Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

APPENDISITIS

OLEH :
Mega safitri
A.1.17.1071

S1 KEPERAWATAN
STIKES MARENDENG MAJENE
TAHUN AKADEMIK 2019-2020

1
ASUHAN KEPERAWATAN APENDICITIS
PRE OPERASI/POST OPERASI

DISUSUN OLEH :
Mega safitri
A.1.17.1071

S1 KEPERAWATAN
STIKES MARENDENG MAJENE
TAHUN AKADEMIK 2019-2020

2
APPENDISITIS

A. Konsep Medis
1) Definisi
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira
10 cm (94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup
ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara
teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan
lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan
terhadap infeksi. (Smeltzer, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit
ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi
lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun
(Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya
lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing
usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi
membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit
seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius
vermikularis (Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena
struktur yang terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri
untuk berkumpul dan multiplikasi (Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa
penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat
terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahnya (Corwin, 2009).
2) Anatomi dan Fisiologi Apendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira
10 cm (kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di
bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada
bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit

3
kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya
insidens apendisitis pada usia itu (Departemen Bedah UGM, 2010).
Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar
submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya
berjalan pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks
ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang
berlanjut ke dalam mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal, maka
tidak tertutup oleh peritoneum viserale (Departemen Bedah UGM, 2010).
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis
bermula di sekitar umbilicus (Sjamsuhidajat, 2004).
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan
arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene
(Sjamsuhidajat, 2004).

Gambar 1.1 Apendiks


Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.
Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada
pathogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh
GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang
saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian,

4
pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh (Sjamsuhidajat, 2004).
3) Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan
apendisitis kronik (Sjamsuhidayat, 2005).
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala
apendisitis akut ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya
nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah
ketitik mc Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
b. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan
adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu,
radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik.
Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa , dan adanya sel
inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.

4) Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
faktor prediposisi yaitu :
c. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya
obstruksi ini terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab
terbanyak.
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian

5
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
d. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus.

e. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan
jaringan limpoid pada masa tersebut.
f. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendik yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009).

5) Epidemiologi
Hasil survey pada tahun 2008 angka kejadian appendisitis di
sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di
Indonesia, jumlah pasien yang menderita penyakit apendisitis
berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di Indonesia atau
sekitar 179.000 orang. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) di Indonesia, apendisitis akut merupakan salah satu
penyebab dari nyeri akut abdomen dan beberapa indikasi untuk
dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insidens apendiksitis di
Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan
abdomen lainnya (Depkes 2009).
Data epidemiologi apendisitis jarang terjadi pada balita,
insidennya hanya 1%. Apendisitis mengalami peningkatan pada masa
pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an,
sedangkan penderita apendisitis mengalami penurunan menjelang
dewasa (Pieter, 2005). Hal ini berkaitan dengan bentuk anatomis dari
apendiks pada laki-laki lebih lurus daripada apendiks perempuan,
sehingga resiko untuk masuknya makanan dan terjadi sumbatan lebih
tinggi.

6
Gambar 1.2 Gambaran apendiks normal pada apendikogram

6) Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.
Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut
dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum
7
lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer,
2007) .
1. Pathway
Apendiks

Hiperplasi Benda asing Erosi mukosa Fekalit Striktur Tumor


folikel limfoid apendiks

Obstruksi

Nausea & vomitus Mukosa terbendung

Produksi HCL Apendiks teregang

Menekan gaster Tekanan intraluminal MK :


NYERI
Distensi abdomen
Aliran darah terganggu

ke Peritoneum Ulserasi dan invasi bakteri


pada dinding apendiks
Peritonitis
Apendisitis Trombosis pada vena intramural

Pembengkakan dan iskemia

Pembedahan operasi Perforasi

CEMAS Luka insisi MK : NYERI

Port de entry MK :
DEFISIT SELF CARE
Hospitalisasi

Kurang informasi

MK :
KURANG PENGETAHUAN

8
7) Manifestasi Klinis
Penderita apendisitis sering mempunyai gejala sebagai berikut :
a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam
ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri tekan lokal pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
c. Nyeri tekan lepas dijumpai.
d.Terdapat konstipasi atau diare.
e. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
f. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih
atau ureter.
h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung
pelvis.
i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang
secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
j. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai
abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
k. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi.
Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur
appendiks.

Nama pemeriksaan Tanda dan gejala


Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan
tekanan pada kuadran kiri bawah dan
timbul nyeri pada sisi kanan.
Psoas sign atau Obraztsova’s Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan.
Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul.
Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium

9
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi
lembut pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah
epigastrium atau sekitar pusat, kemudian
berpindah ke kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien
dibaringkan pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi
pada kuadran kanan bawah kemudian
dilepaskan tiba-tiba

10
A. Pemeriksaan Penunjang
l. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi pada appendicitis akut tidak ditemukan gambaran yang
spesifik dan terlihat distensi perut.
2) Palpasi pada daerah perut kanan bawah, apabila ditekan akan
terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri.
Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosa
appendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan
nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing
(Rovsing Sign). Apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan
juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah yang disebut
tanda Blumberg (Blumberg Sign).
3) Pemeriksaan rektum, pemeriksaan ini dilakukan pada
appendicitis untuk menentukan letak appendiks apabila letaknya
sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini terasa nyeri,

maka kemungkinan appendiks yang meradang terletak di daerah


pelvic.
4) Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan ini
dilakukan untuk mengetahui letak appendiks yang meradang.
Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat
hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul
kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang
meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut
akan menimbulkan nyeri. Pada uji obturator dilakukan gerakan
fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila
appendiks yang meradang kontak dengan obturator internus
yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan
menimbulkan nyeri.
a. Tes laboratorium
Jumlah leukosit berkisar antara 10.000 dan 16.000/mm³ dengan
pergeseran ke kiri (lebih dari 75 persen neutrofil) pada 75 persen
kasus yang ada. 96 persen diantaranya leukositosis atau hitung jenis
sel darah putih yang abnormal. Tetapi beberapa pasien dengan
11
apendisitis memiliki jumlah leukosit yang normal. Pada urinalisis
tampak sejumlah kecil eritrosit atau leukosit.
b. Foto sinar-X
Tak tampak kelainan spesifik pada foto polos abdomen. Barium
enema mungkin dapat untuk diagnosis tetapi tundakan ini
dicadangkan untuk kasus yang meragukan
c. Appendikogram
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaSO4
serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara
peroral dan diminum sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam
untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil apendikogram
diexpertise oleh dokter spesialis radiologi.

d. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG
ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi
pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks
yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat
akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu
85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-
100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100%
dan 9697%
e. Analisis urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan
kemungkinan infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah
f. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase untuk membantu
mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
g. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk
memeriksa adanya kemungkinan kehamilan
h. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum
Pemeriksaan Barium enema dan kolonoskopi merupakan
pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma colon.
i. Pemeriksaan foto polos abdomen
Tidak menunjukkan tanda pasti appendicitis, tetapi mempunyai arti
12
penting dalam membedakan appendicitis dengan obstruksi usus
halus atau batu ureter kanan
2. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan apendisitis tergantung dari nyeri apendisitisnya akut
atau kronis. Penatalaksanaan bedah ada dua cara yaitu non bedah
(non surgical) dan pembedahan (surgical).
a. Non bedah (non surgical), penatalaksanaan ini dapat berupa :
1) Batasi diet dengan makan sedikit dan sering (4-6 kali perhari)
2) Minum cairan adekuat pada saat makan untuk membantu proses
pasase makanan
3) Makan perlahan dan mengunyah sempurna untuk menambah
saliva pada makanan
4) Hindari makan bersuhu ekstrim, pedas, berlemak, alkohol, kopi,
coklat, dan jus jeruk
5) Hindari makan dan minum 3 jam sebelum istirahat untuk
mencegah masalah refluks nonturnal
6) Tinggikan kepala tidur 6-8 inchi untuk mencegah refluks
nonturnal
7) Turunkan berat badan bila kegemukan untuk menurunkan
gradient tekanan gastroesophagus
8) Hindari tembakan, salisilat, dan fenibutazon yang dapat
memperberat esofagistis.
b. Pembedahan (Surgical)
Yaitu dengan apendiktomi. Operasi apendisitis dapat dipersiapkan
hal-hal sebagai berikut :
Insisi tranversal 5 cm atau oblik dibuat di atas titik maksimal nyeri
tekan atau massa yang dipalpasi pada fosa iliaka kanan. Otot
dipisahkan ke lateral rektus abdominalis. Mesenterium apendikular
dan dasar apendiks diikat dan apendiks diangkat. Tonjolan
ditanamkan ke dinding sekum dengan menggunakan jahitan
purse string untuk meminimalkan kebocoran intra abdomen dan
sepsis. Kavum peritoneum dibilas dengan larutan tetrasiklin dan luka
ditutup. Diberikan antibiotik profilaksis untuk mengurangi luka
sepsis pasca operasi yaitu metronidazol supositoria (Syamsu hidayat,
13
2004).
3. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan apendisitis.
Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis.
Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga
medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat
merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan.
Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.
Proporsi komplikasi apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil
dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun
dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada
anak-anak dan orang tua. Anak-anak memiliki dinding appendiks yang
masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna
memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi
gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini
mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12
jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24
jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan
gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas
lebih dari 38,5OC, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan
leukositosis terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan
peritonitis.
c. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
14
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah,
nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
4. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko
terhadap kejadian appendicitis. Upaya pencegahan primer
dilakukan secara menyeluruh kepada masyarakat. Upaya yang
dilakukan antara lain :
1) Diet tinggi serat
Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara
konsumsi serat dan insidens timbulnya berbagai macam
penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet tinggi serat
mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran
pencernaan. Serat dalam makanan mempunyai kemampuan
mengikat air, selulosa, dan pektin yang membantu
mempercepat sisi -sisa makanan untuk diekskresikan keluar
sehingga tidak terjadi konstipasi yang mengakibatkan
penekanan pada dinding kolon.
2) Defekasi yang teratur
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran
feces. Makanan yang mengandung serat penting untuk
memperbesar volume feces dan makan yang teratur
mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada waktu yang
sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon
fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola
aktivitas peristaltik di kolon. Frekuensi defekasi yang jarang
akan mempengaruhi konsistensi feces yang lebih padat
sehingga terjadi konstipasi. Konstipasi menaikkan tekanan
intracaecal sehingga terjadi sumbatan fungsional appendiks
dan meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon.
15
Pengerasan feces memungkinkan adanya bagian yang terselip
masuk ke saluran appendiks dan menjadi media kuman/bakteri

berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan


peradangan pada appendiks
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dini dan pengobatan
yang tepat untuk mencegah timbulnya komplikasi.

16
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Lakukan wawancara untuk mendapatkan riwayat kesehatan dengan
cermat khususnya mengenai :
a. Keluhan utama
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke
perut kanan bawah. Timbul keluhan nyeri perut kanan bawah
mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di
epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan
nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam
waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh
rasa mual dan muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang.
c. Diet, kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/
sedang/ berat.
2) Sirkulasi : Takikardia.
3) Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
f. Aktivitas/ istirahat : Malaise.
g. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
h. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan
atau tidak ada bising usus.

i. Nyeri/ kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan


umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.
Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam.
Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak.
j. Demam lebih dari 38oC.
k. Data psikologis klien nampak gelisah.
l. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.

17
m. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita
merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

C. PENGKAJIAN
1.Identitas
a. Identitas pasien :
Nama : Tn. W
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : pria
Status : belum kawin
Alamat : sendana II
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Suku : Mandar
Tanggal masuk : 19 agust 2020
No RM :13 45 64
Dx medic : appendicitis

2. Anamnesis :
b. Riwayat penyakit :
pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan bagian bawah
dirasakan 2 hari sebelum masuk rumah sakit nyeri dirasakan pertama kali di daerah
pusar kemudianmenetap di perut kanan bawah, nyeri perut hilang timbul dan
memberat ketika melakukan aktivitas
c. Keluhan utama :
nyeri perut kanan bawah
Riwayat terdahulu :
Tidak ada
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit serupa

Pemeriksaan fisik
Status pasien :
Keadaan umum : Alert (sadar penuh)
TD : 130/80
N :80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5
Status generalis :
Kepala : Normocephalik
Rambut : pendek, warna hitam
Mata : konjungtiva anemis(-) sclera ikterik(-)
Hidung : bentuk normal
Telinga : simetris
Tenggorokan : uvula ditengah, hiperemis (-)
Leher : bentuk simetris, massa (-)
Thoraks :
Inspeksi : pergerakan dada simetris
Palpasi : taktil fremitus kanan
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru kanan
Auskultasi : suara napas vesikulerkana=kiri, ronkhi(-) wheezing(-)

18
3. ANALISA DATA

No Etiologi
Masalah
Data keperawatan
1. Obstruksi lumen, Nyeri pre op
DO : - pasien tampak peradangan pada berhubungan
meringis apendiks dengan ageninjuri
biologi (distensi
- pasien tampak memegang perut kanan jaringan intensial
bawah oleh inflamasi)
DS : - klien mengatakan nyeri pada
bagian perut kanan bawah klien
merasakan nyeri saat bergerak danjika
ditekan pada perutnya nyeri hilang
timbul dengan waktu kurang lebih 5
menit
2. DO : - klien terlihat gelisah Rencana Ansietas
- TD 130/80 mmHg pembedahan,
- N : 80 kurang
DS : - klien mengatakan cemas karena pengetahuan,
akan melakukan operasi apendiktomi kurang informasi
3. DO : Peradangan Nyeri post op
DS : - klien mengatakan nyeri pada apendiks,
bagian perut kanan bawah di daerah luka apendiktomi,
bedah insisi bedah, nyeri
4. Kurang Kurang
DO : - pasien kadang pengetahuan pengetahuan
bertanya mengenai mengenai proses
penyakit
penyakit

DS : - pasien
mengatakan tidak
mengetahui
bagaimana proses
penyakit

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosis atau masalah keperawatan yang umum terjadi pada pasien
dengan apendisitis adalah sebagai berikut :
a. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi
jaringan intestinal oleh inflamasi

19
2) Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
b. Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post
operasi appenditomi)

2) Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan kurang informasi

20
4. Intervensi
c. Pre Operasi

DIAGNOSA TUJUAN DAN


.NO KEPERAWATAN KRITERIA INTERVENSI
1 Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan  Kaji skala nyeri lokasi,
dengan agen injuri
biologi (distensi keperawatan, diharapkan nyeri karakteristik dan
jaringan intestinal oleh klien berkurang dengan laporkan perubahan
inflamasi)
kriteria hasil: nyeri dengan tepat.
 Klien mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab nyeri, Jelaskan pada pasien tentang
penyebab nyeri
mampu untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)  Ajarkan tehnik untuk
 Melaporkan bahwa nyeri pernafasan
berkurang dengan diafragmatik lambat /
menggunakan manajemen napas dalam
nyeri  Berikan aktivitas
 Tanda vital dalam rentang hiburan (ngobrol
normal : dengan anggota
- TD (Systole 120- keluarga)
130mmHg, Diastole 80-  Observasi tanda-tanda
vital
90mmHg)
 Kolaborasi dengan
- HR (60-100x/menit)
tim medis dalam
- RR (16-24x/menit)
pemberian analgetik.
- Suhu (36,5-37,50C)
 Klien tampak rileks mampu
tidur/ istirahat

21
2 Cemas berhubungan Setelah diberikan asuhan  Evaluasi tingkat
dengan akan keperawatan, diharapkan ansietas, catat verbal
dilaksanakan operasi. kecemasan klien berkurang dan non verbal pasien.
dengan kriteria hasil :  Jelaskan dan persiapkan
 Melaporkan ansietas untuk tindakan prosedur
menurun sampai tingkat sebelum dilakukan
teratasi  Jadwalkan istirahat
 Tampak rileks. adekuat dan periode
menghentikan tidur.
 Anjurkan keluarga untuk
menemani disamping
klien.

22
d. Post Operasi

DIAGNOSA
NO TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Nyeri berhubungan Setelah diberikan asuhan
 Kaji skala nyeri lokasi,
dengan agen injuri keperawatan, diharapkan nyeri
karakteristik dan laporkan
fisik (luka insisi post berkurang dengan kriteria hasil:
perubahan nyeri dengan
operasi  Melaporkan nyeri berkurang
tepat.
appenditomi).  Klien tampak rileks
 Monitor tanda-tanda vital
 Dapat tidur dengan tepat
 Pertahankan istirahat
 Tanda vital dalam rentang
dengan posisi semi
normal :
powler.
- TD(Systole 120- 130mmHg,
 Dorong ambulasi dini.
Diastole 80- 90mmHg)
 Berikan aktivitas hiburan.
- HR (60-100x/menit)
 Kolaborasi tim tim medis
- RR (16-24x/menit)
dalam pemberian
0
- Suhu (36,5-37,5 C)
analgetika.

23
4 Kurang pengetahuan Setelah diberikan asuhan  Kaji ulang pembatasan
tentang kondisi keperawatan diharapkan aktivitas pascaoperasi
prognosis dan pengetahuan bertambah dengan  Anjurkan menggunakan
kebutuhan pengobatan kriteria hasil: laksatif/ pelembek feses
berhubungan dengan  Menyatakan pemahaman ringan bila perlu dan
kurang informasi. proses penyakit dan hindari enema
pengobatan  Diskusikan perawatan
 Berpartisipasi dalam insisi, termasuk
program pengobatan. mengamati balutan,
pembatasan mandi, dan
kembali ke dokter
untuk mengangkat
jahitan/ pengikat
 Identifikasi gejala yang
memerlukan evaluasi
medis, contoh
peningkatan nyeri
edema/ eritema luka,
adanya
drainase, demam

24
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius


FKUI

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner &
Suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC

Wilkinson, Judith M. & Nancy R Ahern. (2011). Buku Saku Diagnosis


Keperawatan : Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Ed.
9. Jakarta: EGC.

25
PENGKAJIAN KASUS

Seorang pasien atas tn.W. umur 20 tahun datang ke rumah sakit dan dirawat diruang bedah
Cempaka A. pada hari rabu taggal 19 agst 2020 dengan keluhan nyeri perut kanan bagian
bawah dengan skala nyeri 5, pasien di diagnosis appendicitis akut, pada saat melakukan
pengkajiaanpasien mengatakan nyeri perut kanan bawah dan hal ini sudah dialami oleh
pasien sejak 2 hari lalu dan semakin memberat satu hari sebelum masuk rumah sakit nyeri
yang dirasakan pada perut kanan bawah seperti diremas-remas dan nyeri dirasakan hilang
timbul terutama pada saat melakukan aktifitas pasien mengatakan hanya sesekali mual tetapi
tidak sampai muntah pasien dari hasil pemeriksaan didapatkan TD: 130/80 mmHg N : 80 R
: 20 S : 36,5

26

Anda mungkin juga menyukai