Anda di halaman 1dari 7

A.

Adab terhadap orangtua, guru/ Dosen, Saudara dan Teman


1. Adab terhadap orangtua
Orang tua merupakan sosok yang paling dekat hubungannya dengan anaknya.
Pengorbanan orang tua sungguh tiada tara, mereka mendidik kita dan menyerahkan hidupnya
untuk keselamatan anaknya.
Islam mengajarkan agar seorang anak untuk selalu menaati orang tuanya selama tidak
bertentangan dengan agama. Dalam Al-Qur’an Allah sering mengiringkan perintah ta’at
kepada-Nya diikuti dengan berbuat baik pada orang tua, karena merekalah tangan kedua
setelah Allah. Sebagaimana Firman Allah swt. dalam surah An-Nisa’ ayat 36 sebagai berikut.

Artinya: “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu memperekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan
membanggakan diri.” (QS. An-Nisa 4:36).
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa kita diwajibkan beribadah kepada Allah swt., juga
berbuat baik kepada orang tua. Terutama seorang Ibu yang secara khusus Allah menyebutkan
betapa berat mendidik anaknya, sejak dalam kandungan, melahirkan, menyusui, serta
mendidik ke tahap selanjutnya.
Oleh karena itu, ketika Rasulullah saw. ditanya, kepada siapa lebih awal berbuat baik?
Beliau menjawab “kepada Ibumu, lalu Ibumu, dan Ibumu baru kemudian kepada bapakmu.”
Selanjutnya Allah swt. memerintahkan bersyukurlah atas ni’mat iman dan ihsan serta
bersyukurlah kepada orang tua mu atas ni’mat tarbiyyah (pendidikan).  Karena keduanya
penyebab adanya kamu dan karena pendidikan mereka yang baik sehingga menjadi kuat.
Kita harus selalu berbuat baik kepada kedua orang, sebagaimana Firman Allah dalam
surah Luqman ayat 14.

Artinya : “Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang
tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang
tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu” (QS. Luqman 31:14).

6
Dan yang harus menjadi pertimbangan adalah pendidikan dan kasih sayang orang tua
terhadap anaknya tidaklah hanya dua tahun. Sebagaimana tuntunan Al-Qur’an, pendidikan
anak diberikan sampai sang anak dewasa, bahkan sampai sang anak berkeluarga, seorang ibu
pun sering membimbing anaknya.
Tetapi perlu diperhatikan, jika kedua orang tua membawa kita untuk kekufuran dan
syirik kepada Allah swt., maka tidak perlu untuk di ta’ati.
Akan tetapi, tetaplah bergaul dalam urusan dunia baik dengan baik dan Ihsan
sekalipun mereka musyrik. Karena kekufuran , mereka terhadap Allah, tidaklah
menghilangkan kelelahannya dalam mendidik anak-anaknya, maka wajarlah jika Allah
memerintahkan kita untuk merawat kedua orang tua kita pada masa tuanya ditunjukkan
dalam firman Allah swt. QS. Al-Isra ayat 23 berikut.
Artinya : Dan Tuhanmu menetapkan bahwa janganlah kamu menyembah melainkan kepada-
Nya dan berbuat baiklah kepada ibu bapak. Jika sampai salah seorang mereka atau keduanya
telah tua dalam pemeliharaanmu (berusia lanjut), maka janganlah engkau katakan kepada
keduanya “ah” dan janganlah engkau bentak keduanya, dan berkatalah kepada keduanya
perkataan yang mulia (23). Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih
sayang dan ucapkanlah “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku pada waktu kecil (24)” (QS. Al-Isra 17 : 23-24).
Dari penjelasan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa adab kepada orang tua (yang masih
hidup) adalah sebagai berikut.
1.     Jangan berkata kasar yang dapat menyakiti perasaan kedua orang tua.
2.     Berkata baik, sopan dan santun kepada kedua orang tua
3.     Bertanggung jawab atas kehidupan dan kesejahteraannya di hari tuanya
4.     Merendahkan diri di hadapan kedua orang tua.
5.     Jangan membentak atau memarahi kedua orang tua

Maka merugilah orang yang bersama kedua orang tuanya tetapi ia tidak bisa
memeliharanya dengan baik dan berbakti kepada keduanya.

2. Adab terhadap guru/dosen


Guru/dosen merupakan ‘orang tua kedua’ kita, merekalah yang berjasa dalam
mendidik kita setelah orang tua, Ilmu yang kita peroleh saat ini tidak lepas dari peranan
seorang guru, seseorang dapat membedakan baik dan buruk karena ilmu. Islam meletakkan
ilmu di atas yang lainnya, dan Islam juga meninggikan derajat orang yang berilmu dibanding
yang lain.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw.  yang artinya “Umamah Al-Bahili berkata
bahwasannya Rasulullah saw. bersabda : “Kelebihan orang alim (ulama) atas ahli ibadah
seperti kelebihanku atas orang yang paling rendah di antara kamu. Kemudian Baginda
besabda lagi : Sesungguhnya para malaikat dan penduduk langit dan bumi hingga semut
dalam lubangnya serta ikan bersalawat (berdoa) untuk orang-orang yang mengejar
kebaikan kepada manusia” (HR. Imam Tirmidzi).
Selain itu biasanya Orang tidak memiliki banyak waktu untuk mengajarkan berbagai
macam ilmu kepada anaknya, maka dari itu peran guru/dosen adalah mengajarkan berbagai
macam ilmu. Setelah hormat dan ta’at kepada orang tua, setiap muslim wajib hormat dan

7
menghargai gurunya/dosennya, karena gurunya merupakan orang yang perannya sangat
penting dalam mendidik kita. Oleh karena itu, sudah seharusnya seorang siswa menghargai
dan menghormati gurunya Sebagaimana diperintahkan dalam sabda Nabi Muhammad saw.
berikut.
Artinya : muliakanlah orang-orang yang telah memberikan pelajaran kepadamu. (HR. Abu
Hasan).
Orang yang berilmu tidaklah pandai begitu saja tanpa proses belajar. Proses belajar
bisa dilakukan secara formal maupun non-formal. Proses belajar biasanya membutuhkan
pembina yang biasa disebut guru/dosen, yang mempunyai andil besar dalam proses belajar.
Guru/doesen akan membukakan pintu-pintu ilmu lain baginya, yang menunjukkan bila kita
salah, agar tidak tergelincir pada kekeliruan. Hendaknya orang yang sedang belajar dan
berilmu itu bersikap baik terhadap guru/dosen.
Berikut adalah beberapa adab murid kepada guru.
1. Muliakan dan menghormati guru
Memuliakan orang yang berilmu/guru/dosen termasuk perkara yang dianjurkan,
sebagaimana Rasulullah saw. berikut.
Ibnu Abbas r.a berkata : Rasulullah saw. bersabda : “Bukan termasuk golongan
umatku orang yang tidak menyayangi yang muda, tidak menghormati yang tua, tidak
memerintahkan kebajikan dan tidak melarang kemungkaran” (HR. Tirmidzi).
Agar mendapat ilmu dan taufik, seorang murid hendaknya memuliakan dan
menghargai guru, serta berlaku lemah lembut dan sopan santun, jangan memotong
pembicaraannya, dan memperhatikan dengan baik. Agar kita mendapat ilmu yang
bermanfaat.
2. Mendoakan untuk kebaikan bagi guru
Ibnu Umar r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda : “Jika ada orang  yang
memberilmu, maka balaslah pemberian itu, jika tidak bisa membalasnya, maka doakanlah
ia, sehingga kamu memandang telah cukup membalas kebaikan tersebut”.
Ibnu Jama’ah ra. berkata : “Hendaklah seorang penuntut ilmu mendoakan gurunyqa
sepanjang masa, memperhatikan anak-anaknya, kerabatnya, dan menunaikan haknya apabila
telah wafat”. “Dan karena ilmu yang telah diberikannya juga, hendaknya seorang murid
mendoakan gurunya, semoga ia diberikan pahala atas ilmu yang telah diberikan kepada
muridnya”.
3. Rendah hati kepada guru
Sama halnya dengan adab kepada orang tua, kita juga harus merendahkan hati kepada
guru, walaupun sang murid lebih pintar, hendaknya menghidari perdebatan dengan guru,
dalam hal ini seorang murid hendaklah bersikap rendah hati kepada gurunya, karena
sesungguhnya rendah hatinya seorang murid kepada gurunya adalah kemuliaan dan
tunduknya adalah kebangaan, sebagaimana Ibnu Jama’ah pernah mengatakan demikian.
Nabi Muhammad saw. bersabda, yang artinya : “Abu Hurairah ra. berkata :
bahwasanya Rasulullah saw. bersabda :”Pelajarilah ilmu, pelajarilah ilmu ketenangan dan
kesopanan, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang yang kamu ambil ilmunya” (HR.
Tabrani). Ibnu Abbas juga peenah menyampaikan :”Aku merendahkan diri tatkala aku
menuntut ilmu, maka aku dimuliakan tatkala aku menjadi guru”.

8
4. Mencontoh Akhlaknya
Guru adalah teladan bagi muridnya, oleh karenanya, hendaklah seorang murid
mencontoh akhlak dan kepribadian gurunya yang baik. Seperti mencontoh kebiasaan dan
ibadahnya. Seorang guru pasti membrikan hal-hal yang baik secara lisan atau perbuatan
terhadap murid-muridnya.
5. Menenangkan hati guru
Seorang murid hendaknya tidak membuat gusar gurunya. Imam Syafi’i dalam
pertemuannya dengan gurunya, Imam Malik, pada tahun 170 H, hampir tidak pernah
meninggalkan gurunya sampai gurunya wafat pada tahun 179 H. Imam Syafi’i tidak pernah
meninggalkannya, kecuali ketika ia pergi ke Mekah untuk menjenguk ibunya ataupun pergi
ke pusat ilmu atau faqoh. Itupun setelah diperoleh izin dan restu daru gurunya.
6. Memperhatikan adab-adab ketika berada di depan guru
a.  Adab Duduk
Syaikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah di dalam kitabnya Hilyah Tolibil
Ilm  mengatakan, “Pakailah adab yang terbaik pada saat kau duduk bersama syaikhmu,
pakailah cara yang baik dalam bertanya dan mendengarkannya.”
Syaikh Utsaimin mengomentari perkataan ini, “Duduklah dengan duduk yang
beradab, tidak membentangkan kaki, juga tidak bersandar, apalagi saat berada di dalam
majelis.”
Ibnul Jamaah mengatakan, “Seorang penuntut ilmu harus duduk rapi, tenang,
tawadhu’, mata tertuju kepada guru, tidak membetangkan kaki, tidak bersandar, tidak pula
bersandar dengan tangannya, tidak tertawa dengan keras, tidak duduk di tempat yang lebih
tinggi  juga tidak membelakangi gurunya”.
b. Adab Berbicara
Berbicara dengan seseorang yang telah mengajarkan kebaikan haruslah lebih baik
dibandingkan jika berbicara kepada orang lain. Imam Abu Hanifah pun jika berada depan
Imam Malik ia layaknya seorang anak di hadapan ayahnya.
Para Sahabat Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, muridnya Rasulullah, tidak pernah kita
dapati mereka beradab buruk kepada gurunya tersebut, mereka tidak pernah memotog
ucapannya atau mengeraskan suara di hadapannya, bahkan Umar bin khattab yang terkenal
keras wataknya tak pernah menarik suaranya di depan Rasulullah, bahkan di beberapa
riwayat, Rasulullah sampai kesulitan mendengar suara  Umar jika berbicara. Di hadist Abi
Said al Khudry radhiallahu ‘anhu juga menjelaskan,
“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami
terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).
Sungguh adab tersebut tak terdapatkan di umat manapun.
c. Adab Bertanya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui” (QS. An Nahl: 43).
Bertanyalah kepada para ulama, begitulah pesan Allah di ayat ini, dengan bertanya
maka akan terobati kebodohan, hilang  kerancuan, serta mendapat keilmuan. Tidak diragukan

9
bahwa bertanya juga mempunyai adab di dalam Islam. Para ulama telah menjelaskan tentang
adab bertanya ini. Mereka mengajarkan bahwa pertanyaan  harus disampaikan dengan
tenang, penuh kelembutan,  jelas, singkat dan padat, juga  tidak menanyakan pertanyaan yang
sudah diketahui jawabannya.
Di dalam Al-Qur’an terdapat kisah adab yang baik seorang murid terhadap gurunya,
kisah Nabi Musa dan Khidir. Pada saat Nabi Musa ‘alihi salam meminta Khidir untuk
mengajarkannya ilmu,
ً‫صبْرا‬
َ ‫ك لَ ْن تَ ْستَ ِطي َع َم ِع َي‬َ َّ‫إِن‬
“Khidir menjawab, Sungguh, engkau(musa) tidak akan sanggup sabar
bersamaku” (QS. Al Kahfi: 67).
Nabi Musa, Kaliimullah dengan segenap ketinggian maqomnya di hadapan Allah,
tidak diizinkan untuk mengambil ilmu dari Khidir, sampai akhirnya percakapan berlangsung
dan membuahkan hasil dengan sebuah syarat dari Khidir.
ً‫ك ِم ْنهُ ِذ ْكرا‬ َ ‫فَال تَسْأ َ ْلنِي ع َْن َش ْي ٍء َحتَّى أُحْ ِد‬
َ َ‫ث ل‬
“Khidir berkata, jika engkau mengikuti maka janganlah engkau menanyakanku
tentang sesuatu apapun, sampai aku menerangkannya”  (QS. Al Kahfi:70).
Jangan bertanya sampai diizinkan, itulah syarat Khidir kepada Musa. Maka jika
seorang guru tidak mengizinkannya untuk bertanya maka jangalah bertanya, tunggulah
sampai ia mengizinkan bertanya. Kemudian, doakanlah guru setelah bertanya seperti
ucapan, Barakallahu fiik, atau Jazakallahu khoiron dan lain lain. Banyak dari kalangan salaf
berkata,
ً ‫ما صليت إال ودعيت لوالدي ولمشايخي جميعا‬
“Tidaklah aku mengerjakan sholat kecuali aku pasti mendoakan kedua orang tuaku
dan guru guruku semuanya.”
d.  Adab dalam Mendengarkan Pelajaran
Sudah kita ketahui  kisah Nabi Musa yang berjanji tak mengatakan apa-apa selama
belum diizinkan. Juga para sahabat Rasulullah yang diam pada saat Rasulullah berada di
tengah mereka.
Bahkan di riwayatkan Yahya bin Yahya Al Laitsi tak beranjak dari tempat duduknya
saat para kawannya keluar melihat rombongan gajah yang lewat di tengah pelajaran, yahya
mengetahui tujuannya duduk di sebuah majelis adalah mendengarkan apa yang dibicarakan
gurunya bukan yang lain.
Apa yang akan Yahya bin Yahya katakan jika melihat keadaan para penuntut ilmu
saat ini, jangankan segerombol gajah yang lewat, sedikit suarapun akan dikejar untuk
mengetahuinya seakan tak ada seorang guru di hadapannya, belum lagi yang sibuk berbicara
dengan kawan di sampingnya, atau sibuk dengan gadgetnya.
Ada sebuah cerita tentang Imam Syafi’i, ketika beliau berziarah ke makam Abu
Hanifah, ia datang bersama dengan salah satu murid seniornya Abu Hanifah, bernama Hasan
Asy-Syaibani. Setelah tiba di makam, Hasan Asy-Syaibani mempersilahkan Imam Syafi’i
untuk menjadi imam shalat subuh.
Pada rakaat kedua Imam Syafi’i tidak membaca qunut; padahal dalam mahzabImam
Syafi’i sendiri membaca qunut asalah sunat ab’ad, tetapi beliau meninggalkan membaca
qunut.

10
Setelah selesai shalat, Hasan Syaibani bertanya, “Mengapa Anda tidak membaca
qunut wahai Syafi’i? Bukankah engkau berpendapat bahwa qunut subuh sebuah amalan sunat
yang perlu dibaca?” Aku malu dengan pemilik kuburan ini” Sahut Imam Asy-Syafi’i.

3. Adab terhadap Saudara dan Teman

“Teman-teman karib pada hari itu saling bermusuhan satu sama lain, kecuali mereka yang
bertakwa”. 
Allah swt memerintahkan kepada kita hendaknya pandai- pandai memilih teman
bergaul dalam kehidupan di dunia dimana hidup tak terulang dan hanya sekali,  karena
pengaruh baik dan buruk tergantung dari teman-teman dan sahabatnya, bahkan tidak jarang
kita terbawa dan terpengaruh oleh kebiasaan baik maupun kebiasaan buruk mereka. Memilih
teman yang baik bisa menghasilkan syurga tetapi bergaul dengan yang burukmenyeret kita ke
Neraka.

Lihat sabda Rasulullah:

Artinya: "Dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw bersabda:"Seseorangitu (sangat) tergantung
dengan agama temannya, maka hendaklah seseorang (diantaramu) melihat siapa yang
menjadi temannya."
Dari pembukaan di atas maka adab atau etika bergaul yang benar-benar harus kita
perhatikan adalah sebagai berikut 
1. Memilih teman bergaul dan bersahabat harus dengan orang yang baik akhlaknya
2. Hal ini mempertegas pernyataan Rasulullah saw, bahwa kita harus pandai  memilih
dan memilah teman bergaul untuk kepentingan dunia dan akhirat kita, terkadang adat-
istiadat, budaya dan prilaku seseorang itu saling mempengaruhi.
Abu Said AlKhudri meriwayatkan bahwa Rasulullah saw  bersabda :  "Janganlah kalian
berkawan kecuali dengan seorang mukmin, dan jangan sampai memakan makananmu kecuali
orang yang bertakwa."
Setiap manusia memiliki saudara atapun teman sebaya. teman sebaya ialah teman yang
umurnya sama atau hampir sama dengan umur kita. misalnya teman satu kelasmu,teman
belajar,dan bermain,sebagai teman,kita selalu bergaul, dan bekerja sama.kita saling
bersaudara dengan  teman.oleh karena itu,tali persaudaraan  dengan teman harus dijaga agar
jangan sampai renggang dan putus jangan pula saling bermusuhan dengan teman.Untuk
memelihara hubungan baik dengan teman,perlu diperhatikan adab sopan santun,caranya
sebagai berikut:
1. Ucapkan lah salam atau Assalamu'alaikum jika bertemu dengan saudara ataupun teman
2. Berbuat yang baik dan jujur kepada saudara dan teman
3. Berbicara lemah lembut kepada saudara dan teman
4. Tidak menyakiti dan menyinggung perasaan saudara ataupun teman
5. Memaafkan kesalahan teman
6. Menerima kelebihan dan kekurangan dari teman
7. saling menghargai dan menghormati

11
8. Saling tolong-menolong dan membantu dalam kebaikan dan taqwa
9. Tidak sombong sesama teman,
10. tidak kikir sesama teman
11. Dilarang atau jangan mencari-cari kesalahan, keburukan atau aib orang lain

12

Anda mungkin juga menyukai