Anda di halaman 1dari 12

Diet Berakhir Jeruji

Adalah Joe, yang hanya bisa mengejar tukang bakso dengan pandangannya
yang pilu. Joe merupakan mahasiswa yang bisa dikatakan maniak weight
loss, yang mengatur diet sehat dan diet ketat. Hari-hari ia isi dengan
konsumsi makanan penuh gizi rendah kalori, plus dengan hati yang tidak
menikmati. Joe tidak menyadari bahwa ia tidak terlahir kurus, kedua orang
tuanya gemuk, hampir seluruh keluarganya gemuk, kecuali satu orang, yaitu
Alex, si buncit yang humoris.

Namun Joe percaya dengan motivasi dari seminar bisnis multilevel yang
pernah digelutinya 5 bulan lalu, “tidak ada yang tak mungkin. Jika kalian
ingin mencapai apa yang kalian inginkan, dan sukses di usia muda” Tentu
saja sukses bagi Joe adalah sukses menurunkan berat badan, apa yang
membuat Joe tidak pernah berhasil adalah nafsu makan yang sama besar
dengan badan, memang ia memakan sayur, dengan porsi yang sangat
banyak.

Suatu hari ia membaca sebuah artikel “Tertawa dapat membakar lemak” dan
dengan sangat serius menanggapi. Joe sama dengan kedua orangtuanya,
pemurung dengan muka berlemak sulit dibuat tertawa. Namun hari saat ia
membaca artikel itu adalah hari dimana ia seolah terlahir kembali. Joe
menjadi pribadi yang gampang sekali tertawa, bahkan saat seseorang
berbicara serius (pada saat itu Joe menerima caci maki), sikap Joe yang
berubah tentu mengundang berbagai penafsiran dari masyarakat, dan
didominasi oleh pandangan bahwa ia telah gila.

Sedikit namun sakit, Joe perlahan-lahan diabaikan, teman-temannya sering


memandang paham ke arahnya ketika ia mencoba berbicara hal yang lucu
hanya merespon berupa tersenyum penuh simpati. Keluarga Joe pun
perlahan mulai mengabaikannya, dan ketika Joe menimbang badannya,
mendapati beratnya hanya berkurang sedikit, beberapa ons, ia
meningkatkan intensitas ‘latihannya’.

Hingga pada suatu pagi, pihak keluarga sudah tidak kuat lagi dan
melaporkan Joe ke rumah sakit Jiwa di pusat kota, dan sorenya datanglah
sebuah avanza hitam ke rumah Joe, membawa lima orang dokter jiwa
(orangtua Joe sudah mengatakan sebelumnya kalau Joe bertubuh besar dan
suka melawan) dan menyeret paksa Joe ke dalam mobil. Bahkan Joe tetap
tertawa karena salah satu motivasinya dalam latihan tertawa ini adalah
“memandang positif dari segala sesuatu”. Singkat cerita, Joe harus menginap
sampai waktu yang belum ditentukan di balik jeruji besi yang dicat putih,
berjalan dalam takdir, takdir untuk bersama penghuni-penghuni lain yang
juga melakukan ‘latihan’ yang sama.

Dan tibalah mereka di RSJ pusat kota, avanza itu diparkir tepat di depan
pintu masuk, Joe digiring layaknya tahanan. Begitu sampai di dalam, semua
orang terkejut, dengan wajah ‘inikah dajjal yang terkutuk itu’ Joe melirik
marah ke sekeliling, seperti banteng menghadap matador, kedua tangannya
yang diborgol bergetar, dokter-dokter yang menggiringnya mulai cemas,
anak itu tepat seperti apa yang dikatakan orangtuanya yaitu pelawan.

Para dokter yang menggiring Joe mulai mempercepat langkahnya menuju


kamar sel nomor 3 di ujung kiri, dekat tangga, yang di bawah nomornya
bertuliskan ‘tidak perlu menunggu mukjizat untuk sembuh’, borgol semakin
bergetar, menimbulkan bunyi krincing-krincing yang menarik perhatian
hingga ke pintu depan, seolah akan ada yang kerasukan.

Sang satpam dengan rambut mangkuk, yang mejaga pintu depan bergegas
menuju ke arah para dokter yang bersama Joe berlari dengan epik. Pasalnya
selama hampir 1 tahun ia bekerja ia hampir tak pernah digunakan untuk
mengamankan, sebab ada satpam lain yang lebih berwibawa untuk itu,

“Lepaskan aku! Aku bukan orang gila!” Teriak Joe seolah baru bangun dari
hipnotis. Bagaimana bisa ia belum tahu sampai harus berada di depan pintu
sel,
“Tenang-tenang, tenang-tenang” satu dokter mengurut-ngurut lengan Joe
dengan hampir profesional,
Satpam sudah sampai, Joe merasa seperti dibinatangkan, akhirnya meteran
amarah sudah sampai pada batasnya. Joe entah bagaimana caranya, dan di
depan hakim para dokter akan bersaksi,

“Saya melihat anak itu melepaskan borgol dengan kekuatannya, dan


seketika itu kami semua panik”

Kedamaian yang biasanya ada di sore hari RSJ tersebut, hilang dalam
sekejap diganti riuh yang menegangkan. Alarm berbunyi, satu orang di
ruang resepsionis tergesa-gesa menekan nomor pada telepon yang ada di
meja. Para pasien di ruang bawah mendekatkan diri mereka ke jeruji,
bohong dengan wajah takut namun mereka sangat menikmati.

Satpam rambut mangkuk segera mencekik Joe dari belakang. Joe pun segera
meresponnya, dengan reflek serta kekuatan, yang dibangun dari setidaknya
beberapa bulan diet ketat (dan sehat). Membuat badan besarnya tidak hanya
besar bodoh, namun besar sehat yang di dalam setiap ototnya terdapat
kekuatan dari gizi makanan mahal. Joe langsung menjungkirkan si satpam
ke depan. Tubuh satpam yang tadi menggantung di belakang Joe, terhempas
keras ke lantai.

Si Satpam, muka ‘bule’nya memerah, matanya melihat ke atas sekali, hingga


hanya putih yang terlihat di matanya yang bulat, terkapar kejang-kejang,
dan dadanya kembang-kempis, persis seperti ingin mengeluarkan bunyi
mirip kentut dari punggungnya yang menempel di lantai. Para dokter ragu
dalam keterburu-buruan yang seolah akan mengambil tindakan mantap,
namun tidak melakukan apapun.
Satu, dua dokter tumbang dengan satu dorongan, hanya dua pria yang takut
berdiri dan memilih untuk pura-pura mati, namun mata lebar Joe masih
terfokus pada satu dokter, yang berlari ke arah pintu depan, Joe bergegas
mengejarnya, dengan lambat.

Polisi: Apakah ia berhasil mengejar anda?


Dokter: Tidak, saya berlari ke arah jalan besar, dan terus berlari sambil
sesekali menoleh ke arah rumah sakit, di sana Joe, masih berdiri di luar
dekat pintu, kepalanya menoleh ke segala arah dengan dingin.
Polisi: Baik, baik pak, terima kasih, sekarang bapak boleh keluar lewat pintu
yang di sana.
Dokter: T-t-terima kasih pak, kalau boleh tau, apa bapak pernah mendengar
nama Joe? Mana tahu, mana tahu ini kan, dia pernah melakukan tindakan
kriminal.
Polisi: (mengangguk mantap) kami semua saudara Joe, ayo bapak yang di
pintu itu sudah menunggu pak dokter dengan tongkat baseballnya, silahkan.
-Karya  Guido Gusthi Abadi-

Contoh Cerpen Cinta Romantis


Surat Cinta dan Sebatang Coklat
Aku mengintip dari balik pohon beringin, agak jauh dari gadis itu. Ia masih
duduk bersimpuh di sana. Wajahnya terlihat serius. Tangan indahnya terlihat
sedang menggoreskan tinta ke selembar kertas yang ia bawa dari rumah.
Kulihat sebutir air mata jatuh dari pelupuk matanya dan diikuti tetes-tetes
air mata berikutnya. Ya, dia pasti menulis surat lagi!

Beberapa menit berlalu, dia pun menyelesaikan suratnya dan


memasukkannya ke dalam sebuah amplop merah muda. Aku tetap pada
posisiku. Gadis cantik itu pun berdiri, meletakkan amplop itu di tempat biasa,
tersenyum, kemudian beranjak pergi. Ketika dia sudah tak terlihat lagi,
dengan langkah hati-hati aku mendekati tempat dimana dia meletakkan
suratnya tadi. Kuambil surat itu, kubuka perlahan, dan mulai membacanya…

Kepada: Arvito Abi


Ketika aku menulis surat ini, suasana di sekelilingku sangat sepi, Vit. Aku tak
pernah berpikir sebelumnya, bahwa kesepian ini kamu rasakan setiap hari.
Aku merasa menjadi perempuan tak berguna karena tak bisa selalu
menemani kesendirianmu. Maafkan aku hanya bisa datang setiap Sabtu pagi
untuk sekedar melepas kerinduanku padamu. Aku benar-benar rindu, Vit…
Hari ini, aku ingin menceritakan banyak hal ke kamu…
Vito, kamu pasti ingat dulu kamu pernah berkata bahwa kamu ingin memiliki
sebuah rumah yang letaknya jauh dari keramaian. Ketika itu kamu berkata,
kamu ingin hidup di sana bersama orang yang kamu sayang dan kamu
berkata orang itu adalah aku. Percaya atau tidak, sekarang rumah itu sudah
ada, Vit. Aku bangun rumah itu dengan hasil keringat aku sendiri. Walaupun
sepenuhnya aku sadar, kamu sudah damai hidup sendiri di sini, tapi
setidaknya aku berhasil mewujudkan salah satu keinginan kamu. Semoga
kamu terkesan, Vit…
Oh iya, Vit, dua hari yang lalu aku menerima seikat bunga dari kakak kamu,
Kak Restu. Awalnya aku kira itu hanya sebagai ucapan selamat dari Kak
Restu atas kelulusan aku. Tapi ternyata, Kak Restu mengungkapkan
perasaannya ke aku, Vit. Jangan marah dulu, beneran setelah itu, aku
langsung mengembalikan bunganya. Aku berkata bahwa aku tidak bisa. Aku
hanya menganggapnya sebagai seorang kakak. Sebenarnya, ada alasan
yang lebih dari itu dan dia pasti tau, Vit. Aku jadi teringat kamu, Vito. Ketika
kamu mengungkapkan perasaanmu ke aku, kamu kasih aku sebatang
cokelat karena kamu sangat tau aku tidak suka bunga. Pokoknya kamu itu
orang yang paling bisa mengerti aku dan selamanya kamu takkan pernah
tergantikan…

Vit, sebenarnya surat ini tidak sama seperti surat-suratku sebelumnya. Surat
ini bukan hanya sekedar surat cinta, tetapi juga surat perpisahan. Vito, entah
aku harus bahagia atau berduka ketika mengatakannya. Aku akan pergi, Vit.
Aku mendapat beasiswa untuk melanjutkan S2 di Jepang. Aku akan
mewujudkan satu lagi keinginan kamu. Keinginan kamu untuk menulis nama
kita berdua di puncak Gunung Fuji. Di Jepang nanti, aku akan menghuni
rumah impian kamu itu, Vit. Rumah impian kita berdua. Aku tidak sendirian
di sana. Aku percaya bayangan kamu selalu ada di samping aku…

Vito, ini berarti aku harus meninggalkan kamu di sini sendirian. Selama
beberapa tahun ke depan aku tidak bisa melakukan ritual Sabtu pagi
mengunjungimu. Jujur, aku sedih, Vit. Tapi aku yakin jalan yang aku ambil
ini akan bahagiakan kamu dan kedua orangtuaku. Doakan saja aku dari sini…

Vit, kamu lihat, matahari di sini mulai tenggelam. Ini adalah waktu favorit
kita, Vit. Senja. Mungkin saatnya aku pulang. Seperti biasanya, bersamaan
dengan surat ini kusertakan sebatang cokelat kesukaanmu. Kuletakkan di
bawah nisan yang berukir indah namamu…

Aku pamit, Sayang. Selamat tinggal. Doakan aku supaya tetap bahagia. I
Love You More, Vito…

Terdalam,
Regita Feronica J. (Gita)
Tanpa sadar, aku berurai air mata usai membacanya. Aku baru menyadari
sepenuhnya bahwa gadis itu masih belum bisa lepas dari Vito, adik lelakiku
yang kini telah hidup damai di akhirat sana. Tiba-tiba aku menyesal pernah
mengungkapkan perasaanku padanya karena sekarang aku yakin cinta
mereka berdua abadi meskipun salah satu diantaranya sudah pergi dan
tinggal sebuah nama.

Aku melirik cokelat yang tergeletak tepat di bawah nisan adikku. Kemudian
kuusap air mataku, tersenyum, dan bertekad memendam seluruh
perasaanku pada gadis itu.
Gita, aku akan berjalan mundur…

-Karya  Tiara Eviani Putri-

Contoh Cerpen Kehidupan


Bintang
Dia, duduk di samping jendela, dibawah sinar lampu yang temaram.
Mencoba memandang langit yang gelap, hanya ada rembulan yang
memantulkan sebagian dari cahaya matahari. Tak ada bintang yang terlihat,
semua bersembunyi dibalik awan, barangkali malu untuk kulihat, katanya
dalam hati seraya tersenyum. Angin malam berhembus sepoi-sepoi, seolah
menghembuskan udara pada wajahnya yang lembut. Awan bergerak
perlahan, memberikan seni tersendiri di kegelapan malam. Ahh, ternyata ada
satu bintang di balik awan, senyumnya tersungging di balik bibirnya yang
mungil. Ya Rabb, ternyata setitik cahaya pun bisa memberikan keindahan
yang luar biasa diantara luasnya langit yang gelap di malam hari. Ah,
seandainya ketika membuka jendela, memandang langit dan tak
menemukan bintang kemudian dia tak mencoba menatap awan tapi menutup
jendela kembali, dia tak akan menemukan bintang yang tersembunyi di balik
awan.

***
Seperti setitik bintang di kegelapan malam, terkadang kita tak menyadari
ada cahaya kecil dalam malam yang gelap, yang kita berinama “bintang”.
Betapa indahnya cahaya itu walaupun tak bisa menerangi malam. Tapi, lain
halnya ketika kita melihat ada setitik noda di atas kain putih yang
membentang. Kita justru terfokus pada noda yang kecil, dan seolah lupa
betapa bersihnya kain itu terlepas dari setitik noda yang ada, yang mungkin
bisa hilang hanya dengan sedikit detergent pemutih. Itulah hidup, kadang-
kadang kita lupa untuk memandang sesuatu dari sisi lain yang dimiliki.
Saya, memiliki seorang murid yang saya pikir kecerdasannya kurang
menonjol dibanding lainnya. Suatu hari, ketika kami tengah membicarakan
sistem tata surya, hanya sebagai pengetahuan bahwa bumi merupakan salah
satu planet dalam sistem tata surya yang menjadi tempat tinggal manusia,
murid saya itu, sebut saja namanya Rimba, tiba-tiba berdiri dan mengambil
helm milik guru lain yang disimpan diatas loker dalam ruang kelas serta
memakainya. Tanpa saya sadari saya berkata kepadanya :”Wah,,,teman-
teman, lihat!! Rimba memakai helm, seperti astronot yang mau terbang ke
bulan ya…”. Semua teman-temannya memandang ke arahnya, dia
tersenyum, spontan helmnya langsung di lepas dan dikembalikan ke tempat
semula, tanpa harus disuruh untuk mengembalikan. Kemudian saya ajak
mereka untuk menggambar roket di atas kertas putih yang tersedia. Dan
hasilnya, Subhanallah, murid yang saya pikir kecerdasannya kurang
menonjol itu justru tahapan menggambarnya dua tingkat lebih tinggi
dibanding murid yang saya pikir paling pandai di kelas.

Seandainya saja saya memberikan reaksi yang lain seperti :”Rimba, silakan
dikembalikan helmnya karena sekarang saatnya kita belajar”, atau :”Maaf,
silakan dikembalikan helmnya karena Rimba belum minta ijin bu guru”, atau
yang lainya, mungkin saya tidak akan pernah tahu bahwa kecerdasan dia
sudah lebih dari apa yang saya sangka karena pembahasan hari itu bukan
tentang astronot atau roket. Atau barangkali saya membutuhkan lebih dari
satu kalimat perintah untuk membuatnya mengembalikan helm ke tempat
semula.

Reaksi berbeda yang kita berikan ketika kita memandang bintang di


kegelapan malam atau setitik noda di selembar kain putih ternyata akan
memberikan hasil yang berbeda pula. Hidup ini indah, cobalah kita
memandang sesuatu dari sisi yang lain, maka yang tampak bukan hanya
sekedar 2 dimensi. Bukankah lebih seru ketika kita melihat film 3 dimensi???

-Karya Wijayanti-

Contoh Cerpen Motivasi


Matahari Pun Tak Bosan
Ku bangkit setelah lama ambil posisi jongkok menyaksikan kejadian yang
menimpa embun. Mentari mulai meninggi dan membasahi seluruh ragaku
dengan cahaya kuningnya yang lembut. Kugerakan seluruh ototku. Kuajak
tubuhku beraktivitas. Yah… kuolah ragaku.

Putar kanan… putar kiri… hadap kanan… hadap kiri… badanku meliuk-liuk.
Aliran darah segar segera membanjiri pembuluh darahku. Aku terbuai
keasyikan. Di tengah keasyikan itu, samar-samar kudengar orang bercakap-
cakap. Kuajak kakiku melangkah mencari asal suara. Di ruang tamu ku
dapati dua orang tengah terlibat perbincangan yang serius. Aku intip dibalik
pintu belakang. Bapak angkat dan temannya. Aku tak mengerti apa yang
sedang mereka bicarakan. Bahasa sunda adalah penghalangnya, karena aku
tidak mengerti bahasa itu.

Diam-diam kuberanikan duduk disamping bapak angkatku setelah mendapat


perizinan. Akupun kini terlibat dalam pembicaraan yang telah mereka mulai.
Dengan menggunakan bahasa indonesia raya, aku bertanya dan menjawab
serta menanggapi apa yang ada dalam diskusi pagi itu.

Masalah pekerjaan dan tetek bengeknya, hal itulah ternyata yang jadi
perdebatan. Bapak angkatku seorang pedagang dan beliau menekuni
pekerjaan itu. temannya seorang guru dan setengah-setengah menjalani
profesi yang dimilikinya.

“Saya heran kenapa kamu tak pernah capek bolak-balik dari rumah ke pasar
tiap hari?” Pertanyaan temannya buat bapak. Pertanyaan konyol kupikir.
Bagaimana tidak coba , kalau aku boleh bertanya padanya kenapa pula dia
tak pernah capek bolak-balik dari rumahnya ke sekolah? Ya… kan?

“Kata siapa saya tidak capek!” Bapak menanggapinya singkat.


“Hmm… tidak, maksud saya apakah kamu tidak bosan?” pertanyaan lanjutan
buat bapak. Gila, sepertinya ini orang sedang didera kebosanan nich dengan
kerjanya. Ah, tapi apa mungkin. Kalau tidak kenapa dia bertanya dengan
pertanyan konyol seperti itu? Hatiku berdialog sendiri.

Suasana ruangan membisu. Kulirik bapak angkatku. Bapak diam. Bukan


diam biasa. Ada kebijaksanaan dan wibawa tercipta diwajahnya dan aku baru
tahu itu. Perkenalanku dengan bapak angkatku belumlah lama, baru sepekan
lebih dua hari. Sejauh ini aku lihat bapak orangnya humoris, kocak, suka
bercanda dan jarang serius. Tapi pagi ini beda sekali.

Bapak menghela napas, mengisi ruang kosong didadanya. Perlahan mengalir


nasihatnya lewat lisannya. Diwejangkan jawaban buat pertanyaan temannya.

“Kamu tahu matahari bukan?” Retoris bapak bertanya. Temannya


mengangguk. Begitu juga aku.

“Matahari bersinar disiang hari. Muncul ditimur dan tenggelam dibarat. Dia
bertugas menerangi bumi, memberi kehidupan untuk makhluk yang ada di
seantero persada.”

Kembali bapak diam. Kulihat teman bapak diam menyimak sabda bapak. Aku
ikut menunggu apa yang akan disampaikan bapak selanjutnya.

“Kalau matahari berhenti sejenak saja dari tugasnya, apa yang bakalan
terjadi?”

“Kacau…” Jawab teman bapak. aku mengiyakan. Bapak, aku dan temannya
tertawa. Suasana kembali tak tegang.

“Bagaimana jadinya jika matahripun ikut bosan dan meninggalkan


tugasnya?”
Pertanyaan retoris bapak muncul lagi.
“Begitulah, bagaimana pula saya akan bosan bolak-balik ke pasar. Jika saya
bosan dan berhenti bekerja, tentunya anak istri saya tak akan makan.
Bukankah begitu Jang?”

Temannya tersenyum di balik anggukannya. Tampak semangat baru


terpancar di air mukanya, seolah wajah itu berkata “Ayo… semangat bekerja
Jang, mendidik dan mengajar siswa-siswamu”

Aku terharu mendengar untaian petuah bapak barusan. Aku tidak


menyangka sedikitpun kalau dari lisan lelaki yang tidak sempat
menyelesaikan sekolah dasar ini mampu memberikan motivasi dan
pencerahan pada temannya, meskipun profesinya hanyalah sebagai seorang
pedagang. Salut dech… dua jempol untuk bapak angkatku… Hidup pak
Rohim, Bapak yang ikhlas penuh cinta menerimaku selama melaksanakan
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di pinggiran Kota Banten ini.

-Karya  Danil Gusrianto-

Contoh Cerpen Bahasa Inggris


Sky Man
“William wait me” I shouted him because I left behind.
“can you move faster Mrs. snail?” said William
He was my best friend in my Senior High School. We used to spend time
together. We loved to see sunset at the roof. I thought he was a good boy.
He ever said to me when I was going to tear “don’t show your weakness
Miara, keep smile even if you have to pretend fine.”
We used to be together, as I said before. We loved shooting stars, shore
those dreams and talked anything. He also knew about me well, include of
my fans fiction that I had_Sky Man. I liked this philosophy too. “skies are
above us. The color is blue and cheerful. Skies are the place to take dream
for some kids. Skies protect us and the earth. And my Sky Man specially
protect me” I told William. But he answered, “but sky is high. You are unable
to reach him”. I became gloomy with his statement. But he laughed me and
we laughed together.
Lately I realized his words. William was true. My imaginary sky man, unable
to be reached.
By the running of the time I depend on him. I relied on him in every
condition. At that time I thought that he was my Sky Man. Helped and
protected me always.
Lately I knew that he was not my Sky Man who I amazed so much. He was
not.
We spent almost a thousand days together and this relation was going to
shabby. There was a day of them became my memorable. It was Friday after
school when I walked to him and smiled but he seemed didn’t care my
presence. At that day I was going to home alone. Then I got a short
message.
I have to live without you. Everybody ever feel the point of bore.
Sender :
William hakim +628573022****
Simply he told me that. At the following day I knew him held on the hand of
a girl and never played or talked with me again. In that day, I cried.

I didn’t know what exactly I felt. Something was missing without his laugh
and presence. But I should be grateful. I knew who the real William Hakim
was.

“how many special people change?


how many live are living strange?
where were you while we were getting high”
everybody had troubles, everybody deserved to make a wish. When
everything was gonna turn out worst. When your condition was totally
ruined. I guessed you were afraid to wish. And here I was. Lonely at the roof
and watching the sky when it turned dusk. Here I used to spend this moment
with Wiliam. I had passed some weather. No played the snow in the winter.
No cycling when the spring came without him. For God’s sake I would not cry
again. Sometimes memorable thing make us weak. I heard voice buzzed out
of my head “don’t show your weakness Miara. Keep smile even if you have to
pretend fine.” Well that wasn’t William voice. Wasn’t. but that was my voice.
Mine.
Now I realize that someone who can assure that you are totally fine is your
self. Not other, not William. They are humans ever make mistake or
sometimes hurt.
I watched outside the window. It was summer. I glanced the sky turned
dusk. There were 3 star seemed vague. But I knew it was summer triangle
spread over on the beautiful sky. Or on might imaginary sky man.
William could leave. Anyone could leave. But my Sky Man was never.
Here, I kept a bunch of belief. He was there_Sky Man. In every nook and
cranny of my heart.

-Karya  Erika Andini-

Contoh Cerpen Perjuangan


Semut yang Pindah Rumah
“Maju.. maju..
dia mendekat, cepatlah..
kita harus selamat sampai di sana..”
Begitulah suara riuh-riuh kecil yang kudengar sejak dari tadi aku bangun
tidur. Meraka keluar dari kediaman pertama mereka, berbaris entah itu
menuju kemana. Perjalanan mereka yang begitu panjang, membuat mereka
takut akan terjadi sesuatu.
Aku yang langsung kaget melihat mereka, dapatkah engkau bayangkan
ketika bangun tidur mereka berbaris di dinding, sedangkan wajahku
mengahadap kesana. Sontak aku langsung kaget, saat itu juga rasa
ngantukku hilang, padahal awalnya aku malas sekali untuk bangun. Rasa
takut meghampiriku. Tapi, lama-lama rasa itu mulai hilang, aku mulai
memperhatikan mereka dengan seksama, apa yang mereka fikirkan?
Mengapa mereka tampak terlalu tergesa-gesa berjalan?

Mungkin mereka mengira bahwa aku adalah raksasa jahat yang akan
mengganggu mereka.. hmm.. mereka terlalu berprasangka buruk
terhadapku, tapi lama-kelaman pasukan mereka bertambah sampai- sampai
ratu mereka juga keluar. Aku yang tadinya niat tidak akan mengganggu
mereka mulai merubah fikiran, kaya’nya mereka yang akan menakut-
takutiku.

Aku beraksi, aku ambil minyak angin aku semburkan pada mereka, sontak
mereka berkeliaran tak tau arah lagi. Aku mulai prihatin, banyak di antara
mereka keluar dari jalur yang ada, kehilangan arah kerena semburan tadi.
Hidup mereka memang sulit. Ada saja yang mengganggu mereka di tengah
perjalanan. Tidak lama kemudian mereka malui terarah lagi, telah berbaris
dan jalan ke tempat tujuan awal mereka, mereka mencari jalan baru yang
tidak terkontaminasi dengan minyak angin tadi.

Aku menyerah untuk menganggu mereka. Aku biarkan mereka menuju


tempat yang lebih nyaman, perlahan aku tahu ternyata mereka berjalan
menuju rumah baru yang lebih aman dari rumah sebelumnya. Ratu mereka
memerintahkan untuk pindah karena tempat yang lama dirasa sudah tidak
memberikan perlindungan bagi meraka lagi. Perjalanan mereka yang jauh
akhirnya bermuara pada tempat yang lebih baik dari sebelumnya, di sana
mereka kembali menata kehidupan mereka.

Dari kisah semut tadi aku belajar perjalannan hidup yang mahal harganya.
Dimana saat kita telah mengusahakan sesuatu katakanlah itu impian kita,
maka jika di tengah perjalanan dalam menggapai impian itu kita jatuh.
Langsung bangkit, temukan jalan lain yang lebih baik untuk menggapainya.
Karena jika kita tetap diam, kita akan ketinggalan yang impian itu semakin
jauh dari kita, kehidupan akan terus berlanjut meskipun tanpa kita.

-Karya  Devi Yulia Rahmi-

Contoh Cerpen Fantasi


Hikayat Penciptaan Bintang
Dulu ketika peri-peri hidup di bumi dan jumlah manusia masih sedikit, pada
batang pohon oak berdaun rindang dalam belantara, tinggallah peri yang
selalu durja. Tiap hari kerjanya hanya menangis. Matanya sembab dan raut
wajahnya murung. Kalau malam tiba, tangisannya terdengar ke seluruh
penjuru hutan hingga pohon pohon dan binatang-binatang terjaga dari tidur
mereka. Kalau siang datang, lamunannya panjang seolah sedang memikirkan
perkara yang maha berat.

Karena tangis sang peri tak kunjung reda dan membuat seluruh penghuni
hutan terusik, datanglah angin padanya. Angin bertanya kenapa ia begitu
bersedih? Peri bangkit dari sandaran, dikibas-kibaskan sayap kecilnya
kemudian duduk dengan cara mendekap lutut di atas punggung angin.
“Kawan kawanku telah pergi. Mereka telah pindah ke utara untuk mencari
rumah baru dengan meninggalkanku”
“Kenapa kawan kawanmu meninggalkanmu ?” tanya angin. Sang peri diam.
“Kenapa?”,
desak angin. “Karena aku buruk rupa” jawabnya sambil memalingkan wajah.
Kemudian tampaklah benjolan besar di pipi sebelah kanannya hingga karena
benjolan itu mukanya terlihat bopeng. Sedang di seluruh permukaan
wajahnya terdapat pula banyak bintik merah, yang kalau satu saja bintik itu
pecah maka terciumlah bau tak sedap ke seluruh tempat di mana ia berada.
Dengan wajah seperti itu, peri-peri lain selalu mengejeknya.
Sang peri mengajak angin menuruni pohon, kemudian mereka terbang
menuju telaga. Sesampainnya di sana tampaklah bulan yang bayangan
wajahnya terpantul di atas permukaan air. “Kau tahu,” lirihnya. “keinginanku
sekarang, aku ingin cantik dan bersinar seperti dia, dengan begitu niscaya
sirnalah kedukaanku”. Angin menggelengkan kepala, “Tak mungkin” katanya
dalam hati. Bulan begitu agung, ia perhiasan malam sebagaimana matahari
menjadi perhiasan siang. Setiap mahluk tentu boleh bermimpi untuk
memiliki kecantikannya namun mustahil bisa mendapatkannya. Mimpi
memiliki kecantikan bulan hanya akan berakhir pada kesia-saiaan.

Sang peri menatap angin lalu berkata, “Akan kuminta bulan agar membagi
kecantikannya denganku, kan kujumpai ia sekarang”. Terbanglah ia menuju
langit, namun begitu sampai di antara gumpalan awan, ia terpental ke bumi,
sayapnya terlalu kecil dan napasnya lebih dulu habis sebelum sampai ke atas
sana. Berkali kali ia mencoba namun lagi lagi terpental. Sang peri
menghampiri angin, ia meminta agar angin mengantarnya. Angin
menggelengkan kepala kembali. katanya Perjalanan dari bumi kebulan
sangat jauh, tak satu mahlukpun dapat sampai kesana termasuk dirinya.

Wajah sang peri bertambah muram. Kesedihan makin membayangi.


Ditatapnya lagi bayangan bulan di atas telaga, lama dan dalam. Ketika ia
terpesona oleh kecantikan tersebut, kepalanya menjadi berat, pandangannya
memburam dan akhirnya karena merasakan kelelahan yang sangat, iapun
ambruk tak sadarkan diri.

Saat siuman, pandangan sang peri masih kabur sedang pusing membebat
kepalanya. Namun dalam pandangan yang belum jernih tersebut, ia melihat
bayangan terang keemasan di hadapannya. Makin lama bayangan itu makin
jernih. Alangkah terkejutnya ia begitu mengetahui kalau ternyata bulan telah
turun ke bumi tuk menemuinya. Ketika peri hendak mengatakan sesuatu,
bulan lebih dulu memotong dengan berkata “Aku sudah tahu apa yang kau
inginkan”.

Bulan menjulurkan tangan dan mendekap sang peri di dadanya. Tanya


bulan, apakah cantik adalah syarat utama untuk dapat mencinta dan dicinta?
Benarkah menjadi cantik itu menyenangkan? Sang peri mengerutkan dahi.
Bulan kembali berkata dengan meyampaikan sebuah rahasia, kalau
kecantikan yang diinginkan sang peri nyatanya sekadar kefanaan karena
suatu ketika ia kan pudar. Itulah kecantian jasmani, yang karenanya telah
membuat para lelaki tertipu hingga rela saling menghunus pedang,
membunuh dan menghancurkan. Ia yang cantik jasmani saja umpama dadu
yang terbuat dari kobaran api, yang membuat para lelaki saling berebut
mendapatkannya walau amat panas ia digenggaman. Sejarah kecantikan
jasmani adalah sejarah pertumpahan darah, kedengkian, kesombongan dan
tipuan.

“Apakah aku tidak boleh menjadi cantik” tanya sang peri. Bulan tersenyum,
bukan begitu jawabnya. Lebih dari cantik ia juga harus berguna. Ia harus
bisa memberi manfaat bagi manusia, binatang-binatang, tumbuhan dan
pohon pohon. Karena ketika wanita cantik menuntut agar dirinya dicintai,
wanita berguna justru berbagi dan memberi, itulah hakekat kecantikan
sesunggguhnya kata bulan. peri menatap wajah bulan yang anggun. Ia
bertanya apa yang harus ia lakukan agar menjadi cantik sekaligus berguna?
Bulan menjawabnya hanya dengan senyuman.

Kemudian ia membawa peri terbang ke langit. Begitu sampai di pusat tata


surya, ia meletakan sang peri di tangannya. Bulan meminta peri menutup
mata. Dengan sebuah tiupan ajaib yang mengeluarkan sinar perak dari
mulutnya, tubuh sang peri menjadi hangat karena diselimuti sinar itu. Tak
lama sekujur tubuhnya pun bergetar, berguncang guncang, meregang. Lalu
dalam hitungan detik wujudnya telah berubah menjadi bintang yang bersinar
sangat terang. Ialah bintang pertama yang lahir dalam sejarah tata surya.

Sang peri bahagia, ia menari-nari, menyanyi, tertawa karena dirinya menjadi


cantik. Ia berterima kasih atas perubahan dirinya. Bulan kembali berkata,
sekarang aku akan menunjukan cara agar engkau menjadi lebih berguna
bagi mahluk lain. Mulai saat ini bimbinglah mahluk-mahluk yang tersesat di
bumi dengan cahayamu. Pandu mereka yang tersesat dan tak dapat
menemukan rumahnya, tunjukan sampan-sampan nelayan yang kehilangan
arah pelayarannya, beritahu para pengembara yang sedang kebingungan
menentukan jalur pengembaraannya. Jadilah penunjuk jalan bagi siapapun
yang membutuhkan.

Mulai saat itu sang peri tinggal di langit. Ia mengembara mencari mahluk
mahluk yang tersesat dalam perjalanan kemudian dengan cahayanya
menunjukan mereka arah yang benar hingga sampai ke tujuan. Suatu hari
dilihatnya rombongan peri yang kelelahan di padang pasir gersang. Ketika
sadar mereka adalah teman temannya yang tersesat, mengedip ngediplah ia
dan menunjuk arah tenggara. Peri peri kaget, karena di langit terdapat
setitik cahaya terang yang sangat cantik. Atas petunjuk cahaya itu mereka
terbang kembali. Tak lama di hadapan mereka terhampar taman bunga yang
luas. Peri peri bersorak setelah berhasil menemukan rumah baru. Tak
satupun dari mereka tahu, kalau bintang cantik penunjuk jalan itu adalah
salah satu dari mereka yang telah mereka kucilkan dulu. Mereka hanya bisa
terkesima, kagum dan berharap dapat memiliki kecantikan seperti sang
bintang. Tak ada yang tahu rahasia ini kecuali angin. Dimana ia selalu
menyaksikan bayangan sang bintang yang kini berdampingan bersama bulan
di atas permukaan telaga dengan segenap rasa kagum yang melingkupi
dadanya.

-Karya Suguh Kurniawan-
Tips

Anda mungkin juga menyukai