Anda di halaman 1dari 16

II.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1Mangrove
2.1.1 Definisi Mangrove
Mangrove adalah suatu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas di daeraah pasang
surut. Komunitas mangrove umumnya disebut sebagai Hutan Mangrove. Hutan ini merupakan
peralihan habitat lingkungan darat dan laut dangkal. Hutan ini memiliki karakter yang unik
dan sangat khas, karena memiliki potensi kekayaan hayati. Ekosistem mangrove adalah suatu
sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu
habitat mangrove( Wibisono. 2005).
Hutan Mangrove termasuk daam golongan besar hutan hujan tropis. Karena letaknya di
daerah pantai/wilayah intertidal sehingga tanaman mangrove digolongkan sebagai
Halophytes (saline plants). Mangrove adalah pohon yang memiliki toleransi terhadap garam.
Mangrove mengandung sistem penyaringan garam yang kompleks dan sistem akar yang
kompleks untuk mengatasi perendaman air garam dan aksi gelombang. Mangrove
menyesuaikan diri dengan kondisi oksigen rendah (anoksik) pada lumpur yang tergenang
air(Siburian dan Haba, 2016).
2.1.2 Habitat Mangrove
Habitat yang baik merupakan salah satu faktor yang memengarui keberlangsungan
makhluk hidup. Habitat juga memengaruhi keberlangsungan hidup tumbuhan Mangrove.
Habitat mangrove memiliki beberapa sifat atau karakteristik yang khusus diantaranya
salinitas, pasang surut, angin, dan substrat yang berlumpur. Faktor faktor ini harus terpenuhi
agar mangrove dapat hidup. Mangrove umumnya hidup di daerah muara sungai yang terdapat
lumpur(Senoaji dan Hidayat, 2016)
Habitat Mangrove merupakan hutan yang berada di lingkungan perairan payau. Hutan
ini merupakan hutan yang sangat dipengaruhi okeh keberadaan pasang surut air laut. Sebagian
besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur, terutama di daerah
dimana endapan lumpur terakumulasi. Indonesia mempunyai kualitas tanah berlumpur yang
bagus untuk kehidupan mangrove. Habitat utama mangrove adalah seluruh lautan tropik dan
subtropik(Lacerda, 2013).
2.1.3 Flora Fauna mangrove
Banyak mamalia yang hidup di ekosistem Mangrove. Mamalia seperti burung, reptil,
epifauna maupun plankton hidup subur di daaerah ekosistem Mangrove. Aves (burung)
merupakan kelompok satwa yang paling banyak ditemui. Sedikitnya ditemui 24 jenis burung
di habitat mangrove Segara Anak dan 42 jenis burung. Diantara jenis - jenis burung tersebut,

3
terdapat burung yang langka dan dilindungi seperti Wilwo Mycteria cinerea, Bubut Hitam
Centropus (Siburian dan Haba, 2016).
Berbagai flora banyak ditemukan di ekosistem mangrove. Flora tersebut dibagi
menjadi tiga kelompok. flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang
menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan
murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, flora mangrove mayor (flora
mangrove sebenarnya), yakni flora yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove,
mempunyai kemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur
komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan
vivipar itas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam
mengontrol garam. Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu
membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam
struktur komunitas.Dan yang terakhir adalah flora mangrove asosiasi(Senoaji dan Hidayat,
2016)
2.1.4 Fungsi Utama Ekosistem Mangrove
Mangrove mempunyai fungsi sebagai habitat peralihan dan penghubung antara
lingkungan darat dan lilngkungan marin. Ekosistem mangrove dapat ditemukan biota yang
hidup di daerah darat dan daerah laut seperti kepiting, ketam, mimi, dan berbagai hewan
pemakan serasah. Burung pemkan biji-bijian dapat di temui di daerah hutan Mangrove .
Selain itu, reptile jenis lain biasanya dari jenis biawak dan bahkan ditemui adanya populasi
primata di daera Kalimantan Timur berupa bekantan Ciri Khas yang lain adalah adanya
sejenis ikan yang bisa hidup di darat dan di air, yakni ikan gelodok (Periopthalmus sp.) yang
mempunyai modifikasi pada morfologinya (Poedjirahajoe, 2015).
Ekosistem mangrove sebagaimana ekosistem hutan lainnya memiliki peran sebagai
penyerap karbondioksida (CO2) dari udara.Selain itu ekosistem mangrove juga bermanfaat
guna Menahan abrasi dan peredam gelombang air laut. Sebagai penahan erosi pantai karena
hempasan ombak dan angina serta sebagai pembentuk daratan baru. Sistem perakaran yang
terdapat pada vegetasi hutan bakau yang begitu rumit yang tersebar di bawah permukaan
tanah. Dengan demikian pantai bisa tertahan dari bahaya erosi. (Muzaki et al., 2017).
2.1.5 Substrat Ekosistem Mangrove
Mangrove hanya dapat hidup di daerah pantai. Pantai tersebut harus mempunyai air
laut yang pasang surut dan menggenang.Salah satu faktor pendukung agar komposisi vegetasi
mangrove tetap tinggi adalah substrat mangrove.Substrat adalah tempat dimana akar-akar
mangrove dapat tumbuh. Akar tersebut mendapatkan nutrisi dari air laut yang menggenang
tersebut(Amin et.al., 2015).
4
Kondisi substrat merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pembentukan
zonasi mangrove. Avicennia dan Sonneratiaakan tumbuh dengan baik pada substrat lumpur
berpasir. Rhizophora tumbuh lebih baik pada substrat lumpur yang kaya bahan organik.
Bruguiera lebih menyukai substrat lempung yang sedikit mengandung bahan organik.
Mangrove jenis Rhizophorastylosa dan Sonneratiaalba dapat hidup di daerah pantai berpasir,
berbatu, atau bersubstrat pecahan karang(Muzaki et al., 2017).
2.1.6 Zona Ekosistem Mangrove
Mangrove pada daerah Asia Pasifik memiliki zonasi yang serupa. Zona tersebut dibagi
menjadi tiga. Zona terdepan, zona tengah, dan zona paling belakang. Zona terdepan, yaitu
zona yang paling dekat dengan laut, didominasi oleh jenis mangrove yang memiliki
pneumatophore yaitu Avicennia spp dan Sonneratiaspp, dibelakangnya berturut-turutadalah
zona Rhizophoraspp, Bruguieraspp dan mangrove asosiasi (Wibisono, 2005).
Hutan mangrove tumbuh di sepanjang garis pantai tropis seperti muara, delta atau
laguna.Hutan mangrove yang luas umumnya terdapat di sepanjang pantai berlumpur. Pantai
tersebut harus terlindung dari gelombang dan angin yang kuat. Terutama pada area dimana
terdapat suplai sedimen halus dan air tawar yang melimpah (Muzaki et al., 2017).
2.1.7 Identifikasi Mangrove
Identifikasi Tanaman adalah suatu proses pengenalan tanaman untuk mengetahui jenis
tanaman secara detail dan lengkap serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Tujuan
dari identifikasi tanaman untuk memfasilitasi siswa, mahasiswa, peneliti atau umum yang
memerlukan kejelasan tanaman (identifikasi) dalam rangka diseminasi ilmu pengetahuan .
Mangrove merupakan tumbuhan yang telah lama diteliti. Identifikasi tumbuhan mangrove
dilakukan dengan menggunakan buku-buku serta sumber yang relevan. Data tumbuhan
mangrove yang ditemukan dianalisis secaradeskriptif dengan membuat deskripsi dan
klasifikasi spesimen tersebut (Puspayanti et.al, 2013).
Menurut Sulastini (2011), identifikasi mangrove dapat dilakukan dengan cara
pengenalan :
1. Bentuk pohon atau tanaman
Dalam menentukan bentuk pohon terdiri dari beberapa jenis yaitu :
 Pohon,
 Semak,
 Liana atau tumbuhan merambat,
 Paku atau palem, dan
 Herba atau rumput

5
2. Bentuk akar
Dilihat dari bentuk akarnya, mangrove memiliki 5 bentuk akar yang dapat
diidentifikasi :
 Akar tunjang
Akar udara yang tumbuh di atas permukaan tanah, mencuat dari batang dan
dahan paling bawah serta memanjang keluar dan menuju kepermukaan tanah.
 Akar pensil atau pnematophores
Akar pensil berbentuk seperti pensil yang muncul di permukaan tanah dari
akar horizontalnya.
 Akar lutut
Akar lutut adalah akar horizontal yang berbentuk seperti lutut terlipat di atas
permukaan tanah, embulat di atas permukaan tanah.
 Akar papan
Akar papan adalah akar yang tumbuh secara horizontal, berbentuk seperti pita
diatas permukaan tanah, bergelombang dan berliku-liku kearah samping
seperti ular.
 Banir
Banir merupakan struktur akar seperti apan, memanjang secara radial dari
pangkal batang.
3. Bentuk buah
Bentuk buah dari mangrove sendiri bermacam-macam, seperti berikut :
 Silinder
 Bola atau bulat
 Seperti kacang
 Bentuk – bentuk lainnya.
4. Bentuk dan susunan daun
Bentuk daun dapat dibedakan menjadi :
 Lancip : panjang daun beberapa kali lebarnya.
 Ellips : melebar pada bagian tengah daun.
 Oval : Ukuran daun dari pangkal ke ujung hampir sejajar.
 Bulat telur : berbentuk seperti telur.
 Hati : berbentuk seperti hati.
Bentuk ujung daun dapat dibedakan :
 Runcing : ujung lancip, meruncing ke arah ujung daun.
6
 Berujung tajam : ujung tajam, menonjol atau berbentuk seperti taring.
 Membundar : ujung daun tidak membentuk sudut.
 Berlekuk : memiliki takik rendah di tengah ujung daun yang membulat.
 Susunan daun dapat dibedakan :
 Daun tunggal : hanya terdapat satu helai pada tangkai daun
 Daun majemuk : terdiri dari beberapa helai pada tangkai daun
5. Rangkaian bunga
Bunga mangrove sendiri memiliki rangkaian yang berbeda yang dibedakan
menjadi:
 Tunggal
 Bersusun
 Malai
 Bulir
 Tandan
 Bergerombol Rapat
 Berbentuk Payung
2.1.8 Metode Pengambilan Data Mangrove
Menurut Haya (2015), metode pengambilan data ekosistem amngrove adlah metode
Transek Garis dan metode Petak. Metode Transek Garis dan Petak Contoh (Transect Line
Plot) adalah metode pencuplikan contoh populasi suatu ekosistem dengan pendekatan petak
contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati wilayah ekosistem tersebut.
1) Menarik meteran ke arah laut dengan posisi awal yang telah diberi tanda (patok atau
pengecatan pohon).Jalur-jalur (garis transek) tersebut dibuat tegak lurus dengan garis
pantai. Jarak antar jalur adalah ± 100 m
2) Menentukan blok (petak contoh/petak ukur) di sebelah kiri dan kanan garis transek
ditempatkan secara acak berbentuk bujur sangkar dengan ukuran :
1. 10 x 10 m untuk pengamatan fase pohon
2. 5 x 5 m untuk pengamatan fase pancang (sapling)
3. 1 x 1 m untuk pengamatan fase semai (anakan).
Keterangan :
 Seedling (semai) : 1 m x 1 m, diameter < 2 cm
 Sapling (pancang ) : 5 m x 5 m, diameter 2 cm – 10 cm
 Tree (pohon dewasa) : 10 m x 10 m, diameter > 10 cm dan jarak antara plot adalah ± 5 m.
2.1.9 Faktor Eksternal dan Internal Pertumbuhan Mangrove
7
Kehidupan dan keberlangsungan Mangrove dipengaruhi dari beberapa faktor.
Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove di suatu lokasi
adalah fisiografi pantai (topografi), pasang (lama, durasi, rentang), gelombang dan arus, iklim
(cahaya,curah hujan, suhu, angin), salinitas, oksigen terlarut, tanah, dan hara. Fisiografi dari
pantai dapat memengaruhi keberlangusngan hidup Mangrove karena memengaruhi persebaran
komposisi. Spesies dan lebar hutan Mangrove juga dipengaruhi oleh pantai yang ditinggali
Mangrove. Faktor-Faktor ini harus terpenuhi agar Mangrove bisa lestari(Alwidakdo, 2014).
Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem mangrove. Lokasi
yang memiliki gelombang dan arus besar memengaruhi kondisi Mangrove. Mangrove akan
mengalami abrasi sehingga luas hutan dapat berkurang. Abrasi yang terjadi memengaruhi
langsung terhadap distribusi spesies dan memengaruhi sedimentasi pantai seacra tidak
langsung. Substrat dari sedimentasi akan membantu menunjang kehidupan dari Hutan
Mangrove(Wibisono, 2005)
2.1.10 Kondisi Mangrove di Pantai Utara Jepara
Pantai Utara jepara merupakan pantai yang penuh denganke mangrove. Menurut data
perbadingan luas mangrove di pesisir Jawa Tengah dapat diketahui bahwa hutan mangrove di
daerah Mlongo memiliki luas 11,58 Ha. Hutan mangrove ini merupakan hutan mangrove
yang terluas di daerah Jepara. Mangrove hidup subur di daaerah ini di banding daerah lainnya.
Tetapi terjadi pengurangan luas hutan mangrove.(Kusari et al, 2015).
Terjadi pengurangan daerah luas mangrove di daerahpantai Jepara. Pengurangan
daerah luas mangrove di Pantai ini sebesar 1,006 ha. Hal tersebut disebabkan karena
kerusakan akibat penebangan mangrove yang bertujuan untuk perubahan fungsi mangrove
menjadi tambak. Kondisi tersebut telah terjadi perusakan mangrove oleh masyarakat yang
merupakan faktor utama kerusakan mangrove. Adapun bentuk daratan berupa teluk
memberikan perlindungan alami dari abrasi di Pantai Blebak Kecamatan Mlonggo, sehingga
kerusakan yang diakibatkan oleh abrasi tidak terlalu dominan (Karyono et.al 2013).

2.2 Lamun
2.2.1 Definisi Lamun
Lamun merupakan tanaman tingkat tinggi yang hidup dengan cara terbenam di dalam
laut. Tumbuhan ini hidup di dalam oerairan yang memiliki salinitas cukup tinggi. Keadaan
lamun yang tenggelam, ini agar lamun dapat berfungsi secara maksimal. Tanaman tingkat
tinggi yang dimaksud adalah tumbuhan berbunga golongan monokotiledon (angiospermae),
dimana tumbuhan ini memiliki rizhoma, daun, dan akar sejati. Bagian bagian lamun ini
membanu tumbuhan Lamun dalam menancapkan dirinya di laut(Sari dan Lubis, 2017).

8
Lamun mengkolonisasi suatu daerah melalui penyebaran buah (propagule) yang
dihasilkan secara seksual (dioecious) dan juga membentuk padang lamun yang luas di dasar
laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya.
Lamun biasanya hidup di perairan yang dangkal dan jernih pada kedalaman berkisar antara 2-
12 meter dengan srikulasi air yang baik. Padang lamun merupakan suatu ekosistemdi kawasan
pesisir yang memiliki tingkatkeanekaragaman hayati yang cukup tinggi dansebagai
penyumbang nutrisi yang sangatberpotensial bagi perairan disekitarnya karenamemiliki
tingkat produktivitas yang tinggi. Ekosistempadang lamun memberikan habitat bagi biota
laut. Disebut padang lamun karena ekosistem padanglamun tersebut berasosiasi dengan
berbagai jenis biota laut yang bernilai sangat penting dengantingkat keragamannya yang
tinggi(Hartati et al ,2012).
2.2.2 Karakteristik Lamun
Tumbuhan lamun memiliki tiga bagian penting. Bagian itu terdiri dari rhizoma
(rimpang), daun, dan akar. Rhizoma merupakan batang yang terbenam dan merayap secara
mendatar, serta berbuku-buku. Pada buku-buku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak
keatas, berdaun dan berbunga, serta tumbuh akar. Dengan rhizoma dan akar inilah tumbuhan
tersebut menampakan diri dengan kokoh di dasar laut sehingga tahan terhadap hempasan
ombak dan arus(Nainggolan, 2011).
Tumbuhan Lamu memiliki akar yang menancap di dalam pemukaan laut. Akar-akar
lamun memiliki beberapa fungsi yang sama dengan tumbuhan daratan, yaitu untuk
menancapkan tumbuhan ke substrat dan menyerap zat-zat hara.Lamun berada di dalam laut,
maka akar tidak berperan penting dalam mengambil air. Daun dari lamun lah yang berfungsi
menyerap air dan zat hara yang ada di laut untuk kepentingan tumbuhan lamun. Lamun
mempunyai saluran udara yang berada di daun dan tangkainya, sehingga tidak menjadi
masalah dalam mendapatkan oksigen meskipun lamun berada di bawah permukaan air
(Tengke, 2010).
2.2.3 Identifikasi Lamun
Salah satu metode identifikasi Lamun adalah metode Transek Kuadran. Transek
kuadran terdiri dari transek dan frame berbentuk kuadran. Transek adalah garis lurus yang
ditarik di atas padang lamun. Kuadran adalah frame atau bingkai berbentuk kuadran (segi
empat) yang diletakan pada garis tersebut. Metode transek kuadran dilakukan bertujuan
untuk mengetahui keanekaragaman jenis lamun didaerah tersebut(Naufaldin, 2016).
Dalam identifikasi ekosistem lamun yang pertama dilakukan adalah menentukan
posisi garis transek. Dimulai dari bagian akhir dalam pantai dan orientasinya tegak lurus
terhadap garis pantai. Kemudian, dilakukan pengukuran parameter lingkungan kondisi
9
perairan yang berkaitan dengan kondisi habitat ekosistem lamun, seperti kecerahan, suhu,
salinitas, arus, substrat, pH dan oksigen terlarut. Tujuanya adalah untuk mengamati kondisi
perairan yang sesuai dengan ekosistem lamun. Identifikasi lamun sangat penting dilakukan
agar hasil penilitian dapat dipertanggungjawabkan(Tengke, 2010).

2.2.4 Faktor yang Memengaruhi Kehidupan Lamun


Menurut Riniatsih (2016), Kondisi habitat padang lamun sangat dipengaruhi oleh
parameter hidro-oseanografi perairan. Kondisi fisika, kimia, dan biologi perairan sangat
memngaruhi habitat tumbuhan Lamun. Parameter-parameter tersebut adalah: suhu perairan,
salinitas, kecepatan arus, kecerahan, dan substrat. Kondisi perairan yang paling memengaruhi
aalah kondisi substrat dan zat hara di perairan Lamun. Hal ini dikarenakan Lamun sangat
membutuhkan zat dan nutrien tersebut untuk proses produksi.
Menurut Hartanti (2012),faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan lamun
secara umum adalah kualitas air, substrat dasar perairan. Kualitas air meliputi temperatur,
kecerahan cahaya, kedalaman, salinitas dan nutrien.
a. Temperatur
Temperatur merupakan salah satu faktor ekologi perairan yang sangat penting,
karena mempengaruhi proses-proses fisiologis lamun, seperti ketersediaan dan
penyerapan, nutrien, respirasi dan siklus protein. Lamun lebih tahan terhadap
maningkatnya temperatur dibandingkan dengan alga.Tetapi faktor temperatur ini
dapat berakibat merugikan pada proses fotosintesis dan kehidupan apabila terjadi
kombinasi antara temperatur dan intensitas yang berlebih.
b. Salinitas
Aktivitas tumbuhan dalam berfotosintesis dipengaruhi oleh salinitas air. Laju
fotosintesis berkurang hingga mendekati nol pada air destilasi dan air dengan
salinitas dua kali salinitas air laut. Faktor utama yang mempengaruhi tingkat
salinitas di wilayah estuari adalah suplai air tawar dari muara-muara sungai.
pengaruh salinitas bersifat positif bagi pertumbuhan daun lamun muda dimana
pertambahan panjang daun meningkat seiring meningkatnya salinitas. Tingkat
salinitas yang diperlukan lamun untuk hidup berkisar antara 15 – 40 ppt tetapi
puncak pertumbuhan dicapai pada salinitas 30 ppt, baik untuk komunitas
Thalassia maupun komunitas Zostera.
c. Kecerahan
10
Cahaya merupakan faktor yang menentukan penyebaran dan kelimpahan lamun
dan juga mempengaruhi keperluan untuk proses fotosintesis. Intensitas cahaya
yang masuk ke dalam kolom air dipengaruhi oleh kecerahan perairan. Semakin
bertambah kedalaman suatu perairan berarti intensitas cahaya menurun maka
biomassa lamun semakin menurun Tiap spesies lamun memiliki intensitas cahaya
minimum dan maksimum yang dibutuhkan sebagai syarat lulus kehidupan dan
faktor pertumbuhan yang optimal. Adapun komunitas lamun biasanya dapat
tumbuh dengan baik pada tingkat 20 – 30 % irriadiace dari tingkat irradiance di
permukaan air laut.
d. Kedalaman
Sama halnya dengan kecerahan, kedalaman mempengaruhi kehidupan lamun di
dasar air, karena semakin dalam maka semakin sulit cahaya yang didapat oleh
lamun untuk melakukan proses fotosintesis. Adapun kedalaman yang optimal
untuk lamun hidup dengan baik adalah di kisaran 2-2,5 meter dari permukaan air
laut.
e. Nutrien
Senyawa organik yang penting bagi lamun diantaranya tersusun oleh unsur-unsur
karbon, nitrogen, fosfor. Sumber utama karbon bagi lamun berasal dari sedimen
yang diserap oleh akar. 25% dari karbon yang diserap oleh akar ditransfer ke daun
sedangkan sisanya tetap berada di perakaran lamun. Nitrogen merupakan salah
satu faktor pembatas pertumbuhan lamun, diperoleh melalui akar setelah
mengalami fiksasi oleh bakteri. Nitrogen yang dihasilkan dari akar mampu
mensuplai 20-50 % nitrogen yang dibutuhkan suatu padang lamun. Fosfor dengan
konsentrasi tertinggi ditemukan di wilayah perakaran lamun dibandingkan dengan
di substrat pada kedalaman yang lebih dalam maupun substrat yang tidak
ditumbuhi lamun.
f. Substrat
Lamun memerlukan substrat yang bersifat agak berpasir (sandy), berbeda dengan
halnya terumbu karang yang memerlukan substrat yang keras dan mangrove yang
memerlukan substrat yang berumpur untuk tempat tumbuhnya. Bila sedimen di
habitat rumput laut di analisis, maka umumnya di bagian tengah areal padang
lamun tersebut akan ditemukan uconsolidated sediment, dengan butiran yang
paling halus (fine grain) yang terdiri dari silt, clay, dan sand serta ketebalan
sedimen yang cukup tebal. Sedimen di areal tengah padang lamun tersebut pada
umumnya juga terdapat bahan organic (Total Organic Matter) dengan kandungan
11
tertinggi dibandingkan dengan kandungan di areal sekitarnya maupun di bagian
pinggir (perifer).
2.2.5 Manfaat Lamun
Ekosistem Lmaun memiliki manfaat yang sangat penting bagi perairan wilayah
pesisir. Fungsi biologis dan fisik dari wilayah perairan sangat dipengaruhi oleh tumbuhan
Lamun. Padang lamun mempunyai fungsi sebagai daerah pemijahan, daerah mencari makan
dan daerah asuhan bagi organisme laut muda yang biasanya memanfaatkan daerah pasang
surut dan padang lamun sebagai tempat berlindung dan mencari makan pada masa stadia
larva. Padang Lamun juga berfungsi sebagai tempat pengasuhan bagi biota muda untuk hidup
dan berkembang(Riniatsih et al, 2016).
Banyak organisme laut yang memanfaatkan padang Lamun sebagai Habitat hidup.
Padang lamun menyediakan tempat bagi para pendaur ulang zat hara di perairan. Aktivitas
mikroorganisme mengembalikan bahan anorganik kembali ke perairan melalui proses
dekompisii. Proses dekomposisi di lakukan di padang Lamun. Nutrien dan zat hara dari proses
dekomposisi di gunakan oleh lamun untuk proses produksi selanjutnya (Azkab, 2000)
2.2.6 Flora dan Fauna di Ekosistem Lamun
Lamun adalah salah asatu uhabitat bagi biota yang sudah dilindungi. Biota tersebuat
adalah sapi laut atau dugong. Dugong mengasuh anak-anaknya di padang lamun karena lamun
menjadi makanan pokok baginya. Begitu pula penyu yang memakan lamun jenis
Syriungodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii. Penyu dan Dugong adalah biota yang
dilindungi karena jumlahnya yang sudah sangat sedikit(Wibisono, 2005).
Padang lamun merupakan salah satu bentuk ekosistem laut yang kaya jenis. Kekayaan
ini terutama ditunjukkan oleh jenis-jenis hewan yang hidup di sini, baik sebagai penetap
maupun pengunjung yang setia. Aneka jenis cacing, moluska (siput dan kerang), teripang,
ketam dan udang, dan berbagai jenis ikan kecil hidup menetap di sela-sela kerimbunan jurai-
jurai lamun. Juga beberapa jenis bulu babi yang hidup dari daun-daun lamun. Di samping itu
berbagai jenis hewan dan ikan juga menggunakan padang lamun ini sebagai tempat memijah
dan membesarkan anak-anaknya. Di antaranya adalah ikan beronang (Siganus spp.) dan
beberapa jenis udang (Penaeus spp.). Beberapa jenis reptil dan mamalia laut juga
memanfaatkan padang lamun sebagai tempat mencari makanan. Misalnya penyu hijau
(Chelonia mydas), duyung alias Dugong di perairan Australasia serta manate (Trichechus
manatus) di Karibia. Duyung dan manate adalah mamalia herbivor yang mengkonsumsi
lamun sebagai makanan utamanya(Poedjiraharjoe et al, 2013).
2.2.7 Persebaran Lamun di Perairan Utara Jepara

12
Pantai utara Jepara teredapat hamparan lamun yang cukup luas yang menjadi salah
satu ekosistem yang penting di perairan tersebut. Lamun yang ditemukan di pantai Jepara
sebanyak 4 spesies dari 2 Famili.Yaitu adalah Enhalus acoroides dan Thalasia hemprichii.
Sedangkan yang ditemukan dalam famili Potamogetonaceae ditemukan 2 spesies, yaitu
Cymodocea Rotundata dan Syring Odiumisoetifolium. Persebaran dari tumbuhan Lamun
disini Kurang banyak(Hartati et al.,2017).
Perairan Teluk Awur sebagai perairan pesisir mempunyai keanekaragaman jenis
lamun yang relative tinggi. Jenis lamun yang ditemukan dilokasi penelitian adalah Enhalus
acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, dan
Syringodium isoetifolium. Susbstrat dasar sebagai tempat tumbuh lamun merupakan salah
satu faktor pembatas bagi jenis lamun yang tumbuh di atasnya. Banyaknya kunjungan wisata
local dan aktivitas pemancingan oleh penduduk sekitar Teluk Awur diduga merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi kestabilan kondisi perairan yang menyebabkan
rendahnya jenis dan jumlah lamun di lokasi tersebut. Fraksi substrat dasar lebih banyak
mengadung lumpur hitam dan rendahnya kandungan nutrien terlarut di perairan dan sedimen,
diduga juga merupakan faktor pembatas bagi keberadaan lamun di lokasi tresebut (Riniatsih
et al, 2016).

2.3 Terumbu Karang


2.3.1 Definisi Karang
Karang dapat membentuk terumbu dengan melakukan reproduksi. Karang dapat
melakukan reproduksi secara seksual dan aseksual. Maka sangat mudah bagi karang untuk
membentuk terumbu. Secara seksual karang akan mengalami masa kritis dalam daur hidupnya
saat pelepasan planula untuk mencari subsrat yang optimal untuk kelangsungan hidupnya.
Jika hal ini dapat terjadi dengan baik dan karang menemukan tempat dan subsrat yang tepat
maka karang akan dapat tumbuh secara optimal (Prasetia, 2012).
Terumbu kasarng merupakan ekosistemm laut yang penghuni utamanya dalah karang.
Karang yang membentuk terumbu akan menjadi habitat bagi berbagai biota dan membentuk
ekosistem karang. Proses pembentukan ekosistem karang membutuhkan waktu yang lama.
Selama karang masih hidup, ia akan terus membentuk ekosistem dan akan terus menjadi
habitat biota. Makhluk hidup di dalam karang mengandalkan karang sebagai tempat mencari
makan dan tempat berlindung dar predator(Prasetia, 2012).
2.3.2 Ekosistem Terumbu Karang
Ekosistem terumbu Karang merupakan ekosistem yang khas di daerah tropis.
Keanekaragaman di dalam ekosistem ini sangatlah tinggi. Demikian pula dengan

13
produktivitas organic yang terjadi di ekosistem ini sangat tinggi. Karang batu merupakan
biota yang menjadi pondasi dari ekosistem ini. Karang batu adalah hewan yang tergolong
Scleractinia yang kerangkanya terbuat dari bahan kapur (Nontji, 1987).
Adapun fungsi terumbu karang (Wibisono, 2005) antara lain :
1) Sebagai tempat berteduh (shelter) dan tempat mencari makan bagi sebagian
biota laut;
2) Sebagai penahan erosi pantai karena deburan ombak;
3) Sebagai cadangan sumber daya alam (natural stock) untuk berbagai jenis
biota yang bernilai ekonomis penting;
4) Sebagai wilayah yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi kegiatan
wisata alam bahari yang bisa menghasilkan devisa;
5) Sebagai sarana pendidikan yang dapat menumbuh kembangkan rasa cinta laut.
Mengingat hal tersebut diatas, maka jelas bahwa kawasan terumbu karang
mempunyai tingkat produktivitas yang sangat tinggi. Transfer energi dari hutan mangrove
dalam hal ini sangat menentukan produktivitas terumbu. Oleh karena itu wajar bila terumbu
karang perlu mendapat perhatian dari berbagai sektor kegiatan secara terpadu dan
terkoordinasi.
2.3.3 Klasisfikasi Karang Berdasarkan Bentuk Pertumbuhan (Life Form)
Jenis karang dari genus yang berbeda dapat membentuk pertumbuhan yang berbeda
dari ekosistem karang. Kondisi fisik yang sama dapat mempunyai proses pertumbuhan yang
mirip walaupun secara taksonomi berbeda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh keadaan air laut.
Faktor dari kondisi air laut membentuk ekosistem terumbu karang yang berbeda. Faktor
tersebut adalah kedalaman, arus, dan topografi dasar perairan (Siringoringo dan Hadi, 2013).
Berdasarkan bentuk pertumbuhannya, karang batu terbagi atas karang acropora dan
non-acropora. Karang jenis acropora lebih mudah dibedakan dan memiliki jumlah jenis dan
penyebaran sangat luas dibandingkan dengan jenis lainnya. Perbedaan karang acropora
dengan non-acropora terletak pada struktur skeletonnya. acropora memiliki bagian yang
disebut axial koralit dan radikal koralit. non acropora hanya memiliki radial koralit (English
et al. 1994)
2.3.4 Habitat (Hubungan Ekologi Karang dengan Parameter Oseanografi)
Terumbu karang dapat menahan gelombang laut yang cukup kuat, karena terumbu
karang berbentuk batuan gamping(CaCO3). Terumbu karang terbentuk melalui proses yang
cukup lama dan kompleks. Dimulai dari terbentuknya endapan masif kalsium karbonat yang
dihasilkan oleh hewan karang filum Cnidaria, kelas anthozoa, ordo Sclerectinia dengan
sedikit tambahan alga berkapur dengan organisme lain yang juga menghasilkan kalsium
14
karbonat yang disebut terumbu.Selama proses pembentukan, para biota tetap hidup di dalam
terumbu karang. Terumbu karang merupakan komunitas biologi yang tumbuh pada batu
gamping yang resisten terhadap gelombang sehingga mengurangi erosi di pantai (Ginoga
et.al, 2016).
Untuk mencapai pertumbuhan maksimum, terumbu karang memerlukan perairan yang
jernih dengan suhu perairan yang hangat, gerakangelombang yang besar dan sirkulasi air
yang lancar serta terhindar dariproses sedimentasi. Ekosistem terumbu karang memiliki
kemampuan yang baik dalam memperbaiki bagian yang rusak. Apabila karakteristik habitat
dari berbagai macam formasi terumbu karang dan faktor lingkungan yang memengaruhinya
terpelihara dengan baik termbu karang akan terus memerbaiaki dirinya.Seperti ekosistem
lainnya,terumbu karang tidak memerlukan campur tangan atau manipulasilangsung manusia
untuk kelangsungan hidupnya (Dahuri ,2003)
2.3.5 Faktor Pertumbuhan Karang
Terumbu Karangg akan terus tumbuh dan akan mamebentuk ekosistem terumbu
karang. Pertumbuhan karang dipengaruhi oleh faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam
seperti ketersediaan nutrisi, predator, kondisi kimia-fisika laut. Jika faktor tersebut dalam
kondisi sesusai maka pertumbuhan karang dapat stabil. Faktor manusia adalah aktivitas
manusia yang dapat merusak terumbu karang, sperti pengeboman ikan dan penggunaan
jangkar di daerah terumbu karang(Papu,2011).
Karang hidup berasosiasi dengan organisme lain dalam satu ekosistem. Pertumbuhan
karang dipengaruhi oleh faktor biotik dan faktor abiotik.Faktor abiotik dapat berupa intensitas
cahaya, lama penyinaran, suhu, nutrisi, dan sedimentasi. Karang memiliki kemampuan hidup
dalam perairan miskin nutrien dan mampu beradaptasi terhadap kenaikan nutrien yang
bersifat periodik, seperti runoff. Karang tidak dapat beradaptasi terhadap kenaikan nutrien
secara mendadak dalam jumlah besar.Faktor biotik meliputi predasi, kompetisi, agresi karang
lain, dan lainnya(Wibisono, 2005)
2.3.6 Faktor Kerusakan Karang
Menurut Uar et.al (2016), kerusakan karang bisa disebabkan oleh faktor alam dan
manusia. Campur tangan manusia dalam melakukan reklamasi pantai dapata merusak
ekosistem karang. Hal yang paling sering terjadi adalah manusia yang menginjak karang.
Menginjakkan kaki di karang dapat merusak kondisi dari karang tersebut. Perubahan suhu air
laut, topan, perubahan iklim global (cuaca yang berhubungan pula dengan pecahayaan),
gempa bumi, letusan gunung berapi, pemangsa dan penyakit adalah contoh dari kerusakan
yang disebabkan oleh faktor alam. Pada 1987-1988 terjadi perubahan cuaca global El Nino

15
sehingga terjadi peningkatan suhu air laut rata-rata yang berakibat kematian karang melalui
tahap pemutihan (bleaching).
Menurut Wibisono (2005), pada umumnya komunitas terumbu karang sangat peka
terhadap pengaruh kegiatan manusia. Bila kerusakan karang telah terjadi, maka recovery-nya
lambat mengingat kecepatan pertumbuhan karang juga berlangsung lama. Para ahli
menyebutkan berdasarkan hasil pengamatannya bahwa kecepatan tumbuh berkisar antara
2cm/tahun untuk “brain corals” yang massive, misalnya jenis Diploria dan Montastrea sampai
sekitar 20cm/tahun untuk karang ranting, misalnya pada jenis Acropora. Pada kondisi
terganggunya lingkungan bisa menyebabkan selain menurunnya kecepatan tumbuh, juga
kegagalan mekanisme reproduksi dan dalam keadaan sangat ekstrim reaksi shut down bisa
terjadi dimana seluruh zoox meninggalkan hewan karang yang berujung kematian seluruh
koloni karang.

2.3.7 Penyakit Karang


Penyakit karang didefinisikan sebagai semua perusakan dari suatu sistem atau fungsi
dari ekossitem karanag. Penyakit itu termasuk gangguan (interruption), perhentian(cessation),
perkembang biakan (proliferation), atau kegagalan lain(other malfunction). Penyakit karang
tidak hanya disebabkan oleh mikroorganisme tetapi masih ada penyebab lainnya. Berdasarkan
penyebabnya, penyakit karang dapat digolongkan menjadi dua, yakni infeksi pathogen dan
noninfeksi. Pathogen dibedakan menjadi dua, yaitu mikro dan makro parasit. Sedangkan
noninfeksi dapat berupa mutasi genetik(Hazrul et al., 2016).
Beberapa jenis penyakit karang yang menyerang karang, antara lain,
Whitebanddisease (WBD) yang menginfeksi Acroporapalmata di Santa Croix. Whiteplague
(W) yang menginfeksi Montastrea di Key Largo. Darkspot yang menginfeksi
Siderastreasidereal di Karibia. Dalam dua dekade, penyakit karang telah meningkat baik
jumlah, spesies yang terinfeksi dan daerah penyebarannya. Infeksi penyakit ini umumnya
terjadi ketika karang mengalami stress akibat tekanan dari lingkungan, seperti pencemaran,
suhu tinggi, sedimentasi, nutrient yang tinggi terutama nitrogen dan senyawa carbon,
predator, kompetisi dengan alga yang pertumbuhannya sangat cepat, dan kondisi fisiologis
yang lemah setelah terjadi pemutihan(Siringoringo, 2007)
2.3.8 Metode LIT
Salah satu metode pengambilan data karang adalah metode LIT. Metode Line Intecept
Transect, merupakan metode dengan akurasi data yang baik. Metode LIT dapat menyajikan
struktur komunitas dari ekosistem karang. Struktur komunitas tersebut dihitung dari data
presentase tutupan karang hidup dan mati, bentuk substrat, dan keberadaan biota lain. Karena
16
faktor-faktor penunjang hidup terumbu karang dapat menentukan kondisi dari ekosistem
terumbu karang(Siringoringo dan Hadi,2013).
Transek dilakukan dengan menarik pita berskala sepanjang 70 meter sejajar
garis pantai pada kedalaman 5-7 meter. LIT dilakukan sepanjang 10 meter dengan tiga
ulangan dan tiap ulangan memiliki interval 20 meter. Transek pertama dilakukan
pada meter 0-10 meter, transek kedua pada meter 30-40, dan transek ketiga pada
meter 60-70. Untuk karang batu, semua biota yang adadibawah garis transek
diukur panjangnya dicatat jenisnya sehingga dapat diketahui indeks keragamannya.Hasil
pengukuran dapat dihitung nilai persentase tutupan karang hidup(Aulia et al., 2012)

2.3.9 Perhitungan Tutupan Karang


Metode perhitungan tutupan karang, adalah metode yang menentukan jumlah karang
hidup, karang mati, dan life form yang ada dalam suatu pantai berkarang. Presentase tutupan
karang dapat diperoleh dengan membagi panjang transek life form dan total panjnag transek,
dikali 100 persen. Data presentase tutupan karang yanng diperoleh dapat dikategorikan.
Tutupan karang hidup terdiri dari acropora/AC, non acroporal/Non AC dan karang lunak(soft
coral/SC)(Andri et al.,2017).
Umumnya persentase tutupan terumbu karang adalah suatu upaya untuk melihat
kondisi kesehatan karang serta bentuk pertumbuhan terumbu karang. Terumbu karang
tersebut hidup sesuai dengan faktor lingkungan pada suatu daerah perairan tertentu. Dengan
mengatahui preentase tutupan maka itu mencerminkan kondisi dari perairan tersebut.
Presentase tutupan yang baik menunjukan kondisi periran yang baik. Dan sebaliknya,
presentase tutupan yang buruk menunjukan kondisi perairan yang buruk(Andri et al.,2017).
2.3.10 Kondisi Terumbu karang di Perairan Utara Jawa
Kondisi Terumbu karang dapat ditentukan oleh presentase tutupan karang. Secara
umum kondisi perairan pada saat pengambilan data di Pulau Sambangan masih dalam
toleransi pertumbuhan karang untuk tumbuh dengan baik. Suhu perairan tersebut rata-
rata 28oC. Suhu pada kisaran ini merupakan suhu yang baik bagi pertumbuhan karang.
Kecerahan pada perairan ini juga dalam kondisi yang normal, karena karang masih dapat
tumbuh dengan baik pada ambang penyinaran cahaya permukaan sebesar 30 %. Kondisi
terumbu karang pada kedalaman 3 meter dan 10 meter pada sisi Barat dan sisi Timur Pulau
Sambangan termasuk dalam kategori baik. Persentasi Tutupan Karang pada kedalaman 3
17
meter adalah sebesar 70,92% . Pada kedalaman 10 meter adalah sebesar 66,05%.Secara
umum Kondisi terumbu karang di Pulau sambangan utara jawa termasuk dalam kondisi baik.
Berdasarkan presentase tutupan karang pada dua kedalaman, kondisi karang masih dalam
kondisi baik(Suryanti, 2011).
Inventarisasi kondisi terumbu karang di perairan Pulau panjang menunjukan bahwa
kondisi terumbu karang termasuk dalam kategori sedang sampai dengan kategori buruk.
Kondisinya cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun (2011 sampai dengan 2013).
Penurunan disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor gangguan dari alam. Gangguan dari aktifitas
kegiatan manusia (anthropogenic) juga memengaruhi kondisi terumbu karang. Untuk itu
pengaturan pemanfaatan melalui pengelolaan yang lebih serius perlu segera di
lakukan(Suryono et al., 2017

18

Anda mungkin juga menyukai