2.tipus Ekoper Colip
2.tipus Ekoper Colip
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Mangrove
2.1.1 Definisi Mangrove
Mangrove adalah suatu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas di daeraah pasang
surut. Komunitas mangrove umumnya disebut sebagai Hutan Mangrove. Hutan ini merupakan
peralihan habitat lingkungan darat dan laut dangkal. Hutan ini memiliki karakter yang unik
dan sangat khas, karena memiliki potensi kekayaan hayati. Ekosistem mangrove adalah suatu
sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu
habitat mangrove( Wibisono. 2005).
Hutan Mangrove termasuk daam golongan besar hutan hujan tropis. Karena letaknya di
daerah pantai/wilayah intertidal sehingga tanaman mangrove digolongkan sebagai
Halophytes (saline plants). Mangrove adalah pohon yang memiliki toleransi terhadap garam.
Mangrove mengandung sistem penyaringan garam yang kompleks dan sistem akar yang
kompleks untuk mengatasi perendaman air garam dan aksi gelombang. Mangrove
menyesuaikan diri dengan kondisi oksigen rendah (anoksik) pada lumpur yang tergenang
air(Siburian dan Haba, 2016).
2.1.2 Habitat Mangrove
Habitat yang baik merupakan salah satu faktor yang memengarui keberlangsungan
makhluk hidup. Habitat juga memengaruhi keberlangsungan hidup tumbuhan Mangrove.
Habitat mangrove memiliki beberapa sifat atau karakteristik yang khusus diantaranya
salinitas, pasang surut, angin, dan substrat yang berlumpur. Faktor faktor ini harus terpenuhi
agar mangrove dapat hidup. Mangrove umumnya hidup di daerah muara sungai yang terdapat
lumpur(Senoaji dan Hidayat, 2016)
Habitat Mangrove merupakan hutan yang berada di lingkungan perairan payau. Hutan
ini merupakan hutan yang sangat dipengaruhi okeh keberadaan pasang surut air laut. Sebagian
besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur, terutama di daerah
dimana endapan lumpur terakumulasi. Indonesia mempunyai kualitas tanah berlumpur yang
bagus untuk kehidupan mangrove. Habitat utama mangrove adalah seluruh lautan tropik dan
subtropik(Lacerda, 2013).
2.1.3 Flora Fauna mangrove
Banyak mamalia yang hidup di ekosistem Mangrove. Mamalia seperti burung, reptil,
epifauna maupun plankton hidup subur di daaerah ekosistem Mangrove. Aves (burung)
merupakan kelompok satwa yang paling banyak ditemui. Sedikitnya ditemui 24 jenis burung
di habitat mangrove Segara Anak dan 42 jenis burung. Diantara jenis - jenis burung tersebut,
3
terdapat burung yang langka dan dilindungi seperti Wilwo Mycteria cinerea, Bubut Hitam
Centropus (Siburian dan Haba, 2016).
Berbagai flora banyak ditemukan di ekosistem mangrove. Flora tersebut dibagi
menjadi tiga kelompok. flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang
menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan
murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, flora mangrove mayor (flora
mangrove sebenarnya), yakni flora yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove,
mempunyai kemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur
komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan
vivipar itas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam
mengontrol garam. Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu
membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam
struktur komunitas.Dan yang terakhir adalah flora mangrove asosiasi(Senoaji dan Hidayat,
2016)
2.1.4 Fungsi Utama Ekosistem Mangrove
Mangrove mempunyai fungsi sebagai habitat peralihan dan penghubung antara
lingkungan darat dan lilngkungan marin. Ekosistem mangrove dapat ditemukan biota yang
hidup di daerah darat dan daerah laut seperti kepiting, ketam, mimi, dan berbagai hewan
pemakan serasah. Burung pemkan biji-bijian dapat di temui di daerah hutan Mangrove .
Selain itu, reptile jenis lain biasanya dari jenis biawak dan bahkan ditemui adanya populasi
primata di daera Kalimantan Timur berupa bekantan Ciri Khas yang lain adalah adanya
sejenis ikan yang bisa hidup di darat dan di air, yakni ikan gelodok (Periopthalmus sp.) yang
mempunyai modifikasi pada morfologinya (Poedjirahajoe, 2015).
Ekosistem mangrove sebagaimana ekosistem hutan lainnya memiliki peran sebagai
penyerap karbondioksida (CO2) dari udara.Selain itu ekosistem mangrove juga bermanfaat
guna Menahan abrasi dan peredam gelombang air laut. Sebagai penahan erosi pantai karena
hempasan ombak dan angina serta sebagai pembentuk daratan baru. Sistem perakaran yang
terdapat pada vegetasi hutan bakau yang begitu rumit yang tersebar di bawah permukaan
tanah. Dengan demikian pantai bisa tertahan dari bahaya erosi. (Muzaki et al., 2017).
2.1.5 Substrat Ekosistem Mangrove
Mangrove hanya dapat hidup di daerah pantai. Pantai tersebut harus mempunyai air
laut yang pasang surut dan menggenang.Salah satu faktor pendukung agar komposisi vegetasi
mangrove tetap tinggi adalah substrat mangrove.Substrat adalah tempat dimana akar-akar
mangrove dapat tumbuh. Akar tersebut mendapatkan nutrisi dari air laut yang menggenang
tersebut(Amin et.al., 2015).
4
Kondisi substrat merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pembentukan
zonasi mangrove. Avicennia dan Sonneratiaakan tumbuh dengan baik pada substrat lumpur
berpasir. Rhizophora tumbuh lebih baik pada substrat lumpur yang kaya bahan organik.
Bruguiera lebih menyukai substrat lempung yang sedikit mengandung bahan organik.
Mangrove jenis Rhizophorastylosa dan Sonneratiaalba dapat hidup di daerah pantai berpasir,
berbatu, atau bersubstrat pecahan karang(Muzaki et al., 2017).
2.1.6 Zona Ekosistem Mangrove
Mangrove pada daerah Asia Pasifik memiliki zonasi yang serupa. Zona tersebut dibagi
menjadi tiga. Zona terdepan, zona tengah, dan zona paling belakang. Zona terdepan, yaitu
zona yang paling dekat dengan laut, didominasi oleh jenis mangrove yang memiliki
pneumatophore yaitu Avicennia spp dan Sonneratiaspp, dibelakangnya berturut-turutadalah
zona Rhizophoraspp, Bruguieraspp dan mangrove asosiasi (Wibisono, 2005).
Hutan mangrove tumbuh di sepanjang garis pantai tropis seperti muara, delta atau
laguna.Hutan mangrove yang luas umumnya terdapat di sepanjang pantai berlumpur. Pantai
tersebut harus terlindung dari gelombang dan angin yang kuat. Terutama pada area dimana
terdapat suplai sedimen halus dan air tawar yang melimpah (Muzaki et al., 2017).
2.1.7 Identifikasi Mangrove
Identifikasi Tanaman adalah suatu proses pengenalan tanaman untuk mengetahui jenis
tanaman secara detail dan lengkap serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Tujuan
dari identifikasi tanaman untuk memfasilitasi siswa, mahasiswa, peneliti atau umum yang
memerlukan kejelasan tanaman (identifikasi) dalam rangka diseminasi ilmu pengetahuan .
Mangrove merupakan tumbuhan yang telah lama diteliti. Identifikasi tumbuhan mangrove
dilakukan dengan menggunakan buku-buku serta sumber yang relevan. Data tumbuhan
mangrove yang ditemukan dianalisis secaradeskriptif dengan membuat deskripsi dan
klasifikasi spesimen tersebut (Puspayanti et.al, 2013).
Menurut Sulastini (2011), identifikasi mangrove dapat dilakukan dengan cara
pengenalan :
1. Bentuk pohon atau tanaman
Dalam menentukan bentuk pohon terdiri dari beberapa jenis yaitu :
Pohon,
Semak,
Liana atau tumbuhan merambat,
Paku atau palem, dan
Herba atau rumput
5
2. Bentuk akar
Dilihat dari bentuk akarnya, mangrove memiliki 5 bentuk akar yang dapat
diidentifikasi :
Akar tunjang
Akar udara yang tumbuh di atas permukaan tanah, mencuat dari batang dan
dahan paling bawah serta memanjang keluar dan menuju kepermukaan tanah.
Akar pensil atau pnematophores
Akar pensil berbentuk seperti pensil yang muncul di permukaan tanah dari
akar horizontalnya.
Akar lutut
Akar lutut adalah akar horizontal yang berbentuk seperti lutut terlipat di atas
permukaan tanah, embulat di atas permukaan tanah.
Akar papan
Akar papan adalah akar yang tumbuh secara horizontal, berbentuk seperti pita
diatas permukaan tanah, bergelombang dan berliku-liku kearah samping
seperti ular.
Banir
Banir merupakan struktur akar seperti apan, memanjang secara radial dari
pangkal batang.
3. Bentuk buah
Bentuk buah dari mangrove sendiri bermacam-macam, seperti berikut :
Silinder
Bola atau bulat
Seperti kacang
Bentuk – bentuk lainnya.
4. Bentuk dan susunan daun
Bentuk daun dapat dibedakan menjadi :
Lancip : panjang daun beberapa kali lebarnya.
Ellips : melebar pada bagian tengah daun.
Oval : Ukuran daun dari pangkal ke ujung hampir sejajar.
Bulat telur : berbentuk seperti telur.
Hati : berbentuk seperti hati.
Bentuk ujung daun dapat dibedakan :
Runcing : ujung lancip, meruncing ke arah ujung daun.
6
Berujung tajam : ujung tajam, menonjol atau berbentuk seperti taring.
Membundar : ujung daun tidak membentuk sudut.
Berlekuk : memiliki takik rendah di tengah ujung daun yang membulat.
Susunan daun dapat dibedakan :
Daun tunggal : hanya terdapat satu helai pada tangkai daun
Daun majemuk : terdiri dari beberapa helai pada tangkai daun
5. Rangkaian bunga
Bunga mangrove sendiri memiliki rangkaian yang berbeda yang dibedakan
menjadi:
Tunggal
Bersusun
Malai
Bulir
Tandan
Bergerombol Rapat
Berbentuk Payung
2.1.8 Metode Pengambilan Data Mangrove
Menurut Haya (2015), metode pengambilan data ekosistem amngrove adlah metode
Transek Garis dan metode Petak. Metode Transek Garis dan Petak Contoh (Transect Line
Plot) adalah metode pencuplikan contoh populasi suatu ekosistem dengan pendekatan petak
contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati wilayah ekosistem tersebut.
1) Menarik meteran ke arah laut dengan posisi awal yang telah diberi tanda (patok atau
pengecatan pohon).Jalur-jalur (garis transek) tersebut dibuat tegak lurus dengan garis
pantai. Jarak antar jalur adalah ± 100 m
2) Menentukan blok (petak contoh/petak ukur) di sebelah kiri dan kanan garis transek
ditempatkan secara acak berbentuk bujur sangkar dengan ukuran :
1. 10 x 10 m untuk pengamatan fase pohon
2. 5 x 5 m untuk pengamatan fase pancang (sapling)
3. 1 x 1 m untuk pengamatan fase semai (anakan).
Keterangan :
Seedling (semai) : 1 m x 1 m, diameter < 2 cm
Sapling (pancang ) : 5 m x 5 m, diameter 2 cm – 10 cm
Tree (pohon dewasa) : 10 m x 10 m, diameter > 10 cm dan jarak antara plot adalah ± 5 m.
2.1.9 Faktor Eksternal dan Internal Pertumbuhan Mangrove
7
Kehidupan dan keberlangsungan Mangrove dipengaruhi dari beberapa faktor.
Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove di suatu lokasi
adalah fisiografi pantai (topografi), pasang (lama, durasi, rentang), gelombang dan arus, iklim
(cahaya,curah hujan, suhu, angin), salinitas, oksigen terlarut, tanah, dan hara. Fisiografi dari
pantai dapat memengaruhi keberlangusngan hidup Mangrove karena memengaruhi persebaran
komposisi. Spesies dan lebar hutan Mangrove juga dipengaruhi oleh pantai yang ditinggali
Mangrove. Faktor-Faktor ini harus terpenuhi agar Mangrove bisa lestari(Alwidakdo, 2014).
Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem mangrove. Lokasi
yang memiliki gelombang dan arus besar memengaruhi kondisi Mangrove. Mangrove akan
mengalami abrasi sehingga luas hutan dapat berkurang. Abrasi yang terjadi memengaruhi
langsung terhadap distribusi spesies dan memengaruhi sedimentasi pantai seacra tidak
langsung. Substrat dari sedimentasi akan membantu menunjang kehidupan dari Hutan
Mangrove(Wibisono, 2005)
2.1.10 Kondisi Mangrove di Pantai Utara Jepara
Pantai Utara jepara merupakan pantai yang penuh denganke mangrove. Menurut data
perbadingan luas mangrove di pesisir Jawa Tengah dapat diketahui bahwa hutan mangrove di
daerah Mlongo memiliki luas 11,58 Ha. Hutan mangrove ini merupakan hutan mangrove
yang terluas di daerah Jepara. Mangrove hidup subur di daaerah ini di banding daerah lainnya.
Tetapi terjadi pengurangan luas hutan mangrove.(Kusari et al, 2015).
Terjadi pengurangan daerah luas mangrove di daerahpantai Jepara. Pengurangan
daerah luas mangrove di Pantai ini sebesar 1,006 ha. Hal tersebut disebabkan karena
kerusakan akibat penebangan mangrove yang bertujuan untuk perubahan fungsi mangrove
menjadi tambak. Kondisi tersebut telah terjadi perusakan mangrove oleh masyarakat yang
merupakan faktor utama kerusakan mangrove. Adapun bentuk daratan berupa teluk
memberikan perlindungan alami dari abrasi di Pantai Blebak Kecamatan Mlonggo, sehingga
kerusakan yang diakibatkan oleh abrasi tidak terlalu dominan (Karyono et.al 2013).
2.2 Lamun
2.2.1 Definisi Lamun
Lamun merupakan tanaman tingkat tinggi yang hidup dengan cara terbenam di dalam
laut. Tumbuhan ini hidup di dalam oerairan yang memiliki salinitas cukup tinggi. Keadaan
lamun yang tenggelam, ini agar lamun dapat berfungsi secara maksimal. Tanaman tingkat
tinggi yang dimaksud adalah tumbuhan berbunga golongan monokotiledon (angiospermae),
dimana tumbuhan ini memiliki rizhoma, daun, dan akar sejati. Bagian bagian lamun ini
membanu tumbuhan Lamun dalam menancapkan dirinya di laut(Sari dan Lubis, 2017).
8
Lamun mengkolonisasi suatu daerah melalui penyebaran buah (propagule) yang
dihasilkan secara seksual (dioecious) dan juga membentuk padang lamun yang luas di dasar
laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya.
Lamun biasanya hidup di perairan yang dangkal dan jernih pada kedalaman berkisar antara 2-
12 meter dengan srikulasi air yang baik. Padang lamun merupakan suatu ekosistemdi kawasan
pesisir yang memiliki tingkatkeanekaragaman hayati yang cukup tinggi dansebagai
penyumbang nutrisi yang sangatberpotensial bagi perairan disekitarnya karenamemiliki
tingkat produktivitas yang tinggi. Ekosistempadang lamun memberikan habitat bagi biota
laut. Disebut padang lamun karena ekosistem padanglamun tersebut berasosiasi dengan
berbagai jenis biota laut yang bernilai sangat penting dengantingkat keragamannya yang
tinggi(Hartati et al ,2012).
2.2.2 Karakteristik Lamun
Tumbuhan lamun memiliki tiga bagian penting. Bagian itu terdiri dari rhizoma
(rimpang), daun, dan akar. Rhizoma merupakan batang yang terbenam dan merayap secara
mendatar, serta berbuku-buku. Pada buku-buku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak
keatas, berdaun dan berbunga, serta tumbuh akar. Dengan rhizoma dan akar inilah tumbuhan
tersebut menampakan diri dengan kokoh di dasar laut sehingga tahan terhadap hempasan
ombak dan arus(Nainggolan, 2011).
Tumbuhan Lamu memiliki akar yang menancap di dalam pemukaan laut. Akar-akar
lamun memiliki beberapa fungsi yang sama dengan tumbuhan daratan, yaitu untuk
menancapkan tumbuhan ke substrat dan menyerap zat-zat hara.Lamun berada di dalam laut,
maka akar tidak berperan penting dalam mengambil air. Daun dari lamun lah yang berfungsi
menyerap air dan zat hara yang ada di laut untuk kepentingan tumbuhan lamun. Lamun
mempunyai saluran udara yang berada di daun dan tangkainya, sehingga tidak menjadi
masalah dalam mendapatkan oksigen meskipun lamun berada di bawah permukaan air
(Tengke, 2010).
2.2.3 Identifikasi Lamun
Salah satu metode identifikasi Lamun adalah metode Transek Kuadran. Transek
kuadran terdiri dari transek dan frame berbentuk kuadran. Transek adalah garis lurus yang
ditarik di atas padang lamun. Kuadran adalah frame atau bingkai berbentuk kuadran (segi
empat) yang diletakan pada garis tersebut. Metode transek kuadran dilakukan bertujuan
untuk mengetahui keanekaragaman jenis lamun didaerah tersebut(Naufaldin, 2016).
Dalam identifikasi ekosistem lamun yang pertama dilakukan adalah menentukan
posisi garis transek. Dimulai dari bagian akhir dalam pantai dan orientasinya tegak lurus
terhadap garis pantai. Kemudian, dilakukan pengukuran parameter lingkungan kondisi
9
perairan yang berkaitan dengan kondisi habitat ekosistem lamun, seperti kecerahan, suhu,
salinitas, arus, substrat, pH dan oksigen terlarut. Tujuanya adalah untuk mengamati kondisi
perairan yang sesuai dengan ekosistem lamun. Identifikasi lamun sangat penting dilakukan
agar hasil penilitian dapat dipertanggungjawabkan(Tengke, 2010).
12
Pantai utara Jepara teredapat hamparan lamun yang cukup luas yang menjadi salah
satu ekosistem yang penting di perairan tersebut. Lamun yang ditemukan di pantai Jepara
sebanyak 4 spesies dari 2 Famili.Yaitu adalah Enhalus acoroides dan Thalasia hemprichii.
Sedangkan yang ditemukan dalam famili Potamogetonaceae ditemukan 2 spesies, yaitu
Cymodocea Rotundata dan Syring Odiumisoetifolium. Persebaran dari tumbuhan Lamun
disini Kurang banyak(Hartati et al.,2017).
Perairan Teluk Awur sebagai perairan pesisir mempunyai keanekaragaman jenis
lamun yang relative tinggi. Jenis lamun yang ditemukan dilokasi penelitian adalah Enhalus
acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, dan
Syringodium isoetifolium. Susbstrat dasar sebagai tempat tumbuh lamun merupakan salah
satu faktor pembatas bagi jenis lamun yang tumbuh di atasnya. Banyaknya kunjungan wisata
local dan aktivitas pemancingan oleh penduduk sekitar Teluk Awur diduga merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi kestabilan kondisi perairan yang menyebabkan
rendahnya jenis dan jumlah lamun di lokasi tersebut. Fraksi substrat dasar lebih banyak
mengadung lumpur hitam dan rendahnya kandungan nutrien terlarut di perairan dan sedimen,
diduga juga merupakan faktor pembatas bagi keberadaan lamun di lokasi tresebut (Riniatsih
et al, 2016).
13
produktivitas organic yang terjadi di ekosistem ini sangat tinggi. Karang batu merupakan
biota yang menjadi pondasi dari ekosistem ini. Karang batu adalah hewan yang tergolong
Scleractinia yang kerangkanya terbuat dari bahan kapur (Nontji, 1987).
Adapun fungsi terumbu karang (Wibisono, 2005) antara lain :
1) Sebagai tempat berteduh (shelter) dan tempat mencari makan bagi sebagian
biota laut;
2) Sebagai penahan erosi pantai karena deburan ombak;
3) Sebagai cadangan sumber daya alam (natural stock) untuk berbagai jenis
biota yang bernilai ekonomis penting;
4) Sebagai wilayah yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi kegiatan
wisata alam bahari yang bisa menghasilkan devisa;
5) Sebagai sarana pendidikan yang dapat menumbuh kembangkan rasa cinta laut.
Mengingat hal tersebut diatas, maka jelas bahwa kawasan terumbu karang
mempunyai tingkat produktivitas yang sangat tinggi. Transfer energi dari hutan mangrove
dalam hal ini sangat menentukan produktivitas terumbu. Oleh karena itu wajar bila terumbu
karang perlu mendapat perhatian dari berbagai sektor kegiatan secara terpadu dan
terkoordinasi.
2.3.3 Klasisfikasi Karang Berdasarkan Bentuk Pertumbuhan (Life Form)
Jenis karang dari genus yang berbeda dapat membentuk pertumbuhan yang berbeda
dari ekosistem karang. Kondisi fisik yang sama dapat mempunyai proses pertumbuhan yang
mirip walaupun secara taksonomi berbeda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh keadaan air laut.
Faktor dari kondisi air laut membentuk ekosistem terumbu karang yang berbeda. Faktor
tersebut adalah kedalaman, arus, dan topografi dasar perairan (Siringoringo dan Hadi, 2013).
Berdasarkan bentuk pertumbuhannya, karang batu terbagi atas karang acropora dan
non-acropora. Karang jenis acropora lebih mudah dibedakan dan memiliki jumlah jenis dan
penyebaran sangat luas dibandingkan dengan jenis lainnya. Perbedaan karang acropora
dengan non-acropora terletak pada struktur skeletonnya. acropora memiliki bagian yang
disebut axial koralit dan radikal koralit. non acropora hanya memiliki radial koralit (English
et al. 1994)
2.3.4 Habitat (Hubungan Ekologi Karang dengan Parameter Oseanografi)
Terumbu karang dapat menahan gelombang laut yang cukup kuat, karena terumbu
karang berbentuk batuan gamping(CaCO3). Terumbu karang terbentuk melalui proses yang
cukup lama dan kompleks. Dimulai dari terbentuknya endapan masif kalsium karbonat yang
dihasilkan oleh hewan karang filum Cnidaria, kelas anthozoa, ordo Sclerectinia dengan
sedikit tambahan alga berkapur dengan organisme lain yang juga menghasilkan kalsium
14
karbonat yang disebut terumbu.Selama proses pembentukan, para biota tetap hidup di dalam
terumbu karang. Terumbu karang merupakan komunitas biologi yang tumbuh pada batu
gamping yang resisten terhadap gelombang sehingga mengurangi erosi di pantai (Ginoga
et.al, 2016).
Untuk mencapai pertumbuhan maksimum, terumbu karang memerlukan perairan yang
jernih dengan suhu perairan yang hangat, gerakangelombang yang besar dan sirkulasi air
yang lancar serta terhindar dariproses sedimentasi. Ekosistem terumbu karang memiliki
kemampuan yang baik dalam memperbaiki bagian yang rusak. Apabila karakteristik habitat
dari berbagai macam formasi terumbu karang dan faktor lingkungan yang memengaruhinya
terpelihara dengan baik termbu karang akan terus memerbaiaki dirinya.Seperti ekosistem
lainnya,terumbu karang tidak memerlukan campur tangan atau manipulasilangsung manusia
untuk kelangsungan hidupnya (Dahuri ,2003)
2.3.5 Faktor Pertumbuhan Karang
Terumbu Karangg akan terus tumbuh dan akan mamebentuk ekosistem terumbu
karang. Pertumbuhan karang dipengaruhi oleh faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam
seperti ketersediaan nutrisi, predator, kondisi kimia-fisika laut. Jika faktor tersebut dalam
kondisi sesusai maka pertumbuhan karang dapat stabil. Faktor manusia adalah aktivitas
manusia yang dapat merusak terumbu karang, sperti pengeboman ikan dan penggunaan
jangkar di daerah terumbu karang(Papu,2011).
Karang hidup berasosiasi dengan organisme lain dalam satu ekosistem. Pertumbuhan
karang dipengaruhi oleh faktor biotik dan faktor abiotik.Faktor abiotik dapat berupa intensitas
cahaya, lama penyinaran, suhu, nutrisi, dan sedimentasi. Karang memiliki kemampuan hidup
dalam perairan miskin nutrien dan mampu beradaptasi terhadap kenaikan nutrien yang
bersifat periodik, seperti runoff. Karang tidak dapat beradaptasi terhadap kenaikan nutrien
secara mendadak dalam jumlah besar.Faktor biotik meliputi predasi, kompetisi, agresi karang
lain, dan lainnya(Wibisono, 2005)
2.3.6 Faktor Kerusakan Karang
Menurut Uar et.al (2016), kerusakan karang bisa disebabkan oleh faktor alam dan
manusia. Campur tangan manusia dalam melakukan reklamasi pantai dapata merusak
ekosistem karang. Hal yang paling sering terjadi adalah manusia yang menginjak karang.
Menginjakkan kaki di karang dapat merusak kondisi dari karang tersebut. Perubahan suhu air
laut, topan, perubahan iklim global (cuaca yang berhubungan pula dengan pecahayaan),
gempa bumi, letusan gunung berapi, pemangsa dan penyakit adalah contoh dari kerusakan
yang disebabkan oleh faktor alam. Pada 1987-1988 terjadi perubahan cuaca global El Nino
15
sehingga terjadi peningkatan suhu air laut rata-rata yang berakibat kematian karang melalui
tahap pemutihan (bleaching).
Menurut Wibisono (2005), pada umumnya komunitas terumbu karang sangat peka
terhadap pengaruh kegiatan manusia. Bila kerusakan karang telah terjadi, maka recovery-nya
lambat mengingat kecepatan pertumbuhan karang juga berlangsung lama. Para ahli
menyebutkan berdasarkan hasil pengamatannya bahwa kecepatan tumbuh berkisar antara
2cm/tahun untuk “brain corals” yang massive, misalnya jenis Diploria dan Montastrea sampai
sekitar 20cm/tahun untuk karang ranting, misalnya pada jenis Acropora. Pada kondisi
terganggunya lingkungan bisa menyebabkan selain menurunnya kecepatan tumbuh, juga
kegagalan mekanisme reproduksi dan dalam keadaan sangat ekstrim reaksi shut down bisa
terjadi dimana seluruh zoox meninggalkan hewan karang yang berujung kematian seluruh
koloni karang.
18