Anda di halaman 1dari 8

TUGAS INDIVIDU

PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PETERNAKAN

“KARAKTERISTIK PENYULUH DALAM MELAKUKAN KEGIATAN


PENYULUHAN DAN PENERIMA MANFAAT”

OLEH :

NAMA : INAS NABILAH APRIANA MANSUR


NIM : I011 18 1077
KELAS : A1

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
Di Indonesia, perkembangan penyuluhan mulai tercatat bersamaan dengan berdirinya

Departemen Pertanian (Van Landbouw) pada tahun 1905. Pada masa itu, salah satu tugas

departemen tersebut adalah menyalurkan hasil penyelidikan pertanian kepada petani.

Istilah penyuluhan seringkali diasosiasikan dengan penerangan atau propaganda oleh

khalayak, padahal makna penyuluhan tidaklah sedangkal itu. Penyuluhan dapat dipandang

sebagai sebuah ilmu dan tindakan praktis. Sebagai sebuah ilmu, pondasi ilmiah penyuluhan

adalah ilmu tentang perilaku (behavioural science). Di dalamnya ditelaah pola pikir, tindak,

dan sikap manusia dalam menghadapi kehidupan. Jadi, subyek telaah ilmu penyuluhan

adalah manusia sebagai bagian dari sebuah sistem sosial, obyek materi ilmu penyuluhan

adalah perilaku yang dihasilkan dari proses pendidikan dan atau pembelajaran, proses

komunikasi dan sosial. Sebagai sebuah ilmu, penyuluhan merupakan organisasi yang

tersusun dari bangunan pengetahuan dan pengembangan ilmu. Ilmu penyuluhan mampu

menjelaskan secara ilmiah transformasi perilaku manusia yang dirancang dengan menerapkan

pendekatan pendidikan orang dewasa, komunikasi, dan sesuai dengan struktur sosial,

ekonomi, budaya masyarakat, dan lingkungan fisiknya.

Sebagai sebuah tindakan praktis, penyuluhan merupakan upaya-upaya yang dilakukan

untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku pada individu, kelompok, komunitas,

ataupun masyarakat agar mereka tahu, mau, dan mampu menyelesaikan permasalahan yang

dihadapi. Tujuan penyuluhan tidak lain adalah hidup dan kehidupan manusia yang

berkualitas dan bermartabat.

Konotasi istilah “penyuluhan” sebagai “penerangan” dipengaruhi oleh istilah Bahasa

Belanda yaitu voorlichting; voor berarti depan; dan lichting berarti lampu atau suluh. Dari

sini lahir istilah penyuluhan, dan pada jaman penjajahan Belanda penyuluhan pertanian

disebut landbouw voorlichting. Di berbagai negara, terdapat beragam pengertian


penyuluhan, yaitu aufklarung (pencerahan) di Jerman, forderung (bimbingan pedesaan) di

Austria, capacitation (keinginan untuk meningkatkan kemampuan atau pelatihan) di Spanyol,

dan vulgarisation (Bahasa Perancis) berarti menyederhanakan pesan bagi orang awam.

Istilah university extension atau extension of the university pertama kali muncul di Inggris

pada 1840-an yang tergabung dalam usulan Royal Commission on the University and

Colleges of Oxford (1852). Dokumen tersebut dikumpulkan oleh William Sewell dalam Usul

Penyebarluasan Informasi dari Universitas (Suggestions for the Extension of the University)

pada tahun 1850. Secara praktis, penyuluhan pertama kali dilakukan oleh James Stuart dari

Fellow of Trinity College, Cambridge pada tahun 186768.

Dalam hal ini, penyuluhan tidak lain merupakan bentuk pendidikan masyarakat untuk

menunjang pembangunan masyarakat atau Community Development. Bagi pembelajar ilmu

penyuluhan, tentu makna dan peran penyuluhan dalam transformasi perilaku manusia sudah

sepenuhnya dipahami. Permasalahannya adalah, tidak semua elemen masyarakat memahami

esensi penyuluhan, dan lebih mengartikan penyuluhan secara dangkal sebagai sebuah

aktivitas sesaat. Penyuluhan sering digambarkan sebagai aktivitas petugas dari lembaga

tertentu datang ke sebuah pertemuan, berceramah, lalu tanya jawab, dan akhirnya pergi. Di

kalangan awam, hal inilah yang dianggap sebagai sebuah penyuluhan, hanya pada tataran

orang baru “tahu” akan sesuatu.

Era 1970 sampai dengan 1980-an merupakan masa keemasan penyuluhan di berbagai

bidang. Seluruh sumber daya yang ada dikerahkan untuk menyukseskan pembangunan baik

di bidang pertanian, pendidikan, kesehatan dan keluarga berencana, maupun bidang-bidang

lainnya. Di bidang pertanian, kelembagaan penyuluhan dibangun dengan organisasi yang

terstruktur dari pusat hingga daerah. Beragam metode penyuluhan diterapkan seperti Latihan

dan Kunjungan (LAKU), pendekatan sistem pertanian, keterkaitan penyuluh-penelitipetani,


dan Sekolah Lapang. Di bidang pendidikan, penyuluhan gencar dilakukan untuk

memberantas buta huruf, ada Pusat.

Penyuluhan pembangunan, sebagai ilmu sosial terapan, seharusnya mampu berperan

meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), terutama dalam membentuk dan

mengubah perilaku masyarakat untuk mencapai taraf hidup yang lebih berkualitas.

Pembentukan dan perubahan perilaku tersebut, baik dalam dimensi seluruh aspek kehidupan

manusia; dimensi kemasyarakatan yang meliputi jangkauan kesejahteraan dari materiil

hingga non materiil; dimensi waktu dan kualitas yakni jangka pendek hingga jangka panjang

dan peningkatan kemampuan dan kualitas untuk pelayanannya, serta dimensi sasaran, yakni

dapat menjangkau dari seluruh strata masyarakat.

Dalam sektor pertanian, informasi melalui media elektronik dan alur informasi

melalui sistem jaringan dunia maya telah merambah sampai ke pelosok desa. Pengembangan

informasi dan inovasi pertanian berbasis teknologi informasi komunikasi (TIK), dilakukan

menggunakan jaringan komputer terprogram, yang terkoneksi dengan internet dan dikenal

dengan istilah cyber extensión. Menurut Sharma (2005), cyber extensión merupakan salah

satu mekanisme pengembangan jaringan komunikasi informasi inovasi pertanian yang

terprogram secara efektif, dengan mengimplementasikan TIK dalam sistem penyuluhan

pertanian. Cyber extensión dapat meningkatkan keberdayaan penyuluh melalui penyiapan

informasi pertanian yang tepat waktu, dan relevan dalam mendukung proses pengambilan

keputusan penyuluh, guna penyampaian data dan informasi pertanian kepada petani dan

kelompoktani. Pendekatan cyber extensión berorientasi kepada penerima, bersifat

individual, dan menghemat biaya, waktu, dan tenaga, (Adekoyaa, 2007). Berkembangnya

sistem penyuluhan melalui cyber extensión secara leluasa akan lebih mampu

mengembangkan sistem akses informasi aktual, inovasi, kreativitas, dan uji lokal. Cyber
extensión merupakan alternatif metoda penyuluhan yang efektif dan tepat guna dalam rangka

memberdayakan petani dan masyarakat pertanian pada umumnya.

Dinamika masyarakat dan perkembangan pesat di bidang pendidikan dan teknologi

informasi komunikasi, perlu diantisipasi dengan strategi penyuluhan pertanian yang tepat,

yang berimplikasi pula pada perlunya perubahan sistem penyuluhan. Ketersediaan

sumberdaya manusia penyuluh yang handal, merupakan jawaban dari setiap tantangan

pembangunan pertanian. Oleh sebab itu, sistem penyuluhan pembangunan harus dinamis

menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan masyarakat (Slamet, 1995). Berkaitan dengan

hal tersebut, Kementerian Pertanian melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM

Pertanian (Badan PPSDMP), memandang perlu untuk mendukung sistem informasi

penyuluhan yang mampu melakukan percepatan data dan informasi pertanian sampai ke

lapangan dengan tepat waktu, tepat tempat, tepat guna, dan tepat sasaran. Sistem informasi

penyuluhan tersebut dilakukan dengan memodifikasi penyusunan dan penyebaran data dan

informasi pertanian melalui portal sistem jaringan yang terkoneksi dengan internet yang

disebut dengan istilah “cyber extensión” (Badan PPSDMP, 2010). Secara singkat dapat

dikatakan bahwa cyber extensión Kementerian Pertanian adalah sistem informasi penyuluhan

pertanian melalui media internet (berbasis informasi teknologi) yang dibangun untuk

mendukung penyediaan materi penyuluhan dan informasi pertanian bagi penyuluh dalam

memfasilitasi proses pembelajaran agribisnis pelaku utama dan pelaku usaha (Badan

PPSDMP, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian Anwas (2009), salah satu penyebab ketidakhandalan

penyuluh di lapangan, disebabkan lemahnya sistem informasi pertanian, yang dibuktikan dari

rendahnya pemanfaatan media massa (koran, buku, radio, komputer dan internet). Hal ini

selain karena keterbatasan kepemilikan media informasi dan komunikasi, juga dipengaruhi

oleh rendahnya kualitas sumber informasi itu sendiri, dan terbatasnya kemampuan sumber
informasi dalam menyediakan informasi pertanian yang relevan, tepat waktu bagi petani.

Hasil penelitian Mulyandari (2011), bahwa cyber extensión dimanfaatkan oleh petani sayuran

sebagai sarana komunikasi dan berbagi informasi, promosi usahatani, serta untuk akses

informasi produksi dan teknologi pertanian. Namun demikian, secara umum tingkat

pemanfaatan cyber extensión baik di Jabar maupun di Jatim masih relatif rendah selain

karena kurangnya kesadaran petani terhadap keberadaan dan manfaat cyber extensión dan

kurang berfungsinya kelompok sebagai media berbagi informasi dan pengetahuan, juga

ketidaksiapan penyuluh sebagai pendamping petani dalam memanfaatkan cyber extensión.

Menurut Kurtenbach dan Thompson (2000), dan Sumardjo et al. (2009), keterbatasan

infrastruktur, kapasitas sumberdaya manusia, dan manajerial, menyebabkan teknologi

informasi komunikasi untuk pengelolaan, dan akses inovasi pertanian belum

dimanfaatkannya secara optimal dan bijaksana. Kondisi penyuluh tersebut didukung dengan

belum seluruhnya kelembagaan penyuluhan dalam satu kesatuan manajemen, sehingga

berdampak kepada rendahnya motivasi dan kinerja penyuluh pertanian (Tamba, 2007).

Indonesia, sebagai negara kepulauan yang mencakup suatu daerah yang luas, memandang

penting penggunaan cyber extensión dalam upaya memberikan pendidikan untuk semua

orang (Koswara dan Maria, 2004). Keberadaan cyber extensión diharapkan mampu

meningkatkan produktivitas kerja penyuluh dan penyuluhan, dalam pelayanan data dan

informasi pertanian yang efisien, cepat, mudah, akurat, murah, aman, terpadu, dan akuntabel.

Cyber extensión juga merupakan salah satu mekanisme inovasi pertanian yang dapat

difungsikan untuk mempertemukan lembaga penelitian, pengembangan, pengkajian dan

pelayanan dengan diseminator inovasi (penyuluh), pendidik, petani dan stakeholders lainnya

yang memiliki kebutuhan dengan jenis dan bentuk informasi yang berbeda, sehingga dapat

berperan sinergis dan saling melengkapi (Sumardjo et al., 2009). Permasalahannya, banyak

faktor lain yang memengaruhi dalam pemanfaatan teknologi informasi tersebut. Menurut
Taragola dan Gelb (2005) faktor yang membatasi penggunaan teknologi informasi

komunikasi disebabkan kurangnya kemampuan menggunakan, kurangnya kesadaran akan

manfaat, terlalu sulitnya untuk digunakan, kurangnya infrastruktur teknologi, tingginya biaya

teknologi, rendahnya tingkat kepercayaan terhadap sistem, kurangnya pelatihan aplikasi,

integrasi sistem dan rendahnya ketersediaan perangkat lunak. Kendala utama dalam

menghadapi tantangan penyuluhan saat ini adalah keterbatasan sumberdaya manusia (tenaga

profesional) di bidang penyuluhan pembangunan, baik secara kuantitas maupun kualitas

(Sumardjo, 2008a). Hasil-hasil penelitian yang terkait dengan kompetensi penyuluh seperti

dilakukan Marius (2007), Nuryanto (2008), dan Mulyadi (2009) menunjukkan masih

lemahnya kompetensi penyuluh pertanian. Idealnya penyuluh lapangan itu juga profesional,

mempunyai kesiapan dalam menghadapi perkembangan teknologi informasi dan mampu

berimprovisasi secara bertanggungjawab sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan yang

dihadapi, namun tenaga-tenaga yang profesional semacam itu pada saat ini belum cukup

tersedia (Slamet, 2008). Kesiapan (readiness) penyuluh menyongsong pembangunan

pertanian berkelanjutan dapat diukur dari kemampuan dan wawasan penyuluh yang

mendasari pelaksanaan tugas atau fungsinya. Hal tersebut menyangkut konsep-konsep antara

lain visi sustainable development dan sustainable agriculture, kemampuan menerapkan

konsep penyuluhan pembangunan yang di dalamnya dijiwai dengan model komunikasi yang

konvergen melalui cyber extensión, wawasan pengembangan sumberdaya petani, dan

kemampuan menerapkan metode penyuluhan secara tepat. Jirli (2005), menyatakan bahwa

kesiapan merupakan prasyarat seseorang untuk belajar dan berinteraksi dengan cara tertentu,

dan sejauhmana seorang individu dapat menggunakan dan mengakses perangkat cyber

extensión, dan memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mendapatkan dirinya

diperbaharui dengan perkembangan teknologi. Permasalahan yang ingin diperoleh

jawabannya melalui penelitian adalah, hubungan antara karakteristik penyuluh dengan


persepsi penyuluh terhadap sifat inovasi cyber extensión?, hubungan antara persepsi

penyuluh terhadap dukungan kelembagaan dengan persepsi penyuluh terhadap sifat inovasi

cyber extensión?, hubungan persepsi penyuluh terhadap sifat inovasi cyber extensión dengan

kompetensi penyuluh dalam pemanfaatan cyber extensión? Penelitian ini bertujuan untuk: (1)

menganalisis hubungan antara karakteristik penyuluh dengan persepsi penyuluh terhadap

sifat inovasi cyber extensión, (2) menganalisis hubungan antara persepsi penyuluh terhadap

dukungan kelembagaan dengan persepsi penyuluh terhadap sifat inovasi cyber extensión, (3)

menganalisis hubungan antara persepsi penyuluh terhadap sifat inovasi cyber extensión

dengan kompetensi penyuluh dalam pemanfaatan cyber extensión.

Anda mungkin juga menyukai