orang
boleh ikut makan sampai daging itu habis. Laparkah Anda?”
“Saya kira begitu.”
“Nah, ambillah sekerat. Kami ini semuanya pemburu prairi. Dan
Anda?”
Dalam pada itu ia memotong sekerat daging yang besarnya hampir
satu kilo. Dari potongan daging itu saya mengerat sedikit, lalu
menjawab: “Kadang-kadang saya mengembara di daerah sebelah
sini Mississippi, akan tetapi saya kira belum boleh saya menyebut
diri saya pemburu prairi. Tidak sembarang orang patut menyebut
dirinya begitu.”
Ia menjawab dengan tertawa:
“Itu benar, Tuan! Girang hati saya bahwa Anda seorang yang
rendah hati, yang tidak gemar melebih-lebihkan dirinya. Orang
seperti Anda itu dewasa ini jarang sekali kita dapati. Nama Anda
sudah kami dengar, Mr. Charley. Apa pekerjaan Anda di daerah
Barat ini?”
“Pencari kuburan, Mr. Parker.”
“Astaga! Pencari kuburan?” serunya dengan heran.
“Ya.”
“Anda tidak berolok-olok?”
“Sama sekali tidak.”
“Kalau begitu saya harap Anda mau menerangkannya. Saya tidak
mengerti sama sekali.”
“Itu mudah sekali. Saya ingin menyelidiki sejarah orang Indian.
Barangkali Anda telah mendengar bahwa untuk membuat
penyelidikan yang mendalam orang perlu menyelidiki kuburan
nenek-moyang orang Indian zaman sekarang.”
“Hati-hatilah, Tuan! Jangan-jangan Anda jatuh ke dalam lubang
kubur dan tidak akan dapat bangun lagi. Kalau Anda mencari mayat
orang Indian, sebaiknya carilah di daerah di mana tidak ada bahaya
mengancam. Di sini peluru dan tomahawk beterbangan di udara.
Orang-orang Comanche sudah menggali kapak peperangan.
Dapatkah Anda menembak?”
“Sedikit.”
“Hm! Saya pun pernah juga mengira bahwa saya dapat menembak.
Barangkali nanti akan saya ceriterakan juga. Anda ada mempunyai
sebuah bedil yang sudah tua sekali. Patut dipergunakan untuk
membongkar tembok. Dan bedil yang Anda simpan di dalam
selubung itu, adakah itu bedil perhiasan? Biarlah saya memberi
Anda nasihat. Barangsiapa tidak berpengalaman dan tidak pandai
menembak, janganlah mencari mayat di daerah ini. Anda boleh
menemani kami; itu lebih aman daripada berjalan seorang diri.”
“Ke arah mana tujuan Anda?”
“Ke Rio Pecos juga, tempat yang Anda tuju seperti yang kami
dengar tadi.”
Kemudian ia melayangkan pandangan matanya ke seluruh badan
saya, lalu menyambung.“Menilik pakaian Anda yang karena itu
Anda seakan-akan baru diteteskan dari telur. Pakaian serupa itu
tidak serasi untuk daerah ini, Tuan. Seorang penjelajah prairi yang
sejati lain benar rupanya. Walaupun begitu mau saya mengajak
Anda ikut serta dengan kami. Anda akan kami lindungi, sebab tanpa
perlindungan Anda tak mungkin menyelesaikan perjalanan Anda
dengan selamat. Rupa-rupanya Anda dapat juga menunggangi
kuda, itupun menurut ukuran orang di daerah Timur. Barangkali
Anda membawa kuda penarik kereta, bukankah begitu?”
“Barangkali rupanya seperti itu, Mr. Parker,” jawab saya, tetapi di
dalam hati saya harus tertawa, sebab orang yang menyebut dirinya
pemburu prairie yang berpengalaman itu belum lagi dapat
mengenali kuda Indian yang asli. Tetapi sama sekali saya tidak
berkecil hati, sebaliknya saya menaruh simpati terhadap Sam
Parker. Sekiranya saya menggabungkan diri dengan kelompoknya
dan kemudian ia mengetahui siapa saya ini, maka tentu akan timbul
situasi yang menggelikan. Tambahan lagi ia mempunyai teman
beberapa orang yang sudah biasa mengembara di daerah Barat ini
niscaya ada juga manfaatnya kalau kami nanti melalui Mistake
Canyon karena itu maka saya mengambil keputusan untuk
menerima tawarannya.
“Nah, tiada betulkah dugaan saya?” katanya selanjutnya. “Kuda itu
rupanya keren sekali seperti Anda. Setiap orang dapat melihat
bahwa binatang itu sudah lama mengikuti Anda mencari kuburan
dan selanjutnya tidak usah bekerja. Bagaimana, Mr. Charley,
ikutkah Anda? Besok pagi-pagi kita berangkat.”
“Tawaran Anda saya terima dengan ucapan terimakasih, Tuan dan
saya mohon dengan sangat agar Anda mau melindungi saya.”
“Itu sudah sewajarnya dan saya kira memang Anda memerlukan
perlindungan itu. Kita harus pergi selekas-lekasnya besok; saya
khawatir kalau-kalau komandan pasukan ini akan menahan salah
seorang dari kita untuk menjadi mata-matanya. Bagaimana
pikiranmu, Yos?”
Pertanyaan itu ditujukannya kepada seseorang yang sudah agak
lanjut usianya. Orang itu rupanya sangat simpatik, sungguhpun air
mukanya seakanakan menyatakan perasaan marah yang
ditahannya. Yos adalah singkatan kata Yozua; kemudian saya
mendengar bahwa namanya ialah Jozua Hawley.
“Pendapat saya begitu juga,” jawabnya.
“Siapa akan mau mengerjakan pekerjaan yang rendah lagi
berbahaya itu untuk mereka. Sayang benar mereka tidak menahan
Old Wabble; orang itu serasi benar untuk tugas penyelidik. Saya
akan merasa senang apabila saya sudah meninggalkan perkemahan
ini dan sudah melalui Mistake Canyon dengan selamat.”
“Anda takut akan hantu Indian yang sial itu?”
“ Takut? Tidak, hanya lembah itu meninggalkan kenang-kenangan
yang tidak baik bagi saya. Saya sudah mengalami sesuatu yang
belum pernah dialami oleh orang lain. Di sana saya mendapatkan
emas.”
“Emas? Di Mistake Canyon? Mustahil! Di sana tidak ada emas.”
“Ada, sebab kami sudah mendapatkannya.”
“Barangkali secara kebetulan saja.”
“Tidak, seorang Indian menunjukkan tempatnya kepada saya.”
“Itu sama sekali saya tidak percaya. Seorang Indian tidak akan
membuka rahasia itu, biarpun kepada sahabat karibnya.”
“Kalau begitu saya merupakan perkecualian. Bahkan orang Indian
itu ialah Indian yang tertembak mati karena kekeliruan. Barangkali
kisah itu akan saya ceriterakan besok apabila kita melihat canyon
itu. Kini saya tidak mempunyai selera untuk banyak berbicara.
Tolong berikan daging itu kepada saya, perut saya lapar. Biarpun
hanya daging kambing gunung saja, akan tetapi rasanya lumayan.
Alangkah enaknya sekiranya itu daging kijang!”
“Kijang? Jangan Anda membuat gusi saya gatal!” seru Parker sambil
menelan air liurnya. “Daging kijang adalah daging yang paling
empuk dan paling enak. Kalau saya mendengar kata kijang maka
selalu saya teringat kepada seorang pemburu prairi yang telah
mendidik saya menjadi seorang pemburu.”
“Siapakah itu?”
“Namanya tadi sudah disebut. Old Wabble.”
“Old Wabble? Anda kenal Old Wabble?”
“Bodoh benar pertanyaan Anda! Dialah yang memimpin saya
melakukan perbuatan saya yang pertama sebagai calon pemburu...
biarlah saya ceriterakan sekarang, sungguhpun saya akan Anda
tertawakan. Perburuan saya itu bersangkutan dengan seekor
kijang.”
Ia menggosok-gosok lehernya, mendeham beberapa kali, lalu
memulai ceriteranya: “Sesungguhnya namanya Fred Cutter, akan
tetapi oleh karena jalannya goyang-siah maka ia selalu disebut Old
Wabble.
“Dahulu ia seorang cowboy di Texas dan ia sudah demikian biasa
memakai pakaian cowboy sehingga di daerah Utara inipun ia tak
mau menanggalkannya. Ya selalu memakai kemeja yang terbuka
pada lehernya. Leher dan dadanya tidak pernah tertutup, akan
tetapi di bawah topinya ia memakai kain yang dibalutkannya pada
kepalanya sedemikian sehingga kedua ujung kain itu jatuh sampai
pada bahunya. Ia selalu membawa sebuah pisau bowie yang
panjang pada ikat pinggangnya; kuping telinganya dihiasi dengan
anting-anting dan tangannya selalu memegang sigaret. Begitulah
gambaran Old Wabble. Kulit mukanya berkerut, bibirnya tebal
seperti bibir orang Negro, hidungnya panjang dan lancip, matanya
hanya setengah terbuka. Ia selalu memandang rendah kepada
orang lain dan sesungguhnya itu sudah selayaknya, sebab Old
Wabble bukan saja pandai sekali menunggang kuda, melainkan
jagoan juga dalam menembak dan melemparkan lasso. Setiap
usahanya diakhiri dengan perkataan: It’s clear.
“ Tentang diri saya, dapatlah saya katakan bahwa dahulu saya
menjabat jurutulis di Princeton. Setelah saya cukup mengumpulkan
uang, maka saya membeli pakaian dan peralatan lainnya untuk
menyampaikan maksud saya hendak menjadi penggali emas. Saya
masih seorang greenhorn, seorang plonco, dan supaya tak usah
membagi kekayaan yang akan saya peroleh dengan mencari emas
itu dengan orang lain, maka saya hanya membawa seorang teman,
yaitu Ben Needler, yang masih plonco juga. Ketika kami
meninggalkan kereta api di Eagle Rock, maka rupa kami seperti
dandy. Bekal yang kami bawa banyak sekali, berupa pelbagai
barang yang indah dan memikat yang kemudian ternyata tidak
dapat dipergunakan sama sekali di daerah Barat ini.
Seminggu kemudian tibalah kami di Payetie Fork, akan tetapi dalam
waktu seminggu itu rupa kami sudah berubah sama sekali. Pakaian
kami rupanya sudah seperti pakaian orang gelandangan: badan
kami sudah menjadi kurus karena kelaparan dan di jalan semua
perbekalan kami telah kami buang, kecuali senjata dan mesiu.
Berterus terang saja, bahkan senjata itupun kami mau menukarkan
dengan sekerat roti, sebab beberapa hari lamanya kami tidak
makan apa-apa.”
Kami duduk di tepi hutan sambil membenamkan kaki kami di dalam
air, karena tak tahan lagi kami menahan sakit karena luka-luka pada
kaki kami. Yang kami percakapkan hanyalah makanan yang enak-
enak saja: daging bison, kaki beruang dan bistik kijang. Kami yakin
bahwa di daerah itu tentu ada didapati kijang. “Sekiranya saya
melihat kijang, maka tanpa berpikir lagi saya tembak dia di antara
kedua tanduknya dan....” “Dan Anda akan mampus,” demikian kami
mendengar suara orang mengejek dari arah hutan.
“Badan Anda akan dikoyak-koyak oleh tanduk kijang itu. Kijang
tidak pernah ditembak orang di antara tanduknya, sebab kijang
yang hidup di daerah ini tidak bertanduk. Barangkali Anda murid
sekolah yang baru datang dari New York.”
Kami bangkit dengan terperanjat, lalu memandang kepada
pembicara itu, yang kini keluar dari semak belukar di mana ia
bersembunyi dan mendengarkan percakapan kami. Percakapan
selanjutnya tidak akan saya ulang. Ia menanyai kami sebagai
seorang guru menanyai muridnya. Kemudian diajaknya kami
mengikuti dia.
Kira-kira satu mil jauhnya dari sungai itu ada sebuah pondok yang
disebutnya rancho. Pondok itu letaknya di padang rumput yang
dikelilingi oleh semak belukar. Di belakang pondok itu ada beberapa
kandang tempat memberi perlindungan kepada kuda dan ternak
yang lain pada hari buruk. Bekas cowboy itu kini sudah menjadi
peternak yang berdiri sendiri. Ia mempunyai seorang pembantu
orang kulit putih, Will Lition namanya. Lain daripada itu ada pula
beberapa pembantu bangsa Indian-ular yang mengabdi dengan
setia dan oleh Old Wabble disebut vaqueros (gembala). Ketika kami
datang, orang-orang itu sedang memuati sebuah pedati ringan
dengan terpal dan barang-barang lain.
“Kami hendak berburu kijang ” kata Old Wabble. “Mereka sedang
membuat persiapan untuk pergi berburu. Anda harus ikut, saya
ingin mengetahui kecakapan Anda; sekiranya Anda mempunyai
bakat, maka Anda boleh tinggal di sini. Akan tetapi masuklah
dahulu, sebab: it’s clear, orang yang lapar perutnya tentu tak dapat
menembak.”
Pendapat itu cocok benar. Kami makan dan minum sepuas-
puasnya: kemudian berangkatlah kami, Old Wabble memberi kami
kuda tunggangan. Sambil membimbing seekor kuda beban bekas
cowboy itu berjalan di depan. Saya diajaknya berjalan di sisinya.
Ketika saya menoleh, saya melihat Ben Needler dan Will Lition
berjalan bersama-sama dan di belakang mereka menyusul pedati
yang ditarik empat ekor kuda dan dikendarai oleh salah seorang
dari keempat vaqueros itu. Orang Indian itu Pap Much namanya,
orang-orang Indian yang lain tidak ikut karena harus menjaga
rancho. Sampai ke sebuah sungai kami mencari tempat yang
dangkal untuk menyeberang.
Setelah kami semuanya menyeberang dengan selamat maka kami
berjalan terus, berturut-turut melalui sebuah hutan belukar, sebuah
lembah yang ditumbuhi oleh rumput belaka dan akhirnya
sampailah kami kepada sebuah savanna. Setelah beberapa jam
lamanya kami berjalan, maka tibalah kami pada suatu tempat di
mana tanah mulai menanjak. Di sini kami berhenti untuk
beristirahat. Pedati dipunggah dan kami memasang kemah. Kuda
kami, kami ikatkan, lalu kami membuat api. Maksud kami akan
tinggal sehari lamanya di sini untuk berburu kambing hutan.
Siapa tahu, barangkali kami akan menjumpai bison pula, sebab
tidak jauh dari perkemahan kami ada kami melihat kerangka bison
berserakan. Pap Much kami suruh menjaga kemah dan kami orang
kulit putih pergi ke paya-paya di daerah pegunungan di dekat situ,
di mana menurut Old Wabble banyak kijang berkeliaran.
Sayang sekali hari itu kami tidak melihat atau menjumpai binatang
perburuan apapun. Itu tidak saya sesalkan, oleh karena dengan
demikian Old Wabble tidak mendapat kesempatan untuk menguji
kecakapan saya menembak. Berterus-terang saja, pada ketika itu
hati saya berdebar-debar dan saya merasa cemas sekali; barangkali
dari jarak tigapuluh langkah saya masih dapat menembak menara
gereja, akan tetapi menembak seekor kambing gunung dari jarak
enampuluh langkah mustahil dapat saya lakukan dengan hasil yang
memuaskan.
Tiba-tiba sekali Old Wabble ingin mencoba kecakapan kami
menembak; kami menembak beberapa burung ruak, yang hinggap
pada kerangka bison yang letaknya kira-kira tujuhpuluh langkah dari
tempat kami. Kini terpaksa saya menempuh ujian itu! Tembakan
saya yang pertama sudah saya lepaskan, tentu saja tidak mengena.
Burung-burung itu tidak terbang, bahkan bergerakpun tidak.
Adakah mereka itu mengetahui bahwa saya tidak dapat
menembak?
Boleh jadi, akan tetapi lain daripada itu burung ruak tidak pernah
takut mendengar tembakan, sebab mereka tahu bahwa mereka
tidak pernah diganggu oleh pemburu. Bahkan sebaliknya, bagi
mereka tembakan merupakan tanda bahwa mereka akan mendapat
makanan. Jikalau binatang yang tertembak itu tidak ditinggalkan
oleh pemburu, maka setidak-tidaknya isi perutnya akan dibuang
dan akan menjadi mangsa burung ruak. Saya menembak tiga kali
lagi, semuanya tidak mengena. Kini datang giliran Ben. Dua kali Ben
menembak tanpa mengena, akan tetapi tembakannya yang ketiga
mengenai sasaran.
“ Tuan-tuan, it’s clear, nyatalah kini bahwa Anda berdua dilahirkan
untuk menjadi pemburu prairi. Jangan khawatir! Segala kecakapan
sudah Anda miliki, kecakapan itu tidak akan dapat bertambah lagi
dengan jalan dan usaha apapun.”
Dalam pada itu, Old Wabble tertawa terkelak-kelak. Ben menerima
ejekan itu dengan tawakal, akan tetapi saya menjadi marah.
Akibatnya tak lain daripada sentakan belaka: “Diam, Tuan! Anda tak
berhak menggerutu, teman Anda masih dapat mengenai sasaran
pada tembakan yang ketiga, akan tetapi Anda hanya menembak
bulan. Anda tidak mempunyai bakat sama sekali untuk hidup di
daerah Barat ini; Anda sama sekali tidak berguna bagi saya. Hanya
satu nasihat saja yang dapat saya berikan kepada Anda: pulanglah
selekas-lekasnya ke tempat asal Anda, di sini Anda akan mati
kelaparan.”
Ucapan itu sangat mengesalkan hati saya; tidak ada orang yang
dilahirkan untuk segera menjadi pemburu yang ulung. Saya
membulatkan hati untuk memperlihatkan sesuatu yang akan
mengagumkan bekas cowboy itu.
Keesokan harinya kami pergi ke paya-paya di pegunungan Salmon-
River. Kuda beban kami muati dengan bekal makanan, alat-alat
untuk memasak, selimut dan perbekalan lainnya. Pedati kami, kami
tinggalkan, sebab jalan yang akan kami tempuh itu tidak dapat kami
pergunakan untuk membawa pedati. Daerah itu Anda kenal jadi tak
usahlah saya menceriterakan perjalanan kami. Anda tahu betapa
sulitnya jalan itu untuk ditempuh, terutama pada tempat di mana
Snakes Canyon menikung dengan tajam, dari mana kita harus
menurun untuk mencapai jalan perburuan yang terkenal sebagai
jalan Wihinasht.
Di sebelah kanan kami ada dinding tanah batu yang tinggi di
sebelah kiri kami jurang yang curam dan di tengah-tengahnya itulah
letak jalan yang harus kami lalui, yang lebarnya tidak lebih daripada
tujuhpuluh sentimeter. Untung kuda kami sudah biasa menempuh
jalan sesempit itu dan sudah biasa pula berjalan di tepi jurang yang
curam. Akhirnya kami sampai dengan selamat pada tikungan yang
saya sebut tadi akan tetapi segera timbullah bahaya yang lain.
Baru saja kami mendaki jalan di Wihinasht, maka kami bertemu
dengan delapan orang Indian berkuda. Empat orang di antara
mereka memakai tandatanda ketua suku. Mereka sedikitpun tidak
terkejut bertemu dengan kami dengan sekonyong-konyong, hanya
ketika mereka melalui kami mereka melihat ke arah kami, tetapi
dengan pandang yang acuh tak acuh.
Salah seorang yang berjalan di muka mengendarai kuda putih dan
ada membawa sebuah benda panjang yang dihiasi dengan jumbai.
Bagi saya mereka itu tampaknya bukan sebagai orang yang
membahayakan, lebih-lebih oleh karena mereka tidak membawa
tanda-tanda bahwa mereka sedang berperang, lagi pula mereka
tidak membawa senjata. Akan tetapi demi mereka membelok maka
Old Wabble menghentikan kudanya seraya berkata: “Keparat! Apa
maksud bedebah-bedebah itu datang ke mari? Mereka itu ialah
orang Indian dari suku Panasht yang bermusuhan dengan Indian-
ular. Hendak ke mana? Jangan-jangan mereka melalui rancho saya.
Anak buah saya yang saya tinggalkan di rancho terancam oleh
bahaya!”
“Mereka tidak bersenjata!” demikian saya menyangkal.
Old Wabble tidak menjawab, melainkan berkata lagi:
“Kita harus kembali ke kemah, bahkan barangkali kita harus pulang
ke rancho. Hari ini kita tak dapat berburu. Orang-orang Indian itu
harus kita dahului. Saya mengetahui sebuah jalan sempit yang
meminta ke perkemahan kita. Ayo, boys! Bergegas-gegaslah kita.
Kalau mereka bermaksud jahat, jangan ragu-ragu kita menembak
mereka, it’s clear!”
Kami memacu kuda kami. Lima menit lamanya kami melalui jalan
kecil di antara tanah batu. Kemudian tibalah kami pada sebuah
lembah yang sempit, yang tanahnya sebagian merupakan paya-
paya dan sebagian ditumbuhi rumput. Di tengah-tengah lembah itu
ada sebuah batang air. Old Wabble turun serta berkata:
“Di ujung lembah ini ada sebuah jalan kecil yang menurun ke arah
kemah. Dengan menempuh jalan itu kita akan sampai lebih dahulu
daripada orang kulit merah itu. Kita dapat berkuda, jadi seorang
daripada kita harus tinggal di sini untuk menjaga keamanan kuda
kita. Untuk tugas itu saya pilih Sam yang masyhur ini, yang sudah
dapat menembak empat kali tanpa mengenai sasaran. Kalau kita
menghadapi orang Indian, dia tak ada gunanya sama sekali bagi
kita, bahkan saya khawatir kalau-kalau tembakannya tidak
mengenai orang Indian melainkan mengenai kita.”
Sam yang masyhur itu ialah saya. Samuel Parker, bekas jurutulis di
Princeton! Saya hendak menyanggah, akan tetapi segera saya insaf
bahwa saya terpaksa harus menyerah. Ketiga orang itu mengambil
senjatanya lalu berangkat, setelah Old Wabble memesankan
dengan keras kepada saya jangan sekali-kali saya meninggalkan
tempat itu.
Marah saya bukan kepalang! Akan saya biarkankah mereka
membunuh orang-orang Indian yang sama sekali tidak mempunyai
maksud jahat itu? Dapatkah itu saya biarkan! Tidak! Bukankah
mereka itu manusia biasa seperti saya. Lagi pula kini saya mendapat
kesempatan untuk membalas dendam terhadap penghinaan tadi.
Saya belum tahu adat orang di daerah Barat. Saya hanya menuruti
kehendak hati saya belaka. Kuda beban dan ketiga ekor kuda
tunggangan itu saya ikatkan kepada pohon, lalu saya berjalan
cepat-cepat melalui jalan yang kami tempuh tadi. Saya merasa
mempunyai kewajiban untuk menyelamatkan orang-orang Indian
itu. Selekas-lekasnya saya menuruni jalan Wihinasht, lalu masuk ke
Snakes Canyon. Tidak lama kemudian saya melihat orang-orang
Indian itu di muka saya. Mereka mendengar saya datang, lalu
menoleh serta menghentikan kudanya. Saya bertanya adakah di
antara mereka yang mengerti bahasa Inggeris. Orang Indian yang
menunggangi kuda putih dan membawa benda panjang itu
menjawab:
“Saya To-ok-uh. Panah Cepat, seorang pemimpin Panasht-
Shoshone. Adakah saudara saya orang kulit putih membawa pesan
dari orang tua yang ternaknya digembalakan oleh orang Indian-
ular?”
“O, Anda kenal orang tua itu?” tanya saya. “Anda disangkanya
musuh dan ia sudah pergi mendahului Anda untuk membunuh
Anda. Sebagai seorang Kristen saya merasa wajib memberi Anda
ingat terhadap bahaya itu.”
Orang Indian itu menatap muka saya seraya bertanya:
“Di mana kuda teman-teman Anda?”
“Di lembah yang terletak di seberang jalan Wihinasht.”
Kemudian orang kulit merah itu bercakap-cakap dengan perlahan-
lahan dengan teman-temannya, lalu dengan sikap yang ramah-
tamah ia bertanya lagi kepada saya:
“Saudara saya orang kulit putih belum lama di daerah ini?”
“Baru kemarin saya datang.”
“Apa maksud orang kulit putih itu pergi ke pegunungan?”
“Kami hendak berburu kijang.”
“Adakah saudara saya seorang pemburu yang ternama?”
“Bukan; saya tidak pandai menembak.”
Dengan tersenyum ia bertanya terus sampai ia mengetahui segala-
galanya. Saya dimintanya menyebut nama saya. Kemudian ia
berkata:
“Samuel Parker itu terlalu sukar bagi orang kulit merah untuk
mengucapkannya. Lebih baik Anda kami sebut At-Pui, Orang Yang
Baik Hati. Jikalau Anda ingin lebih lama tinggal di sini, Anda harus
bersikap lebih hati-hati lagi. Kebaikan hati Anda dapat
mencelakakan Anda. Anda boleh mengucap syukur bahwa kami
tidak sedang berperang. Lihatlah wampum ini — sementara itu ia
menunjuk kepada benda panjang yang berjumbai itu —
mengandung pesan perdamaian kepada sekalian suku Shoshone.
Kami tidak ada membawa senjata. Maksud kami ialah hendak
menyampaikan pesan itu kepada orang-orang Indian-ular yang
bekerja pada peternakan itu, agar di sampaikan kepada ketua-ketua
suku Shoshone. Kami tidak mempunyai alasan untuk merasa takut,
tetapi sungguhpun begitu saya berterimakasih juga kepada Anda,
seakan-akan kami sudah Anda selamatkan dari bahaya maut.
Sekiranya Anda memerlukan teman, datanglah kepada kami! At-
Pui, Orang Yang Baik Hati, selalu akan kami sambut dengan segala
senang hati. Howgh!”
Ia menjabat tangan saya dan hendak meneruskan perjalanannya.
Tapi segera saya minta kepadanya jangan hendaknya ia
menceriterakan pertemuan ini kepada peternak tua itu. Kemudian
kami berpisah. Saya merasa puas, sekalipun saya insaf bahwa
perbuatan saya itu tidak bijaksana. Sebaliknya saya yakin bahwa
saya sangat tidak hati-hati.
Setiba kembali di lembah, kuda beban dan kuda-kuda tunggangan
itu saya lepaskan dari ikatannya, agar mereka dapat makan rumput.
Waktu yang luang itu saya pergunakan untuk berlatih menembak.
Persediaan mesiu saya lumayan banyaknya dan di dalam karung
perbekalan itu ada pula mesiu dalam jumlah yang banyak. Setelah
saya menghabiskan mesiu saya, dapatlah saya mengatakan bahwa
kini saya dapat menembak menara gereja dengan tepat dari jarak
duaratus langkah.
Menjelang malam Old Wabble. Ben dan Will datang kembali.
Mereka sudah bertemu dengan orang-orang kulit merah itu dan
saya diberitahu bahwa orang-orang Indian itu tidak mempunyai
maksud yang jahat, melainkan hendak menyampaikan wampum
belaka dan sesudah itu berbalik. Tentu saja saya berdiam diri, tidak
membuka rahasia saya.
Kami memutuskan bermalam di situ dan keesokan harinya kami
melanjutkan perjalanan kami ke paya-paya yang tidak seberapa
jauh letaknya dari tempat itu. Paya-paya itu letaknya di dalam suatu
lembah yang lebih luas daripada lembah yang kami kunjungi
kemarin. Di tengah-tengah lembah itu adasebuah danau kecil yang
tepinya berpaya-paya. Di dekatnya ada hutan belukar. Setelah kami
memunggah muatan kuda beban, maka kami memasang kemah, di
mana saya harus tinggal untuk menjaga kuda. Kemudian teman-
teman saya berangkat untuk berburu. Sampai rembang tengah hari
saya tidak mendengar apa-apa; kemudian saya mendengar
beberapa tembakan. Tidak lama sesudah itu saya melihat Ben
Needler berjalan ke arah kami. Ia sudah diusir oleh Old Wabble,
oleh karena ia tergesa-gesa sekali menembak seekor kijang.
Menjelang malam kembalilah Old Wabble dengan Litton.
Orang tua itu masih marah juga, katanya:
“Jejak banyak sekali, bukan jejak kijang saja, melainkan jejak orang
kulit merah juga yang sudah mendahului kita. Kijang-kijang itu
sudah terusir oleh mereka, it’s clear! Hanya seekor saja yang kami
jumpai, tetapi si Needler itu terburu-buru benar menembak,
sehingga kijang itu dapat lari. Itulah upahnya kalau orang membawa
plonco. Tetapi saya tidak mau pulang sebelum memperoleh seekor
kijang, biarpun saya terpaksa menunggu di sini beberapa hari
lamanya.”
Sesudah itu ia tidak mau berbicara lagi dengan kami berdua. Ketika
ia keesokan harinya mengajak Lition pergi berburu, marahnya
belum hilang juga. Kedua orang plonco itu harus tinggal di sini,
karena mereka hanya akan mengganggu saja, katanya. Kini kami
dapat melaksanakan rencana yang telah kami mufakati berdua.
Jikalau kawanan kijang itu sudah terusir, maka sudah pasti tidak ada
lagi di lembah ini, melainkan di luarnya. Karena itu kami harus
mencari di tempat lain. Oleh karena ada kemungkinan bahwa baru
menjelang malam kami akan kembali, maka kuda beban kami bawa
untuk mengangkut perbekalan yang kami perlukan.
Kami meninggalkan lembah kami, lalu sampai kepada lembah lain di
mana tidak ada danau atau paya-paya, akan tetapi pasti tidak ada
kijang juga, sebab di tempat itu sudah ada orang. Kami melihat
seekor keledai yang berkeliaran sambil memakan rumput. Di mana
ada keledai, niscaya ada manusia. Tetapi orang yang mempunyai
keledai itu tidak kami lihat. Di manakah mereka? Ben berjalan ke
arah keledai itu, akan tetapi saya berjalan terus sambil
membimbing kuda beban saya.
Demikian keledai itu melihat Ben, maka ia berpaling lalu lari dengan
melompat-lompat ke arah saya. Maka saya melihat bahwa binatang
itu bukan keledai. Segera saya turun lalu berlutut sambil
membidikkan bedil saya. Saya melepaskan tembakan; binatang itu
masih melompat dua atau tiga kali, lalu rebah.
Saya berlari-lari ke tempat binatang itu, Ben berbuat demikian juga.
Peluru saya mengenai bahunya, tembus ke dalam dadanya.
Binatang itu seekor kijang. Hasil perburuan kami itu kami ikatkan
pada punggung kuda beban, lalu kami berjalan terus. Sebentar
kemudian sampailah kami pada ujung lembah. Di sebelah kiri kami
ada dinding batu yang tak dapat dipanjati, akan tetapi di depan
kami ada sebuah bukit kecil dan di belakangnya ada sebuah lagi.
Oleh karena kuda beban kami pandai memanjat, maka kami
memutuskan untuk pergi ke bukit di depan kami.
Dengan susah payah sampailah kami ke atas. Kini tanah itu
menurun. Dari jauh kami mendengar suara orang membuat gaduh.
Siapakah itu? Kami harus mengintai. Segera kami memanjat terus
hingga sampai pada suatu tempat dari mana kami dapat melihat ke
bawah. Needler hendak menjenguk, akan tetapi oleh karena ia
berpakaian putih, jadi dapat dilihat orang dari jauh, maka saya
tariklah ia kembali dan saya maju untuk menjenguk.
Apa yang terjadi di dalam lembah yang ke dua itu hanya sebagian
saja dapat saya lihat, oleh karena tempat peninjauan saya tidak
cukup tinggi. Saya melihat tujuh orang Indian berkuda yang sambil
berteriak-teriak, mengejar sesuatu yang tidak dapat saya lihat.
Bunyi teriak itu makin lama makin dekat, akhirnya menjadi
sedemikian kerasnya sehingga kuda beban kami menggerak-
gerakkan telinganya dan mengibas-ngibaskan ekornya.
Karena itu Ben saya suruh turun untuk menenangkan binatang itu.
Kini saya melihat seorang Indian yang duduk di tempat yang agak
tinggi, kira-kira empatpuluh langkah jauhnya dari tempat saya.
Orang itu ialah To-okuh, yang menganggukkan kepalanya ke arah
saya sambil memberi isyarat dengan tangannya agar saya berdiam
diri. Mengapa ia ada di situ? Mengapa saya harus berdiam diri?
Kemarin dulu ia tidak bersenjata; sekarang ia memegang bedil yang
diletakkannya di atas lututnya.
Sedang saya berpikir-pikir, maka bunyi teriak orang Indian itu makin
lama makin dekat dan di bawah saya, saya mendengar bunyi batu
yang jatuh. Aduhai, apa yang saya lihat itu? Binatang yang
menakutkan Sambil mendengus-dengus dengan keras sekali ia
memanjat bukit di tempat kami. Tubuhnya besar, badannya lebih
dari dua meter panjangnya, kakinya panjang. Demi binatang buas
itu melihat Ben Needler dan kuda beban kami, maka ia mengangkat
kepalanya lalu membelok ke arah saya.
Ben memekik karena terkejut, melemparkan bedilnya, berpaling,
lalu lari tunggang-langgang tanpa mengindahkan tempat yang
dilaluinya. Kuda kami melompat ke bawah. Saya tidak sempat
melihat adakah Ben dan kuda itu selamat sampai ke bawah, sebab
binatang buas itu telah berlari ke arah saya. Bukan main terkejut
saya! Bedil saya terjatuh.
Saya harus lari! Saya melompat dari batu yang satu ke batu yang
lain, akan tetapi binatang itu mengikuti saya. Untung saya melihat
sebuah gua di dalam tanah batu. Secepat-cepatnya saya merangkak
masuk. Gua itu gelap dan binatang buas itu telah mencoba
memasukkan kepalanya ke dalam lubang gua.
Ia mendengus-dengus, nafasnya tertiupkan ke muka saya. Akhirnya
binatang itu mengundurkan diri, oleh karena tidak dapat masuk
terhalang oleh tanduknya, lalu lari ke tempat lain. Dalam pada itu ia
menghadap ke arah tempat To-ok-uh. Ketua suku itu membidikkan
bedilnya lalu menembak... dan... kijang itu rebah. Ya, binatang yang
saya sangka binatang buas itu kini ternyata seekor kijang yang
besar.
Dalam sekejap mata To-ok-uh sudah turun ke bawah lalu berlari-lari
ke arah binatang itu. Saya menjengukkan kepala saya dan ketua
suku Indian itu berkata:
“Saudara saya orang kulit putih boleh ke luar. Kijang ini jatuh oleh
pelurunya, jadi adalah miliknya.”
“Peluru saya” tanya saya dengan heran, sambil saya merangkak ke
luar dari gua itu.
“Ya,” jawabnya dengan mengangguk. “Anda ialah At-Pui. Orang
Yang Baik Hati, yang telah menolong kami. Karena itu maka Anda
akan menjadi masyhur. Prajurit-prajurit Panasht telah menyerahkan
wampumnya dan dengan cepat-cepat telah kembali ke lembah
kijang, tempat mereka menyembunyikan senjata mereka. Di
lembah itu Anda tidak akan menjumpai kijang, kecuali anak kijang
yang Anda ikatkan pada punggung kuda beban Anda.
“Anda adalah orang yang jujur, sebab Anda mengatakan bahwa
Anda tidak pandai menembak, tetapi ucapan itu hendaknya jangan
Anda ulang lagi, sebab saya menginginkan agar teman-teman Anda
menghormati Anda seperti kami mencintai Anda. Saya duduk di
atas batu itu dan menyuruh orang-orang saya menggiring kijang
besar itu ke arah saya. Ketika itu saya melihat Anda dan segera saya
putuskan untuk menghadiahkan kijang itu kepada Anda.
“Binatang itu mati tertembak oleh peluru Anda, supaya Anda
menjadi masyhur sampai Anda benar-benar pandai menembak.
Teman Anda tidak melihat saya dan saya akan menyingkir agar ia
tidak akan melihat saya. Mudah-mudahan kita akan berjumpa lagi.
Howgh!”
Ia menjabat tangan saya lalu menghilang di antara batu-batuan.
Itulah cara orang Indian menyatakan rasa terima kasihnya. Ia
memberi saya kesempatan untuk menjadi masyhur. Tetapi
bolehkah saya menerima hadiah itu? Dan boleh pulakah saya
menolaknya? Tidak, saya tidak boleh menolak, sebab dengan
demikian maka orang Indian itu akan mengira bahwa saya tidak
mau menerima terimakasihnya dan dengan demikian tidak
menghargai pernyataan persahabatannya. Old Wabble telah
menghina saya. Apa salahnya kalau saya sekarang membalas
dengan cara yang akan membuat dia iri hati.
Saya memungut bedil saya, lalu turun ke dalam lembah.
Dari jauh saya melihat Ben Needler berdiri di samping kuda beban
kami. Dengan lambaian tangan saya panggil dia supaya mengikuti
saya ke tempat di mana kijang itu berbaring. Ben tidak melihat
orang Indian tadi dan tidak seorangpun mengetahui bahwa saya
mengenal ketua suku Panasht itu. Ben tentu akan yakin bahwa
sayalah yang menembak kijang itu. Ia memandang saya dengan
keheran-heranan; barangkali ia menaruh iri hati juga. Karena itu
maka saya katakan kepadanya bahwa di depan teman-teman kami
saya akan mengatakan bahwa Ben yang menembak anak kijang itu.
Ben saya suruh pulang dengan membawa kuda beban kami untuk
mengambil Old Wabble dan Lition. Saya akan tinggal di situ untuk
menjaga agar kijang itu tidak akan diganggu oleh burung ruak atau
binatang-binatang lain. Hari sudah petang ketika Ben datang
bersama-sama dengan Old Wabble dan Litton. Bekas cowboy itu
berdiri tercengang-cengang. Ia mengaku dengan berterus terang
bahwa ia belum pernah melihat kijang sebesar itu.
Perburuannya tidak menghasilkan apa-apa. Sekonyong-konyong ia
membelalakkan matanya ke arah saya sambil berkata:
“Nah, sekarang saya tahu maksud Anda. Ketika Anda kemarin dulu
empat kali menembak hawa, Anda hendak menipu saya, it’s clear;
akan tetapi saya berharap jangan hendaknya Anda berbuat begitu
lagi kalau Anda ingin tetap menjadi sahabat saya!”
Kami tetap bersahabat dan kemudian masih seringkali kami
berburu dengan hasil yang baik sekali, berkat latihan menembak
yang saya adakan dengan diam-diam. Lagi pula hadiah ketua suku
Panasht itu seakan-akan memberi saya pandangan yang tajam dan
tangan yang tidak gemetar. Tidak lama sesudah itu tembakan saya
sudah sedemikian baiknya sehingga Old Wabble tidak pernah
menaruh curiga terhadap penipuan saya itu. Masih berkali-kali saya
bertemu dengan Panah Cepat dan setiap kali saya disebutnya At-
Pui, Orang Yang Baik Hati. Ia menyimpan rahasia saya baikbaik dan
hari ini untuk pertama kali saya membuka rahasia saya. “Ya, Tuan-
tuan, saya mengaku dengan terus terang, bahwa kijang saya yang
pertama sesungguhnya bukan hasil perburuan saya yang pertama,
akan tetapi kijang itu bukan kijang saya yang terakhir, Howgh!”
Ia berdiam diri dan orang-orang yang lain asyik bercakap-cakap
tentang kisah yang baru didengarnya itu. Saya tidak ikut berbicara.
Setiap orang pemburu prairi harus menempuh masa pelajarannya
masing-masing; tidak seorangpun di lahirkan sebagai pemburu
prairi yang ulung! Saya pun mempunyai guru juga, guru yang
pertama ialah Sam Hawkens dan kemudian saya mempunyai
seorang guru yang tak ada bandingnya, yaitu sahabat dan saudara
saya Winnetou.
Akan Old Wabble, saya sudah banyak mendengar tentang dia, akan
tetapi belum pernah bertemu. Namanya banyak sekali di
percakapkan orang, perbuatannya menjadi bahan dan pokok kisah
yang di ceriterakan oleh para pemburu prairi dan bagi mereka dia
adalah seorang pahlawan. Sepanjang ceritera-ceritera itu Old
Wabble adalah orang yang ganjil, yang tidak diketahui orang di
mana ia mengembara, akan tetapi dengan sekonyong-konyong
menampakkan dirinya di sana-sini, hanya untuk waktu yang singkat
saja dan peristiwa itu selalu menjadi bahan untuk dongeng yang
aneh-aneh.
Semasa mudanya ia mendapat sebutan “Raja Cowboy”. Kini usianya
ditaksir orang sudah lebih daripada sembilan puluh tahun, akan
tetapi geraknya masih cepat dan kecakapannya belum lagi
berkurang. Hanya rambutnya yang putih menunjukkan bahwa
usianya sudah lanjut dan pengalamannya sudah banyak sekali. Saya
selalu ingin sekali bertemu dengan dia. Kini ia tidak jauh di muka
saya, akan tetapi barangkali ia akan menghilang lagi seperti yang
sudah menjadi adatnya.

HANTU MISTAKE CANYON


Hari sudah menjadi malam. Karena orang Comanche di duga
berkeliaran di dekat perkemahan kami, maka kami tidak boleh
membuat api. Karena itu maka kami tak mempunyai selera lagi
untuk bercakap-cakap atau mendongeng. Kami segera pergi 􀀚dur.
Ke􀀚ka keesokan harinya kami hendak berangkat, maka ternyatalah
bahwa kekhawa􀀚ran Parker beralasan. Komandan pasukan tentara
itu menghendaki agar salah seorang dari pemburu itu 􀀚nggal di situ
untuk bertugas sebagai penyelidik.
Tetapi pemburu-pemburu itu menolak dengan sekeras-kerasnya,
sehingga akhirnya komandan itu mengalah. Seorang penyelidik
yang diperolehnya dengan paksaan tentu tidak akan berguna.
Untuk berolok-olok saya menawarkan diri saya. Tetapi dengan lekas
ia menolak serta berkata: “Ah, Anda lebih baik berjalan terus saja,
Mr. Charley! Orang yang pekerjaannya mencari tulang mayat, 􀀚dak
berguna sama sekali bagi saya. Paling banyak Anda akan menjadi
beban bagi kami.”
Rupa-rupanya ia telah mendengar untuk apa saya pergi ke daerah
Barat ini. Jawab itu menggembirakan hati saya. Kami minta diri, lalu
naik ke atas kuda. Saya berbuat seakan-akan saya masih plonco
sekali dan hanya dengan susah payah dapat melangkahkan kaki
kanan saya ke atas punggung kuda saya. Selama perjalanan itu saya
berbuat pura-pura masih canggung menunggang kuda, supaya
teman-teman seperjalanan saya tidak menaruh curiga.
Kemudian saya mendengar bahwa orang-orang itu bertemu dan
berkenalan di jalan dekat Rio Vila dan dengan kebetulan saja
hendak pergi ke Texas semuanya, tetapi masing-masing dengan
tujuannya sendiri. Dengan demikian maka mereka itu 􀀚dak dapat
disebut rombongan yang terikat oleh satu pikiran atau satu tujuan.
Perjalanan dari perkemahan tentara itu sampai ke Mistake Canyon
meminta waktu empat jam lamanya. Dalam perjalanan itu 􀀚dak ada
terjadi sesuatu. Untuk periang ha􀀚 maka Jozua Hawley kami minta
menebus janjinya, yakni menceriterakan pengalamannya di Mistake
Canyon.
Jawabnya singkat saja; ia akan menepa􀀚 janjinya. Jawabnya yang
singkat itu sudah menyingkapkan tabir rahasianya bagi saya; saya
menger􀀚 bahwa dialah orang kulit putih yang karena kekeliruan
telah menembak sahabatnya orang kulit merah. Peristiwa itu rupa-
rupanya sangat memberatkan sanubarinya: itu tampak pada air
mukanya pada kesempatan pertama saya melihat dia.
Sampai kini kami masih berjalan di dataran 􀀚nggi yang makin lama
makin menurun. Akhirnya kami berhen􀀚 di dekat sebuah jurang.
Jurang itu sangat curam dindingnya dan dinding itu tingginya
sekurang-kurangnya ada seratus meter.
Kami mendengar desir air yang datang dari bawah. Air sungai itu
tampaknya seper􀀚 􀀚nta hitam. Di tempat kami berhen􀀚 itu ada
beberapa pohon kaktus yang besar, yang tumbuh di tepi dinding
batu. Lembah itu ialah Mistake Canyon yang harus kami lalui.
Barangsiapa melihat ke bawah niscaya merasa seakan-akan dari
tempat itu mengancam bencana. Saya sudah banyak sekali melihat
Canyon dan sudah seringkali mengarunginya, akan tetapi 􀀚dak ada
sebuah lembah yang sedahsyat ini.
Melalui jalan kecil yang sangat curam kami berjalan menurun.
Kemudian kami menyeberangi sungai yang kini ternyata
mempunyai warna yang biasa saja. Sampai kepada suatu batu
dimana tenaga arus air itu memecah. Jos menghentikan kudanya,
lalu duduk di atas batu itu serta berkata:
“Inilah tempat dimana saya hendak menebus janji saya. Turunlah,
Tuan-tuan! Anda akan mendengar bagaimana ceritera hantu
Mistake Canyon itu terjadi.”
“Hantu?” kata Sam Parker dengan tertawa: “Hanya orang yang
bodoh saja percaya kepada hantu. Di sini seorang pemburu kulit
pu􀀚h telah menembak sahabatnya seorang Apache karena
kekeliruan belaka. Akan tetapi tak seorangpun dapat mengetahui
siapa orang kulit pu􀀚h itu dan bagaimana asal hantu
Mistake Canyon itu terjadi.”
“Saya dapat mengatakannya, hanya saya saja,” kata Jos.
“Anda? Tahukah Anda bagaimana peristiwa itu terjadi?”
“Betapa saya 􀀚dak tahu! Dari sini, dari batu di mana saya duduk ini,
saya telah melepaskan tembakan yang membawa celaka itu.
Dewasa itu mata saya masih tajam, sebab peris􀀚wa itu terjadi
􀀚gapuluh tahun yang lampau, akan tetapi mata saya itu 􀀚dak cukup
tajam untuk membedakan yang betul dan yang salah. Saya
mempunyai seorang sahabat, seorang Indian dari suku Apache,
namanya Tkhlisch Lipa, artinya Ular Kobra. Saya pernah
menyelamatkan jiwanya dan karena itu ia berjanji akan
menunjukkan saya tempat di mana terdapat nuggets dalam jumlah
yang besar.
Saya mencari empat orang yang saya pandang cakap untuk
menemani saya pergi ke tempat emas itu. Kami harus ha􀀚-ha􀀚
benar, karena tempat itu letaknya di dalam daerah orang
Comanche. Oleh sebab itu maka kami berjalan kaki.
Hanya teman saya orang Apache saja yang berkuda ia 􀀚dak mau
berpisah dengan mustangnya. Berenam sampailah kami ke lembah
ini. Pada tepi lembah yang di sebelah sini Anda melihat beberapa
pohon kaktus-raksasa. Dahulu di belakang pohon-pohonan itu
banyak sekali terdapat pohon kaktus, sehingga dapat disebut
sebuah hutan kaktus. Di sana kami mendirikan sebuah pondok
untuk jadi tempat 􀀚nggal kami sementara. Pekerjaan mencari emas
kami lakukan di sini, di sebelah sungai.
Segera kami membagi pekerjaan: seorang harus menjaga pondok,
seorang lagi harus pergi berburu untuk menjamin makanan kami.
Pekerjaan berburu itu harus dilakukan dengan sangat hati-hati oleh
karena Avat Cuts (*Kerbau Besar), ketua suku orang Comanche
yang tinggal di daerah ini terkenal sebagai orang yang bengis dan
sebagai seorang pencari jejak yang sangat ulung. Karena itu se􀀚ap
orang saya pesankan dengan sangat agar selalu membawa
senjatanya. Kedua tugas tersebut dijalankan bergiliran oleh kelima
teman saya ; hanya saya sendiri selalu bekerja di bawah.
Tkhlisch Lipa tidak berdusta; perolehan kami lebih daripada
memuaskan. Sudah kira-kira 􀀚ga minggu lamanya kami bekerja di
situ. Pada suatu hari teman saya orang Apache bertugas di dalam
pondok. Seorang teman saya yang lain, Dinters namanya, pergi
berburu. Yang lain membantu saya menggali emas. Teman saya
orang kulit merah 􀀚dak banyak kerjanya, karena itu untuk mengisi
waktu ia menanggalkan baju luarnya yang terbuat daripada selimut
san􀀚llo, lalu menggosok badannya dengan lemak beruang agar
jangan dikerumuni oleh nyamuk, lalat dan serangga yang lain.
Tiba-􀀚ba ia mendengar bunyi di belakangnya. Ia mengangkat
kepalanya dan... melihat orang yang sangat ditaku􀀚nya, yaitu Avat
Cuts, ketua suku orang Comanche. Ketua suku itu sedang
mengayunkan bedilnya di atas kepalanya. Sebelum teman saya
dapat mengelak, kepalanya sudah kena pukul yang sedemikian
hebatnya sehingga ia jatuh pingsan. Ia dibiarkan saja terbaring di
situ dan Avat Cuts masuk ke dalam pondok untuk menyelidikinya. Ia
menemukan kantong-kantong kulit kami yang berisi nuggets, lalu
digantungkannya pada ikat pinggangnya. Kemudian ia berbalik lalu
menukarkan bajunya dengan baju orang Apache yang terbuat dari
selimut & san􀀚llo itu. Kemudian ia bersiul memanggil kudanya yang
di􀀚nggalkannya di belakang kaktus, akan tetapi pada saat itu ia
melihat bahwa mustang teman saya orang Apache itu jauh lebih
bagus daripada kudanya sendiri.
Kini Avat Cuts hendak mengambil scalp musuhnya. Ia
melangkahkan kakinya di atas badan Tkhlisch Lipa lalu
membungkuk dan dengan tangan kirinya dipegangnya rambut
orang Apache dan dengan tangan kanannya ia menggoreskan
pisaunya pada kulit kepala teman saya. Akan tetapi usahanya gagal.
Ular Kobra bangun karena sakit, lalu memegang tangan ketua suku
Comanche.
Mereka bergumul; berkat badannya yang jauh lebih besar Kerbau
Besar tentu akan dapat mengalahkan teman saya. Dalam pada itu
Dinters pulang dari pekerjaannya berburu. Ia menemukan jejak
orang Comanche lalu mengikutinya. Tiba di sudut hutan kaktus ia
melihat kedua orang Indian itu sedang berkelahi. Orang Comanche
yang memakai selimut san􀀚llo itu disangkanya temannya sendiri. Ia
membidikkan bedilnya lalu menembak ke arah orang Apache, akan
tetapi untung benar tembakannya 􀀚dak mengena. Mendengar
tembakan itu ketua suku orang Comanche menoleh, lalu segera
melepaskan diri. Bedilnya di􀀚nggalkannya dan tanpa berpikir
panjang ia naik ke atas punggung kuda teman saya orang Apache,
lalu melarikan diri secepat-cepatnya.
Ular Kobra segera melompat ke atas punggung kuda yang
di􀀚nggalkan oleh orang Comanche itu, lalu mengejar musuh yang
sedang lari itu. Dinters berdiri tertegun tercengang-cengang, 􀀚dak
menger􀀚 duduk perkara itu. Oleh karena ia kebetulan berdiri di
jalan ke luar dan tempat lain dihalang-halangi oleh pohon kaktus,
maka orang Comanche itu mengambil jalan kecil yang menuju ke
lembah. Ia tahu bahwa jalan sempit itu ialah jalan satu-satunya
untuk meninggalkan pondok itu, walaupun jalan itu sangat
berbahaya karena curam. Ya 􀀚dak menduga bahwa di bawah ada
empat orang kulit pu􀀚h sedang bekerja. Lihatlah, di dinding tanah
batu di seberang kita ini ada tanah yang menjorok; itulah jalan
sempit yang saya maksud. Untuk orang yang berjalan kaki jalan itu
sukar sekali di tempuh, apalagi untuk seorang berkuda.
Anda dapat memahami betapa heran kami melihat di sana dua
orang berkuda yang seakan-akan sedang berpacu; di muka orang
yang menunggangi mustang dan memakai selimut santillo milik Ular
Kobra, di belakangnya orang yang menunggang kuda yang belum
pernah kami lihat dan sedang mengayun-ayunkan lassonya hendak
menangkap penunggang kuda yang di mukanya. Kami mendengar
suara orang Apache yang tak hen􀀚-hen􀀚nya berseru: aguan selkhi
no khi! Tembaklah dia! Seruan itu tentu ditujukan kepada kami.
Segera saya memungut bedil saya. Penunggang kuda yang pertama
telah sampai ke dasar lembah, di sana, di seberang itu, lalu
melompat terus. Kini datang pengejarnya.
Sekarang ia melepaskan lassonya, akan tetapi pada saat itu juga
saya telah melepaskan tembakan saya. Saya mendengar dia
memekik lalu jatuh dari atas kudanya. Alangkah terkejut saya demi
saya melihat bahwa orang yang kena tembak itu tak lain daripada
teman kami sendiri. Ia menunjuk ke depan seraya berkata: “Darteh
litschane Avat Cuts: anjing itu ialah Kerbau Besar. Seketika itu
teman kami meninggal.”
Jos berdiam diri, memandang ke arah tempat yang ditunjuknya itu
dengan pandang yang mengandung kesedihan. Kamipun berdiam
diri pula. Akhirnya Jos melanjutkan kisahnya: “Demikianlah saya
membalas kebaikan ha􀀚 sahabat saya. Sejak itu lembah ini di sebut
Mistake Canyon. Seringkali saya mendengar orang menceriterakan
ceritera itu, akan tetapi tak pernah saya berani mengatakan bahwa
sayalah pelaku utama dalam ceritera itu. Sejak saat itu pikiran saya
tak pernah tenang. Akan tetapi oleh karena pada hari ini saya
berdiri kembali di tempat saya dahulu, maka tak kuasalah rasanya
saya menyimpan rahasia saya itu lebih lama. Kini boleh Anda
menyebut saya seorang pembunuh.”
“ Tidak!” seru teman-temannya. “Anda 􀀚dak bersalah. Tetapi
bagaimana kesudahannya dengan orang Comanche yang melarikan
diri itu? Dapatkah ia lolos?”
“ Tidak. Ke􀀚ka ia melompat, kudanya jatuh sehingga patah tulang
kakinya. Kami dapa􀀚 dia bersembunyi 􀀚dak jauh dari tempat kuda
itu. Anda tentu mengerti bahwa sebentar kemudian jumlah mayat
sudah bertambah dengan satu. Itulah undang-undang daerah Barat,
akan tetapi janganlah kita bicarakan lagi!”
“Bagaimana dengan emas?”
“Sesudah itu nasib kami berangsur-angsur menjadi sial. Pendapatan
kami makin hari makin berkurang, akhirnya kami 􀀚dak menemukan
emas lagi. Masih beberapa minggu lagi kami bekerja, menggali
disana-sini, akan tetapi usaha itu 􀀚dak membawa hasil sama sekali.
Dan emas yang kami bawa pulang habis dalam penjudian. Hanya
satu hal saja yang tersimpan dalam ha􀀚 saya dan tak akan
meninggalkan saya seumur hidup saya. Yaitu kenangkenangan pada
saat peluru saya mengenai teman saya orang kulit merah. Bayangan
itu selalu 􀀚mbul di muka saya dan di telinga saya masih terdengar
jeritnya. Marilah kita pergi! Tak tahan lagi saya berdiri di tempat ini
lebih lama.”
Ia berdiri dengan perlahan-lahan, lalu memegang tali kekang
kudanya, akan tetapi pada saat itu ia saya tahan dan saya pun
berkata: “ Teman-teman kita semuanya sudah mengucapkan
pendapatnya; mereka semuanya berpendapat bahwa Anda 􀀚dak
bersalah. Dengarkanlah pendapat saya, Mr. Hawley.”
“Pendapat Anda” tanyanya dengan suara yang menunjukkan bahwa
ia tidak mengharapkan dari saya sesuatu yang dapat meredakan
kesedihan hatinya.
“Saya hendak menceriterakan suatu peristiwa yang sungguh-
sungguh terjadi, yaitu di negeri Jerman, tanah air saya.”
“Apa gunanya ceritera itu bagi saya?”
“Barangkali ada gunanya. Dengarkanlah! Dua orang pemasang
gen􀀚ng harus memasang jago-mata-angin* (*Keping besi berbentuk
ayam jantan yang terletak pada puncak menara gereja, dan dapat
berputar menurut arah angin) pada puncak menara gereja yang
􀀚nggi. Pemasangan gen􀀚ng yang pertama ialah orang tua yang
sudah berpengalaman. Yang lain ialah anaknya, yang mempunyai
isteri dan empat orang anak. Mereka naik memanjat tangga, makin
lama makin tinggi. Orang yang tua ada di atas, anaknya
mengikutinya di bawahnya.
Kedua orang itu memegang jago-mata-angin yang berat itu dengan
tangan kirinya dan dengan tangan kanannya berpegang pada
tangga. Pekerjaan mereka disaksikan oleh berpuluh-puluh orang
yang berdiri di muka gereja. Tiba-tiba mereka mendengar orang
menjerit ketakutan.
Yang menjerit itu ialah anak pemasang gen􀀚ng yang berdiri di
tangga di bawah ayahnya. Ayahnya menjawab dengan tenang dan
kelihatannya ia memberi petunjuk. Anak itu menjerit lagi dan sesaat
kemudian orang-orang yang menyaksikan itu menjerit-jerit pula,
sebab mereka melihat bahwa ayah yang kakinya sedang di pegang
oleh anaknya itu menyepakkan kakinya dengan keras sehingga anak
itu jatuh terpelanting ke bawah.”
“Itu mustahil! Pembunuh anaknya sendiri?” seru Hawley.
“Dengarkanlah terus! Orang-orang yang ada di muka gereja itu
menjadi gempar, akan tetapi orang tua itu naik terus seorang diri,
sambil membawa jago-mata-angin. Se􀀚ba di atas, ia duduk dengan
tenangnya lalu dengan susah payah menempatkan jago-mata-angin
itu pada tempatnya. Setelah selesai pekerjaannya maka ia turun
dengan tenang seakan-akan 􀀚dak ada terjadi apa-apa. Akhirnya ia
memasuki jendela kamar genta. Kini orang naik ke menara dan di
dalam kamar genta di dapa􀀚 orang ayah itu pingsan, terbaring di
lantai. Ia di bawa pulang dan berminggu-minggu lamanya ia 􀀚dak
sadarkan diri. Berkat pertolongan dokter dan badannya yang kuat,
maka akhirnya ia sembuh dan demi ia dapat berjalan, maka segera
ia pergi ke pengadilan untuk melaporkan dirinya. Dan
bagaimanakah pendapat pengadilan tentang peristiwa itu pada
pendapat Anda, Mr. Hawley?”
“Mengapa Anda tanyakan? Dalam hal ini hanya ada satu hukum
belaka: barangsiapa membunuh anaknya sudah selayaknya
dihukum mati,” jawab Jos.
“Sungguhkah itu pendapat Anda?”
“Tentu saja. Tidak mungkin ada pendapat yang lain.”
“O, itu mungkin sekali. Peris􀀚wa itu dapat dilihat dan di
per􀀚mbangkan dari sudut yang lain. Memang, peris􀀚wa itu
menggemparkan seluruh penduduk kota dan di mana-mana
menjadi buah bibir.”
Dalam kalangan sarjana hukum orang berpendapat bahwa ia harus
dijatuhi hukuman ma􀀚, akan tetapi sesudah itu ia dapat minta grasi
kepada raja. Mula-mula rakyat 􀀚dak mau memper􀀚mbangkan
keadaan yang dapat melunakkan hukuman itu, akan tetapi setelah
mereka mendengar apa yang menjadi alasan bagi perbuatannya itu
maka berubah pikiran mereka. Ya, perbuatan itu dijalankan dengan
sadar, akan tetapi apa yang menyebabkan ia berbuat begitu? Anak
itu dengan 􀀚ba-􀀚ba berseru bahwa kepalanya menjadi pusing.
“Pejamkan matamu dan tenangkan pikiranmu sampai hilang rasa
peningmu; saya menunggu!” kata orang itu, sebab ia mengira
bahwa pusing kepala itu hanya bersifat sementara.
“Saya 􀀚dak dapat berpegang, saya tak dapat merasakan apa-apa
lagi!” seru anak itu sambil melepaskan jago-mata-angin dan
memegang kaki orang tua itu.
Orang tua itu segera menger􀀚 bahwa pusing kepala itu 􀀚dak
bersifat sementara, melainkan merupakan serangan yang membuat
korbannya 􀀚dak berdaya sama sekali, suatu keadaan yang 􀀚dak
dapat di tolong lagi. Dalam sekejap mata ia menyadari keadaan
mereka berdua.
Dengan tangan kirinya ia seorang diri memegang jago-mata-angin
yang berat itu, dengan tangan kanan ia berpegang pada tangga.
Kakinya di pegang oleh anaknya, yang sebenarnya badannya sudah
tergantung di udara. Tak boleh 􀀚dak mereka tentu akan lekas jatuh.
Ia tahu bahwa ia tak akan tahan lama lagi. Apa akal?
Mereka berdua adalah pencari na􀀻ah bagi seluruh keluarga.
Bagaimana nan􀀚, apabila kedua-duanya akan tewas? Bukankah itu
berar􀀚 bencana berganda? Tidak, seorang harus hidup untuk
memberi makan kepada seluruh keluarga. Dalam pada itu anaknya
berseru:
“Kaki saya sudah 􀀚dak menyentuh tangga lagi; saya jatuh! Ia hanya
berpegang pada kaki ayahnya saja. Ayah itu menger􀀚 bahwa
bencana yang mengancam itu tak dapat lagi dielakkannya. Apa yang
harus terjadi, harus terlaksanakan dengan cepat. Maka didepaknya
anaknya sehingga jatuh ke bawah. Ia mendengar jeritan mereka
yang menyaksikan peris􀀚wa itu dari bawah.
Matanya menjadi kabur, jantungnya hampir berhen􀀚 berdenyut,
akan tetapi ia harus memperkuat imannya. Dengan perlahan-lahan
ia naik terus dan akhirnya menyelesaikan pekerjaannya. Kemudian
ia turun, akan tetapi ia merasa bahwa tenaganya sudah hampir
habis. Karena itu maka ia memasuki jendela menara dan setelah ia
merasa berdiri di atas lantai, maka ia jatuh pingsan. Bagaimana
sekarang, Mr. Hawley, belum berubahkah pendapat Anda?”
“Hm! Seperti Anda menceriterakannya itu, kini bunyinya agak lain.”
Mereka yang mula-mula mengancam dan menyalahkan dia,
akhirnya berdiam diri dan lambat-laun memperoleh pengertian
yang lain. Ayah itu mendapat seorang pembela yang sangat cakap.
Beberapa sarjana, ahli, mahaguru dan doktor harus mengutarakan
pendapatnya mengenal soal pusing kepala. Beberapa tukang kayu,
tukang batu, pemain sirkus, pendek kata orang-orang yang biasa
bekerja pada tempat yang sangat 􀀚nggi, menda􀀼arkan dirinya
untuk menjadi saksi dan mereka itu semuanya membenarkan
keterangan terdakwa.
Semuanya mengatakan bahwa ayah itu tak dapat berbuat lain dan
mereka menyatakan dengan pas􀀚 bahwa anak itu tak dapat 􀀚dak
tentu akan tewas. Akhirnya pemasang gen􀀚ng itu di bebaskan oleh
pengadilan. Sejak saat itu orang tua itu 􀀚dak pernah tertawa lagi. Ia
sedikitpun tak dapat melupakan perbuatannya yang membawa
celaka itu. Bagaimana pendapat Anda sekarang, Tuan?”
“Keputusan pengadilan itu tepat sekali,” jawab Jos. “Akan tetapi
apa sangkut paut peristiwa itu dengan soal tembakan saya?”
“ Tidak menger􀀚kah Anda? Orang tua itu telah membunuh anaknya
dengan sengaja, padahal Anda membunuh teman Anda orang
Apache karena kekeliruan. Pemasang genting itu dibebaskan oleh
pengadilan; bagaimana keputusan juri dalam hal Anda?”
Ia menundukkan kepalanya. Kemudian ia menjabat saya seraya
berkata:
“Kini saya menger􀀚 maksud Anda, Mr. Charley. Ceritera Anda itu
akan saya renungkan. Barangkali maksud Anda akan tercapai pula.
Akan tetapi saya tak mau tinggal lebih lama di tempat ini, marilah
kita pergi. Marilah kita berjalan cepat-cepat supaya lekas ke luar
dari lembah celaka ini!”
Lembah itu sedemikian panjangnya sehingga baru sesudah sejam
kami berjalan, sampailah kami pada ujungnya. Di sana ada
kumpulan pohon kaktus raksasa lagi, tetapi yang sudah berbuah.
Melihat itu Sam Parker menghen􀀚kan kudanya lalu berkata kepada
teman-teman kami sambil menunjuk kepada saya:
“ Tuan-tuan, kini kita menghadapi daerah yang sangat berbahaya.
Kita harus mengetahui, adakah se􀀚ap orang yang menyertai kita
dapat di andalkan. Mr. Charley ini telah menggabungkan diri
kepada kita dan barangkali 􀀚dak akan lekas meninggalkan kita.
Se􀀚ap saat kita mungkin bertemu dengan orang Comanche, maka
akan terpaksa mempergunakan bedil kita. Jadi sudah selayaknya
bahwa Mr. Charley ini akan kita minta memperlihatkan
kecakapannya menembak?”
“Ya ya, ia harus kita uji!” kata mereka. Hanya Jos Hawley saja yang
berdiam diri.
“Anda mendengar sendiri, Tuan!” kata Parker selanjutnya. “Mudah-
mudahan Anda akan bersedia memperlihatkan kecakapan Anda.”
“Tidak,” jawab saya. “Saya tidak mau seorang diri saja menempuh
ujian.”
“Siapa lagi yang harus kita uji?”
“Anda dan teman-teman kita yang lain. Itu sudah sewajarnya.”
“Sewajarnya? Mengapa sewajarnya? Barangkali Anda 􀀚dak lebih
pandai menembak daripada saya pada waktu saya datang ke
pondok Old Wabble. Sebenarnya sudah kemarin saya ingin menguji
Anda, akan tetapi saya 􀀚dak mau membuat Anda malu di muka
serdadu-serdadu itu. Tetapi kini 􀀚dak ada orang lain yang akan
menyaksikan.”
“Apakah yang harus di tembak?”
“Kira-kira seratus limapuluh langkah dari sini ada beberapa pohon
kaktus. Pohon itu sudah berbuah. Saya ingin mengetahui adakah
Anda dapat mengenai buah itu dari sini.”
“Anda dapat mengenainya, Mr. Parker?”
“Tentu saja! Sangsikah Anda?”
“Hm! Anda menghendaki saya melepaskan tembakan percobaan,
karena Anda belum mengenal saya, akan tetapi sayapun belum
mengenal Anda dan dengan demikian saya mempunyai hak yang
sama untuk mengetahui bagaimana Anda mempergunakan bedil.
Saya akan menembak, akan tetapi hanya kalau Anda mau juga
memperlihatkan apa yang sudah Anda pelajari.”
Ia memandang saya dengan keheran-heranan, kemudian tertawa
gelak-gelak, lalu berseru: “Apa yang sudah saya pelajari! Itu bagus!
Tuan-tuan, Sam Parker harus memperlihatkan apa yang sudah
dipelajarinya! Baiklah! Barangkali Anda pernah mendengar bahwa
seorang penjelajah hutan yang seja􀀚 􀀚dak akan mau menyia-
nyiakan kesempatan untuk melepaskan tembakan percobaan yang
bagus. Biarlah syarat Mr. Charley itu kita terima. Setujukah Anda,
Tuan-tuan?”
Kesembilan orang yang lain itu memberikan persetujuannya. Maka
kamipun turun dari atas kuda. Saya mengambil keputusan untuk
menembak seburuk-buruknya supaya dapat di tertawakan. Kelak
saya dapat menertawakan mereka kembali.
Kini mulailah kami memboroskan mesiu kami dengan tak ada
manfaatnya. Parker dan Hawley memang pandai menembak yang
lain boleh juga. Saya melepaskan 􀀚ga tembakan, 􀀚dak ada
sebuahpun yang mengenai sasaran. Peluru saya terbentur pada
tanah batu yang jauh sekali letaknya daripada sasaran. Teman-
teman saya tertawa gelak-gelak dan selaku seorang guru mengajar
muridnya Parker berkata kepada saya:
“ Tepat seper􀀚 yang saya duga! Barangsiapa melepaskan pelurunya
lebih daripada duapuluh langkah di sisi sasaran, jangan hendaknya
bersikap gegabah berani menyuruh Sam Parker melepaskan
tembakan percobaan! Kini kami tahu kecakapan Anda! Anda 􀀚dak
akan pernah dapat menembak binatang atau Indian dan Anda boleh
mengucap syukur sudah bertemu dengan kami. Anda akan kami
perlindungi dan saya 􀀚dak menaruh keberatan sedikit juga bahwa
Anda tetap menemani kami melalui daerah yang berbahaya ini.”
Kami naik lagi, lalu berjalan terus. Saya 􀀚dak berkecil ha􀀚 di beri
pelajaran oleh Sam Parker. Ia memang seorang pemburu prairi, jadi
bahasanya jauh daripada halus.

BERTEMU DENGAN OLD WABBLE.


KEDOK SAYA TERBUKA.
Mula-mula kami harus melalui dataran 􀀑nggi. Kemudian jalan kami
menurun ke arah daerah Rio Pecos. Jikalau kami tetap berjalan
secepat ini, maka keesokan harinya malam hari kami dapat
mencapai daerah itu. Segera kami melihat di sana-sini beberapa
tempat yang ditumbuhi rumput, sesudah itu tempat yang
ditumbuhi semak-semak dan pada petang hari sampailah kami pada
sebuah batang air yang pinggirnya di sana-sini ditumbuhi semak
belukar.
Sebelum matahari terbenam kami sudah dapat memperoleh
tempat untuk bermalam. Di tempat itu ada juga beberapa pohon.
Tanpa bersepakat lebih dahulu kami mengakui Parker sebagai
pemimpin kami. Ia memilih tempat yang hampir seluruhnya
dikelilingi oleh semak belukar, hanya sebelah yang menghadap ke
sungai saja tidak ada tumbuh-tumbuhannya.
Pilihan itu 􀀑dak ada salahnya, lebih-lebih oleh karena tempat itu
cukup luas untuk membawa kuda kami Juga. Jadi binatang-binatang
itu tak perlu dijaga sendiri.
Sedang kami memilih tempat untuk berbaring. Parker dan Hawley
pergi berburu. Tak lama kemudian mereka sudah balik kembali
membawa beberapa ekor ayam untuk makanan malam. Kami
mengumpulkan ran􀀑ng-ran􀀑ng untuk membuat api unggun. Selesai
makan saya pergi ke pinggir hutan di mana saya mengikatkan kuda
saya lalu duduk di dekatnya.
Teman-teman saya bercakap-cakap dengan asyiknya seper􀀑 yang
sudah di-adat-kan pemburu prairi apabila mereka duduk
mengelilingi api unggun. Oleh karena yakin bahwa percakapan
mereka 􀀑dak akan menarik perha􀀑an saya, maka saya lebih suka
duduk seorang diri saja. Sejak saya harus membuat ujian
menembak, selalu saya memencil; hanya Jos saja beberapa kali
berjalan di sebelah saya untuk bercakap-cakap dengan sikap yang
lebih ramah tamah daripada biasa. Kini ia duduk berdiam diri di
antara teman-temannya. Rupa-rupanya masih ada sesuatu yang
dipikirkannya. Kemudian ia berdiri lalu datang ke arah saya. Setelah
duduk di sebelah saya maka ia berkata:
“Bolehkah saya menemani Anda, itupun kalau Anda tidak lebih suka
duduk seorang diri saja?”
“Silahkan, Mr. Hawley! Saya senang sekali Anda temani.”
“ Terima kasih. Anda rupa-rupanya 􀀑dak suka berbicara. Sayapun
􀀑dak bermaksud hendak mengganggu Anda, akan tetapi saya ingin
mengucapkan terima kasih saya. Ceritera Anda 􀀑dak lepas-lepas
dari pikiran saya. Walaupun ha􀀑 saya belum merasa damai sama
sekali, akan tetapi sekarang sudah agak lega. Maklumlah, sampai
kini saya belum dapat melepaskan keyakinan bahwa saya telah
membunuh teman saya.”
“Pendapat Anda itu salah; ceritera saya dapat membuktikannya.”
“Saya merasa berhutang budi kepada Anda. Betul Anda bukan
seorang pemburu prairi akan tetapi Anda mempunyai sesuatu yang
menumbuhkan rasa simpa􀀑 dalam ha􀀑 saya. Karena itu maka kesal
ha􀀑 saya melihat hasil ujian Anda. Saya lebih senang sekiranya hasil
itu lebih memuaskan sehingga Anda tidak ditertawakan orang.
Tiadakah Anda merasa jengkel?”
“ Tidak, saya tahu bahwa bakat orang 􀀑dak sama. Orang yang 􀀑dak
pandai menembak barangkali mempunyai kecakapan lain yang
melebihi kecakapan teman-temannya.”
“Boleh jadi, akan tetapi masih merupakan pertanyaan adakah
kecakapan lain ada gunanya di daerah Barat ini. Akan tetapi saya
􀀑dak hendak menyinggung perasaan Anda dengan berbicara
tentang sesuatu yang tak dapat Anda perbuat. Sebaliknya, saya
berharap mudah-mudahan Anda mempunyai kecakapan-kecakapan
lain yang bermanfaat juga bagi Anda dan apabila Anda memerlukan
bantuan saya, percayalah bahwa saya selalu bersedia menolong
Anda. Tetapi baiklah kita berdiam diri saja, saya tidak suka banyak
berbicara.”
Ia berbaring. Teman-teman saya yang duduk di dekat api unggun
bercakap-cakap sedemikian kerasnya sehingga dalam keadaan biasa
niscaya mereka akan saya tegur, akan tetapi oleh karena mereka
􀀑dak mengetahui siapa saya ini, maka teguran saya tentu 􀀑dak akan
diindahkannya. Mereka tahu betul bahwa tempat ini mungkin sekali
dikunjungi oleh orang Comanche. Saya lebih tahu dari mereka,
sebab saya sudah membaca surat Winnetou.
Bahwa mereka telah memasang api unggun itu adalah buk􀀑 bahwa
mereka kurang ha􀀑-ha􀀑, akan tetapi bahwa mereka bercakap-cakap
sekeras ituadalah kesalahan yang besar. Cahaya api itu dapat
mengundang musuh datang ke mari. Dan sekiranya cahaya itu 􀀑dak
dapat dilihat dari jauh, bau asap itu tentu dapat di cium oleh hidung
Indian dari jarak beberapa ratus langkah. Karena itu maka saya
membulatkan ha􀀑 saya untuk memasang mata dan telinga saya
baik-baik sampai api itu padam.
Dengan meletakkan telinga saya pada tanah saya berbaring dan
melayangkan pandangan saya ke arah semak belukar. Sekonyong-
konyong saya melihat kuda saya berhenti makan rumput serta
mengangkat kepalanya dengan cara yang sudah saya kenal.
Dalam pada itu ia mendengus-dengus lalu memalingkan kepalanya
ke arah saya. Itu tanda bahwa dari pihak sana ada orang datang
mendeka􀀑 kami dan orang itu adalah orang kulit putih. Sekiranya
itu orang Indian, maka kuda itu tidak akan mendengus. Kuda saya
sudah terlatih baik secara Indian.
“Isch hosch!” seru saya setengah keras.
Kuda itu memahami perintah saya lalu berbaring. Ia sudah memberi
tanda kepada saya dan kini ia tahu bahwa saya telah memahami
isyaratnya. Kini binatang itu 􀀑dak merasa cemas lagi. Orang yang
mendeka􀀑 kami itu 􀀑dak akan melihat bahwa kuda saya telah
mengetahui kedatangannya. Ruparupanya orang itu tidak
berteman. Barangkali ia telah mencium bau asap api kami, lalu
meninggalkan kudanya untuk merangkak mendekati kami.
Saya tak usah merasa khawa􀀑r, bahkan sebaliknya. Dalam keadaan
kami ini se􀀑ap orang kulit pu􀀑h akan kami sambut dengan gembira.
Tentu saja ia ingin mendengarkan percakapan kami dahulu.
Kemudian ia akan mengambil kudanya untuk menggabungkan diri
dengan kami. Saya tahu di arah mana ia harus saya cari. Karena itu
saya memalingkan kepala saya dari sana lalu memejamkan mata
saya sedikit untuk mengintai tempat yang saya maksud itu. Ia 􀀑dak
perlu mengetahui bahwa mata saya terarah ke sana.
Cahaya api memancarkan sinarnya di antara daun-daunan. Saya
melihat ran􀀑ng bergerak sedikit. Dengan perlahan-lahan sekali
orang itu merangkak di antara semak belukar. Saya 􀀑dak
mendengar apa-apa, lebih-lebih oleh karena teman-teman saya
masih selalu berbicara dengan keras. Kini orang itu sampai ke
pinggir semak belukar, akan tetapi sulit baginya untuk melihat,
karena justru tempat itu ditumbuhi semak-semak yang lebat. Saya
yakin bahwa ia harus mematahkan ran􀀑ng. Akan tetapi perbuatan
itu akan menimbulkan bunyi. Jadi saya menduga bahwa ia akan
mempergunakan pisau.
Betul dugaan saya, setengah menit kemudian saya melihat
beberapa daun menghilang. Ketika saya memasang mata saya
dengan saksama maka saya melihat dua buah titik yang agak
terang. Itu ialah matanya, yang hanya dapat dilihat oleh seorang
penjelajah hutan yang matanya sudah terla􀀑h benar. Di atas
matanya ada saya melihat sebuah garis pu􀀑h seper􀀑 jumbai. Itu
niscaya rambutnya,jadi orang itu sudah lanjut usianya. Tiba-tiba ia
berseru lalu tampil ke tempat kami.
“Parker, Sam Parker!” serunya. “Sahabat saya!! Saya tak usah
bersembunyi lagi.”
Orang-orang yang duduk di dekat api itu bukan main terkejutnya.
Jos, yang berbaring di sebelah saya, segera melompat. Saya tetap
berbaring.
“Old Wabble! Old Wabble!” seru Parker. Akan tetapi sebentar
kemudian ia berseru lagi: “ Fred Cu􀀲er! Jangan hendaknya Anda
marah bahwa kata itu telah terlanjut ke luar dari mulut saya. Mr.
Cutter. Itu di sebabkan oleh karena Anda dengan tiba-tiba sekali
melompat ke tengah-tengah kami.”
Old Wabble! Orang yang kemarin kami percakapkan, orang dengan
siapa saya ingin berkenalan. Ya, itulah dia. tepat seper􀀑 yang
digambarkan oleh Parker. Badannya tinggi dan kurus. Usianya
sudah berpuluh-puluh tahun. Kemejanya kotor, leher dan dadanya
terbuka dan bajunya sudah 􀀑dak keruan warnanya. Topinya sudah
tua dan pinggir topi itu lebar sekali. Di bawah kepalanya ia memakai
kain yang ujungnya terkulai sampai ke pada bahunya. Daun
telinganya dihiasi dengan antingan anting. Dalam ikat pinggangnya
ia membawa pisau bowie dan tangan kanannya yang kurus
memegang sebuah bedil. Mukanya tepat seper􀀑 yang digambarkan
oleh Parker. Tetapi yang menyolok sekali pada raja cowboy ini ialah
rambutnya yang sudah putih, yang hampir jatuh sampai ke
pinggangnya.
Ia melayangkan pandangnya ke sekelilingnya lalu menjawab:
“Pshaw! Saya tahu bahwa orang menyebut saya Old Wabble dan
saya 􀀑dak berkeberatan apabila Anda berbuat begitu juga. Anda
sekalian ini sangat 􀀑dak ha􀀑-ha􀀑 sekali. Memasang api yang baunya
dapat tercium dari jarak duapuluh mil danberteriak-teriak sampai
kedengaran sepuluh mil jauhnya! Sekiranya bukan saya melainkan
setengah lusin orang Indian datang ke mari, maka Anda sekalian
sudah tewas dalam waktu satu menit saja, it’s clear. Heran saya,
masih ada juga orang yang tidak mau menjadi dewasa. Dari mana
Anda ini datang?”
“Dari Rio Vila,” jawab Parker.
“Hendak ke mana?”
“Ke Rio Pecos.”
“Kebetulan sekali. Anda dapat saya pergunakan. Saya memerlukan
bantuan Anda. Baiklah saya mengambil kuda saya dahulu, nan􀀑
akan saya ceriterakan.”
Dalam sekejap mata ia sudah menghilang. Ke sepuluh orang teman
saya itu pandang memandang dengan tercengang. Kini Old Wabble
sudah pergi, maka mereka berani bercakap-cakap lagi. Saya tetap
berdiam diri. Kuda saya masih berbaring. Karena dalam sikap begitu
ia tidak dapat makan, maka saya berseru:“Si, si!”
Kuda itu segera berdiri lalu mulai lagi makan rumput. Beberapa
lama kemudian Old Wabble sudah kembali dengan kudanya.
Setelah ia melompa􀀑 batang air, maka kuda itu dilepaskannya. Ia
duduk di dekat api serta berkata:
“Api ini terlalu besar nyalanya, it’s clear. Karena saya tahu bahwa
daerah ini aman, api itu dapat kita biarkan menyala. Berapa lama
Anda hendak di sini?”
“Hanya malam ini!”
“Besok dan lusa Anda masih akan ada di sini?”
“Barangkali tidak!”
“Pas􀀑! Dengarkanlah. Tetapi lebih dahulu saya ingin mengetahui
siapa Anda semuanya ini, Sam Parker saya kenal, ia menembak
kijangnya yang pertama ketika ia tinggal pada saya. Tetapi siapakah
Anda yang lain-lain ini?”
Parker menyebutkan nama teman-temannya, kemudian ia
menunjuk ke arah saya lalu berkata dengan perlahan-lahan. “Itu
Mr. Charley, seorang sarjana bangsa Jerman yang mencari kuburan
Indian yang tua-tua.”
Old Wabble berpaling ke arah saya, tetapi saya tetap berbaring. Ia
berkata: “Mencari kuburan Indian? Pekerjaan yang ganjil. Akan
tetapi ia seorang pemburu prairi juga?”
“Bukan,” kata Parker selanjutnya. “Sebagai ujian ia harus
menembakkan tembakan percobaan 􀀑ga kali, akan tetapi pelurunya
menyasar lebih daripada duapuluh langkah.”
“Hm! Begitulah kaum penyelidik yang datang ke mari untuk menulis
buku kelak. Buku tentang bahasa dan asal-usul pelbagai suku orang
kulit merah. Saya pernah menjadi penunjuk jalan bagi orang serupa
itu dan selama itu jengkel saja ha􀀑 saya. Tidak seorang dari mereka
itu dapat mempergunakan pisau atau bedil. Ilmu pengetahuan
merusak bakat manusia, it’s clear. Akan tetapi kini saya hendak
mengemukakan pertanyaan yang pen􀀑ng. Maukah Anda merebut
selusin scalp?”
“Mengapa tidak! Scalp orang suku mana?”
“Orang Comanche. Akan tetapi pekerjaan itu tidak mudah. Adakah
Anda takut?”
“ Tidak, akan tetapi saya sudah biasa menanyakan dahulu seluk
beluk permainan sebelum saya mau ikut. Jadi saya rasa Anda harus
menceriterakan dahulu bagaimana letak soal itu.”
“Anda sudah pernah mendengar nama Old Surehand?”
Mendengar nama itu semuanya menunjukkan perhatian yang
besar. Parker bertanya dengan cepat:
“0ld Surehand? Apa persoalannya?”
“Ah, Anda kenal dia?”
“Tentu saja, kita semuanya mengenal dia, walaupun belum pernah
bertemu. Ia penembak yang paling ulung di daerah Barat ini.”
“Itu barangkali berlebih-lebihan. Pelurunya selalu mengena, itulah
asal namanya, akan tetapi Winnetou dan Old Sha􀀲erhand sekurang-
kurangnya 􀀑dak kalah pandai menembak. Baru-baru ini saya
bertemu dengan Old Surehand dan rasa hormat saya terhadap dia
bertambah besar lagi. Kami berpisah, sebab saya harus pergi ke
arah Fort Stanton dan ia hendak pergi ke Rio Pecos, ke
perkampungan orang Apache marga Mescalero untuk menanyakan
di mana Winnetou, sebab ia ingin berkenalan dengan Winnetou dan
Old Sha􀀲erhand, Baru saja kami berpisah maka saya mendengar
bahwa orang Comanche telah menggali kapak peperangan. Itu 􀀑dak
diketahuinya dan oleh karena ia harus melalui daerah orang
Comanche, maka ia menuju ke bahaya yang besar.
Lekas-lekas saya berbalik untuk memberi tahu dia. Itu 􀀑dak sukar,
sebab saya tahu jalan mana yang akan ditempuhnya. Saya dapat
menyusulnya, akan tetapi belum ada seperempat jam kami
bercakap-cakap maka kami diserang oleh sepasukan orang
Comanche itu?”
“Lebih daripada seratus orang.”
“Dan Anda dapat lolos?”
“Saya dapat, akan tetapi ia tidak,” jawab Old Wabble.
“Ia Anda tinggalkan? Astaga! Adakah itu baik?”
Kini orang tua itu bangkit lalu memandang Parker dengan agak
marah seraya bertanya: “Hai, engkau hendak mengecam Fred
Cu􀀲er, yang disebut orang Old Wabble? Tidak patut engkau berbuat
begitu. Satu gram kecerdikan seringkali lebih baik daripada sepuluh
kilo mesiu. Ya, saya sudah lari. Mengapa 􀀑dak? Memberi
perlawanan 􀀑dak berguna sama sekali. Itulah sebabnya maka Old
Surehand telah menyerah dengan sukarela. Saya melihat bahwa ia
􀀑dak mendapat luka. Perlukah saya menyerah juga? Kalau begitu,
maka kami berdua akan tertangkap.
Siapakah yang akan menolong kami? Tidak seorangpun akan
mengetahui bahwa kami tertawan. Kami tentu akan dibunuh oleh
orang Comanche dan baru, setelah kami menjadi mayat, akan
diketahui orang nasib kami. Tidak, saya 􀀑dak sebodoh itu. Saya
lebih suka lari. Peluru mereka beterbangan sekeliling saya, akan
tetapi 􀀑dak sebuahpun mengenai saya. Lihatlah, badan saya 􀀑dak
berlubang. Kini saya bebas dan dapat menolong Old Surehand.”
“Bagaimana Anda hendak menolong dia? Bukankah itu sangat
berbahaya?”
“Ia, saya tahu, akan tetapi pemburu yang masyhur lagi gagah berani
itu 􀀑dak dapat saya biarkan tertawan. Saya tahu bahwa di seberang
Mistake Canyon ada berkemah sepasukan tentara. Saya hendak
pergi ke sana untuk mencari bantuan.”
“Maukah mereka ikut?”
“Barangkali mereka akan menolak, sebab mereka sedang mencari
suku Comanche yang lain, akan tetapi saya akan berusaha sekuat-
kuatnya sampai mereka mau membantu saya.”
“Jangan-jangan sudah terlambat!”
“Itulah! Saya harus bergegas-gegas. Serangan itu terjadi tadi pagi.
Saya harus memberi kuda saya kesempatan melepaskan lelahnya
dan besok malam saya akan sampai ke perkemahan tentara itu.
Sekiranya mereka mau, maka sesudah dua hari kami akan sampai
ke tempat orang Comanche. Dalam padaitu mereka itu tentu sudah
pergi. Mereka harus kita kejar dan untuk menyusul mereka kita
memerlukan sekurang-kurangnya dua hari. Dalam pada itu Old
Surehand mungkin sudah dibunuhnya. Sayang sekali saya tidak tahu
akal lain. Saya memerlukan pertolongan Anda, Mr. Parker.”
“Bagaimana?”
“Komandan tentara itu barangkali hanya mau memberi saya
sebagian dari pasukannya. Karena itu saya minta sudi kiranya Anda
menunggu di sini sampai saya kembali dengan bala bantuan itu.
Nan􀀑 Anda semuanya ikut dengan kami. Sepuluh orang penjelajah
hutan dengan sepuluh buah senjata yang baik adalah sumbangan
yang sangat berharga.”
“Saya 􀀑dak akan menolak dan sepanjang saya mengenal teman-
teman saya ini, merekapun akan bersedia membantu Anda. Hanya
saya takut kalaukalau kita akan terlambat. Tiada dapatkah kita
mencoba tanpa bantuan pasukan itu? Dengan demikian kita
mendapat keuntungan dua hari penuh. Pikirkanlah itu, Tuan!”
Old Wabble melayangkan pandangannya ke sekelilingnya. Rupa-
rupanya ia tidak merasa puas, sebab ia mengerutkan dahinya lalu
mengucapkan pendapatnya: “Usul Anda itu menunjukkan bahwa
Anda orang yang gagah berani. Akan tetapi jangan hendaknya Anda
lupa, betapa besar bahaya yang akan kita hadapi. Adakah teman-
teman yang ada di sini bersedia menyambung jiwanya untuk
menolong orang yang belum dikenalnya, sekalipun orang itu Old
Surehand namanya.”
“Hm! Tanyailah sendiri mereka itu, Mr. Cutter!”
Ke􀀑ka mereka ditanyai Old Wabble seorang demi seorang, maka
hanya Parker dan Hawley saja yang menjawab dengan tegas; yang
lain-lain itu mau juga, akan tetapi jawab mereka mengandung
keragu-raguan. Kini cowboy tua itu menunjuk ke arah saya lalu
menyambung:
“Dan ahli kubur itu yang tembakannya selalu menyasar 􀀑ada akan
mampu menolong kita. Alangkah baiknya sekiranya saya
mempunyai beberapa orang pembantu yang berpengalaman dan
yang dapat diandalkan. Maka usaha itu tentu 􀀑dak seberapa
berbahaya. Ingatlah bagaimana Old Sha􀀲erhand dan Winnetou
dapat menjalankan tugas yang lebih sulit dan lebih berbahaya tanpa
mendapat bantuan dari orang lain! Mula-mula saya bermaksud
hendak mencari Winnetou, akan tetapi saya tidak tahu di mana
suku Mescalero itu pada saat ini selanjutnya....”
Tiba-tiba ia berhenti berbicara. Kuda saya biasa memencil dan tidak
mau didekati oleh kuda yang belum dikenalnya. Kuda Old Wabble
menghampiri dia terlalu dekat; ia menggigit ke arah kuda asing itu
dan kuda Old Wabble menggigit kembali, lalu mereka berkelahi.
“Kuda apa itu yang berani mengganggu kuda saya,” seru cowboy
tua itu sambil melompat bangkit.
Ia memegang kuda saya pada tali kekangnya untuk memisahkan
kuda itu dari kudanya, akan tetapi kuda saya mengangkat ke dua
kaki depannya lalu menarik serta melemparkan Old Wabble jauh-
jauh. Old Wabble terjatuh di sebelah saya. Sambil menyumpah-
nyumpah ia bangkit kembali dan hendak mencoba lagi memegang
kuda saya, akan tetapi pada saat itu ia saya beri peringatan:
“Peganglah kuda Anda sendiri, jangan Anda memegang kuda saya,
nanti Anda kena depaknya. Kuda itu hanya patuh kepada saya.”
Kuda saya sudah siap menyambut serangan bekas cowboy itu dan
dalam pada itu ia mengambil sikap untuk mempertahankan diri.
Kepalanya diangkatnya dan sikapnya adalah sedemikian sehingga
se􀀑ap ahli kuda akan kagum melihatnya. Semula Old Wabble 􀀑dak
mengindahkan kuda saya, akan tetapi sekarang ia mundur
beberapa langkah seraya berseru keheran-heranan:
“Thunderstorm, bukan main indahnya binatang ini! Ia harus saya
amat-amati lebih saksama.”
Ia berjalan perlahan-lahan mengelilingi kuda saya. Sebagai bekas
raja cowboy Old Wabble adalah seorang ahli kuda. Mukanya
berseri-seri.
“Saya belum pernah melihat kuda sebagus ini!” katanya “Kuda jenis
ini hanya dibesarkan di kandang orang Mescalero. Dari kandang itu
hanya ada dua ekor kuda hitam seperti ini, yang satu adalah....”
Ia 􀀑dak melanjutkan perkataannya, melainkan pergi ke arah tempat
saya berbaring, memandang saya, membungkukkan badannya
untuk memungut bedil-pembunuh-beruang saya dan bedil Henry
yang masih ada di dalam selubungnya, mengamat-ama􀀑 ke dua
buah bedil itu lalu diletakkannya kembali serta bertanya kepada
saya:
“Ini kuda Anda, Tuan?”
“Ya,” jawab saya dengan mengangguk.
“Kuda itu Anda beli?”
“Tidak.”
“Dihadiahkan orang ke pada Anda?”
“Ya.”
Kini ia tersenyum. Ia mengangguk-anggukkan kepalanya dan
matanya berseri-seri. Ia bertanya lagi:
“Pakaian perburuan ini, adakah itu hadiah juga?”
“Ya.”
“Dan Anda sungguh-sungguh menyelidiki kuburan tua?”
“Sekali-kali.”
“Nama Anda Charley?”
“Betul.”
“Saya pernah mendengar orang berceritera tentang seorang kulit
pu􀀑h yang oleh saudara-angkatnya disebut Charley. Jangan
hendaknya Anda berkecil hati karena hampir-hampir saja saya salah
memegang kuda Anda. Saya tidak akan berbuat begitu lagi, it’s
clear!”
Ia kembali ke tempatnya di dekat api, lalu duduk. Ia telah
mengetahui rahasia saya, akan tetapi 􀀑dak mau membuka rahasia
itu di muka mereka yang mengelilingi api unggun itu.
Mereka 􀀑dak memahami sikap dan perkataannya dan memandang
cowboy tua itu dengan keheran-heranan. Akan tetapi Old Wabble
bersikap acuh tak acuh dan 􀀑dak mau menjawab pertanyaan
mereka. Karena itu maka para pemburu itu melanjutkan
percakapannya. Saya bangkit untuk meninggalkan tempat
perhen􀀑an kami melalui para pemburu itu, tetapi bersikap seakan-
akan saya 􀀑dak mempunyai maksud yang tertentu. Saya tak ingin
menarik perhatian mereka.
Sesungguhnya saya mempunyai alasan yang kuat untuk
meninggalkan tempat itu. Old Surehand dan Old Wabble telah
diserang oleh orang Comanche. Old Wabble dapat melarikan diri. Ia
adalah salah seorang dari penjelajah-penjelajah hutan yang paling
berpengalaman, paling jantan dan paling cerdik; karena itu saya
heran sekali ia kini merasa aman. Saya yakin bahwa orang
Comanche mengejar dia. Mereka niscaya menger􀀑 bahwa Old
Wabble akan mencari bantuan untuk membebaskan Old Surehand.
Mereka harus menyusul itu dan harus membinasakannya. Old
Wabble berjalan dengan cepat sekali, akan tetapi saya menduga
bahwa orang Comanche memilih prajurit-prajurit mereka yang
paling cakap berkuda untuk mengejar pelari itu. Karena itu prajurit-
prajurit Comanche itu tak seberapa jauh di belakang Old Wabble,
bahkan boleh jadi mereka sudah ada di dekat tempat perhentian
kami.
Setelah saya melompa􀀑 batang air, maka saya berjalan terus
dengan ha􀀑-ha􀀑. Mata saya sudah biasa ke pada gelap-gulita,
sehingga 􀀑dak sulitlah saya mencari jalan. Saya memilih tempat
yang pada galibnya dihindari oleh orang yang berkuda dan di sana
saya agak merasa aman. Walaupun begitu pisau bowie saya sudah
saya siapkan untuk mempertahankan diri, sebab orang-orang kulit
merah barangkali telah mencium bau api unggun dan se􀀑ap saat
dapat saya jumpai.
Dengan 􀀑dak membuat bunyi sedikitpun saya berjalan terus.
Setelah saya sedemikian jauhnya dari tempat perhen􀀑an kami
sehingga tak dapat lagi mencium bau api itu, maka saya berhenti. Di
sana saya duduk, menantikan apa yang akan terjadi.
Sekiranya prajurit-prajurit Comanche itu berjalan terus pada malam
hari, oleh karena mereka mengenal jalan yang ditempuh oleh Old
Wabble, maka mereka niscaya akan membuat api juga dan berhenti
untuk berunding. Dalam hal yang demikian saya akan mencoba
mendengarkan percakapan mereka.
Setelah lebih dari satu jam saya menunggu, maka saya berkata pada
diri saya sendiri, bahwa malam itu 􀀑dak akan terjadi apa-apa. Saya
bangkit hendak balik ke tempat perhentian kami. Tetapi pada saat
itu saya mendengar bunyi di belakang saya. Saya berhenti lalu
memasang telinga saya. Ya, ada orang datang. Dengan segera saya
berlutut di belakang semak-semak.
Bunyi itu makin lama makin dekat; saya mendengar bunyi depak
kuda. Menilik bunyi itu jumlah kuda itu 􀀑dak lebih dari 􀀑ga.
Kemudian saya melihat dua orang menunggang kuda, mereka itu
orang kulit merah. Mereka tidak berhenti, melainkan berjalan terus
melalui tempat persembunyian saya.
Segera saya mengikuti mereka. Tiba-tiba seorang dari mereka
menghentikan kudanya lalu berkata dalam bahasa Comanche:
“Uf! Saya mencium bau api!”
Yang lain menjawab:
“Ya, itu bau asap.”
“Anjing kulit putih itu tidak hati-hati; ia berani menyalakan api.”
“Kalau begitu ia bukan prajurit yang masyhur.”
“Ya, rupa-rupanya ia prajurit yang tidak berpengalaman. Tidak
sukarlah bagi kita untuk mengambil scalpnya.”
“Nah, 􀀑ada betulkah pendapat saya? Tadi, ke􀀑ka hari mulai gelap,
Anda mengusulkan agar kita berhen􀀑 saja. Untung akhirnya Anda
mau memenuhi ajakan saya untuk berjalan terus. Kini scalpnya
dapat kita ambil dan lekas-lekas kita kembali ke Saskuan Kui* (*Air
Biru), kemana pasukan kita mendahului kita.”
Mereka turun dari kudanya, mengikatkan tunggangannya ke pada
pohon lalu berjalan terus dengan ha􀀑-ha􀀑. Mereka saya iku􀀑 dari
belakang. Dalam pada itu saya berpikir; akan saya ikutilah mereka
sampai ke tempat perhentian kami? Tidak. itu membahayakan.
Mereka harus saya serang sekarang. Pisau saya masukkan kembali
ke ikat pinggang saya, lalu saya mencabut pistol saya. Dengan 􀀑ga
lompatan sampailah saya ke dekat orang yang berjalan di belakang.
Saya pukul kepalanya dengan senjata saya sehingga ia rebah. Yang
berjalan di depan mendengar bunyi pukulan saya, lalu menoleh
sambil bertanya:
“Apa itu? Mengapa saudara saya....”
Ia 􀀑dak dapat mengakhiri kalimatnya. Pada saat itu ia sudah saya
sergap, dengan tangan kiri saya, saya pegang batang lehernya dan
dengan tangan kanan saya, saya pukul kepalanya sehingga diapun
rebah. Mereka ada membawa lasso. Kedua orang Indian yang
pingsan itu saya ikatkan yang satu ke pada yang lain, lalu tubuh
kedua orang itu saya ikat erat-erat, sehingga apabila mereka sadar
kembali pas􀀑 mereka 􀀑dak akan dapat bergerak. Tetapi oleh karena
mereka dalam sikap itu masih akan dapat berguling-guling, maka
mereka saya seret ke sebuah pohon dan saya ikatkan ke pada
pohon itu. Kini mereka tidak akan dapat lolos dan saya pun kembali
ke tempat perhentian kami.
Sampai ke sana saya berpaling lagi. Old Wabble memandang saya
dengan curiga; orang-orang yang lain tidak menaruh perhatian
sama sekali.
“Tadi Anda tidak ada di sini, Tuan, jadi Anda tidak tahu apa yang
kami percakapkan. Saya tidak jadi pergi ke perkemahan tentara,”
katanya.
“Anda mempunyai rencana yang baru?” tanya saya.
“Ya. Tadi saya melupakan sesuatu. Barangkali Anda pernah
mendengar nama Old Shatterhand?”
“Itu betul.”
“Nah, pemburu itu kini ada di dekat Rio-Pecos. Saya telah
mengambil keputusan untuk mencari dia dan meminta
pertolongannya. Apa pendapat Anda, maukah ia menolong kita?”
“Saya yakin bahwa ia mau.”
“Pshaw!” seru Parker dengan suara mengejek. “Bagaimana Mr.
Charley dapat mengetahui apa yang akan diperbuat oleh Old
Shatterhand?”
“Ah, saya 􀀑dak sebodoh itu,” jawab saya. “Walaupun saya bukan
penjelajah hutan yang masyhur seper􀀑 Anda, akan tetapi saya 􀀑dak
akan membuat kesalahan sebodoh yang Anda buat.”
“Kesalahan? Kesalahan apa?”
“Sikap Anda sedemikian lengah sehingga Anda tidak mendengar
Mr. Cutter datang.”
“Adakah Anda mendengarnya?”
“Ya.”
“Jangan Anda menyombong, Mr. Charley.”
“Pshaw! Saya dapat membuk􀀑kannya. Mr. Cu􀀲er, katakanlah,
bukankah Anda telah memotong ran􀀑ng dengan pisau agar Anda
dapat melihat lebih terang, ketika Anda bersembunyi di semak-
semak itu?”
“Ya, itu benar. Jadi Anda telah melihatnya, sebab kalau tidak begitu
Anda tidak akan mengetahuinya.”
“Kalau Anda betul-betul melihat, mengapa tidak Anda beritahukan
kepada kami?” tanya Parker. “Untung bukan orang kulit merah yang
datang.”
“Saya tahu bahwa ia orang kulit putih.”
“Mustahil.”
“Ajaib! Anda menyebut diri Anda seorang pemburu prairi, akan
tetapi 􀀑dak tahu bagaimana pada malam hari membedakan orang
kulit pu􀀑h dari orang kulit merah, tanpa melihat orang itu. Lagi pula
Anda telah membuat kesalahan yang lebih besar lagi. Kesalahan itu
dapat mencelakakan kita.”
“Aduhai! Kesalahan apakah yang sebesar itu?”
“Dapatkah Anda menerka apa yang biasanya diperbuat oleh orang
kulit merah apabila seorang kulit putih lolos dari kepungan
mereka?”
“Tentu saja. Mereka akan mengejar orang kulit putih itu. Setiap
orang tahu!”
“Nah, Mr. Cutter telah lolos dari kepungan orang Comanche. Anda
mengira bahwa mereka tidak akan mengejar Mr. Cutter?”
“ Thunderstorm!” seru Old Wabble sambil memukul-mukul dahinya
dengan tangannya. “Itu benar! Bodoh benar saya! Orang kulit
merah tentu mengejar saya dan akan berusaha sekuat-kuatnya
untuk menangkap saya.”
“Dan Anda tidak memasang penjagaan?”
“Itu harus segera kita jalankan.”
“Itu saja belum cukup.”
“Apa lagi, Tuan? Katakanlah lekas-lekas. Segala yang Anda pandang
perlu akan saya kerjakan.”
Di dalam ha􀀑 benar-benar saya bertepuk paha kegirangan, melihat
muka teman-teman saya. Dengan tercengang-cengang mereka
bergan􀀑-gan􀀑 mengalihkan pandangnya dari Old Wabble ke saya
dan dari saya ke Old Wabble akhirnya Parker bertanya dengan
heran:
“Apa yang dipandang perlu oleh Mr. Charley ini? Anda mengira
bahwa Mr. Charley tahu apa yang harus kita perbuat dalam
keadaan kita ini?”
“Ya, benar, itu pendapat saya” jawab cowboy tua itu.
“Saya telah mendengar sendiri dari mulutnya betapa ia
memperha􀀑kan keamanan kita, lebih daripada kita sendiri. Jadi Mr.
Charley, bagaimana nasihat Anda”?
“Jikalau orang kulit merah itu datang, niscaya mereka mencium bau
api ini. Barangkali mereka sudah ada di dekat kita. Kalau boleh saya
memberi Anda nasihat suruhlah beberapa orang pergi menyelidik
sampai mereka tidak dapat mencium bau api ini.”
“Bagus, Tuan, bagus sekali Jangan kita tangguhkan lagi, Mr. Parker,
suruhlah 􀀑ga atau empat orang pergi menyelidik! Anda tentu
menger􀀑 bahwa itu perlu sekali.”
“Yes,” kata Sam Parker. “Saya heran mengapa kita 􀀑dak lebih
dahulu memikirkannya. Saya malu bahwa kita sampai diberi nasihat
oleh seorang pencari kuburan yang tidak tahu-menahu tentang
hidup di prairi. Saya akan pergi sendiri dan akan membawa empat
orang.”
“Mereka harus memasang mata dan telinganya baik-baik, tidak
mereka tidak akan melihat atau mendengar apa-apa, it’s clear.”
Parker memilih empat orang lalu pergi. Saya yakin bahwa mereka
akan menemui ke dua orang Comanche yang telah saya ikat dan
saya bergirang ha􀀑 akan melihat muka teman-teman saya nanti.
Mereka yang tinggal tidak banyak bercakap lagi. Saya berbaring di
pinggir semak belukar, menunggu para penyelidik itu kembali. Lebih
dari satu jam kami menunggu, baru mereka datang. Parker berjalan
di muka: di belakangnya menyusul dua orang memimpin kuda
Indian dan di belakangnya lagi dua orang lain yang masing-masing
membawa seorang Indian yang sudah dipisahkan dan diikat
kembali. Dari jauh Parker sudah berseru:
“Mr. Cutter, lihatlah apa yang kami bawa!”
Old Wabble bangkit, memandang ke dua orang kulit merah itu lalu
berseru:
“Dua orang Indian, orang Comanche! Di mana mereka itu Anda
tangkap?”
“Tidak kami tangkap, melainkan kami dapati terbaring dan terikat.”
“Jangan berolok-olok! Orang Indian tidak kita temukan, melainkan
kita tangkap.”
“Pendapat saya begitu juga, akan tetapi mereka benar-benar kita
dapati sudah terikat.”
“Itu tidak mungkin.”
“Memang, saya kira begitu juga. Akan tetapi apa yang saya lihat
dengan mata sendiri 􀀑dak usah saya sangsikan. Siapakah yang
menyerang dan mengikat mereka? Tak dapat 􀀑dak di dekat tempat
kita ini harus ada orang kulit pu􀀑h yang dengan 􀀑dak mengetahui
bahwa kita ada di sini, menangkap orang Indian itu.”
Cowboy tua itu mengerling ke arah saya, menganggukkan
kepalanya lalu berkata:
“Ya, orang kulit putih, akan tetapi tidak banyak; hanya seorang
saja.”
“Seorang?”
“Yes. Adakah orang Indian itu luka?”
“Tidak. Sama sekali tidak luka, bahkan tidak ada saya dapati bekas
serangan.”
“Kalau begitu mereka 􀀑dak berkelahi; mereka telah diserang tanpa
mendapat kesempatan untuk mempertahankan diri. Tidak banyak
orang yang dapat menyerang secara begitu. Ingatkah Anda nama
pemburu prairi yang baru saja saya sebut tadi?”
“Old Shatterhand? Diakah yang menyerang dan mengikat Indian
ini?”
“Ya.”
“Kalau begitu betul dugaan Anda bahwa ia ada di daerah ini.
Marilah dia kita cari.”
“ Tidak perlu kita mencari dia. Ia tahu bahwa kita ada di sini dan
memerlukan pertolongannya. Percayalah bahwa pada saat yang
dipandangnya baik ia akan menampakkan diri!”
“Anda berbuat seakan-akan ia mahatahu, Mr. Cu􀀲er! Bukankah ia
manusia biasa dan hanya dapat mengetahui apa yang dilihatnya
atau didengarnya. Akan tetapi tak perlu kita bertengkar! Katakanlah
apa yang harus kita perbuat dengan kedua orang tawanan ini.
Bukankah mereka 􀀑dak usah kita bawa ke mana kita pergi? Mereka
akan mengganggu kebebasan kita bergerak. Tetapi kita tidak pula
dapat membebaskan mereka.”
“Itu bodoh sekali it’s clear!”
“Jadi kita tembak saja, itu yang paling baik?”
“Jangan tergesa-gesa! Bukan kita yang menangkap mereka,
melainkan Old Sha􀀲erhand. Bukankah Anda pernah mendengar
bahwa Old Sha􀀲erhand hanya membunuh seorang kulit merah
apabila ia terpaksa berbuat begitu?”
“Itu 􀀑dak usah kita indahkan. Pertama: belum tentu ia ada di
daerah ini, kedua: orang-orang Indian ini bukan tawanannya,
melainkan tawanan kita dan... ketiga: kita harus berunding dan
mengadakan pengadilan menurut undang-undang prairi. Anda ikut
juga berunding?”
“Tidak. Tawanan ini bukan urusan saya. Akan tetapi saya mau juga
mendengarkan.”
“Saya tidak berkeberatan. Marilah kita mulai.”
Kedua orang Comanche itu terikat dan terbaring di sebelah api,
ke􀀑ka orang-orang kulit pu􀀑h itu berunding. Adakah mereka
menger􀀑 bahasa Inggeris, jadi mengetahui apa yang dipercakapkan,
􀀑dak dapat saya lihat pada muka mereka. Perundingan itu
berlangsung beberapa menit saja dan keputusan mereka ialah
bahwa tawanan-tawanan itu akan ditembak ma􀀑 di tempat itu juga.
Hanya Jos Hawley saja yang 􀀑dak menyetujui keputusan itu.
Hukuman itu hendak dilaksanakan dengan singkat: Parker memberi
perintah kepada teman-temannya supaya mengangkut orang-orang
Indian yang akan dijatuhi hukuman itu ke dekat tempat perhentian
kami. Kini saya anggap tibalah waktunya untuk berbicara.
“Nanti dulu, Mr. Parker! Peradilan savana itu tadi ada cacatnya,
sehingga keputusan itu tidak sah.”
“Anda tahu apa tentang peradilan savana? Apa yang Anda
maksud?”
“Sesungguhnya ada beberapa kesalahan. Pertama, ada orang yang
tidak ikut berunding, padahal ia berhak pula mengeluarkan
pendapatnya.”
“Mr. Cutter tidak mau.”
“Bukan dia yang saya maksud, melainkan saya sendiri. Saya
termasuk rombongan ini juga dan dengan demikian 􀀑dak boleh
di􀀑nggalkan dalam perundingan sepenting itu.”
“Apa!” jawab Parker dengan tertawa, “Anda sama sekali 􀀑dak
termasuk rombongan ini, melainkan Anda ada di bawah
perlindungan kami, begitulah letak perkaranya. Sekiranya kami
tidak mau melindungi Anda, belum tentu pada saat ini Anda masih
hidup.”
“ Tentang itu saya tak hendak bertengkar dengan Anda, Mr. Parker.
Soal diri saya bukan menjadi soal. Kesalahan yang kedua ialah
bahwa Anda belum menanyai orang kulit merah itu. Tidak boleh
kita menjatuhkan hukuman ma􀀑 kepada seseorang tanpa menanyai
dia! Selanjutnya seorang tawanan adalah hak orang yang
menawannya, bukan hak orang lain. Siapa di antara Anda dapat
mengatakan telah mengalahkan dan menangkap orang-orang
Comanche itu?”
“Jangan sebodoh itu! Orang-orang ini adalah hak kami, kecuali
jikalau Anda dapat mengatakan siapa orang yang mengalahkan
mereka ; orang itu bertindak misterius dan tidak menampakkan
dirinya sama sekali.”
“Saya dapat mengatakannya, sebab ia tidak menyembunyikan diri
melainkan menampakkan diri, Mr. Parker.”
“Tunjukkanlah dia!” katanya dengan tertawa.
“Ia berbaring di sudut ini: yaitu saya sendiri.”
“Anda? Anda telah mengalahkan dan mengikat orang-orang Indian
ini? Jikalau Anda benar-benar dapat mengalahkan satu orang Indian
saja dan dapat mengikat dia hidup-hidup seperti orang Indian ini,
maka saya bukanlah seorang pemburu prairi.”
“Memang, Anda belum pernah menjadi pemburu prairi.”
“Ho ho! Untuk berbuat begitu orang memerlukan kekuatan Old
Sha􀀲erhand. Saya kira Anda 􀀑dak hendak mengatakan bahwa Anda
mempunyai kekuatan itu?”
“Mengatakan tidak, akan tetapi dapat membuktikan! Awas!”
Selama saya bertengkar mulut itu saya berbaring dengan tenang.
Kini saya bangkit, saya pegang ikat pinggangnya dengan tangan
kanan saya, saya ombang-ambingkan beberapa kali di atas kepala
saya sehingga ia berteriak-teriak, lalu saya lepaskan lagi seraya
bertanya:
“Sudah cukupkah itu atau perlukah Anda merasakan tinju saya pada
kepala Anda?”
Sebelum ia dapat menjawab maka salah seorang dari tawanan itu
berseru dengan suara keras:
“Old Shatterhand! Old Shatterhand!”
Karena saya tadi berbaring di tempat yang gelap, maka ia tak dapat
melihat saya, akan tetapi kini saya berdiri di dekat api sehingga ia
dapat melihat saya. Saya mendekati orang Comanche itu lalu
bertanya:
“Prajurit Comanche yang tertawan itu mengenal saya?”
“Ya,” jawabnya.
“Di mana Anda melihat saya?”
“Di Llano Estacado. Saya ialah seorang daripada duapuluh orang
prajurit yang menyongsong ketua suku Tevua Schohe dan anaknya
Schiba Bigk untuk melindungi mereka terhadap penyamun orang
kulit putih. Sayang sekali kami datang terlambat: Tevua Schohe
gugur oleh peluru para pembunuh itu.”
“Ya, itu cocok. Anda fasih berbicara bahasa orang kulit putih, jadi
Anda mengerti apa yang kami bicarakan tadi?”
“Ya. Kami mendengar bahwa Old Shatterhand hendak melindungi
kami.”
“Ia selalu berbuat begitu. Saya adalah sahabat se􀀑ap prajurit orang
kulit merah dan saya merasa sedih apabila mereka mengangkat
tomahawknya untuk berperang dengan orang kulit pu􀀑h, sebab
saya tahu bahwa mereka dapat memenangkan pertempuran yang
pertama atau yang kedua, akan tetapi tidak akan dapat
memenangkan pertempuran yang terakhir. Andapun akan
menyaksikan bahwa saya tidak menghendaki jiwa orang kulit
merah.”
“Kami adalah prajurit yang gagah berani: kami tidak takut mati.”
“Itu saya tahu, akan tetapi hidup lebih baik daripada ma􀀑 dan ma􀀑
ditembak sesudah Anda dikalahkan tanpa memberi perlawanan
􀀑daklah akan mengharumkan nama Anda. Adakah saya mau
menyelamatkan jiwa Anda, itu bergantung kepada jawaban Anda
atas pertanyaan saya. Siapa nama ketua suku yang dipatuhi oleh
seluruh suku Anda?”
“Vupa Umugi, Guntur Besar, yang belum pernah dikalahkan orang.”
“Di mana letak perkampungan Anda?”
“Itu tidak akan saya katakan.”
“Prajurit-prajurit Anda pergi berperang?”
“Ya.”
“Berapa banyak jumlah prajurit Anda?”
“Saya tidak akan menjawab.”
“Di mana mereka sekarang?”
“Saya tidak tahu.”
“Siapa yang hendak Anda perangi?”
“Saya tahu, akan tetapi tidak mau mengatakannya.”
“Anda 􀀑dak mau berbicara, Anda lebih suka mengorbankan jiwa
Anda daripada mengkhiana􀀑 suku Anda; Anda seorang prajurit yang
gagah berani. Itu saya hargai. Pulanglah dan katakan kepada para
pemimpin Anda dan para prajurit Comanche bahwa Old
Sha􀀲erhand dapat menghargai keberanian dan kesetiaan seorang
prajurit.”
Saya membungkuk untuk melepaskan ikatan mereka. Setelah
mereka lepas maka mereka bangkit dan orang yang berbicara
dengan saya itu berseru:
“Old Shatterhand melepaskan ikatan kami dan mengatakan bahwa
kami boleh pergi. Jadi kami sudah bebas dan kami boleh pergi
sesuka hati kami?”
“Ya.”
“Apa yang hendak Anda perbuat dengan senjata dan kuda kami?”
“Semuanya boleh Anda ambil kembali. Old Shatterhand bukan
pencuri atau perampok.”
“Uf, uf! Anda akan mengintai ke mana kami pergi?”
“Tidak, saya berjanji tidak akan berbuat begitu.”
“Uf, uf! Old Sha􀀲erhand belum pernah mengingkari janji; ia orang
kulit pu􀀑h yang paling mulia. Itu akan kami katakan kepada teman-
teman dan saudara-saudara kami.”
“Masih banyak sekali orang kulit pu􀀑h yang bersikap dan berpikir
seper􀀑 saya. Ini senjata Anda dan itu kuda Anda. Lekas, pergilah!
Akan tetapi tempat ini akan kami jaga baik-baik. Sekiranya Anda
tidak pergi, melainkan hendak mengintai kami, maka peluru kami
pasti akan mengenai Anda!”
“Kami akan pergi tanpa menoleh satu kalipun. Howgh!”
Dari para orang kulit putih itu tidak seorangpun menyela perkataan
saya, akan tetapi kini Parker datang ke pada saya serta bertanya:
“Anda bersungguh-sungguh, Tuan? Anda hendak membebaskan
mereka?”
“Ya.”
“Anda hendaknya jangan marah, akan tetapi terpaksa saya
mengatakan bahwa Anda membuat kesalahan yang....”
Kini ia saya gertak dengan pertanyaan:
“Anda sekarang tahu siapa saya?”
“Ya.”
“Jadi bukan Mr. Charley yang Anda perlakukan sebagai seorang
yang tolol?”
“Bukan, melainkan Old Shatterhand, Tuan.”
“Kalau begitu diamlah dan jangan hendaknya Anda mencoba
menetapkan apa yang harus saya perbuat! Barangkali Anda orang
yang baik ha􀀑 dan penjelajah hutan yang berguna, akan tetapi pada
saat saya menginjakkan kaki saya untuk pertama kali di daerah
Barat ini, sudah 􀀑dak dapat saya dikecam oleh orang seper􀀑 Anda.
Barang siapa mengatakan bahwa Hata􀀑tla, kuda Old Sha􀀲erhand
yang masyhur itu adalah kuda penarik kereta 􀀑dak boleh mencoba
memberi saya pelajaran.”
Setelah memberi teguran itu maka saya berpaling serta 􀀑dak
memperha􀀑kan dia lagi. Saya mempunyai alasan yang kuat untuk
memperlakukan dia seper􀀑 itu. Jikalau kami masih tetap akan
berjalan bersama-sama dan Sam Parker masih mengira bahwa
kecakapannya melebihi kecakapan orang lain, maka sikap itu dapat
menimbulkan pelbagai kesulitan. Itulah sebabnya maka dia saya
tegur sekeras itu, sungguhpun itu bertentangan dengan kebiasaan
saya.
Orang-orang Comanche itu naik ke atas kuda mereka,
menganggukkan kepalanya ke arah saya sebagai tanda terima-kasih
tanpa menoleh ke arah teman-teman saya. Sikap itu menimbulkan
kemarahan Old Wabble yang hingga kini tidak berkata apa-apa,
walaupun ia tidak setuju dengan saya.
“Berlagak benar orang-orang itu!” begitu ia menggerutu. “Kami
dipandangnya hawa belaka. Tiadakah Anda bersikap terlalu manis
terhadap mereka, Mr. Shatterhand?”
“Tidak.”
“Saya 􀀑dak hendak mengecam perbuatan Anda. Akan tetapi
barangkali ada baiknya sekiranya Anda 􀀑dak berjanji bahwa kita
􀀑dak akan mengiku􀀑 jejak mereka. Jikalau kita hendak
membebaskan Old Surehand, maka kita harus tahu ke mana Old
Surehand itu dibawa.”
“Itu sudah saya ketahui. Saya telah mendengarkan percakapan
mereka sebelum mereka saya 􀀑nju, Old Surehand telah dibawa ke
Saskuan Kui, ke Air Biru.”
“Kalau begitu baiklah. Tahukah Anda di mana letak tempat itu?”
“Ya. Tempat itu sudah saya kunjungi dua kali.”
“Akan tetapi saya masih khawatir kalau-kalau mereka akan
menceriterakan apa yang terjadi di sini dan bahwa kita akan
menyusul.”
“Sebaliknya! Itu adalah siasat yang akan menguntungkan kita. Lagi
pula nama Old Surehand 􀀑dak ada saya sebut-sebut. Mereka akan
menduga bahwa saya 􀀑dak mengetahui apa-apa, atau 􀀑dak
mempunyai alasan untuk mencampuri perkaranya. Percayalah, Mr.
Cu􀀲er, saya 􀀑dak membuat kesalahan. Lagi pula kita sudah
beruntung 􀀑dak perlu membawa ke dua orang Comanche itu.
Mereka 􀀑dak akan mengganggu perjalanan kita dan saya 􀀑dak akan
mengizinkan mereka akan dihukum mati.”
“Itu betul, it’s clear. Dan Anda benar-benar mengira bahwa mereka
itu tidak akan berbalik dengan diam-diam?”
“Mereka 􀀑dak akan kembali. Untuk berjaga-jaga marilah kita
􀀑nggalkan tempat ini; kita padamkan api ini dan kita mencari
tempat bermalam yang lain. Itu dapat kita kerjakan dengan segera.”
Setelah api itu padam, maka kami berjalan kembali ke arah dari
mana kami datang, sampai menemukan tempat yang serasi untuk
bermalam. Kami memasang dua penjagaan, lalu pergi tidur. Masih
lama saya jaga serta mendengar teman-teman saya berbisik-bisik.
Saya dapat menduga apa yang dipercakapkan itu. Mereka
membicarakan peris􀀑wa yang ajaib itu, yakni bahwa Mr. Charley
telah berolok-olok terhadap mereka dan ternyata adalah Old
Sha􀀲erhand. Setidak-tidaknya Old Wabble sangat bergirang hati
oleh karena dialah yang pertama-tama mengenali saya.
AIR BIRU

Keesokan harinya saya ingin mengetahui, siapa dari teman-teman


itu mau ikut ke Saskuan Kui. Ke􀀗ka itu saya tanyakan maka
semuanya minta dengan sangat agar dibolehkan ikut serta.
Kini mereka telah tahu siapa saya dan 􀀗dak seorangpun menaruh
keberatan lagi untuk ikut membebaskan Old Surehand. Mereka
yakin bahwa usaha itu niscaya akan berhasil baik. Bahkan Sam
Parker, yang kemarin saya tegur dengan keras itu, kini menyatakan
kegirangannya.
Jos Hawley mencari kesempatan untuk berbicara dengan saya
tanpa dapat di dengar orang.“Siapa akan mengira bahwa Anda
adalah Old Sha􀀤erhand, Tuan! Tetapi karena kini telah ternyata
begitu, maka senang sekali ha􀀗 saya bahwa Anda telah membuat
ha􀀗 saya menjadi lega dengan ceritera Anda. Saya hanyalah seorang
pemburu prairi yang sederhana, akan tetapi apabila Anda mengira
bahwa Anda dapat mempergunakan saya, maka berilah saya
sembarang tugas yang Anda pandang patut. Yakinlah, bahwa saya
􀀗dak akan memalukan Anda.”
Kini kami berangkat. Mula-mula saya menyusur tepi batang air yang
melalui tempat perhen􀀗an kami. Kira-kira satu jam lamanya kami
mengiku􀀗 sungai itu. Akhirnya lembah itu membelok ke arah
Selatan. Di tempat itu saya melihat bahwa rumputnya bekas diinjak
orang. Old Wabble turun untuk menyelidiki jejak itu.
“Saya kira itu 􀀗dak perlu lagi, Mr. Cu􀀤er,” kata saya. “Saya telah
memberi janji saya kepada orang-orang Comanche itu bahwa saya
􀀗dak akan mengikuti jejaknya.”
“Jadi Anda menduga bahwa ini jejak mereka? Hm! Saya masih
belum yakin. Sekiranya mereka melalui jalan ini, maka jejak kuda
mereka sudah dari tadi kita lihat.”
“ Tidak. Antara waktu mereka berangkat dan saat kita berangkat
adalah besar sekali, sehingga rumput itu sudah tegak kembali. Akan
tetapi mereka berhenti di sini dan oleh karena mereka baru saja
berangkat, maka jejak ini masih kelihatan.”
“Boleh jadi itu betul, akan tetapi saya berpendapat bahwa orang-
orang Indian itu 􀀗dak bersikap ha􀀗-ha􀀗, sebab mereka sudah
berhen􀀗 pada tempat yang hanya satu jam saja jauhnya dari
perhentian kita.”
“Mengapa mereka bersikap 􀀗dak ha􀀗-ha􀀗? Mereka sudah saya
bebaskan dan saya sudah berjanji 􀀗dak akan mengejar mereka.
Tentu saja mereka merasa aman sekali. Lagi pula pada siang hari
orang dapat berjalan lebih cepat daripada pada malam hari. Karena
itu maka sudah sewajarnyalah bahwa mereka berhen􀀗 pada malam
hari untuk melanjutkan perjalanan mereka pada siang hari. Setelah
mereka satu jam perjalanan jauhnya dari tempat kita, maka tanpa
ragu-ragu lagi mereka dapat berhenti untuk bermalam.”
Kini Old Wabble tersenyum lalu berkata:
“Anda hendak menepati janji Anda dan berjanji tidak hendak
mengikuti jejak mereka, akan tetapi saya yakin bahwa itu tidak
mungkin.”
“Mengapa tidak?”
“Karena kita harus menempuh jalan yang dilalui oleh kedua orang
Comanche itu; jadi kita terpaksa melihat jejak mereka. Atau adakah
Anda menyangka bahwa kita harus memejamkan mata kita?”
“Tidak, kita tidak akan mengikuti jejak ini.”
“Hanya karena Anda sudah berjanji?”
“ Tentu saja 􀀗dak, akan tetapi ada sebab yang lain yang lebih
beralasan. Kedua orang Comanche itu barangkali akan mengiku􀀗
sungai ini agar mereka se􀀗ap waktu dapat memberi kesempatan
kuda mereka untuk minum. Sungai ini menuju ke Rio Pecos juga,
akan tetapi jalan menyusur sungai ini ialah jalan yang mengeliling.
Kita akan meninggalkan sungai ini dan akan membelok ke Timur.
Dengan demikian kita akan lebih dahulu sampai ke Saskuan Kui.
Betapa besar keuntungannya bagi kita, rasanya tak perlu lagi saya
terangkan.”
Tanpa tersenyum Old Wabble berkata:
“Ya, kalau begitu Mr. Sha􀀤erhand, saya akui kebenarannya. Saya
menger􀀗 bahwa saya masih dapat belajar dari Anda, it’s clear!
Tetapi katakanlah, sangat sukarkah jalan yang Anda maksud itu?”
“Sama sekali 􀀗dak. Jalan itu selalu menurun, daerah yang akan kita
lalui agak datar, kadang-kadang merupakan batu-batuan, kadang-
kadang pasir, akan tetapi tidak ada air. Untuk mendapat air, kita
harus menaruh sabar hingga sampai ke Rio Pecos.”
“Justru orang Comanche ada di sana! Tiadakah mereka akan
menghalangi kita mengambil air yang sangat kita perlukan itu
sesudah kita membuat perjalanan sejauh itu?”
“ Tidak. Saya tahu dengan tepat letak Saskuan Kui. Sungai itu akan
kita deka􀀗 pada tempat yang lain, sehingga kita dapat memberi
kuda kita kesempatan untuk minum tanpa ada bahaya.”
“Saya merasa puas, sebab kini saya tahu bahwa, apabila Anda
memimpin kita, kita boleh percaya bahwa segala-gala yang kita
perlukan untuk keamanan kita, sudah terjamin. Hanya ini yang
masih akan saya katakan kepada Anda: Saya lebih tua, jauh lebih
tua daripada Anda dan karena itu sesungguhnya sudah sewajarnya
bahwa Anda mengangkat saya sebagai pemimpin; akan tetapi
dengan segala senang ha􀀗 saya tunduk kepada Anda. Andalah
komandan kita yang harus kita patuhi. Berterang-terang saja, Old
Wabble belum pernah menyerah mentah-mentah seper􀀗 sekarang
ini. Bagaimana pendapat Anda? Tentu pendapat saya ini akan Anda
terima dengan rasa terima kasih, bukankah begitu, Mr.
Shatterhand? It’s clear!”
Ya, Old Wabble adalah orang yang tak pernah mau tunduk kepada
orang lain. Itu saya ketahui. Tampak pada mukanya betapa berat
keputusan itu baginya. Ia mengharapkan saya akan memuji
sikapnya. Akan tetapi pengharapannya itu tidak saya penuhi, sebab
saya menjawab:
“ Tidak, pendapat saya 􀀗dak begitu. Kita adalah penjelajah hutan
yang merdeka. Kita bukan serdadu yang mengenal pelbagai pangkat
dan harus tunduk kepada disiplin kepangkatan. Di antara kita tidak
ada komandan dalam arti militer; jadi kita ini semuanya mempunyai
hak yang sama.”
“Akan tetapi, Mr. Shatterhand, saya kira Anda tidak dapat
menghendaki, agar kita selalu sependapat!”
“Tentu saja tidak.”
“Nah, bagaimana nanti apabila kita berselisih pendapat?”
“Berselisih? Anda maksud bertengkar? Itu 􀀗dak akan terjadi antara
orang yang bijaksana. Jikalau ada selisih pendapat, maka kita
berunding, Mr. Cutter.”
“Lalu?”
“Lalu kita mengikuti rencana yang paling baik.”
“Dan jikalau yang lain-lain memandang rencana itu tidak sebagai
yang paling baik, bagaimana?”
“Maka mereka itu bodoh dan saya biasanya tidak mau bergaul
dengan orang yang bodoh.”
“He?” tanyanya.
Rupa Old Wabble sekarang lucu sekali. Air mukanya menyatakan
kecerdikan bercampur kebodohan. Seke􀀗ka lamanya ia 􀀗dak
bergerak; kemudian ia menggerak-gerakkan lengannya, lalu
menyambung:
“Bodoh, jadi bodoh, dan Anda 􀀗dak mau bergaul dengan orang
yang bodoh! Jadi maksud Anda ialah bahwa hanya kami saja yang
dapat berbuat bodoh?”
“Maksud saya ialah menjaga jangan sampai saya akan menyangkal
atau menyanggah pendapat yang baik atau tepat.”
“Ooo! Dan sekiranya pendapat Anda tepat, tetapi kami tidak
menurutinya?”
“Kalau begitu maka Anda sekalian akan saya tinggalkan. Saya akan
mencari jalan saya sendiri.”
“Dengan begitu kita tidak dapat menyelesaikan apa yang harus kita
kerjakan.”
“Ooo! Dapat juga. Hanya itu akan saya kerjakan sendiri. Orang yang
bijaksana, seorang diri saja dapat mencapai lebih banyak daripada
apabila ia dibantu oleh sepuluh orang yang hanya menimbulkan
gangguan belaka.”
“Jadi dengan kata-kata lain: Old Sha􀀤erhand 􀀗dak pernah bodoh;
semuanya harus dikerjakan sesuai dengan pendapatnya sendiri dan
apabila 􀀗ada begitu halnya, maka ia akan pergi?”
“Kira-kira begitu, tetapi tidak saya rumuskan setajam itu.”
“Bukankah itu kira-kira sama dengan apabila Anda kita angkat
sebagai komandan?”
“ Tidak, sebab Anda 􀀗dak selalu harus mematuhi saya secara
membabi buta; se􀀗ap orang boleh mengutarakan pendapatnya.
Lagi pula Mr. Cu􀀤er, saya yakin seyakin-yakinnya, bahwa Anda akan
selalu berbuat tepat dan tidak akan mau menjalankan sesuatu yang
salah.”
Kini muka bekas raja cowboy itu bersinar-sinar kegirangan dan
iapun berseru:
“Kata Anda itu benar, benar sekali, it’s clear! Kita 􀀗dak mempunyai
komandan, akan tetapi jikalau yang lain-lain ini 􀀗dak menger􀀗
bahwa pendapat Anda benar, maka mereka kita tinggalkan. Ayoh,
kita harus berjalan terus.”
Kami mendaki lereng lembah dan setelah sampai di atas, maka kami
membelok ke arah Timur. Kami menghadapi tanah datar dan oleh
karena kuda kami tadi sudah minum sepuas-puasnya, maka
dapatlah kami berjalan cepat sekali.
Old Wabble selalu berjalan di samping saya; berulang-ulang ia
memalingkan kepalanya ke arah kuda saya yang sangat
dikaguminya. Cowboy tua itu pandai sekali menunggang kuda. Ia
berdiri tegak di atas pelananya seper􀀗 seorang anak muda belia.
Sesungguhnya Old Wabble 􀀗dak seratus persen memenuhi
pengharapan saya, sebab keberatan-keberatan dan sangkalan-
sangkalan yang dikemukakannya ke􀀗ka kami berhen􀀗 di dekat
sungai tadi, 􀀗ada membuk􀀗kan bahwa ia mempunyai pandangan
yang tajam, jangankan pandangan yang 􀀗dak pernah sesat, yang
pada hakekatnya harus dimiliki oleh seorang pemburu yang ulung.
Akan tetap raja cowboy itu memang hanya biasa bergerak di
padang bebas, di savana yang terbuka, sehingga ia 􀀗dak pernah
mendapat kesempatan untuk memperoleh sifat-sifat yang hanya
dapat dikembangkan di dalam hutan-hutan yang lebat dan
pegunungan-pegunungan yang berbatu-batu. Akan tetapi dalam
segala hal yang bersangkut-paut dengan kehidupan seorang
cowboy. maka ia dapat saya andalkan.
Berjam-jam lamanya ia berjalan di samping saya tanpa
mengucapkan sepatah kata. Ketika saya menyinggung sikapnya itu,
maka ia menjawab: “Saya gemar sekali berbicara dan gemar sekali
berceritera, akan tetapi saya tahu bahwa itu 􀀗dak Anda sukai; Anda
lebih menghargai 􀀗ndakan daripada perkataan.
Se􀀗ap orang sudah pernah mendengar bahwa berhari-hari lamanya
Anda dapat berjalan bersama-sama dengan Winnetou tanpa
mengeluarkan sepatah kata. Bahkan apabila Anda menghadapi
bahaya yang oleh pemburu-pemburu prairi biasa akan dirundingkan
cara mengatasinya, maka Anda dan Winnetou hanyalah bertukar
pandang atau isyarat belaka. Itulah sebabnya maka saya berdiam
diri. Saya tak mau Anda sangka tukang ngobrol; it’s clear!”
“Memang, Winnetou lebih memen􀀗ngkan 􀀗ndakan daripada
perkataan dan sebetulnya perangai saya seper􀀗 perangai
Winnetou. Saya akan sangat bergirang hati sekiranya dengan
Andapun saya dapat bertukar pikiran dengan perantaraan tanda
dan isyarat belaka, Mr. Cutter.”
“Jangan khawa􀀗r, Tuan! Saya seorang yang banyak berpengalaman;
saya akan berusaha sekeras-kerasnya agar saya selalu memahami
Anda, agar Anda dapat mempergunakan saya.”
Dalam pada itu kami sudah mendeka􀀗 anak sungai Rio Pecos yang
tepinya ditumbuhi semak-semak. Anak sungai ini sudah pernah saya
kunjungi dahulu. Sungai itu kami ikuti sampai pada muaranya. Dua
jam lagi hari akan malam; untuk sampai ke Saskuan Kui kami harus
berjalan satu jam.
Air Biru ialah sebuah danau kecil yang airnya berwarna biru tua. Air
danau itu mengalir ke Rio Pecos. Tepi danau itu ditumbuhi oleh
pohon kapas. Kami harus menyeberangi sungai itu. Tempat itu 􀀗dak
dapat kami pergunakan karena ke dua orang Comanche bekas
tawanan kami itu niscaya akan menemukan jejak kami apabila kami
menyeberang di tempat itu. Dengan demikian maka 􀀗dak ada cara
yang lain daripada berenang ke seberang. Untung hari sedang
panas; jadi air itu akan menyegarkan badan kami.
Sampai di seberang kami memeriksai tanah, kalau-kalau ada jejak;
kami 􀀗dak ada melihat jejak. Dengan ha􀀗-ha􀀗 kami berjalan ke arah
Air Biru. Danau itu kami deka􀀗 dari arah Utara dan di sanapun kami
􀀗dak mendapa􀀗 jejak. Saya turun dan setelah kuda saya saya
ikatkan pada pohon, maka saya berbaring di atas rumput. Tanpa
berkata-kata Old Wabble mengiku􀀗 teladan saya; rupa-rupanya ia
ingin meniru sikap Winnetou yang 􀀗dak banyak berbicara. Teman-
teman saya yang lain merasa heran bahwa saya berbaring. Mereka
tidak turun dan Parker berkata:
“Mengapa turun, Tuan? Hari masih slang!”
“Justru karena hari masih siang maka saya turun,” jawab saya.
“Bukankah kita hendak pergi ke Air Biru?”
“Tidak.”
“Jadi Anda hendak menunggu sampai gelap? Mengapa tidak pada
siang hari, jadi kita dapat melihat jejak?”
“Ya, kita dapat melihat jejak, akan tetapi jejak kita akan dilihat
orang juga.”
“Saya kira, apabila kita bersikap hati-hati....”
Kini ia disela oleh Old Wabble yang menegur dia dengan keras:
“Diamlah, jangan berteriak-teriak sebagai unta! Adakah saya
berbicara? Old Sha􀀤erhand tentu tahu apa yang harus
diperbuatnya. Kalau Anda hendak menjual scalp Anda kepada orang
Comanche, silahkanlah berjalan terus, tetapi saya tinggal di sini.”
“Oho, jangan sekasar itu, Old Wabble! Saya tidak biasa disebut
orang unta.”
“Se􀀗ap orang harus mengenal dirinya. Betul Anda sudah pernah
menembak kijang Anda yang pertama dengan tepat, akan tetapi
sesudah itu tembakan Anda sering menyasar; jadi 􀀗dak patutlah
Anda menyangkal perkataan Mr. Sha􀀤erhand. Diamlah kalau 􀀗dak
maka kami akan pergi dan Anda sekalian akan kami tinggalkan di
sini.”
Rupa-rupanya percakapan kami tadi sangat membekas pada Old
Wabble. Ya, kami akan pergi dan Anda akan kami 􀀗nggalkan di sini,
perkataanperkataan itu diingatnya benar. Dengan bersikap sekeras
itu terhadap Parker ia hendak membuk􀀗kan bahwa ia sependapat
dengan saya. Dalam pada itu saya yakin bahwa Old Wabble 􀀗dak
akan lama sanggup berdiam diri. Pada kesempatan yang
dipandangnya baik, tentu ia akan berbuat seper􀀗 Parker dan akan
mengganggu saya dengan pelbagai pertanyaan.
Setelah hari mulai gelap, maka bangkitlah saya lalu berkata:
“Kini saya akan pergi menyelidiki. Bedil saya saya tinggalkan di sini
dan saya minta jangan hendaknya ada seorangpun yang
meninggalkan tempat ini.”
“ Tepat sekali,” demikian Old Wabble memperkuat perkataan saya.
“Saya kira kedua orang Comanche bekas tawanan kita akan segera
datang. Barangkali mereka akan melalui tempat ini.”
“Saya kira tidak, Mr. Cutter. Mereka tentu akan mempergunakan
tempat penyeberangan di sebelah hulu itu.”
“Anda kira begitu?”
“Ya. Karena itulah maka saya memilih tempat ini untuk melepaskan
lelah. Mereka tidak akan melihat kita.”
“Bolehkah saya ikut menyelidiki?”
“Anda jangan marah, sebenarnya saya lebih suka pergi seorang
diri.”
“Anda takut kalau-kalau saya kurang berpengalaman, sehingga akan
menggagalkan usaha Anda? Percayalah, Tuan, bahwa saya sudah
biasa menyelidiki. Bukankah itu kemarin malam sudah saya
buktikan?”
“Hm! Tetapi Anda saya lihat juga.”
“Bukan saya, melainkan ranting yang bergerak.”
“Pshaw! Sebelum Anda memotong ranting itu saya telah melihat
mata Anda.”
“Mata saya? Astaga!”
“Ya, tentu saja hanya dapat dilihat oleh mata yang tajam dan
terla􀀗h. Anda tahu bahwa mata selalu berkilat-kilat dan pada saat
itu Anda membukakan mata Anda lebar-lebar.”
“Ya, itu perlu! Barangsiapa hendak melihat sesuatu, harus
membuka matanya lebar-lebar.”
“Sama sekali 􀀗dak. Seorang penyelidik yang ha􀀗-ha􀀗 akan
memejamkan matanya sebanyak-banyaknya, sehingga 􀀗dak dapat
dilihat orang, Saya selalu berbuat begitu dan apabila saya telah
melihat apa yang hendak saya lihat, maka mata saya, saya
pejamkan sama sekali, sebab sesudah itu saya hanya hendak
mendengar saja. Pertama, mata saya tidak akan kelihatan orang,
kedua, dengan mata tertutup pendengaran kita menjadi lebih
tajam.”
“Ya, betul-betul saya masih dapat belajar daripada Anda!”
“Lagipula bukan mata Anda saja yang saya lihat, melainkan rambut
Anda juga.”
“Rambut itu kelihatan juga?”
“Jangan Anda merasa heran. Rambut Anda putih metah, jadi
tampak dengan jelas. Kalau saya boleh memberi nasihat, rambut itu
hendaknya Anda tutupi baik-baik apabila Anda pergi menyelidiki.
Jangan-jangan Anda akan kehilangan rambut dan kulit kepala
Anda.” (Catatan editor: di buku tertulis ‘pu􀀗h metah’, dan ini
berulang kali disebutkan di bab-bab selanjutnya.)
“Ya, ya, betul, betul! Semuanya itu akan saya perhatikan dan akan
saya kerjakan. Bolehkah saya ikut?”
“Sesungguhnya saya lebih suka pergi sendiri.”
“Saya menger􀀗, akan tetapi, bukankah Anda manusia juga?
Bagaimana kalau Anda tertangkap. Maka kami duduk di sini dan
􀀗dak tahu di mana Anda dan bagaimana kami dapat menolong
Anda?”
“Itu tidak benar seratus persen.”
“Saya berjanji, tidak akan membuat kesalahan.”
“Hm! Mudah-mudahan Anda akan menepati janji.”
“Ha, jadi saya boleh ikut. Terimakasih! Kini saya akan menutupi
rambut saya. Sesudah itu kita boleh berangkat.”
Rambutnya digulungnya, lalu ditutupinya dengan kain kepalanya.
Sambil berbuat begitu ia berkata:
“Adakah Anda tahu betul keadaan sekitar Air Biru itu, maka Anda
berani mencari orang kulit merah di sana walaupun hari gelap-
gulita?”
“Ya, sesungguhnya Anda harus menger􀀗 sendiri, sebab sekiranya
􀀗dak begitu, maka pekerjaan itu tentu saya jalankan pada siang
hari; tentu saya 􀀗dak akan enak-enak berbaring di sini.”
“Syukur, syukur!” seru Parker.
Old Wabble menoleh seraya bertanya dengan marah:
“Diam, jangan Anda berteriak-teriak sekeras itu!”
“Syukur, kata saya,” jawab Parker, “karena senang hati saya, oleh
karena Anda mendapat tamparan.”
“Tamparan? Bagaimana?”
“ Tadi Anda bersikap kasar sekali terhadap saya, saya Anda suruh
diam dan saya Anda sebut unta oleh karena saya berani
mengutarakan pertanyaan dengan sopan santun dan kini Anda
sendiri mengeluarkan pertanyaan yang tak ada ujung pangkalnya,
sehingga Old Sha􀀤erhand harus menegur Anda. Bukankah ia
berkata: sesungguhnya Anda harus mengerti sendiri; karena itulah
maka saya berseru syukur!”
“Tutup mulutmu! Pertanyaan saya beralasan benar.”
“Begitu juga pertanyaan saya.”
“Omong kosong! Lagipula, jikalau orang dikerumuni oleh musuh,
pantang orang berteriak-teriak. Mari, Mr. Shatterhand, orang ini
kita tinggalkan saja.”
“Kita tinggalkan untuk seterusnya?” tanya saya dengan tertawa.
“Tidak, sampai kita kembali.”
Bedil saya saya serahkan kepada Parker; kemudian kami berangkat.
Air Biru itu dikelilingi oleh sebuah hutan. Hutan itu 􀀗dak lebar dan
berbatas pada padang rumput yang terbuka. Kami berhen􀀗 di
pinggir hutan dan di sana kami tak usah khawa􀀗r akan bertemu
dengan orang Indian atau akan dilihat orang, sebab banyak sekali
semak-semak di mana kami dapat bersembunyi. Demi hari sudah
gelap sama sekali, tak ada sama sekali yang harus kami
khawatirkan.
Rupa-rupanya teguran Parker tadi tidak membekas pada Old
Wabble. Belum berapa jauh kami berjalan, maka ia sudah bertanya
dengan berbisik:
“Bagaimana bentuk Air itu, Mr. Shatterhand?”
“Bulat, tetapi tidak seberapa besar; sebenarnya lebih layak kita
sebut telaga.”
“Berapa besarnya?”
“Sudah pernah saya renangi dari tepi ke tepi dalam waktu duapuluh
menit.”
“Kalau begitu tak dapat kita sebut kecil, sebab saya pernah
mendengar bahwa Anda pandai sekali berenang. Kata orang pernah
dikejar oleh orang Indian dan dapat menyelamatkan jiwa Anda
dengan berenang.”
“Ya, bahkan sudah beberapa kali.”
“Dan semua perenang orang kulit merah, bahkan yang paling
ulungpun, sudah Anda kalahkan semuanya.”
“Ya, kalau tidak begitu tentu saya sudah mati. Anda pandai
berenang, Mr. Cutter?”
“Seperti ikan. Sangsikah Anda?”
“Mengapa akan sangsi, Anda tentu 􀀗dak akan berdusta. Kalau
begitu Anda lebih pandai berenang daripada saya, sebab saya 􀀗dak
dapat mengatakan bahwa saya dapat berenang sebagai ikan. Anda
tidak dapat dikatakan gemuk.”
“Tidak, hanya tulang dan kulit belaka. Adakah Anda mengira bahwa
orang yang kurus badannya tidak akan pandai berenang?”
“Kata orang begitu.”
“Itu salah! Orang yang gemuk badannya akan lebih banyak ditahan
oleh air. Badan saya panjang dan kurus, sehingga seakan-akan saya
dapat menembusi air. Sama halnya dengan anak-panah bentuknya
panjang dan tipis dan karena itu lebih cepat melayang di udara, it’s
clear!”
Bagi saya belum lagi clear, akan tetapi saya mau juga percaya
bahwa ia pandai berenang, walaupun tidak seperti ikan.
“Adakah pulau di Air Biru itu?” tanyanya lagi.
“Hanya sebuah, letaknya dekat pada tepi sebelah Utara.”
“Kalau tetap gelap begini dan orang Indian tidak membuat api,
niscaya sukar sekali untuk mencari mereka.”
“Sebentar lagi bintang akan gemerlapan di langit dan sayapun yakin
bahwa orang Comanche akan membuat api. Bagi mereka 􀀗dak ada
alasan untuk menduga bahwa ada musuh akan datang. Mereka
merasa aman, jadi tidak akan duduk dalam gelap.”
“Bagaimana caranya kita mendekati?”
“Di tepi danau, tepat berhadapan dengan pulau, ada suatu tempat
yang serasi benar bagi tempat bermalam. Saya sudah dua kali
mempergunakan tempat itu dan saya kira orang-orang Indian itu
akan memilih tempat itu. Di dekat tempat itu ada semak belukar
yang sangat lebat, lagi pula pohonpohonan yang tinggi.”
“Itu tidak menguntungkan bagi kita, sukar kita menerobos hutan
belukar yang lebat itu. Bukankah begitu, Mr. Shatterhand?”
“Ya, itu benar, akan tetapi harus kita terobosi juga. Tambahan lagi
ada sesuatu yang akan lebih mempersukar pelaksanaan rencana
kita.”
“Apa itu?”
“Antara air dan hutan itu 􀀗dak ada padang rumput yang cukup luas
untuk memberi makanan kepada kuda. Tentu kuda itu akan
ditambatkan di sebelah sini hutan, sebab di sini banyak rumput.”
“Wah, kalau begitu tentu mereka akan memasang penjagaan!”
“ Tentu saja! Jadi kita ini terjepit; di muka ada perkemahan, di
belakang ada penjagaan kuda. Kita harus ha􀀗-ha􀀗 benar, lebih-lebih
oleh karena kuda Indian sangat tajam telinganya. Karena itu
janganlah kita berbicara lagi.”
Akhirnya kami sudah dekat pada danau dan untung sekali 􀀗dak
bertemu dengan orang Indian. Kini kami 􀀗ba pada tempat dari
mana air danau mengalir ke sungai. Di sini hutan belukar itu
menjorok ke dalam prairi. Kami berjalan terus, akan tetapi
sekonyong-konyong kami mendengar suara orang.
“Pako!” seru orang, “karbune!”
Artinya: “Pako, dengarlah!”
“Himme unoso sowui (ada apa)?” jawab Indian yang kedua.
“Kim!” Artinya: kemarilah!
“Un neats nariskoe, wone tithteste najokone: saya tidak mau, sebab
saya sedang membuat seruling.”
Saya berbisik kepada Old Wabble: “Itu logat orang Comanche-
Naiini. Mereka orang Comanche yang kita cari. Anda mengerti logat
itu?”
“Ya. Yang seorang memanggil yang lain, akan tetapi ia tak mau
datang.”
“Bagus! Anda menger􀀗 bahasa mereka, jadi Anda dapat juga
menangkap percakapan mereka. Nah, dugaan saya betul. Lihatlah,
itu kuda mereka. Yang memanggil tadi ialah seorang penjaga.
Sekarang ikutilah saya dari belakang, akan tetapi sangat hati-hati.”
Cepat-cepat kami merangkak terus sampai ke ujung hutan. Di sana
kami melihat sebuah api unggun kira-kira empatratus langkah
jauhnya dari tempat kami. Api itu dikelilingi oleh beberapa orang
Indian yang bertugas menjaga kuda.
“Betul dugaan Anda, Sir,” kata Old Wabble. “Itu kuda mereka dan di
belakang semak-semak dan pohon-pohonan itu tempat
perkemahan orang Comanche.”
“Ya, itu tempat yang saya sebut tadi; di sana saya dahulu berkemah.
Kini kita harus berbaring agar penjaga itu tidak melihat kita.”
Kami merangkak terus dan di muka kami ada tempat terbuka di
dalam semak belukar, yang rupa-rupanya di pergunakan orang
sebagai jalan untuk lalulintas dari tempat perkemahan ke tempat
kuda. Sayang kami 􀀗dak boleh mempergunakan tempat itu. Orang
kulit merah itu tentu berjalan kian kemari melalui jalan itu dan kami
tidak mau bertemu dengan mereka.
Kami membelok ke kanan lalu mencari jalan yang sejajar dengan
jalan tersebut. Karena semak belukar di tempat itu sangat lebat,
maka hanya dengan susah payah kami mencapai pinggir hutan yang
di seberang. Dari sana kami melihat perkemahan orang Comanche.
Perkemahan itu ialah yang disebut orang perkemahan perang. Betul
orang-orang Indian itu 􀀗dak mencat mukanya dengan warna
perang, jadi bermaksud hendak 􀀗nggal di sini agak lama, akan tetapi
kami 􀀗dak melihat kemah yang sebenar kemah, ar􀀗nya yang
terbuat dari pada terpal; itu menandakan bahwa mereka 􀀗dak
datang ke mari untuk berburu. Mereka itu merasa aman sekali,
sebab mereka telah membuat 􀀗dak kurang daripada delapan buah
api unggun yang memberi penerangan bagi seratus limapuluh
orang Indian. Mereka sedang membuat dendeng; dendeng itu
diiris-irisnya panjang-panjang dan digantungkan di dekat api supaya
menjadi kering. Itu membuk􀀗kan bahwa mereka hendak pergi
berperang dan akan membuat perjalanan yang jauh, dalam
perjalanan mana mereka 􀀗dak sempat berburu atau 􀀗dak akan
melalui daerah di mana mereka akan dapat menembak bison atau
binatang lain. Daerah serupa itu saya kenal: yaitu padang pasir yang
disebut orang Llano Estacado.
Mereka itu sibuk bekerja. Ada yang sedang memotong daging, ada
yang membakar daging di atas api. Daging yang sudah dibakar
ber􀀗mbun-􀀗mbun di dekat mereka, rupa-rupanya akan
dipergunakannya untuk makan malam. Pada dua api unggun yang
kecil duduk beberapa orang yang sedang bercakapcakap sambil
mengedarkan pipa. Sayang sekali tempat mereka itu jauh sekali.
Mereka itu duduknya terpisah, sebab sekiranya mereka itu duduk
pada sebuah api unggun, maka sekaligus percakapan mereka dapat
saya tangkap. Kini kami harus berpisah, masing-masing harus
mendeka􀀗 sebuah api unggun untuk mendengarkan percakapan
mereka.
Pulau yang saya sebut dalam percakapan saya dengan Old Wabble
tadi, kelihatan sebagai sebuah benda hitam yang di atasnya agak
diterangi oleh bayangan cahaya. Tanpa bayangan itu pulau itu tak
akan kelihatan. Bayangan itu barangkali berasal dari api yang
dinyalakan orang di sana. Mengapa mereka itu membakar api di
pulau? Saya layangkan pandangan saya dari kelompok ke-
kelompok, maka kini dapat saya menjawab pertanyaan itu. Di
tempat ini saya hanya melihat orang Indian belaka, tidak ada saya
lihat seorang kulit putih.
“Keparat!” bisik cowboy tua itu, “mereka sudah saya hitung;
semuanya ada kira-kira seratus limapuluh orang, akan tetapi di
antara mereka tak ada seorang kulit putih. Jangan-jangan Old
Surehand telah dibunuhnya.”
“Tidak, saya duga ia ditawan di pulau.”
“Aha! Benda hitam di dalam air yang di atasnya ada bayangan
cahaya itu?”
“Ya.”
“Lega hati saya, tetapi mengapa dia tidak ditawan di sini.”
“Di sana Old Surehand tidak akan dapat meloloskan diri. Dan di
sana tawanan itu tidak memerlukan penjagaan yang kuat.”
“Hm, di sinipun Old Surehand tidak akan dapat melarikan diri.
sebab tentu ia terikat.”
“Ya, tetapi mereka harus mengindahkan segala kemungkinan. Siapa
tahu! Kalau ada orang datang kemari mereka tentu akan melihat
tawanan itu. Itu tidak boleh.”
“Itu 􀀗dak menguntungkan kita. Sekiranya ia ditawan di sini, maka
dapat kita membebaskan dia, akan tetapi 􀀗dak mungkin kita
membebaskan Old
Surehand dari pulau itu.”
“Pshaw! Bagi saya lebih baik dia ditawan di pulau. Nan􀀗 akan saya
buk􀀗kan. Tetapi lebih dulu kita harus pergi ke tempat pemimpin-
pemimpin Indian itu, supaya dapat mendengarkan percakapan
mereka.”
“Bukankah itu perbuatan yang sangat sembrono? Saya bukan
penakut, akan tetapi sekiranya kita dapat mendengarkan
percakapan mereka, masih merupakan pertanyaan adakah
pembicaraan mereka itu penting bagi kita.”
“Pen􀀗ng atau 􀀗dak, saya akan mencoba juga. Sudah sering sekali
saya berbuat begitu dan selalu saya mendengar sesuatu yang
pen􀀗ng. Apa yang akan mereka percakapkan? Tentu saja tentang
apa yang sudah terjadi, tentang apa yang sedang terjadi dan apa
yang akan terjadi, jadi mungkin tentang tawanan dan tentang
perjalanan mereka nan􀀗. Kita mengambil risiko. Walaupun saya
tahu bahwa Anda 􀀗dak takut, akan tetapi berterang-terangan saja.
Saya lebih senang pergi seorang diri. Saya belum yakin bahwa Anda
akan dapat menjalankannya”
“Oho! Adakah saya sudah membuat kesalahan? Bukankah saya
sudah membuktikan bahwa saya pandai juga menyelidik?”
“Ya, sampai sekarang pekerjaan itu tidak berapa sulit, akan tetapi
yang akan kita kerjakan sekarang adalah sulit sekali.”
“Pshaw! Saya dapat menjalankannya juga!”
“Betul? Nah, mari kita coba. Anda melihat dua buah api unggun
kecil itu di mana ada orang Indian sedang bercakap-cakap. Anda
pergi ke unggun-api yang terdekat. Hutan ini hampir menjulur
sampai ke sana, sehingga Anda selalu dapat bersembunyi. Saya
akan mengambil api yang sebelah sana, yang letaknya dekat pada
danau. Itu sukar didekati. Anda setuju?”
“Ya, walaupun bukan kehormatan bagi saya bahwa Anda memilih
yang paling berbahaya.”
“Dengarkanlah! Nan􀀗 kita harus balik ke tempat ini. Barangsiapa
balik lebih dahulu, harus memberi tanda, bahwa pekerjaannya telah
selesai. Tanda itu tidak boleh menimbulkan curiga pada orang kulit
merah. Anda dapat meniru bunyi burung hantu?”
“Saya kira dapat.”
“Nah, segera setelah Anda balik ke mari, maka Anda harus meniru
bunyi burung hantu; yang pertama dan kedua jaraknya agak lama,
yang kedua dan ketiga cepat berturut-turut. Mengertikah Anda?”
“Ya. Untuk membedakan dari bunyi burung hantu yang
sebenarnya.”
“Betul, Kalau saya lebih dahulu kembali ke mari, saya akan berbuat
begitu juga. Sekiranya Anda diketahui orang, maka...”
“Diketahui orang?” demikian ia menyela. “Saya akan menjaga
jangan sampai dilihat orang.”
“Jangan takabur. Penjelajah hutan yang paling cerdik dan paling
ha􀀗-ha􀀗pun mungkin juga mendapat sial. Jadi kalau Anda dilihat
orang, jangan Anda memikirkan keadaan saya, melainkan lekas-
lekas kembali ke tempat perhentian kita melalui semak belukar
yang lebat. Saya akan segera menyusul.”
“Kalau Anda dilihat orang?”
“Saya akan lari juga dan Anda harus mengikuti saya secepat-
cepatnya. Masih hendak bertanya lagi?”
“Tidak. Tugas saya sudah jelas.”
“Sukses!”
“Ya, sukses! Saya 􀀗dak akan membuat Anda kecewa.” Ia membelok
ke kiri masuk ke dalam semak belukar. Betulkah ia tak akan
membuat kesalahan? Saya masih belum yakin benar.
PERGI MENYELIDIK
Seper􀀆 telah saya katakan tadi, tugas saya jauh lebih berat daripada
tugas Old Wabble. Api yang akan saya deka􀀆 itu letaknya di dekat
danau, dan di antara api dan saya 􀀆dak ada sesuatupun yang dapat
saya pergunakan sebagai tempat bersembunyi.
Bagaimana saya dapat mendekat dan dapat berbaring sekian
lamanya tanpa dilihat orang? Itulah masalahnya. Saya harus pergi
ke sana, sebab salah seorang yang duduk dekat api itu adalah ketua
suku. Itu ternyata dari bulu burung rajawali yang tertusukkan dalam
rambutnya. Kalau saya 􀀆dak salah, orang itu ialah Vupa Umugi,
ketua suku orang Comanche.
Satu-satunya jalan yang dapat saya tempuh ialah melalui air. Tetapi
bagaimana itu dapat saya kerjakan sambil menyembunyikan diri
saya. Belum pernah saya mengerjakan sesuatu yang sebesar itu
risikonya. Tepi danau itu ditumbuhi oleh alang-alang. Kini saya
memperoleh akal. Saya menanggalkan baju luar saya dan oleh
karena kulit saya pu􀀆h maka saya harus mencari tempat yang gelap.
Di sebelah kanan, 􀀆dak seberapa jauh dari api itu, semak belukar
berbatas kepada air. Lekas-lekas saya menanggalkan pakaian saya,
lalu mengambil beberapa tali serta pisau bowie saya. Kemudian
pakaian saya, saya sembunyikan di dalam semak-semak. Saya
memotong beberapa batang alang-alang; saya jalin menjadi berkas
yang dapat saya ikatkan pada kepala saya. Kemudian saya membuat
lubang dalam alang-alang itu, tepat di muka mata saya; gunanya
ialah untuk melihat. Dengan perlahan-lahan saya merangkak ke
dalam air.
Baik berjalan ataupun berenang, selalu harus saya usahakan agar
alang-alang di atas kepala saya itu letaknya tetap sama 􀀆ngginya
dengan alangalang yang tumbuh di tepi danau. Kini saya bergerak
maju dengan perlahan-lahan sekali. Sekiranya saya akan dilihat
orang, maka saya harus berenang ke seberang danau dan balik
kembali ke tempat saya menyembunyikan pakaian saya.
Mula-mula saya melalui tempat yang agak dangkal. Saya harus
berbaring dan merangkak di dalam lumpur. Kulit saya tersentuh
pada daun alang-alang yang sangat tajam itu; jadi saya harus ha􀀆-
ha􀀆 supaya 􀀆dak mendapat luka. Akhirnya sampailah saya kepada
tempat yang agak dalam. Di sini saya dapat berjalan. Kemudian kaki
saya 􀀆dak menjejak tanah lagi, sehingga saya terpaksa berenang.
Jarak yang harus saya tempuh itu jauhnya 􀀆dak lebih daripada
enampuluh meter, akan tetapi dalam setengah jam saya belum
menempuh seperdua dari jalan itu. Saya ha􀀆-ha􀀆 benar, sebab
orang-orang kulit merah itu tidak boleh melihat bahwa ikatan
alang-alang saya bergerak. Dengan demikian perjalanan saya akan
banyak sekali memakan waktu.
Untung segera terjadi sesuatu yang membantu saya. Saya
mendengar orang-orang bersorak-sorak dan ke􀀆ka saya
melayangkan pandang saya ke arah padang rumput, maka saya
melihat dua orang Indian masuk ke tempat perkemahan. Kedua
orang Indian itu ialah bekas tawanan kami. Mereka pergi mengejar
Old Wabble atas perintah ketua suku. Kini se􀀆ap orang ingin
mengetahui apa hasil mereka. Kebanyakan orang Comanche itu
menyongsong mereka, akan tetapi ketua suku tetap duduk di
tempatnya.
Perha􀀆an semua orang tertuju kepada mereka yang baru datang
itu. Tidak seorangpun melihat ke arah danau. Kesempatan baik itu
saya pergunakan; dalam semenit saja sampailah saya pada tempat
yang saya tuju. Saya merangkak ke dalam lumpur di tepi danau. Di
sana saya berbaring, bertumpu padakedua siku lengan saya. Kini
saya dapat melihat dengan jelas apa yang terjadi di padang rumput
itu.
Kedua orang Comanche itu sekarang sudah sampai ke dekat api
unggun ketua suku. Vupa Umugi menyambut mereka dengan
marah:
“Saya 􀀆dak ada melihat scalp orang kulit pu􀀆h pada ikat pinggang
Anda. Sudah butakah Anda maka Anda tak dapat mengiku􀀆 jejak
lagi? Adakah kuda Anda telah patah kakinya sehingga Anda tak
dapat menyusul orang kulit putih itu?”
Bekas tawanan-tawanan saya itu yang seorang berdiam diri saja
seraya menunduk. Tetapi yang lain rupanya lebih berani; ia
menatap muka ketua suku seraya menjawab:
“Mata kami tidak buta dan kaki kuda kami tidak patah.”
“Tetapi mana scalp orang kulit putih itu?”
“Masih ada pada kepalanya.”
“Jadi ia tidak mati?”
“Ia masih hidup.”
“Jadi Anda membiarkan dia lolos?”
Kini Vupa Umugi membelalakkan matanya, lalu bertanya dengan
suara yang mengancam:
“Sekali lagi, Anda membiarkan dia melarikan diri?”
“Ia dapat menyelamatkan dirinya,” jawab orang Comanche yang
lain.
“Kalau begitu Anda berdua adalah anjing yang pincang, yang 􀀆dak
boleh dipercayai mengejar seorang pelari! Anda akan saya
pulangkan ke perkampungan perempuan-perempuan tua.”
“Anda ialah Vupa Umugi, ketua suku kita di dalam perang, yang
perintahnya harus kita patuhi, akan tetapi jikalau Anda memberi
perintah yang tak dapat dilaksanakan, maka Anda tak boleh
menghina orang yang sudah berusaha mematuhi perintah Anda.
Kami bukan anjing pincang, melainkan prajurit yang berpengalaman
dan yang gagah berani; kalau 􀀆dak begitu niscaya kami 􀀆dak akan
Anda pilih untuk menjalankan tugas itu. Tidak, kami 􀀆dak akan pergi
ke kemah perempuan tua. Mengapa Anda sudah mengecam,
sebelum Anda mendengar apa sebabnya maka kami tidak ada
membawa scalp?”
Berani benar orang itu menyanggah perkataan ketua sukunya.
Orang ini niscaya 􀀆dak takut. Vupa Umugi telah terkenal sebagai
orang yang bengis, bukan saja terhadap orang kulit putih,
melainkan terhadap sesama sukunya juga. Ia dihormati sebagai
seorang prajurit, akan tetapi tidak disayangi.
Banyak orang yang 􀀆dak senang akan sikapnya. Sikap prajurit
Comanche tadi menunjukkan keberanian, akan tetapi ia 􀀆dak
sembrono. Seorang ketua suku Indian bukanlah seorang diktator. Ia
dipilih oleh seluruh suku; ia tetap menjabat ketua suku selama
pengalamannya, kecerdikannya dan keberaniannya melebihi
sesamanya, akan tetapi setiap waktu ia dapat dipecat oleh dewan
kaum tua. Itu diinsafi oleh Vupa Umugi.
Wajahnya menunjukkan bahwa jawab prajurit Comanche itu
menimbulkan kemarahannya; tangannya sudah memegang
pisaunya, akan tetapi ia menahan dirinya dan dengan tenang ia
berkata:
“Ceriterakanlah apa yang sudah terjadi. Saya hendak
mendengarkannya, nanti akan saya putuskan bolehkah Anda tetap
menjadi prajurit Comanche atau tidak.”
Ia duduk; yang lain-lainpun duduk pula. Kini prajurit Comanche itu
menceriterakan kisah pengejarannya. Semuanya berdiam diri
sampai pada perkataan:
“Tiba-tiba kepala kami dipukul orang dan rebahlah kami. Ketika
kami sadar kembali, kami telah terikat pada pohon.”
“Terikat?” seru ketua suku. “Dan Anda tidak memberi
perlawanan?”
“Dapatkah ketua suku Naiini memberi perlawanan kepada seorang
musuh yang tidak dilihatnya?”
“Saya akan melihat setiap musuh yang berani menyerang saya.”
“Anda tak akan dapat melihat musuh ini!”
“Siapa musuh itu? Sebutkan namanya!”
“Old Shatterhand!”
“Uf!” seru ketua suku sambil bangkit, lalu duduk kembali.
“Uf! Uf! Uf!” seru yang lain-lain.
“Old Sha􀀳erhand! Anjing kulit pu􀀆h yang sudah sekian kali
tertangkap oleh orang Comanche, akan tetapi selalu dapat
melepaskan diri! O, sekiranya saya ada di tempat Anda!”
“Maka nasib Anda tak akan lain.”
“Diam! Saya Vupa Umugi, saya 􀀆dak akan membiarkan orang
mendeka􀀆 saya. Kami sedang mengejar orang kulit pu􀀆h yang lari.
Dapatkah kami mengetahui bahwa ia sudah bertemu dengan orang
kulit pu􀀆h yang lain? Dan dapatkah kami menduga bahwa orang
kulit pu􀀆h yang lain itu ialah Old Shatterhand, yang belum pernah
dikalahkan orang?”
“Anda hendaknya lebih hati-hati.”
“Kami sudah ha􀀆-ha􀀆. Demi kami mencium bau api, maka kami
segera berhen􀀆 dan mengikatkan kuda kami pada pohon. Dengan
􀀆dak membuat bunyi kami menyuruk-nyuruk untuk melihat siapa
yang duduk di dekat api itu. Kami yakin bahwa kami 􀀆dak akan
dapat dilihat dan ditangkap orang; dugaan kami tak lain daripada
hendak memperoleh scalp. Tetapi 􀀆ba-􀀆ba Old Sha􀀳erhand telah
mengiku􀀆 kami dari belakang. Ia men gadang saya di belakang
semaksemak. Malam itu gelap dan kami 􀀆dak dapat melihat dia.
Ke􀀆ka kami lalu di dekatnya, maka kami disergapnya dan di􀀆njunya.
Bukankah saudara-saudara saya sudah pernah mendengar betapa
kuatnya, tangannya?”
Pertanyaan itu ditujukannya kepada prajurit-prajurit yang berdiri
sekelilingnya.
“He, he, he, he (ya, ya, ya, ya)!” jawab mereka.
“Bukankah Anda mendengar pula bahwa setiap orang yang
ditinjunya akan jatuh pingsan?”
“He, he, he!”
“Sekiranya bukan kami melainkan Anda yang diadang oleh Old
Sha􀀳erhand, adakah Anda mengira bahwa Anda akan melihat dia
dan akan dapat menghindari dia?”
“Ke, ke (tidak, tidak)!”
Siasatnya untuk membela diri itu cerdik benar. Pernyataan teman-
temannya bahwa mereka sependapat dengan dia dapat
mengelakkan amarah ketua suku. Ia berceritera terus, tanpa disela
lagi oleh Vupa Umugi. Setelah selesai kisahnya, maka ia bertanya:
“Demikianlah Old Shatterhand memperlakukan musuhnya.
Dapatkah Anda menerka, siapa orang kulit putih yang kami kejar
itu?”
Mereka menggelengkan kepalanya.
“Orang kulit putih itu sudah seringkali kita dengar namanya.”
“Saya ada melihat dia, ke􀀆ka ia menerobosi pasukan kita seakan-
akan ia kebal terhadap peluru dan senjata, akan tetapi saya 􀀆dak
mengenal dia,” jawab Vupa Umugi.
“Rambutnya panjang dan putih metah warnanya. Tidakkah Anda
melihatnya?”
“Ya, saya melihatnya.”
“Mukanya berkerut dan usianya sudah lebih daripada sembilan
puluh tahun. Orang kulit pu􀀆h yang selanjut itu usianya, yang pu􀀆h
metah warna rambutnya dan yang sepandai itu berkuda, hanyalah
seorang saja.”
“Uf! Uf!” seru ketua suku. “Adakah yang Anda maksud itu Old
Wabble?”
“Ya, itu yang saya maksud. Dialah orang kulit putih itu.”
“Sial benar kita. Tidak ada orang kulit pu􀀆h yang lain, yang sudah
sedemikian banyak menumpahkan darah orang kulit merah seper􀀆
Old Wabble! Sekiranya ia jatuh ke tangan kita, maka sorak sorai
orang-orang Comanche 􀀆dak akan ada habis-habisnya. Tetapi sekali
lagi ia tak akan dapat lepas. Kita akan bertemu lagi dengan dia dan
ia pasti akan kita tangkap, barangkali besok.”
“Anda akan menyuruh kita semuanya mengejar dia?”
“Tidak.”
“Dengan jalan apa Anda hendak menangkap dia?”
Ketua suku itu rupa-rupanya menjadi marah lagi oleh pertanyaan
yang dipandangnya tidak sopan itu.
“Saudara saya adalah prajurit biasa saja, tetapi berani bertanya
kepada pemimpinnya apa yang hendak diperbuatnya. Pertanyaan
serupa itu 􀀆dak patut, akan tetapi walaupun begitu saya mau
menjawabnya, sekalipun hanya untuk membuk􀀆kan bahwa Anda
sudah saya ampuni. Kita 􀀆dak usah mengejar Old Wabble sebab ia
akan datang ke mari.”
“Tidak, ia tidak akan datang ke mari,” kata prajurit itu.
“Pas􀀆! Ia tentu akan datang ke mari!” seru ketua suku. “Ia pergi
untuk mencari bala bantuan. Ia sudah menjumpai sepuluh orang
kulit pu􀀆h dan di antaranya ada Old Shatterhand. Ia pasti akan
datang ke mari untuk membebaskan orang kulit putih yang kita
tawan di pulau.”
“Mereka sudah kehilangan akal sehat mereka, apabila mereka
mengira dapat mengalahkan kita dengan sebelas orang belaka!”
“Old Shatterhand ada pada mereka! Orang kulit putih yang
dipimpinnya selalu berani mengambil segala risiko.”
“Mereka tidak tahu tempat kita.”
“Anda meninggalkan jejak dan jejak itu niscaya akan diikutinya.”
“Old Shatterhand telah berjanji tidak akan mengikuti jejak kami.”
“Janji itu tidak akan ditepatinya.”
“Tidak, ia bukan pembohong. Saya belum pernah mendengar
bahwa Old Shatterhand sudah mengingkari janjinya.”
“Sebaiknya saudara saya menutup mulutnya. Perbuatan Anda 􀀆dak
sopan. DI hadapan prajurit-prajurit yang sudah tua-tua ini 􀀆dak
patut Anda menyanggah perkataan ketua suku Anda!”
Ini suatu teguran yang dapat mengandung ancaman, akan tetapi
Vupa Umugi tidak disayangi oleh anak buahnya. Orang Comanche
itu mengetahui dari pandang mata teman-temannya bahwa mereka
sependapat dengan dia. Karena itu ia berkata lagi:
“Saya tahu bahwa saya jauh lebih muda daripada prajurit-prajurit
tua yang sangat bijaksana ini, akan tetapi oleh karena sayalah yang
menjumpai Old Sha􀀳erhand dan saya pulalah yang bercakap-cakap
dengan dia dan saya juga yang memperoleh janjinya, barangkali
saya akan diperkenankan mengatakan kata-kata apa yang saya
dengar dari mulutnya.”
Maka kini berkatalah seorang Indian tua yang duduk di samping
ketua suku:
“Silahkan saudara saya mengatakan kepada kami kata-kata apa
yang didengarnya. Oleh karena kita telah menggali kapak
peperangan, maka segala sesuatu yang tampaknya remeh boleh
jadi mempunyai ar􀀆 yang pen􀀆ng. Pertemuan dengan Old
Sha􀀳erhand adalah suatu hal yang pen􀀆ng sekali. Di mana Old
Shatterhand menampakkan diri, di sana tentu ada Winnetou, ketua
suku Apache. Adakah Anda melihat Winnetou?”
“Ia tidak ada di antara mereka,” jawab prajurit itu.
“Tidak ada di sekitarnya pula?”
“Kami tidak melihat tanda-tanda yang menunjukkan kemungkinan
itu.”
“Kata-kata apakah yang diucapkan oleh Old Shatterhand ketika ia
berjanji?”
Orang Comanche itu berpikir sebentar, lalu menjawab:
“Demikian saya berkata kepada Old Shatterhand: Anda akan
menyelidiki jejak kami untuk mengetahui ke mana kami pergi?
“Ia menjawab: Tidak, saya berjanji tidak akan berbuat begitu.
“Itulah dengan tepat kata-kata yang diucapkan oleh Old
Shatterhand.”
“Jikalau Old Sha􀀳erhand berkata begitu, maka janji itu mempunyai
kekuatan yang sama dengan apabila ia mengucapkannya dalam
upacara mengisap calumet. Ia pas􀀆 menepa􀀆 janjinya dan ia 􀀆dak
akan mengiku􀀆 jejak Anda! Howgh! Kini kita telah mendengar apa
yang hendak kita ketahui. Saudara saya boleh mengundurkan diri.”
Maka pergilah kedua orang Comanche itu, diiku􀀆 oleh mereka yang
tadi berlari-lari datang ke tempat api itu. Orang-orang Comanche
yang akan dihampiri oleh Old Wabble, sementara itu datang pula ke
tempat ketua suku. Karena itu maka saya menduga bahwa Old
Wabble telah balik ke tempatnya.
Sebentar kemudian dugaan saya itu ternyata benar, sebab saya
mendengar bunyi burung hantu empat kali dengan cara seper􀀆
yang sudah saya sepaka􀀆 dengan bekas cowboy itu.
Sesungguhnya saat itu memberi kesempatan yang baik sekali bagi
saya untuk mengundurkan diri. Akan tetapi saya menduga bahwa
mereka akan meneruskan percakapan mereka mengenai soal-soal
yang pen􀀆ng bagi kami. Lagi pula pada sangka saya nan􀀆 tentu tak
akan ada kesempatan sebaik itu lagi. Orang-orang Comanche itu
belum lagi makan. Nan􀀆 kalau persiapan mereka untuk makan
malam telah selesai, mereka tentu akan pergi ke tempat api di
mana orang membakar daging. Dengan demikian maka saya akan
mendapat kesempatan untuk mengundurkan diri tanpa dapat
dilihat orang. Karena pertimbangan itu maka saya tetap berbaring
di atas lumpur.
Ketua suku Comanche rupa-rupanya marah bahwa prajurit tua itu
telah mencampuri percakapannya. Setelah kedua orang prajurit
muda itu pergi, maka ia berpaling kepada prajurit tua itu:
“Saudara saya rupa-rupanya lupa bahwa kewibawaan saya selaku
ketua suku telah dirugikannya karena ia telah melindungi seorang
prajurit muda terhadap saya!”
Prajurit tua itu menjawab:
“Kewibawaan seorang ketua suku paling dirugikan oleh sikap yang
􀀆dak bijaksana. Kami percaya bahwa Old Sha􀀳erhand akan
menepa􀀆 janjinya, hanya Anda belaka yang tidak percaya.”
“Karena saya mengenal anjing kulit putih ini.”
“Kami mengenal dia juga. Lidahnya belum pernah dicemarkan oleh
dusta.”
“Ya, akan tetapi lidahnya itu licin sekali. Old Sha􀀳erhand ialah orang
kulit pu􀀆h yang paling jujur, akan tetapi dalam pada itu ia orang
kulit pu􀀆h yang paling cerdik juga. Ia 􀀆dak berdusta, itu benar. Apa
yang dijanjikannya niscaya ditepa􀀆nya, akan tetapi hanya sesuai
dengan apa yang dimaksudnya, 􀀆dak dengan apa yang dikehendaki
orang. Kata-kata yang diucapkannya kepada musuhnya ialah
seakan-akan mesiu yang di􀀆mbang-􀀆mbang dengan saksama
sebelum dimasukkan ke dalam laras bedil.”
“Jadi Vupa Umugi menduga bahwa janji yang diucapkannya kepada
kedua prajurit kita itu tadi dapat ditafsirkan lain!”
“ Tidak. Ia 􀀆dak akan mengiku􀀆 jejak mereka, akan tetapi ia 􀀆dak
akan memberikan janji itu sekiranya ia 􀀆dak mengetahui jalan lain
untuk mendengar apa yang hendak diketahuinya.”
“Tidak ada jalan lain!”
“Pendapat saudara saya begitu, akan tetapi pendapat saya
berlainan. Seringkali orang mengatakan bahwa Old Sha􀀳erhand
selalu tahu apa yang hendak diketahuinya. Saya yakin bahwa ia
tahu dengan pasti bahwa kita berkemah di Saskuan Kui.”
“Itu 􀀆dak mungkin, sebab 􀀆dak ada orang yang
memberitahukannya. Tetapi sekiranya ia tahu maka itu belum lagi
merupakan alasan untuk mengira bahwa ia akan datang ke mari.”
“Ia hendak membebaskan tawanan kita.”
“Old Shatterhand mengenal itu? Dan sekiranya begitu maka masih
merupakan teka-teki maukah ia menyabung nyawanya untuk
mencobanya?”
“Ia akan menolong setiap orang kulit putih!”
“Rombongannya hanya sebelas orang banyaknya dan kita
mempunyai seratus limapuluh orang prajurit!”
“Ia 􀀆dak menghitung jumlah musuhnya, sebab ia mempunyai bedil
khasiat yang dapat ditembakkannya terus-menerus. Dan 􀀆adakah
saudara saya mengetahui bahwa Old Sha􀀳erhand selalu
menghindari pertumpahan darah? Ia lebih suka mempergunakan
muslihat dan muslihatnya itu biasanya lebih mengena daripada
bedil khasiatnya. Ia akan datang ke mari bukan hendak berperang,
melainkan hendak membebaskan tawanan kita dengan jalan
muslihat.”
Prajurit tua itu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berpikir,
tetapi akhirnya ia berkata lagi:
“Perkataan Vupa Umugi tak dapat mengubah pikiran saya, akan
tetapi oleh karena kita sudah menggali kapak peperangan maka kita
harus bersikap sangat waspada. Segala kemungkinan dan segala
sesuatu yang biasanya kita pandang remeh, hendaknya kita 􀀆mbang
masak-masak. Saya yakin bahwa Old Sha􀀳erhand 􀀆dak akan datang
ke mari. tetapi Anda berpendapat bahwa ia pas􀀆 akan datang. Anda
kata benar bahwa ia dapat diharapkan akan dating ke mari, maka
tidakkah sebaiknya kita menghindari dia?”
“ Takutkah saudara saya? Saya berharap benar mudah-mudahan
dia akan datang. Itu akan memberi kita kesempatan untuk
menangkap dia bersamasama dengan Old Wabble.”
“Anda ingin menangkap angin?”
“Adakah Old Shatterhand itu angin? Bukankah ia sudah beberapa
kali tertangkap oleh orang kulit merah?”
“Ya, saya tahu, akan tetapi bukankah ia selalu dapat lolos?”
“Kalau ia jatuh ke tangan saya, maka ia tak akan mendapat
kesempatan untuk melepaskan diri.”
“Kalau begitu bukalah tangan Anda. niscaya ia akan masuk ke
dalamnya.”
“ Tak usah Anda mengejek! Nan􀀆 benar-benar akan saya buka
tangan saya, maka ia akan masuk ke dalamnya. Saya sudah tahu
apabila ia akan datang, yaitu besok. Kedua prajurit kita itu
meninggalkan orang kulit pu􀀆h pada malam hari, tentunya Old
Sha􀀳erhand akan berangkat keesokan harinya pagi-pagi. Dengan
demikian maka prajurit kita mendahului dia. Dan oleh karena
mereka datang malam ini, maka Old Shatterhand baru besok akan
datang.”
“Ke tempat ini?”
“Tidak, tidak akan saya biarkan ia mendekat sampai tempat ini: ia
akan saya adang di Rio Pecos.”
“Tahukah Anda tempat di mana ia akan menyeberang?”
“Ya, di tempat yang biasa dipergunakan orang untuk menyeberang.
Dan jikalau tempat itu 􀀆dak diketahuinya, maka ia akan mencarinya
dan akan mendapatkannya.”
“Old Shatterhand tidak memerlukan tempat yang dangkal; ia pandai
sekali berenang.”
“Itu 􀀆dak saya lupakan juga. Besok saya akan memasang penjagaan
sepanjang tepi sungai. Dengan demikian 􀀆ada dapat ia menipu
mata kita. Alangkah baiknya sekiranya Nale Masiuv* (*Jari Empat)
sudah ada di sini, 􀀆dak pada hari sesudah lusa. Ia membawa seratus
orang prajurit; dengan bantuannya saya akan dapat memasang
penjagaan yang sangat panjang.”
Pada saat itu saya mendengar orang berteriak: “ Teschkaro!
Makan!” dan semua orang berlari-lari ke arah api di mana orang
membakar daging. Vupa Umugi bangkit dengan perlahan-lahan lalu
pergi mengambil makanannya. Itulah kesempatan yang sebaik-
baiknya bagi saya untuk mengundurkan diri. Saya melayangkan
pandangan saya ke seluruh padang rumput. Tidak seorangpun
melihat ke arah danau, jangan lagi ke arah tempat saya
bersembunyi. Rupa-rupanya mereka sangat lapar. Saya mundur
sampai ke tempat yang dalam, kemudian saya berenang cepat-
cepat tanpa berusaha sedikitpun untuk menyembunyikan diri saya.
Setelah saya sampai ke tempat di mana saya menanggalkan pakaian
saya, maka saya naik ke darat lalu mengenakan pakaian saya lagi.
Sesudah itu saya merangkak ke tempat di mana Old Wabble
menunggu saya.
Ikatan alang-alang saya bawa. Sekiranya alang-alang itu saya
􀀆nggalkan di sana maka orang-orang Comanche niscaya akan
mengetahuinya dan akan menaruh curiga. Sedemikian ha􀀆-ha􀀆 saya
merangkak sehingga Old Wabble 􀀆dak dapat mendengar
kedatangan saya dan ke􀀆ka bahunya saya sentuh dengan tangan
saya ia terkejut:
“Astaga! Andakah itu, Sir?” tanyanya.
“Ya, saya,” jawab saya.
“Sekiranya bukan Anda melainkan orang Comanche, niscaya saya
tikam!”
“Itu 􀀆dak mungkin, Mr. Cu􀀳er! Anda berbaring dengan 􀀆dak
bergerak sama sekali dan tempat ini sunyi sekali, akan tetapi
sungguhpun begitu Anda tidak mendengar kedatangan saya.
Bagaimana sekiranya bukan saya, melainkan seorang Comanche
yang datang?”
“Itu tidak mungkin, sebab tidak ada orang yang dapat merangkak
tanpa membuat bunyi seperti Anda. Bagaimana, berhasilkah usaha
Anda, Sir?”
“Saya merasa puas.”
“Saya juga.”
“Apakah yang Anda dengar?”
“Tidak banyak, akan tetapi penting sekali, Old Surehand hanya di
jaga oleh dua orang kulit merah.”
“Di mana?”
“Aha, Anda ingin mengetahuinya? Sekiranya saya tidak ikut, maka
Anda tidak akan mengetahuinya.”
“Salah, Mr. Cutter Sayapun telah tahu. Ia ditawan di pulau.”
“Ya. itu yang Anda sangka tadi.”
“Bukan begitu; saya mendengarnya dari mulut Vupa Umugi.”
“Adakah ia mengatakannya? Sial benar saya ini! Saya kira Anda
akan bersenang hati mendengar dari mulut saya bahwa dugaan
Anda benar.”
“Janganlah itu Anda sesali! Apa yang masih Anda dengar lagi?”
“ Tidak apa-apa. Saya kira kabar saya itu merupakan barang baru
bagi Anda, akan tetapi kini ternyata bahwa susah payah saya sia-sia
belaka. Barangkali saya akan dapat mendengar lebih banyak,
sekiranya kedua orang Comanche bekas tawanan kita itu 􀀆ada
datang dengan sekonyong-konyong.
Sejak saat itu orang-orang yang duduk di dekat saya itu pergi
semuanya ke tempat ketua suku. Anda tentu mendengar lebih
banyak?”
“Ya, akan tetapi nanti saja saya ceriterakan. Ini bukan tempat untuk
bercakap-cakap. Marilah kita pergi!”
“Ke mana?”
“Ke padang terbuka melalui jalan yang kita tempuh tadi.”
“Jadi menerobos hutan belukar. Dan itu Anda sebut jalan!”
Dalam perjalanan pulang itu kami harus hati-hati seperti pada
perjalanan kami ke mari, tetapi untung benar kami tidak menjumpai
orang Indian.
“He, kita berjalan ke arah tempat perhentian kita”, kata Old
Wabble.
“Ke mana lagi kalau tidak ke sana?”
“Hm! Barangkali saya akan Anda tertawakan, akan tetapi saya
mengira bahwa kita tidak akan kembali sebelum dapat
membebaskan Old Surehand.”
“Angan-angan itu melampaui batas keberanian yang wajar.”
“Ya, sayang keadaannya berlainan sekali daripada yang kita
harapkan. Sekiranya Old Surehand ditawan di tepi danau, bukan di
pulau, maka 􀀆ada sulit bagi kita untuk membebaskannya. Kita
merangkak mendekat... kita potong ikatannya... kita melompat
bangkit... lalu berlari... orang-orang Indian mengejar kita... akan
tetapi kita lebih cepat sampai ke tempat perhentian kita... lalu naik
ke atas kuda serta... lari secepat-cepatnya.”
“Wah, enak benar rencana Anda itu di dengar, mudah benar
pekerjaan itu kedengarannya.”
“Dengan terus terang saya mengakui, bahwa ingin sekali saya
memperlihatkan kepada teman-teman kita betapa dua orang
pemburu prairi yang seja􀀆 seperti kita ini, tanpa bantuan orang,
dapat merebut seorang tawanan dari tangan seratus limapuluh
orang prajurit Comanche.”
“Dengan perkataan lain: Anda ingin berlagak.”
“Boleh Anda sebut begitu, apa boleh buat. Tetapi, bukankah itu
perbuatan yang jantan, yang serasi untuk dikerjakan oleh Old
Sha􀀳erhand dan Old Wabble! Ya, kesempatan seper􀀆 itu 􀀆dak akan
ada lagi. Nan􀀆 Sam Parker, Jos Hawley dan teman-teman yang lain
tentu akan Anda perkenankan ikut membantu.”
“Membantu yang sebenar membantu 􀀆dak. Mereka hanya akan
saya beri tugas menghalang-halangi orang-orang Comanche yang
mungkin akan mengejar kita. Tetapi pekerjaan membebaskan Old
Surehand akan kita jalankan berdua.”
“Itu sangat menyenangkan hati saya.”
“Tetapi saya minta satu syarat, yakni bahwa Anda benar-benar
pandai berenang seperti yang Anda katakan.”
“Jangan khawatir, saya berenang seperti ikan, seperti ikan, it’s
clear! Jadi, Mr. Shatterhand, kita akan berenang?”
“Ya, bukankah kita harus pergi ke pulau? Jadi Anda benar-benar
berani berenang dari seberang danau ini ke pulau lalu berenang
kembali?”
“Mengapa Anda masih bertanya! Tadi sudah saya katakan bahwa
kalau perlu saya mau berenang dari sini ke bulan, sekiranya antara
bumi dan bulan ada air.”
“Nah! Kalau begitu pekerjaan kita 􀀆dak akan terlalu sulit. Kita
berenang ke pulau, kita pukul kedua orang penjaganya sampai 􀀆dak
dapat berdaya, kita bebaskan Old Surehand, lalu kita bawa
berenang ke tepi danau.”
Old Wabble berhenti, memegang tangan saya lalu berkata:
“Wah! mudah benar kedengarannya.”
“Rencana Anda tadi begitu juga.”
“Ya, tetapi lain. Yang saya maksud ialah membebaskan dia di darat,
bukan melalui air. Kita belum mengetahui adakah Old Surehand
pandai juga berenang?”
“Seorang pemburu prairi seperti dia tentu pandai berenang.”
“Tetapi ia terikat. Tentu tangan dan kakinya akan menjadi kaku,
sehingga masih merupakan pertanyaan dapatkah ia
mempergunakannya.”
“Saya tidak khawatir, sebab kata orang badannya sangat kuat.”
“Itu saya yakin. Baiklah, rencana Anda akan kita jalankan. Akan
tetapi, lihatlah ke langit. Bintang-bintang sedang gemerlapan. Saya
takut kalau-kalau penjaganya akan melihat kita.”
“Mereka tidak akan dapat melihat kita, kita akan menyembunyikan
diri kita di belakang alang-alang.”
“Anda akan membawa alang-alang? Saya kira orang-orang kulit
merah itu tidak akan dapat kita tipu dengan jalan yang sederhana
itu.”
“Dapat juga; itu sudah saya buktikan.”
Maka saya ceriterakan kepadanya bagaimana saya mendekati api
unggun ketua suku orang Comanche, Maka Old Wabble berkata
lagi:
“Hm! Ya, dengan seikat alang-alang masih dapat, akan tetapi
bagaimana halnya dengan dua buah ikatan. Bukankah kedua berkas
itu 􀀆ada akan dapat sama benar geraknya? Itu akan menimbulkan
syak pada orang-orang Indian itu.”
“Ya, tentu. Karena itu kita 􀀆dak akan membuat dua buah ikatan,
melainkan kita membuat pulau kecil dari alang-alang yang dengan
perlahan-lahan sekali hanyut ke arah pulau; kita bersembunyi di
bawahnya.”
“Ya, itu barangkali mungkin.”
“Mula-mula kita berenang dengan cepat, akan tetapi apabila kita
sudah dekat pada pulau sehingga dapat terlihat oleh mata para
penjaga, maka pulau itu harus bergerak dengan perlahan-lahan
sekali, seakan-akan dihanyutkan oleh arus air.”
“ Tetapi bagaimana kita menyembunyikan badan kita? Kalau kita
berenang berdampingan, maka pulau itu harus kita buat besar-
besar agar tubuh kita tersembunyikan baik-baik. Lagi pula kita
mempunyai kulit putih sehingga lekas tampak oleh penjaga itu.”
“Kita berenang dengan pakaian lengkap.”
“Hm,” jawabnya.
“Anda khawatir kalau-kalau dengan demikian kita tidak akan dapat
bergerak dengan bebas di dalam air?”
“O, sama sekali tidak! Hanya masih tinggal satu pertanyaan, yaitu
adakah para penjaga itu akan membiarkan alang-alang kita
menyentuh tepi pulau?”
“Dapatkah Anda menyelam?”
“Seperti katak, seperti katak, Its’ clear! Katakan sajalah berapa
dalam saya harus menyelam!”
“Itu bagus, sebab kita harus menyelam. Jikalau para penjaga itu
melihat pulau kita hanyut di dekat pulau, maka mereka akan
berlari-lari melihat benda yang terapung itu.”
“Ya, saya sependapat dengan Anda. Benda itu akan dibiarkannya
hanyut.”
“Saya kira begitu, akan tetapi akan kita jaga jangan sampai alang-
alang itu menyentuh daratan. Setelah kita dekat pada pulau maka
kita menyelam di bawah permukaan air, lalu berenang mengeliling,
sehingga kita dapat mendarat di balik pulau. Pada saat para penjaga
itu mengamat-ama􀀆 alang-alang, kita naik ke darat dan kita serbu
mereka dari belakang. Dengan dua pukulan tinju mereka akan
rebah.”
“Bagus, bagus sekali, Mr. Shatterhand! Dan apa tugas saya?”
“Anda harus segera melepaskan ikatan Old Surehand. Itu harus
Anda kerjakan secepat-cepatnya, sebab ada pula kemungkinan
bahwa kita harus pergi dengan segera, umpamanya jikalau salah
seorang dari penjaga itu dapat berteriak minta tolong.”
“Celaka benar kalau itu terjadi.”
“Ya. Anda maklum bahwa semuanya harus kita kerjakan dengan
tepat. Tak boleh ada satu bagianpun dari rencana itu yang gagal.
Karena itu maka mengertilah Anda, mengapa saya tadi bertanya
adakah Anda sungguh-sungguh yakin dapat menjalankan apa yang
saya kehendaki daripada Anda.”
“Tentu, dengan mudah sekali. Percayalah, Sir!”
“Dengan terus terang saya mengakui bahwa saya tidak memandang
pekerjaan itu mudah. Jangan kita bersikap sembrono!”
“Saya tidak akan sembrono, Sir! Sudah pernahkah Anda melihat Old
Wabble berenang dan menyelam?”
“Belum.”
“Lihat sajalah nan􀀆. Dan kalau semuanya sudah selesai, maka Anda
akan mengetahui, bahwa Anda 􀀆dak akan mendapatkan seorang
pembantu yang lebih cakap daripada saya, it’s clear!”
“Syukur, sebab dalam usaha itu kita akan mempertaruhkan nyawa
kita.”
Sesungguhnya saya belum yakin benar bahwa orang tua itu dapat
saya andalkan. Badannya yang sangat kurus itu 􀀆dak memberi
jaminan bahwa ia pandai berenang dan cara ia menjawab
pertanyaan saya itu menunjukkan bahwa ia gemar bersombong,
akan tetapi sudah umum diketahui orang bahwa cowboy tua itu
orang yang gagah berani dan berpengalaman. Dan karena ia 􀀆dak
pernah ragu-ragu memberi jawaban dengan tegas, maka saya harus
percaya.
MEMBEBASKAN OLD SUREHAND.

Kami sudah sampai ke tempat perhen􀀐an kami. Teman-teman kami


sudah mulai cemas, karena lama sekali kami belum kembali. Kami
ceriterakan apa yang kami alami dan apa yang telah kami lihat, lalu
kami katakan pula apa yang hendak kami perbuat. Parker dan
Hawley merasa sayang bahwa mereka 􀀐dak mendapat peranan
yang lebih ak􀀐f. Teman-teman yang lain berdiam diri, barangkali
mereka merasa puas bahwa saya 􀀐dak menghendaki dari mereka
supaya menyabung nyawanya. Segera kami naik ke atas kuda, lalu
berjalan mengeliling ke arah seberang danau.
Se􀀐banya di sana kami turun, lalu mengikatkan kuda kami pada
pohon-pohonan. Di seberang kami, kami melihat api unggun orang
Comanche. Segera kami memotong alang-alang sebanyak yang
kami perlukan. Dari beberapa ran􀀐ng kami membuat rangka rakit
yang akan kami pergunakan. Alang-alang yang telah kami potong
itu kami ikatkan kepada rakit sehingga ran􀀐ng kayu itu 􀀐dak
kelihatan dari atas. Di tengah rakit itu ada beberapa lubang untuk
kepala kami. Dari beberapa utas tali kami membuat empat buah
simpul yang kami ikatkan kepada rakit dan nan􀀐 akan kami
pergunakan sebagai tempat berpegang. Kami usahakan pula; agar
kami dapat melihat dengan leluasa apabila kami bersembunyi di
dalam pulau alang-alang itu.
Kini kami hendak memulai pelaksanaan rencana kami. Saku-saku
kami, kami kosongkan. Dari senjata-senjata kami hanya pisau saja
yang akan kami bawa. Setelah selesai, maka Parker bertanya:
“Jadi benar-benar kami tak usah berbuat apa-apa, Mr.
Shatterhand?”
“ Tidak, akan tetapi Anda mempunyai tugas yang sangat pen􀀐ng.
Sekiranya kami dilihat orang serta dikejar, maka dengan segera
kami berenang kembali. Apabila pengejar ada di belakang kami,
maka adalah tugas Anda menghalang-halangi mereka menyusul
kami.”
“Bolehkah kami menembak?”
“Ya.”
“Ya.”
“Dalam gelap gulita ini? Kalau orang berenang, yang kita lihat
hanyalah kepalanya. Bagaimana kita dapat membedakan kepala
seorang kulit pu􀀐h daripada kepala seorang kulit merah? Jangan-
jangan Anda yang kami tembak?”
“Jangan Anda menembak sebelum Anda melihat dengan jelas
kepada siapa Anda membidik. Lagi pula kami akan berteriak. Jikalau
salah seorang dari kami berkelahi dengan orang kulit merah di
dalam air, jangan sekali-kali Anda menembak, biarpun kami dekat
sekali pada Anda. Nah, ini semuanya sudah jelas. Marilah kita
berangkat.”
“Ya, setengah jam lagi kami akan kembali membawa Old
Surehand,” seru Old Wabble dengan menyombong. Old Wabble
turun ke dalam air; saya menyusul. Selama kami masih jauh dari
pulau, kami dapat berenang biasa, belum perlu kami memasukkan
kepala kami ke dalam lubang di dalam rakit. Dalam pada itu saya
mengerlingkan mata saya ke arah Old Wabble untuk mengetahui,
adakah ia benar-benar dapat berenang seper􀀐 ikan. Saya 􀀐dak
merasa kecewa, akan tetapi beberapa menit kemudian saya melihat
bahwa rakit itu agak tenggelam di bagian sebelah Old Wabble.
“Anda terlalu menekan pada rakit, Mr. Cutter,” kata saya. “Anda
belum lelah, bukan?”
“Lelah? Mana boleh?” jawabnya. “Rakit di sebelah saya ini agak
tenggelam oleh bretel pada celana saya. Karena badan saya terlalu
kurus.”
Saya 􀀐dak menyangkal, akan tetapi 􀀐dak lama kemudian rakit pada
bagian Old Wabble itu makin banyak tenggelam, sehingga 􀀐mbul di
atas air di sebelah saya. Maka saya berkata:
“Saya kira lebih baik Anda kembali saja, Mr. Cutter. Kini belum
terlambat. Rupa-rupanya pekerjaan ini terlalu berat bagi Anda.”
“Omong kosong! Tidakkah Anda melihat bahwa saya berenang
seperti ikan?”
“Karena saya mendorong rakit yang Anda tekan ini.”
“Hanya tampaknya saja begitu. Aduh, bretel ini mengganggu sekali.
Biarlah saya lepaskan.”
Dengan tangannya yang satu ia berpegang pada rakit, dengan
tangannya yang lain ia melepaskan bretelnya, lalu dimasukkannya
ke dalam saku celananya. Rupa-rupanya benar bretel itu
mengganggu dia, sebab kini rakit itu 􀀐dak tenggelam lagi. Saya
mendengar dengus napasnya makin lama menjadi makin keras.
Teranglah bahwa ia harus mempergunakan segala tenaganya.
Ketika saya menyindir, ia menjawab:
“Ah, itu paru-paru saya sebelah kiri; selalu membuat suara keras
apabila saya bernapas, akan tetapi paru-paru saya sebelah kanan
masih sempurna.”
Kini lima menit lamanya kami berenang tanpa berkata. Kemudian
saya melihat bahwa ia makin lama makin dalam tenggelam ke
dalam air.
“Rupa-rupanya badan Anda makin lama makin menjadi berat,” kata
saya.
“Itu tak perlu mengherankan. Pakaian saya kini sudah basah kuyup,
jadi menjadi berat, lagi pula... hai, apa itu?”
Tangan kanannya meraba-raba celananya.
“Anda mencari apa, Sir?”
“Saya mencari... yah... Mr. Shatterhand, bretel saya harus saya
pasang lagi.”
“Mengapa?”
“Karena celana saya turun. Jangan-jangan celana itu sebentar lagi
akan lepas. Tolonglah saya!”
Saya tolong dia menarik celananya. Kini kami berenang terus. Tetapi
dari menit ke menit saya menjadi lebih cemas lagi. Saya insaf
bahwa ia bukan perenang yang ulung. Bukan saja saya harus
mendorong rakit, melainkan harus mendorong dia juga.
“Kita harus kembali, Mr. Cu􀀴er,” kata saya. “Anda benar-benar
sudah lelah, padahal rencana kita ini memerlukan seluruh tenaga
kita. Ingatlah akan bahaya yang kita hadapi.”
“Saya belum mempergunakan seluruh tenaga saya. Saya tidak mau
balik. Anda tidak hendak membuat saya malu, bukan?”
Ya, saya tak hendak membuat dia malu, akan tetapi bolehkah saya
meneruskan usaha ini apabila cowboy itu selama ini hanya menjadi
beban saja? Tetapi barangkali betul ia belum mempergunakan
seluruh tenaganya. Selalu ia mencoba meyakinkan saya, bahwa ia
hanya hendak menghemat tenaga saja. Lagi pula kami sudah
menempuh separoh jalan. Apa boleh buat, kita terus! Tetapi lima
menit kemudian saya terpaksa berkata:
“Saya kira lebih baik Anda membaringkan dada Anda di atas rakit.
Dengan demikian Anda dapat melepaskan lelah Anda sedikit; nan􀀐
Anda segar kembali.”
“Itu benar. Akan tetapi tiadakah akan menjadi terlalu berat bagi
Anda?”
“Tidak, cobalah.”
Ia menuruti nasihat saya. Sedang saya mendorong rakit, ia berkata:
“Hai, Mr. Shatterhand! Para penjaga itu tentu akan menaruh curiga
jikalau mereka melihat rakit ini bergerak, sebab air ini sama sekali
tidak berombak.”
“ Tidak apa. Air ini mengalir ke Rio Pecos; karena itu sudah
selayaknya rakit kita bergerak, akan tetapi geraknya harus
perlahan-lahan benar. Saya 􀀐dak merasa cemas. Ada soal lain yang
saya khawatirkan.”
“Apa?”
“Anda.”
“Pshaw! Saya belum mau melelah-lelahkan badan saya. Nan􀀐 kalau
pertunjukan kita sudah mulai, barulah saya akan mempergunakan
segenap tenaga saya.”
“Hm! Kini soal lain. Sebentar lagi kita harus menyelam: kalau tidak
dapat menjalankannya maka celakalah kita!”
“Mr. Sha􀀴erhand, Anda jangan khawa􀀐r, betul-betul, kecemasan
Anda sama sekali 􀀐dak beralasan. Barangsiapa sekurus saya ini
tentu pandai sekali menyelam.”
Itu benar. Saya mencoba menekan kecemasan saya, sungguhpun
kini saya yakin bahwa sebenarnya lebih menguntungkan bagi saya
apabila ia 􀀐dak ikut, melainkan tinggal bersama-sama dengan
teman-teman yang lain. Kami sudah dekat pada pulau dan rakit itu
saya kemudikan ke arah yang saya kehendaki. Api unggun di pulau
untung hanya kecil saja, lagi pula tertutupi oleh semak belukar.
Saya berenang dengan tenang dan ter􀀐b, supaya jangan membuat
ombak. Kini kami sudah dekat sekali pada pulau sehingga tak boleh
lagi kami berenang secara biasa.
“Mr. Cutter, kini sudah tiba waktunya untuk masuk ke dalam rakit.”
“Ya, marilah!”
“Ingat-ingatlah! Jikalau Anda hendak mengatakan sesuatu,
hendaknya Anda berbisik-bisik saja.”
“Ya, saya mengerti!”
“Walaupun rakit ini harus bergerak atas kekuatan arus air belaka,
akan tetapi harus dikemudikan juga. Itu akan saya kerjakan sendiri.”
“Baik. Berilah saya isyarat apabila kita harus menyelam.”
Kami menyuruk ke bawah rakit lalu memasukkan kepala kami di
dalam lubang yang sudah disediakan untuk itu. Gerak tangan atau
kaki yang sedikit saja sudah cukup untuk mengemudikan rakit.
“Anda dapat melihat, Sir?” demikian Old Wabble berbisik.
“Ya.”
“Saya juga. Lihatlah itu!”
“Ya, saya sudah melihat.”
“Ia melihat kita. Apa yang akan diperbuatnya?”
Jarak kita dari pulau kira-kira enampuluh langkah. Dalam semak-
semak yang tumbuh di tepi pulau ada celah-celah, sehingga kami
dapat melihat api unggun. Dari celah itu kami melihat seorang
Indian yang pergi ke tepi untuk menceduk air. Orang Indian itu
melihat rakit kami. Ia memandang ke arah kami, akan tetapi segera
kembali ke api unggun.
Orang Indian itu 􀀐dak kembali ke tepi. Dalam pada itu kami makin
lama makin mendekat. Masih empatpuluh langkah, 􀀐gapuluh
langkah, duapuluh langkah, yakni hanya sepuluh langkah saja jarak
kami dari pulau.
“Mr. Cu􀀴er, sekarang!” kata saya dengan berbisik, “Saya menyelam
ke sebelah kiri, Anda ke sebelah kanan, di balik pulau kita akan
bertemu. Sudah siapkah Anda?”
“Ya, kita boleh mulai.”
“Ayo, satu... dua... tiga!”
Saya melepaskan kedua tangan saya, lalu menyelam dalam-dalam,
kemudian saya berenang di bawah permukaan air, mengelilingi
pulau itu dari sebelah kiri. Saya timbul kembali tepat di belakang
pulau. Saya tidak ada melihat Old Wabble.
Tentu saja ia sudah mendarat di tempat yang lain. Saya tak sempat
mencari dia. Segera saya naik ke darat, lalu merangkak melalui
semak-semak. Kedua orang penjaga itu duduk di dekat api. Di
sebelah mereka saya melihat tawanan berbaring di dekat belukar.
Mukanya 􀀐dak dapat saya lihat, akan tetapi kakinya diterangi oleh
cahaya api: kaki itu terikat. Kini saya harus cepat-cepat bertindak!
Saya bangkit; dengan dua lompatan saja sudah sampailah saya
kepada api, meninju ke kiri dan meninju ke kanan, sebentar saja
kedua orang kulit merah itu sudah rebah. Saya membungkukkan
badan saja untuk menyelidiki mereka. Kedua orang itu sudah
pingsan.
“Hai, orang kulit putih,” demikian saya mendengar suara tawanan.
“Anda datang untuk....”
“Ya, tetapi jangan Anda berbicara, kita harus bertindak dengan
cepat.”
Saya mencabut pisau saya untuk memotong ikatannya, akan tetapi
pada saat itu saya mendengar bunyi di belakang saya.
“Andakah itu, Mr. Cutter?” tanya saya tanpa menoleh, sebab pada
saat itu saya yakin bahwa bunyi itu dibuat oleh Old Wabble.
“Uf! Uf!”
Kata-kata itu diucapkan dengan suara yang asing bagi saya. Segera
saya bangkit, lalu menoleh. Saya melihat dua orang Indian yang
basah kuyup. Kelak
saya mendengar dari Old Surehand bahwa penjagaan di pulau itu
selalu digan􀀐 se􀀐ap 􀀐ga jam. Penggan􀀐 itu datang ke mari dengan
berenang. Itulah sebabnya maka kedua orang itu basah kuyup.
Segera saya ber􀀐ndak. Saya dapat merebahkan seorang kulit merah
dengan 􀀐nju saya, kemudian saya hendak memegang Indian yang
kedua. Akan tetapi usaha saya itu gagal; orang Indian itu menjerit,
lalu menceburkan diri ke dalam air. Sambil berteriak-teriak ia
berenang ke arah perkemahan orang Comanche.
Kini saya tak boleh membuang-buang waktu. Dengan cepat saya
potong tali ikatan Old Surehand.
“Dapatkah Anda bergerak?” tanya saya ketika ia bangkit.
“Lekas! Lekas!” Tawanan itu menggeliatkan badannya, lalu
membungkuk untuk memungut pisau dari salah seorang Indian
yang pingsan itu. Ia menjawab dengan suara yang tenang sekali:
“Saya dapat menjalankan apa saja yang Anda kehendaki, Sir.”
“Anda dapat berenang?”
“Ya. ke mana?”
“Ke seberang sana! Di sana kita ditunggu oleh beberapa orang kulit
putih.”
“Marilah. Orang-orang kulit merah segera akan datang ke mari.”
Itu betul. Saya mendengar orang-orang Comanche memekik-mekik
dan meraung-raung. Kami 􀀐dak melihat mereka, akan tetapi kami
mendengar bunyi mereka menceburkan diri ke dalam air dan
sebentar kemudian kami mendengar suara mereka berenang. Kami
harus lekas pergi. Akan tetapi di manakah Old Wabble?
“Mr. Cutter, Mr. Cutter!” demikian saya berteriak. “Mr. Cutter, di
mana Anda?”
Old Surehand berlari ke tepi pulau untuk melihat ke arah
perkemahan orang Comanche. Ia segera berbalik, lalu bertanya
dengan ter-gesa-gesa:
“Mr. Cutter? Yang Anda maksud Old Wabble?”
“Ya. Ia bersama-sama dengan saya berenang ke pulau ini, tetapi ia
tidak saya lihat.”
“Masih ada lagi orang kulit putih di sini kecuali dia?”
“Tidak.”
“Kalau begitu tak usah kita mencari dia. Saya kenal dia, selalu
banyak tingkahnya.”
“Tetapi celaka dia!”
“Jangan khawa􀀐r. Sir! Ia pandai mencari jalannya sendiri.
Biarkanlah, ayuh, kita pergi! Orang-orang kulit merah semuanya
sudah ada di air, yang paling di muka barangkali sudah hampir
sampai ke mari. Ayuh, cepat!”
Tangan saya ditariknya. Saya menger􀀐 mengapa ia tergesa-gesa
benar. Di air antara pulau dan perkemahan orang Comanche
berkecimpungan orang kulit merah. Yang ada di muka sekali 􀀐dak
lebih daripada sepuluh meter jauhnya dari pulau. Betul, saya 􀀐dak
boleh mencari Old Wabble, melainkan harus memikirkan keamanan
saya sendiri dan keamanan Old Surehand.
“Ya, marilah, lekas mencebur!” jawab saya, “Ikutilah saya, secepat-
cepatnya!”
Kami terjun ke dalam air lalu berenang dengan gaya yang ter􀀐b
supaya 􀀐dak lekas lelah. Teriak orang Indian makin lama makin
keras. Mereka telah melihat kami dan berusaha sekeras-kerasnya
untuk menyusul kami.
Tentang diri saya, saya 􀀐dak takut, tak ada orang Indian yang dapat
menyusul saya, akan tetapi bagaimana Old Surehand? Sebagai
seorang penjelajah hutan yang seja􀀐 tentu ia pandai sekali
berenang, akan tetapi karena ia sudah beberapa hari tertawan
maka tenaganya sudah banyak berkurang dan saya tahu benar
betapa eratnya ikatan tali Indian. Barangkali kakinya bengkak-
bengkak dan urat dagingnya masih kaku.
Saya berenang di sampingnya serta mengamat-ama􀀐 keadaan
badannya. Ia berenang dengan cepat sehingga mula-mula sudah
hampir hilang kecemasan saya. Akan tetapi segera saya melihat
bahwa gerak tangannya makin menjadi lambat.
“Anda sudah lelah, Sir?” tanya saya.
“Tidak,” jawabnya, “akan tetapi tangan dan kaki saya sudah
semutan.”
“Itu akibat Anda terikat beberapa hari. Bagaimana, dapatkah
kiranya Anda bertahan sampai ke tepi danau?”
“Mudah-mudahan. Dalam keadaan biasa tak ada orang Indian
dapat menyusul saya, akan tetapi kini rasanya darah saya tidak mau
mengalir.”
Sebentar kemudian kakinya menjadi kejang. Itu berbahaya sekali;
karena itu saya berkata:
“Balikkan badan Anda dan berenanglah pada punggung Anda;
pergunakan kaki saja supaya tangan Anda mendapat kesempatan
untuk melepaskan lelah.”
Nasihat saya itu dituru􀀐nya. Kecepatan kami berkurang sekali. Saya
pun berenang pada punggung pula untuk dapat melihat mereka
yang mengejar kami. Semuanya masih ada di belakang kami, akan
tetapi jaraknya berlain-lainan. Seorang dari mereka hanya kira-kira
seratus langkah saja jauhnya dari kami. Old Surehand melihat ia
mendekat lalu berkata:
“Kita harus berenang lebih cepat lagi; saya akan mencoba berenang
secara biasa lagi.”
Itu dicobanya, akan tetapi segera ia harus mengaku:
“Tangan saya masih semutan. Tinggalkanlah saya; Anda berenang
terus.”
“Tidak! Anda akan saya dukung.”
“Jangan. Badan saya terlalu berat!”
“Tidak bagi saya.”
“Akan tetapi kecepatan kita masih kurang juga dan kita akan
tersusul oleh mereka.”
“Belum tentu. Marilah!”
Dengan ragu-ragu ia memenuhi permintaan saya. Kini kami maju
lebih cepat sedikit, akan tetapi belum cukup, sebab orang Indian
yang saya maksud tadi makin lama makin dekat pada kami. Ia
memeras segala tenaganya. Saya menger􀀐 bahwa akhirnya ia akan
dapat menyusul saya. Untung hanya dia seorang saja yang sudah
dekat; yang lain-lain masih jauh ke􀀐nggalan. Dalam gelap gulita
sesungguhnya ia 􀀐dak akan dapat melihat kami, akan tetapi danau
itu diterangi cahaya api unggun di perkemahan orang Comanche.
Betul cahaya itu 􀀐dak sampai ke tempat kami akan tetapi
dipantulkan oleh permukaan air sehingga kepala kami kelihatan
juga. Rupa-rupanya mata orang Indian itu tajam sekali; ia berenang
ke arah kami.
Akhirnya ia hanya kira-kira tigapuluh langkah di belakang kami,
padahal kami baru menempuh tiga perempat jalan. Orang Indian itu
menyerukan pekik peperangan.
“Kita akan tersusul!” kata Old Surehand. “Itu salah saya. Anda
seorang perenang yang ulung, akan tetapi Anda mendukung kira-
kira seratus kilo. Anda tak akan dapat bertahan.”
“Pshaw! Anda didukung pula oleh air dan saya tidak takut kepada
seorang Indian belaka.”
“Saya tidak takut juga. Kalau ia mendekat, ia akan saya tikam
dengan pisau ini. Kini rupa-rupanya tangan saya sudah mulai pulih
kembali.”
“Serahkan pekerjaan itu kepada saya. Badan saya masih segar.”
“Anda hendak membunuh dia? Sesungguhnya saya enggan
menumpahkan darah kalau tidak perlu benar.”
“Saya sependapat dengan Anda. Maksud saya hendak meninju
kepalanya, kemudian akan saya seret ke tepi.”
“Sir, hanya Old Sha􀀴erhand dapat berbuat begitu. Urat daging saya
kuat juga, akan tetapi jikalau saya hendak membuat orang pingsan,
maka saya harus memukul beberapa kali berturut-turut.”
“Itu bukan soal kekuatan; saya tahu akalnya. Bagaimana, dapatkah
Anda sekarang berenang lagi?”
“Ya, lepaskanlah saya; saya rasa badan saya sudah cukup kuat lagi.”
“Kekuatan Anda belum pulih kembali dan Anda sudah mau
berkelahi dengan orang Indian itu. Hanya Old Surehand berani
berbuat begitu.”
“Anda tahu nama saya. Bolehkah saya mengetahui nama Anda?”
“Nanti akan saya beritahukan. Tetapi sekarang cobalah berenang
seperti biasa.”
Betul, tangannya sudah dapat dipergunakannya lagi. Pada saat itu
􀀐dak kami insafi betapa ganjil perbuatan kami: dua orang kulit pu􀀐h
yang sedang berenang di dalam danau, dikejar oleh sepasukan
orang Indian, akan tetapi bercakap-cakap seakan-akan mereka enak
duduk di dalam kamar. Hanya penjelajah hutan yang seja􀀐 dapat
berbuat begitu. Dalam pada itu kecepatan kami belum banyak
bertambah; orang Indian itu berenang lebih cepat lagi dan makin
dekat pada kami, kemudian ia menyerukan pekik peperangan lagi.
“Kini dia akan saya lawan; biarlah Anda melihat saja kalau Anda
mau,” kata saya.
Kemudian saya berenang menyongsong orang Indian itu. Musuh
saya melihat bahwa saya hendak melawan, lalu berhenti berenang.
Sambil mengangkat pisaunya ia berseru:
“Saya Vupa Umugi, ketua suku orang Comanche. Pisau saya akan
menembusi jantung anjing-anjing kulit putih itu.”
Aha! Itu ketua suku. Senang hati saya.
“Saya Old Shatterhand, yang Anda kira tidak akan dapat lolos,”
jawab saya. “Perlihatkanlah sekarang bahwa dugaan Anda benar.”
“Old Shatterhand! Old Shatterhand!” demikian Old Surehand dan
orang Indian itu berseru bersamaan dan ketua suku orang
Comanche itu menyambung:
“Ah, Anda si coyote busuk! Kalau begitu Anda akan mati.”
Sesudah berkata demikian ia cepat-cepat menyelam. Ia hendak
menikam saya dari bawah, akan tetapi saya 􀀐dak hendak menunggu
sampai ia berbuat begitu. Sayapun menyelam, akan tetapi lebih
dalam lagi daripada dia. Kini badan saya kira-kira lima meter di
bawah permukaan air, lalu saya melihat ke atas, ya, ketua suku itu
saya lihat ada di atas saya! Ia berenang ke atas, akan tetapi pada
saat itu saya sudah ada di belakangnya dan 􀀐mbul di atas air tepat
di belakangnya. Saya tinju kepalanya lalu saya pegang rambutnya
agar ia tidak tenggelam.
“Old Shatterhand! Benar-benar Old Shatterhand! Itulah buktinya,”
seru Old Surehand.
“Ya, Sir, saya Old Shatterhand. Masih kejangkah tangan Anda?”
“Saya kira tidak lagi.”
“Marilah kita berenang lebih cepat. Orang kulit merah ini saya
seret.”
Betul, kini kami berenang dengan cepat. Akhirnya sampailah kami
ke tepi danau dengan selamat. Ketua suku itu sudah siuman
kembali, lalu kami ikat. Usaha kami telah berhasil, sayang ada
tetapinya. Saya telah membebaskan Old Surehand dan menangkap
ketua suku orang Comanche, akan tetapi Old Wabble sudah hilang.
Apakah yang terjadi dengan dia? Old Surehand tidak percaya bahwa
ia sudah mati.
“Anda rupa-rupanya belum mengenal dia, Sir! Ia 􀀐dak dapat ma􀀐.
Saya berani bertaruh bahwa kini ia sedang bersembunyi di tempat
yang aman. Saya tidak akan heran sekiranya ia sekonyong-konyong
datang di tengah-tengah kita sambil membawa seorang tawanan
atau lebih.”
“Mudah-mudahan begitu. Tetapi sekiranya ia tertawan, dapat juga
kita menolong dia. Ketua suku ini dapat kita tukarkan dengan dia.”
“Jadi tidak akan Anda bunuh?”
“Saya bukan pembunuh! Sekiranya Old Wabble kembali dengan
selamat, maka orang kulit merah ini akan saya bebaskan.”
“Setuju sekali, Sir. Tetapi lihatlah itu, saya melihat banyak kepala
orang timbul di atas permukaan air.”
Kebanyakan orang Comanche sudah kembali, akan tetapi ada
beberapa orang yang terus mengejar kami. Mereka itu semuanya
diusir kembali oleh tembakan teman-teman saya orang kulit pu􀀐h.
Untuk sementara kami semuanya aman. Teman-teman saya tentu
saja ingin mengetahui apa yang sudah terjadi di pulau tadi. Dengan
singkat saya ceriterakan pengalaman saya.
Belum selesai saya berceritera maka saya mendengar bunyi di
semak-semak di belakang saya. Saya memberi isyarat kepada
teman-teman saya supaya berdiam diri. Kami mendengar bunyi
ranting patah, diseling oleh bunyi depak kuda. Kemudian saya
mendengar orang memberi perintah:
“Tundukkan kepalamu, hai orang kulit merah, nanti habis hidungmu
tertusuk-tusuk oleh duri, it’s clear!”
“Old Wabble!” seru Old Surehand. “Nah, Anda melihat sendiri
bahwa ramalan saya benar”..
Betul, Old Wabble terbit dari semak-semak sambil membimbing
kuda yang memikul seorang Indian yang terikat pada punggung
kuda itu. Lain daripada itu Old Wabble masih menuntun dua ekor
kuda beban.
“Nah, saya sudah kembali,” katanya. “Saya ada membawa oleh-
oleh. Ah, good evening, Mr. Surehand! Anda ada di sini juga? Saya
sudah tahu bahwa Mr. Shatterhand tidak memerlukan bantuan
saya.”
“Di mana Anda selama ini, Mr. Cutter?” tanya saya. “Kami cemas
sekali.”
“Cemas? Mengapa Anda cemas? Saya dapat menjaga diri saya
sendiri; inilah buktinya.”
“Mengapa Anda tidak mendarat di pulau?”
“Karena saya tolol, it’s clear. Saya mengira bahwa saya pandai sekali
berenang dan menyelam, akan tetapi bersama-sama dengan Anda
saya selalu ke􀀐nggalan. Saya enggan berenang kembali dan saya
􀀐dak mau kehilangan celana saya. Apalagi saya harus menyelam!
Barangkali saya 􀀐dak akan 􀀐mbul lagi.
Karena itu maka saya tetap bergantung pada rakit dan saya ikut
hanyut dibawa arus air. Kemudian saya mendengar orang memekik-
mekik. Orang-orang kulit merah terjun ke dalam air. Tidak
seorangpun 􀀐nggal di darat. Bahkan para penjaga kuda datang juga
berlari-lari, lalu ikut mengejar Anda. Hanya seorang saja yang
􀀐nggal dan saya sudah membulatkan ha􀀐 saya untuk menangkap
dia. Karena itu maka saya mendarat. Orang Indian itu saya 􀀐nju
kepalanya sehingga ia rebah tanpa minta izin lebih dahulu. Lekas-
lekas ia saya ikat dengan tali yang dipergunakan oleh orang
Comanche untuk menjemur daging.
Maka terpikirlah oleh saya bahwa daging itu dapat kita pergunakan.
Karena itu maka saya berlari-lari ke tempat kuda. Saya mengambil
tiga ekor, seekor untuk mengangkut orang kulit merah ini dan yang
dua ekor untuk mengangkut daging.
Saya masih sempat juga membawa pelana. Saya harus bergegas-
gegas agar jangan terlambat, akan tetapi semuanya berjalan
dengan lancar. Demi orang kulit merah yang pertama telah
mendarat kembali, maka saya pergi membawa orang kulit merah ini
dan oleh-oleh saya berupa daging dan pelana.
“Nah, katakanlah, akan kita apakan orang Indian ini? Itu saya
serahkan kepada Anda sekalian. Akan kita apakan daging ini, tak
usahlah Anda jawab. Saya tahu bagaimana kita
mempergunakannya.”
“ Tawanan ini besok kita bebaskan,” kata Old Surehand. “Saya 􀀐dak
berkeberatan, asalkan ia mau berjalan kaki. Hai, itu Vupa Umugi,
ketua suku orang Comanche! Bagaimana ia jatuh ke tangan Anda?”
“Ditangkap oleh Old Shatterhand.”
“Ia ada di pulau juga?”
“Tidak, ditangkap di dalam air.”
“O, pertempuran laut! Itu harus Anda ceriterakan nanti. Ia hendak
Anda bebaskan juga?”
“Ya.”
“Sayang! Sebenarnya lebih baik dia kita gantung. Tetapi jangan dia
dibebaskan sebelum Anda memperoleh kembali segala milik Anda.
Saya bukan sahabat orang Indian: mereka semuanya bodoh: kalau
kita bersikap murah ha􀀐 maka mereka mengira bahwa kita takut.
Sekiranya seratus limapuluh orang Comanche itu semuanya
tenggelam di dalam danau, maka masyarakat dunia ini tidak
kehilangan apa-apa, it’s clear!”
Demi keamanan kami maka saya ajak teman-teman saya mencari
tempat lain untuk bermalam. Musuh-musuh kami tahu bahwa kami
ada di tepi danau sebelah sini, karena itu kami pergi ke prairi
sehingga mereka 􀀐dak akan dapat menyerang kami dengan
􀀐ba-􀀐ba. Setelah saya mengatur penjagaan maka kami pergi tidur.
Sebelum saya berbaring, saya mendapatkan Old Surehand untuk
bertanya:
“Mr. Surehand, adakah Anda mempunyai maksud tertentu di
daerah ini?”
“Ya. Saya hendak pergi ke perkampungan orang Apache Mescalero
untuk sekiranya dapat menjumpai Winnetou. Saya ingin berkenalan
dengan dia. Saya malu sudah sekian lamanya mengembara di prairi,
tetapi belum pernah bertemu dengan Winnetou dan Old
Shatterhand!”
“Kami pun belum mengenal Anda juga, akan tetapi sudah banyak
sekali mendengar tentang Anda. Keinginan Anda akan terpenuhi,
sebab saya setujuan dengan Anda. akan tetapi tidak akan pergi ke
perkampungan orang Apache Mescalero; Winnetou tidak ada di
sana.”
“Di manakah ia?”
“Di Llano Estacado.”
“Bolehkah saya ikut dengan Anda?”
“Dengan segala senang ha􀀐. Kami memerlukan bantuan Anda.
Besok akan saya ceriterakan sebabnya; kini kita harus 􀀐dur supaya
besok tenaga kita pulih kembali. Tetapi sudah dapat saya katakan
juga sekarang, bahwa maksud kami ialah akan menghalang-halangi
orang Comanche menjalankan perbuatan yang tidak baik.”
“Orang Comanche ini?”
“Orang Comanche ini dan orang Comanche lain, yang akan
menggabungkan diri dengan mereka. Anda tentu mendengar apa
yang dibicarakannya. Tiadakah mereka menyinggung-nyinggung
tujuan perjalanan mereka?”
“Ya. Akan tetapi mereka berbisik-bisik, sehingga saya tak dapat
mendengarnya. Tetapi saya ingin sekali membayar utang saya,
yakni bahwa mereka telah dapat menyergap saya seakan-akan saya
seorang plonco. Sesungguhnya saya merasa malu terhadap Anda.”
“Anda tak usah malu. Saya sendiri sudah beberapa kali tertangkap
oleh orang Indian dan saya merasa beruntung dapat berjasa sedikit
terhadap Anda. Selamat malam!”
“Good night, Mr. Shatterhand!”
Walaupun pakaian saya basah, namun saya tidur sampai pukul
empat pagi, pada saat mana saya dibangunkan oleh penjaga yang
terakhir. Fajar sudah menyingsing, waktu teman-teman saya
bangunkan.
“Good morning, Sir,” demikian Old Surehand memberi salam
kepada saya. “Nyenyak benar saya 􀀐dur dan badan saya rasanya
segar-bugar. Segala akibat ikatan sudah hilang belaka. Dengan
perbuatan apa kita mulai hari ini, Sir?”
“Ketua suku orang Comanche kita beritahu apa yang kita kehendaki
dari padanya. Tawanan Old Wabble kita bebaskan untuk
menyampaikan pesan ketua sukunya.”
“Sambil menunggu utusan itu kembali, kita dapat makan sarapan
sekenyang-kenyangnya,” kata Old Wabble. “Daging oleh-oleh saya
itu seberapa dapat hendaknya kita simpan di dalam perut saja.”
Ajakan Old Wabble itu tentu saja kami sambut dengan gembira.
Akan tetapi lebih dahulu kami harus berunding dengan Vupa
Umugi. Old Surehand kami persilahkan menyampaikan syaratnya
kepada ketua suku itu. Vupa Umugi menerima segala syarat tanpa
ragu-ragu. Tawanan Old Wabble lepaskan dari ikatannya, lalu pergi
untuk menyampaikan pesan ketua sukunya kepada orang-orang
Comanche. Kini kami dapat makan sepuas-puasnya.
Kira-kira dua jam sesudah itu utusan Vupa Umugi kembali dengan
beberapa orang Indian. Mereka membawa kuda, senjata dan segala
milik Old Surehand. Setelah Old Surehand menyatakan bahwa
semuanya serba lengkap, maka ketua suku itu kami bebaskan.
Sebenarnya lebih baik ia kami suruh berjanji 􀀐dak akan bermusuhan
lagi dengan kami, akan tetapi kami yakin bahwa itu tak ada
gunanya, sebab ketua suku itu niscaya 􀀐dak akan menepa􀀐 janjinya.
Setelah kami lepaskan ikatannya, maka ia berpaling kepada saya:
“Kini kita sudah berdamai, saya ingin mengetahui berapa lama
perdamaian itu akan berlangsung.”
“Selama Anda kehendaki,” jawab saya.
“Mengapa Old Shatterhand tidak mempergunakan bahasa yang
lebih jelas? Apa sebabnya ia tidak menyebut waktu yang tentu?”
“Karena saya 􀀐dak dapat berbuat begitu. Kami 􀀐dak bermusuhan
dengan orang kulit merah dan kami ingin hidup dengan damai
dengan mereka. Selama mereka mau berdamai kami tidak akan
menggali kapak peperangan.”
“Uf! Berapa lama orang-orang kulit putih ini akan tinggal di daerah
ini?”
“Kami akan pergi dengan segera.”
“Ke mana?”
“Ke manakah angin bertiup? Kadang-kadang ke arah sini, kadang-
kadang ke arah sana. Demikian pula halnya dengan seorang
pemburu prairi; ia tak akan dapat mengatakan dengan tepat ke
mana ia akan pergi.”
“Jawab Old Shatterhand mengelaki pertanyaan saya.”
“Sekiranya saya yang bertanya, niscaya jawab Anda begitu juga.”
“Tidak! Saya akan berkata benar.”
“Nah, itu kami coba. Berapa lama prajurit-prajurit kulit merah akan
tinggal di Air Biru?”
“Masih beberapa hari. Kami datang ke mari untuk mengambil ikan
dan apabila pekerjaan itu sudah selesai, maka kami akan pergi.”
“Ke mana?”
“Pulang ke perkampungan kami.”
“Itu bijaksana sekali; hendaknya mereka berbuat sesuai dengan
perkataan Anda!! Anda telah berkata bahwa Anda tidak takut
kepada Old Shatterhand. Memang, Anda tak usah takut, asal Anda
tidak memaksa dia berjuang dengan Anda Howgh!”

Ketua suku itu tidak memberi jawaban, melainkan segera pergi


diikuti oleh orang-orang kulit merah yang lain.
Jilid I berakhir di sini. Jikalau pembaca ingin mengetahui, bagaimana
Old Sha􀀴erhand bertemu dengan Winnetou dan bagaimana mereka
bersama-sama pergi ke Llano Estacado untuk menolong Bloody Fox
yang terancam oleh serangan suku-suku Comanche dan kejadian-
kejadian apa yang dialami oleh para pemburu prairi itu di jalan,
maka kami persilahkan pembaca membaca sambungan jilid ini,
yaitu Llano Estacado jilid II.

Anda mungkin juga menyukai