Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam beberapa tahun belakangan ini yang dirasa mencemaskan oleh


dunia kedokteran dan perumahsakitan di Indonesia adalah meningkatnya
tuntutan dan gugatan malpraktik (dengan jumlah ganti rugi yang semakin hari
semakin spektakuler), utamanya sejak diberlakukannya Undang-Undang No.8
Th.1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Situasi krisis yang mencemaskan tersebut jelas tidak menguntungkan


bagi dunia kedokteran dan perumahsakitan. Tetapi yang paling penting bagi
setiap dokter, pengelola dan pemilik rumah sakit adalah memahami lebih dahulu
bahwa sebelum gugatan malpraktik dapat dibuktikan maka setiap sengketa yang
muncul antara health care receiver dan health care provider.

Dunia kedokteran dan perumahsakitan juga harus merasa risih dan


bersikap jujur karena pada kenyataannya masih banyak kelemahan dan
kekurangan dalam melaksanakan tatakelola klinik yang baik (good clinical
governance), disamping belum secara sempurna mampu memenuhi prinsip-
prinsip dalam merancang system pelayanan kesehatan yang lebih aman (safer
health care system) guna mencegah atau setidak-tidaknya mengurangi terjadinya
adverse events.

II. RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimanakah ganti rugi yang dilakukan jika terjadi malpraktik ?
2. Bagaimana tindak pencegahan agar malpraktik tidak terjadi?

III. TUJUAN DAN MANFAAT


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia pada blok 1.
2. Memberikan manfaat kepada para pembaca agar paham mengenai informasi
seputar malpraktik dengan adanya hubungan antar medis.
3. Tata cara penanganan serta pencegahan terjadinya kasus malpraktik.

1
BAB II
PEMBAHASAN

I. TINJAUAN PUSTAKA

Pada hakekatnya manusia memiliki naluri dalam berhubungan dengan


sesamanya. Oleh sebab itulah manusia seringkali disebut sebagai mahluk sosial.
Karena didalam kehidupannya setiap manusia selalu saling membutuhkan satu
dengan yang lain, dan juga saling berinteraksi dengan sesamanya. Segala
keterbatasan, kekurangan dan kelemahan yang ada di dalam diri manusia
memaksa mereka untuk selalu berhubungan dengan orang lain.

Seorang dokter memiliki peranan yang sangat penting dan juga


menempati posisi teratas didalam hal kesehatan, baik pada tahap pemeriksaan,
diagnosa, pengobatan, sampai ketahap pemulihan, serta pemeliharaan kesehatan.
Pada sebagian masyarakat peran seorang dokter terkadang dianggap lebih tinggi
dan mendapat suatu penghormatan yang lebih bila dibandingkan dengan profesi
lain, dengan kata lain profesi dokter memiliki nilai social yang tinggi.

Hubungan antara dokter dan pasien ditandai dengan beberapa prinsip-


prinsip yang utama, yaitu:
1. Berbuat baik, yaitu tidak melakukan sesuatu yang merugikan. Dalam
berbuat baik ini dokter dituntut untuk rela berkorban walaupun dia
sendiri mengalami kesulitan. Seorang dokter harus lebih mementingkan
nyawa orang lain daripada nyawanya sendiri.
2. Keadilan, yaitu memberikan perlakuan yang sama, tanpa memandang
jasa, kekayaan, status sosial dan kemampuan membayar dari pasiennya.
3. Otonomi, yaitu hak atas perlindungan privacy pasiennya.

A. Definisi Dokter dan Pasien


Seorang yang menyandang profesi dokter seringkali dianggap
mempunyai status sosial dan status ekonomi yang cukup tinggi di tengah-
tengah masyarakat. Tapi saat ini dokter lebih dipandang sebagai ilmuwan
yang sangat diperlukan untuk menyembuhkan berbagai penyakit.

2
Pada praktiknya dokter menggunakan tekhnologi kedokteran guna
menunjang tujuannya untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Sehingga
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pada umumnya memberikan
sebutan dokter kepada setiap orang yang memberikan pelayanan kesehatan di
rumah sakit atau di puskesmas, meskipun kenyataannya yang memberikan
pelayanan kesehatan itu hanya seorang mantri atau perawat saja.

Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek


Kedokteran, yang dimaksud dokter sesuai dengan Pasal 1 (satu), Dokter dan
dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi,dan dokter gigi
spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam
maupun di luar negri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan dokter spesialis adalah seseorang yang telah memenuhi


seluruh tuntutan di suatu fakultas kedokteran kemudian ia melanjutkan
pendidikan spesialisasi tertentu dan telah memperoleh ijazah atau sertifikat
untuk bidang spesialisasinya itu. Setiap dokter harus menyadari sepenuhnya
bahwa dirinya tidak akan pernah mengetahui semua permasalahan di bidang
kedokteran karena bidang ini sangat luas. Sehingga konsultasi dengan
sesama dokter maupun spesialis bagi dokter umum sangatlah diperlukan,
tidak saja bagi kebaikan pasien tapi juga kebaikan dokter yang bersangkutan.

Seperti halnya dengan pengertian dokter, seorang pasien juga memiliki


pengertian tersendiri. Pasien adalah seorang yang berdasarkan pemeriksaan
dokter dinyatakan mengidap penyakit baik di dalam tubuh maupun di dalam
jiwanya. Dalam perkembangannya maka pasien juga diartikan secara luas
yaitu termasuk orang yang datang kepada dokter hanya untuk check-up,
untuk konsultasi tentang suatu masalah kesehatan, dan lain-lain.

Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran, yang dimaksud dengan Pasien sesuai dengan Pasal 1 (satu)
adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk
memperolah pelayanan kesehatan yang diperlukan secara langsung maupun
tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.
Jika dilihat dari cara perawatan maka pasien dapat dibedakan atas :

3
a. Pasien Opname
Adalah pasien yang memerlukan perawatan khusus dan terus menerus
secara teratur serta harus terhindar dari gangguan situasi dan keadaan
dari luar yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan penyakitnya,
bahkan dapat menghambat kesembuhan pasien.
b. Pasien Berobat Jalan
Adalah pasien yang tidak memerlukan perawatan secara khusus di
rumah sakit seperti pasien opname. Hal ini karena pasien yang berobat
jalan itu hanyalah mengidap penyakit yang dianggap dokter tidak
membutuhkan perawatan khusus dan untuk menjalani pengobatannya
cukup datang pada waktu-waktu tertentu saja.

Hubungan Antara Dokter dan Pasien

Dalam hubungan seseorang dengan dokter maka faktor


kepercayaan menjadi salah satu dasarnya artinya pasien berhubungan
dengan dokter itu, yakin bahwa dokter tersebut dapat dan mampu
membantu menyembuhkan penyakitnya. Hubungan antara dokter dan
pasien yang terjadi karena adanya hubungan hukum merupakan salah
satu ciri transaksi terapeutik yang membedakannya dengan perjanjian
biasa sebagaimana diatur dalam KUHPerdata.

Dalam praktiknya, baik hubungan antara pasien dengan dokter


yang diikat dengan transaksi terapeutik, maupun yang didasarkan pada
zaakwaarneming, sering menimbulkan terjadinya kesalahan atau
kelalaian. Sebenarnya pola dasar hubungan dokter dan pasien, terutama
berdasarkan keadaan sosial budaya dan penyakit pasien dapat dibedakan
dalam tiga pola hubungan, yaitu :

a. Activity – passivity
Disini Dokter seolah-olah dapat sepenuhnya melaksanakan
ilmunya tanpa campur tangan pasien dengan suatu motivasi
altruistis. Biasanya hubungan ini berlaku pada pasien yang
keselamatan jiwanya terancam, atau sedang tidak sadar, atau
menderita gangguan mental berat.

4
b. Guidance-Cooperation
Hubungan membimbing kerjasama, seperti halnya orang tua
dengan remaja. Pola ini ditemukan bila keadaan pasien tidak
terlalu berat misalnya penyakit infeksi baru atau penyakit akut
lainnya. Meskipun sakit, pasien tetap sadar dan memiliki
perasaan serta kemauan sendiri. Ia berusaha mencari pertolongan
pengobatan dan bersedia untuk bekerja sama.
c. Mutual participation
Hubungan ini terjadi pada mereka yang ingin memelihara
kesehatannya seperti medical check up atau pada pasien penyakit
kronis. Pasien secara sadar dan aktif berperan dalam pengobatan
terhadap dirinya. Apabila hubungan dokter dan pasien dilihat dari
sudut pandang hukum, hubungan ini merupakan suatu hubungan
ikhtiar atau usaha maksimal yang umumnya terjadi melalui suatu
perjanjian. Dokter tidak menjanjikan kepastian kesembuhan, akan
tetapi berikhtiar sekuatnya agar pasien sehat.

B. Tinjauan Umum Malpraktik

1. Definisi Malpraktik

Malpraktik berasal dari kata “mal” yang artinya salah dan


“praktek” yang artinya tindakan. Jadi secara harfiah malpraktik berarti
tindakan yang salah4 . Dalam bahasa Inggris malpraktik disebut
malpractice yang berarti wrong doing atau neglect of duty. Sedangkan
dalam bahasa Belanda malpraktik dikenal dengan istilah Kunstfout, yang
berarti tindakan medis yang dilakukan tidak dengan sengaja akan tetapi
ada unsur lalai yang tidak patut dilakukan oleh seorang ahli dalam dunia
medis yang mengakibatkan sesuatu yang fatal.

Di Indonesia berbagai pihak ada yang menggunakan istilah


malpraktek, malpraktik, malapraktik, malapraktek, marapraktek, perkara
tindak pidana, dan sebagainya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Kedua terbitan Balai Pustaka, dirumuskan bahwa malpraktik

5
adalah praktek kedokteran yang dilakukan salah atau tidak tepat,
menyalahi Undang-Undang atau kode etik.

Pengertian malpraktik medik menurut WMA (World Medical


Associations) adalah Involves the physician’s failure to conform to the
standard of care for treatment of the patient’s condition, or a lack of
skill, or negligence in providing care to the patient. (Adanya kegagalan
dokter untuk menerapkan standar pelayanan terapi terhadap pasien, atau
kurangnya keahlian, atau mengabaikan perawatan pasien, yang menjadi
penyebab langsung terhadap terjadinya cedera pada pasien).

Stedman’s Medical Dictionary memberikam sebuah perumusan


sebagai berikut:

“Malpractice is mistreatment of a disease or injury through ignorance,


carelessness of criminal intent.”
Malpraktik adalah salah cara mengobati suatu penyakit atau luka, karena
disebabkan sikap-tindak yang acuh, sembarangan atau berdasarkan
motivasi kriminal.

Coughlin’s Dictionary of Law:


“Professional misconduct on the part of a professional person, such as
physician, engineer, lawyer, accountant, dentist, veterinarian.
Malpractice may be the result of ignorance, neglect, or lack of skill in
the performance of professional duties; intentional wrongdoing; or
unethical practice.”
Malpraktik adalah sikap-tindak profesional yang salah dari seorang yang
berprofesi, seperti dokter, ahli hukum, akuntan, dokter gigi, dokter
hewan.

Malpraktik menurut Ninik Mariyanti, SH, Definisi malpraktik


mempunyai arti yang luas, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Dalam arti umum
Malpraktik merupakan suatu praktek (khususnya praktek dokter)
yang buruk dan tidak memenuhi standar yang telah dilakukan
oleh profesi.

6
b. Dalam arti khusus
Malpraktik dapat terjadi dalam:
1) Menentukan diagnosis, misalnya diagnosisnya sakit maag tapi
ternyata pasien sakit lever.
2) Menjalankan operasi, misalnya: seharusnya yang dioperasi
mata sebelah kanan tetapi yang dilakukan pada mata kiri.
3) Selama menjalankan perawatan.
4) Sesudah perawatan, tentu saja dalam batas waktu yang telah
ditentukan.

Dr. Kartono Mohammad juga memberikan pengertian mengenai


Malpraktik, yang merupakan “kelalaian tindakan dokter yang berakibat
kerusakan fifik, mental, atau finansial pada pasien”.

DR. Veronica Komalawati,SH.MH juga memberikan pengertian


mengenai malpraktik yang berasal dari “malpractice” yang pada
hakekatnya adalah kesalahan dalam menjalankan profesi yang timbul
sebagai akibat adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan
dokter. Beliau juga memberikan pengertian bahwa medical mapractice
adalah kesalahan dokter dalam menjalankan profesi medis yang tidak
sesuai dengan standar profesi medis dalam menjalankan profesinya.

Menurut Antonius P.S. Wibowo, SH Medical Malpractice


diartikan sebagai kesalahan dalam melaksanakan profesi medis
berdasarkan standar profesi medis. Dengan banyaknya kasus malpraktik
yang terjadi, barangkali menandakan bahwa aparat kesehatan masih
kurang profesional. Atau merupakan bukti bahwa pelayanan kesehatan
masih belum memadai.

2. Klasifikasi Malpraktik

Kelalaian dapat terjadi dalam 6 bentuk, yaitu :


a. Malpractice
Kelalaian karena tindakan kurang hati-hati seseorang yang dianggap
professional.
b. Malfeasance

7
Melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat / layak
(unlawful atau improper)
c. Maltreatment
Cara perlakuan perawatan yang tidak tepat atau tidak terampil dalam
bertindak.
d. Misfeasance
Melakukan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan
tidak tepat (improper performance).
e. Nonfeasance
adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban
baginya.
f. Criminal Negligence
Melakukan tindakan dengan mengabaikan keselamatan.

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktik medis,


yang paling sering terjadi. Pada dasarnya, kelalaian terjadi apabila
seseorang dengan tidak sengaja, melakukan ( komisi ) yang seharusnya
tidak dilakukan atau tidak melakukan ( omisi ) yang seharusnya
dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada
suatu keadaan.

Dalam profesi tenaga kesehatan berlaku norma etika dan norma


hukum, oleh sebab itu apabila timbul adanya kesalahan praktik sudah
seharusnya diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut.
Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari
sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice. Sehingga apabila
ada kesalahan praktik perlu dilihat domain apa yang dilanggar. Karena
antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang mendasar
menyangkut substansi, otoritas, tujuan, dan sangsi, maka ukuran normatif
yang dipakai untuk menentukan adanya ethnical malpractice atau
yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda.

a. Malpraktik Etik (Ethical Malpractice)


Adalah dokter yang melakukan tindakan bertentangan dengan
etika kedokteran. Sedangkan Etika Kedokteran yang dituangkan di

8
dalam KODEKI merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan
atau norma yang berlaku untuk dokter.

Contohnya adalah di bidang diagnostik, misalnya pemeriksaan


laboratorium yang dilakukan terhadap pasien kadangkala tidak
diperlukan bila dokter mau memeriksa secara lebih teliti. Namun
karena laboratorium memberikan janji untuk memberikan “hadiah”
kepada dokter yang mengirimkan pasiennya. maka dokter kadang-
kadang bisa tergoda juga mendapatkan hadiah tersebut.

Albert R. Jonsen dkk, menganjurkan empat hal yang harus


selalu digunakan sebagai pedoman bagi para dokter untuk
mengambil keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan secara
etis dan moral, yakni menentukan indikasi medisnya, mengetahui
apa yang menjadi pilihan pasien untuk dihormati,
mempertimbangkan dampak tindakan yang akan dilakukan terhadap
mutu kehidupan pasien, dan mempertimbangkan hal-hal kontekstual
yang terkait dengan situasi kondisi pasien, misalnya, aspek sosial,
ekonomi, hukum, budaya, dan sebagainya.

b. Malpraktik Hukum (Yuridical Malpractice.)

Untuk malpraktik hukum atau yuridical malpractice menurut


Soedjatmiko dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang
dilangar, yaitu :
1) Criminal Malpractice (Malpraktik Pidana)
Seseorang dapat dimasukkan dalam kaegori ini apabila :
a) Melakukan perbuatan tercela.
b) Melakukan perbuatan dengan niat yang salah yang;
kesengajaan (intensional), kecerobohan (reckleness), atau
kelalaian (negligence).
(1) Kesengajaan (intensional), misalnya melakukan
euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia
jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan
palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa

9
indikasi medis (pasal 299 KUHP), tidak melakukan
pertolongan gawat darurat padahal diketahui tidak ada
orang lain yang bisa menolong.
(2) Kecerobohan (reckleness), misalnya melakukan
tindakan yang tidak sesuai dengan standard profesi
serta mlakukan tindakan tanpa disertai persetujuan
tindakan medis (informed consent).
(3) Kealpaan (negligence), misalnya kurang hati-hati
mengakibatkan luka, cacat, atau meninggalnya pasien,
atau ketinggalan klem dalam perut pasien saat
melakukan operasi.

Pertanggung jawaban di depan hukum pada criminal


malpractice adalah bersifat individu / personal dan oleh sebab
itu tidak dapat dialihkan pada orang lain atau kepada rumah
sakit / sarana kesehatan.

2) Civil Malpractice (Malpraktik Perdata)


Seseorang dapat dimasukkan dalam kategori ini apabila :
a) Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib
dilakukan.
b) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib
dilakukan tetapi terlambat melakukannya.
c) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib
dilakukan tetapi tidak sempurna.
d) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak
seharusnya dilakukan.

Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat


individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain
berdasarkan principal of varicus liability.

3) Administrative Malpractice (Malpraktik Administratif)


Malpraktik administratif terjadi apabila dokter atau tenaga
kesehatan lain melakukan pelanggaran terhadap hukum
administrasi negara yang berlaku, misalnya menjalankan

10
praktek dokter tanpa izin praktek, melakukan tindakan yang
tidak sesuai dengan izinnya, menjalankan praktek dengan izin
yang sudah kadaluarsa, dan menjalankan praktek tanpa
membuat catatan medik.

3. Penyebab Malpraktik
Terdiri dari 4 unsur yang harus ditetapkan untuk membuktikan
bahwa malpraktik atau kelalaian telah terjadi (Vestal.1995):

a. Duty (Kewajiban)
Pada saat terjadinya cedera terkait dengan kewajibannya yaitu
kewajiban mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk
menyembuhkan atau setidaknya meringankan beban penderitaan
pasien berdasarkan standar profesi.
Contoh: Perawat rumah sakit bertanggung jawab untuk:
1) Memberikan asuhan keperawatan bagi pasien.
2) Mengingat tanggung jawab asuhan keperawatan
professional untuk mengubah kondisi klien.
3) Kompeten melaksanakan cara-cara yang aman.

b. Breach of the duty (Tidak melasanakan kewajiban)


Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya
menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan menurut standar
profesinya.
Contoh:
1) Gagal mencatat dan melaporkan apa yang dikaji dari pasien.
2) Gagal dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan.
3) Gagal melaksanakan dan mendokumentasikan cara-cara
pengamanan yang tepat (pengaman tempat tidur, restrain, dll).

c. Proximate caused (sebab-akibat)


Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terkait
dengan cedera yang dialami klien.
Contoh: Cedera yang terjadi secara langsung berhubungan dengan
pelanggaran terhadap kewajiban perawat terhadap pasien atau gagal

11
menggunakan cara pengaman yang tepat yang menyebabkan klien
jatuh dan mengakibatkan fraktur.

d. Injury (Cedera)
Seseorang mengalami cedera atau kerusakan yang dapat dituntut
secara hukum.
Contoh: Fraktur panggul, nyeri, waktu rawat inap lama dan
memerlukan rehabilitasi.

II. ANALISIS MASALAH

A. Ganti Rugi Jika Terjadi Malpraktik

Ganti rugi oleh UU Kesehatan, dimaksudkan untuk memberikan


perlindungan bagi setiap orang atas sesuatu akibat yang timbul, baik fisik
maupun non fisik. Kerugian fisik adalah kerugian karena hilangnya atau
tidak berfungsinya seluruh atau sebagian organ tubuh, yang dalam bahasa
hukum disebut kerugian materiel. Sedangkan kerugian non fisik adalah
kerugian yang berkaitan dengan martabat seseorang, yang dalam bahasa
hukumnya disebut kerugian immateriel. Pertanyaannya sekarang ialah,
siapakah yang harus bertanggunggugat atas timbulnya kerugian itu? Dokter,
rumah sakit, yayasan ataukah ketiga-tiganya?

Untuk dapat menjawab pertanyaan-prtanyaan diatas perlu dipahami


lebih dahulu tentang jenis tanggunggugat, pola hubungan terapetik yang
terjadi, dan pola hubungan kerja antara dokter dan rumah sakit.

1. Jenis Tanggunggugat

Mengenai jenis tanggunggugat (menurut hukum perdata) dikenal ada


banyak macamnya, antara lain:

a. Contractual Liability
Tanggung gugat jenis ini muncul karena adanya ingkar janji, yaitu
tidak dilaksanakannya sesuatu kewajiban (prestasi) atau tidak
dipenuhinya sesuatu hak pihak lain sebagai akibat adanya hubungan
kontraktual.

12
b. Liability in Tort
Tanggung gugat jenis ini merupakan tanggung gugat yang tidak
didasarkan atas adanya contractual obligation, tetapi atas perbuatan
melawan hukum (onrechtmatige daad). Dengan adanya tanggung
gugat ini maka rumah sakit atau dokter dapat digugat membayar
ganti rugi atas terjadinya kesalahan yang termasuk kategori tort
(civil wrong against a person or properties). Contohnya adalah
membocorkan rahasia kedokteran, melakukan euthanasia, ceroboh
dalam melakukan upaya medik sehingga pasien meninggal dunia
atau menderita cacat.

c. Strict Liability
Tanggung gugat jenis ini sering disebut tanggung gugat tanpa
kesalahan (liability whitout fault), mengingat seseorang harus
bertanggung jawab meskipun tidak melakukan kesalahan apa-apa.
Tanggung gugat seperti ini biasanya berlaku bagi product sold atau
article of commerce, dimana produsen harus membayar ganti rugi
atas terjadinya malapetaka akibat produk yang dihasilkannya,
kecuali produsen telah memberikan peringatan akan kemungkinan
terjadinya risiko tersebut.

d. Vicarious Liability
Tanggung gugat jenis ini timbul akibat kesalahan yang dibuat oleh
bawahannya (subordinate). Dalam kaitannya dengan pelayanan
medik maka rumah sakit (sebagai employer) dapat bertanggung
gugat atas kesalahan yang dibuat oleh dokter yang bekerja dalam
kedudukan sebagai sub-ordinate (employee). Lain halnya jika dokter
bekerja sebagai mitra (attending physician atau independent
contractor) sehingga kedudukannya setingkat dengan rumah sakit.

2. Pola Hubungan Terapeutik


Mengenai pola hubungan terapetik antara health care provider dan
health care receiver dapat dirinci sebagai berikut:

a. Hubungan “pasien - rumah sakit”

13
Hubungan seperti ini terjadi jika pasien sudah dewasa dan sehat
akal, sedangkan rumah sakit hanya memiliki dokter yang bekerja
sebagai employee. Para pihaknya adalah pasien dan rumah sakit,
sementara dokter hanya berfungsi sebagai employee (subordinate
dari rumah sakit) yang bertugas melaksanakan kewajiban rumah
sakit.

b. Hubungan “penanggung pasien – rumah sakit”


Pola hubungan ini terjadi jika pasien masih anak-anak atau tidak
sehat akal sehingga menurut hokum Perdata tidak dapat melakukan
perbuatan hukum. Para pihaknya adalah penanggung pasien (orang
tua atau keluarga yang bertindak sebagai wali) dan rumah sakit.

c. Hubungan “pasien – dokter”


Pola ini terjadi jika pasien sudah dewasa dan sehat akal
(berkompeten), dirawat di rumah sakit yang dokter-dokternya
bekerja bukan sebagai employee melainkan sebagai mitra (attending
physician). Para pihaknya adalah pasien dan dokter, sementara
posisi rumah sakit hanyalah sebagai tempat yang menyediakan
fasilitas (penginapan, makan dan minum, perawat atau bidan serta
sarana medik dan nonmedik). Konsepnya seolah-olah dokter
menyewa fasilitas rumah sakit untuk digunakan merawat pasiennya.

d. Hubungan “penanggung pasien – dokter”


Pada prinsipnya pola ini seperti pola butir (c), hanya saja karena
pasien masih anak-anak atau tidak sehat akal maka para pihaknya
adalah penanggung pasien (orang tua atau wali) dan dokter.

3. Pola Hubungan Kerja Dokter-RS


Sedangkan mengenai hubungan kerja antara dokter dan rumah sakit
terdapat beberapa pola, antara lain:
a. Dokter sebagai employee.
b. Dokter sebagai attending physician (mitra).
c. Dokter sebagai independent contractor.

14
Masing-masing dari pola-pola hubungan tersebut diatas akan sangat
menentukan apakah rumah sakit atau dokter yang harus
bertanggunggugat sendiri (direct liability) terhadap kerugian yang
disebabkan oleh kesalahan dokter dan sejauh mana pula tanggunggugat
dokter tersebut dapat dialihkan kepada pihak rumah sakit berdasarkan
doctrine of vicarious liability.

Dibawah doctrine of vicarious liability, rumah sakit (meskipun


sebagai artificial entity tidak melakukan kesalahan apa-apa) juga dapat
bertanggunggugat atas kesalahan dokter organik yang bekerja di institusi
tersebut. Doktrin ini sejalan dengan Pasal 1367 KUH Perdata, yang
bunyinya: “Seseorang tidak hanya bertanggungjawab atas kerugian yang
disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang
disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau
disebabkan barang-barang yang berada dibawah pengawasannya”.

B. PENCEGAHAN MALPRAKTIK

1. Upaya Pencegahan Malpraktik

Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga


medis karena adanya malpraktik diharapkan tenaga dalam menjalankan
tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:

a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan


upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning
verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu melakukan informed
consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada sejawat.
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan
segala kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan
masyarakat sekitarnya.

15
2. Upaya Menghadapi Tuntutan Hukum

Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak


memuaskan, hingga terjadi malpraktik, maka dokter akan menghadapi
tuntutan hukum. Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal
malpractice, maka tenaga kesehatan dapat melakukan:

a. Informal defence
Dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa
tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada
doktrin-doktrin yang ada, misalnya dokter mengajukan bukti bahwa
yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik
(risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak
mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam
perumusan delik yang dituduhkan.

b. Formal/legal defence
Melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada
doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menolak unsur-unsur atau
melakukan pembelaan agar terbebas dari pertanggung jawaban,
yaitu dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah
pengaruh daya paksa.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana
dokter digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan
adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena pasien atau
pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan
bahwa tergugat (dokter) bertanggung jawab atas derita (damage)
yang dialami penggugat.

16
BAB III
PENUTUP

I. SIMPULAN

Setelah menjabarkan pembahasan dari masalah pada makalah ini, maka


dapat disimpulkan bahwa malpraktik adalah suatu tindakan yang menyimpang
dari standar prosedur yang telah ditetapkan, yang dilakukan oleh sorang yang
berprofesi; seperti dokter, akuntan, ahli hukum, arsitek, dll. Namun sekarang ini
malpraktik lebih dikenal sebagai kelalaian atau kesalahan yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan. Jadi dalam bidang kesehatan, malpraktik adalah sikap yang
timbul karena kelalaian atau kurang hati-hati seorang tenaga medis dalam
mengobati dan atau merawat pasien.

Dalam menghadapi kasus malpraktik medis, maka kita perlu


memperhatikan hubungan antara dokter, pasien, dan rumah sakit ataupun dari
instansi yang terkait; dan juga jenis-jenis dari malpraktik, yaitu malpraktik etik
dan malpraktik hukum. Selain itu kita juga harus tahu bahkan faham mengenai
jenis tangggunggugat yang dilakukan. Dengan begitu, maka kita akan mudah
mengetahui serta menetapkan siapa yang akan bertanggung jawab atas tindakan
malpraktik yang terjadi.

Usaha utama untuk pencegahan yang bisa dilakukan agar tidak terjadi
malpraktik adalah dengan memberikan informed consent. Informed consent
adalah informasi/penjelasan mengenai baik buruknya suatu tindakan medis yang
akan dilakukan yang dapat menghasilkan suatu kesepakatan/perjanjian antara
dokter dengan pasien, apakah pasien akan menerima tindakan tersebut atau
menolaknya. Sehingga apabila ada tuduhan atas tindakan malpraktik, dokter bisa
mengajukan bukti berupa rekam medis (yang telah ditandatangani oleh pasien)
atas informed consent yang telah diberikan oleh dokter.

17
DAFTAR PUSTAKA

Praktik Kedokteran. 2010. Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik


Kedokteran dilengkapi dengan UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan. Bandung: Fokusmedia.

Wibisono, Najib. 2008. “Tinjauan Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Malapraktek dalam
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran Di Indonesia”.
Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Univeritas Sumatera Utara.

Sofwan, Dahlan. “Malpraktek dan Tanggunggugat Korporasi” Dalam materi kuliah dokter
Arief Tajally. 19 Oktober 2015.

Age, Julianus. 2002. Malpraktik Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.

18

Anda mungkin juga menyukai