Anda di halaman 1dari 25

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tahapan Pembuatan Pulp Secara Umum di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk
Proses pengolahan Pulp merupakan proses dan mekanisme pengolahan pada
setiap perangkat alat sejak batangan kayu Eucyalyptus masuk kedalam Wood Yard
sampai menghasilkan produk Toba Cell Proses produksi di PT. Toba Pulp Lestari
Tbk, dibagi menjadi 6 (enam) bagian, yaitu :
a. Unit Persiapan Kayu (Wood Preparation)
b. Pemasakan (Cooking)
c. Pencucian (Washing)
d. Penyaringan (Screening)
e. Pemutihan (Bleaching)
f. Pembuatan Lembaran Pulp (Pulp Machine)

1. Unit Persiapan Kayu (Wood Preparation)


Wood Preparattion adalah salah satu unit yang sangat berperan dalam
menentukan kelangsungan proses dan kualitas pulp. Proses persiapan kayu dimulai
dari pengambilan kayu dari HTI, penebangan, penumpukan, pemotongan, pengulitan,
penyerpihan dan pengangkutan. Pengambilan kayu dari HTI PT.Toba Pulp Lestari
diambil dari beberapa sector hutan yang berfungsi untuk mencukkupi kebutuhan
produksi pulp, diantaranya sector Aek Nuli, Sektor Huta Raja, sector Tele. Kayu
Eucalyptus dan Acasia yang telah berumur 6-8 tahun dengan diameter maksimal 70
cm, dan minimal 10 cm serta panjang 5,5 m ditebang dan diambil dari HTI. Kayu
tersebut dibawa ke Tempat Penyimpanan Kayu (TPK) disebut juga Wood Yard.
Kayu yang mempunyai panjang lebih dari 5,5 m perlu pemotongan dengan mesin
gergaji tangan (chainsaw). Sebelum memasuki unit penyerpihan kayu, kayu dikuliti
dalam Debarking Drum.
Gambar 3. Tahapan Debarking Drum

Debarking Drum berputar mengkibatkan kayu akan saling bertumbukan atau


bergesekan, sehingga kulit akan terkelupas. Debarking Drum dilengkapi dengan
celah-celah pembuangan kulit kayu yang akan dihubungkan dengan conveyor
sebagai bahan bakar. Selanjutnya kayu yang telah dikuliti, dicuci untuk
menghilangkan pasir dan kulit kayu yang sisa yang masih terikut pada kayu dalam
Washing System. Kayu dicuci dengan cara penyemprotan air melalui infeed belt
conveyor, sebelum memasuki unit penyerpihan gelondongan kayu dideteksi oleh
metal detector. Medal detector akan mendeteksi logam yang terikut dengan kayu
agar tidak masuk kedalam unit penyerpihan. Lalu gelondongan kayu di bawa ke disc
chipper. Disc chipper merupakan bagian unit proses penyerpihan kayu (chipper
machine). Dalam Disc Chipper gelondongan kayu dipotong dan dicincang
membentuk chip kemudian dilakukan penyeleksian dalam chip screening system.
Chip yang berukuran standar yaitu panjang ± 25 mm, tebal ± 5 mm dan lebar ± 8 mm
akan dialirkan melalui chip conveyor menuju chip stoker sedangkan chip yang tidak
sesuai ukurannya akan dikembalikan ke disc chipper.
2. Pemasakan (Cooking)
Digester adalah pemasak chip atau serpihan kayu yang berbentuk silinder
yang di las, disusun tegak dan mempunyai volume 200 m 3 dan tinggi 18,67 m.
Digester dirancang utuk bekerja pada tekanan 6,5-7,5 kg/cm3 dengan suhu 1650C-
1700C dan lamanya proses pemasakan yang dimulai dari pengisian chip sampai
selesai pesakan sekitar 4-5 jam. Pada proses digester terdapat dua saringan yang
terletak di bagian atas dan tengah digester. Saringan yang terletak di bagian atas
digester di sebut (Relief Strainer) dan yang terletak ditengah (Middle Strainer).
Fungsi dari strainer tersebut adalah untuk melindungi supaya serat-serat kayu yang
sedang dimasak tidak keluar dari digester pada waktu mensirkulasi cairan pemasak
dan pada waktu membuang gas yang ada di digester. Pemasakan dilakukan pada 14
buah tabung digester yang digunakan untuk memprosuksi pulp dan 1 buah bejana
pemasak dimanfaatkan untuk menyerap panas yang dihasilkan proses pemasakan
kayu berlangsung.
Serpihan kayu (Chip) diangkut dari tempat penyimpanan ke digester dengan
menggunakan belt conveyor yang panjangnya 24 m. Selama proses pengisian, chip
dialirkan uap (steam) bertekanan rendah dengan tujuan agar terjadi gerak turbulance
yang dapat menyamaratakan chip dan digester sehingga tercapai kapasitas optimum.
Pemasakan dilakukan dengan memasukkan sistem kedalam digester dengan tujuan
menaikkan temperature pemasakan chip dalam digester. Steam ditambah melalui
bagian luar digester dengan Low Presure System (LPS). Pemasakan optimum yang
dilakukan setelah tekanan medium dengan temperature 1100C selama 30 menit. Pada
saat pre steaming akan dihasilkan gas penting melalui relief gas kondensor yang
terletak di areal digester. Produksi gas terpenting kira-kira 0,15 m 3, dan gas yang
tidak terkondensasi dibuang keudara.
Didalam digester, chip dimasak menggunakan White Liquor dengan
komposisi NaOH, Na2Co3 dan Na2S berfungsi untuk menguraikan selulosa dan
melepeskan liquor yang terdapat didalah kayu/chip. Chip yang sudah masak berubah
menjadi pulp yang masih berwarna coklat yang disebut brownstock, dan cairan
pemasak berubah menjadi black liquor. Setelah proses pemasakan selesai, bubur pulp
dari digester yang masih bercampur dengan black liguor masuk ke blow tank
sekaligus berfungsi sebagai tangki penyimpanan sementara. Campuran pulp dan
black liquor dari blow tank dimasukkan ke dalam knotler untuk memisahkan mata
kayu (knot) yang belum dimasak, selanjutnya dimasukkan ke digester bersama
serpihan kayu (chip) baru untuk proses pemasakan kembali.
3. Pencucian (Washing)
Setelah proses pemasakan selesai, tahap selanjutnya adalah pencucian pulp
dan black liquor untuk memisahkan black liquor dari pulp. Pencucian secara efisien
sangat penting dilakukan untuk memastikan kebutuhan maksimal zat kimia dalam
proses pulping dan mengurangi jumlah limbah organic yang terbawa oleh pulp.
Pencucian pulp dilakukan mengikuti masing-masing proses untuk menghilangkan
materi yang tidak diingankan dalam pulp. Hasil samping berupa black liquor, debu,
lignin dan pemutih, dihilangkan setelah setiap tahap proses selesai. Proses ini dimulai
dengan memompakan bubur kayu dengan kosistensi 12% dari blow tank menuju
pressure knotter. Dimana pengenceran dilakukan hingga kosistensi turun menjadi
1,2% yang bertujuan untuk menghomogenkan bubur kayu.
Pencucian berlangsung dalam 4 tahapan yang secara garis besar dibagi atas
pencucian I (Washer I-III) dengan menggunakan black liquor dan pencucian II
(Washer IV) dengan menggunakan air panas. Pulp dari washer III dialirkan ke
screening untuk memisahkan pulp yang baik dengan pulp yang direject. Pada tahap
ini terjadi penyaringan terhadap dimana pulp yang akan lolos dialirkan ke washer IV,
sedangkan yang tertahan akan dikembalikan ke tahap sebelumnya. Pada tahap
terakhir pulp yang direject akan dialirkan ke screw press untuk diambil airnya dan
sisanya akan dikembalikan ke digester. Aliran air pencuci berlawanan dengan aliran
pulp (counter current). Black liquor yang sudah dipisahkan dari pulp dikirim ke unit
evaporator untuk dipekatkan, selanjutnya dibakar di recovery boiler, sedangkan pulp
yang sudah lolos proses pencucian sampai tahap akhir ditampung ditangki
penyimpanan pulp (unbleached storage tank), dimana kondisi pulp masih berwarna
kecoklatan.

4. Penyaringan (Screening)
Setelah washing, bubur pulp yang masuk kedalam unbleached storage tank,
selanjutnya dimasukkan ke unit screening dengan tujuan untuk mendapatkan buur
pulp yang benar-benar besih dan baik. Screener memiliki enam unit yang terdiri dari
3 unit primary screen, 1 unit tertiary screen serta dilengkapi juga dengan vibrating
screen. Pulp dari wash stock masuk ke primary screen pertama. Hasil penyaringan
yaitu accept masuk ke washer ke empat dan reject masuk ke secondary screen
dengan diameter 2 mm. Hasil dari secondary screen masuk ke primary screen dan
buangannya masuk ke tertiary screen, selanjutnya akan masuk ke secondary screen
dan sisanya akan masuk ke vibrating screen. Hasil screening dari virating screen
dikembalikan ke tertiary screen, reject (sisa) dari vibrating screen akan dimasukkan
ke scew press untuk dipisahkan antara serat kasar. Air dari scew press dikembalikan
ke wash stock tank untuk untuk dilution dan sisanya akan diolah lagi di disgester,
pompa digunakan untuk hasil penyaringan bubur pulp yang dibawa ke unbleach
tower sebagai tempat penyimpanan.

5. Pemutihan (Bleaching)
Bleaching merupakan suatu proses untuk memutihkan pulp sehingga pulp
yang dihasilkan menjadi cerah (menaikkan tingkat brightness). Proses pemutihan
bertujuan untuk mengurangi pemakaian bahan kimia (soda lost), didalam tahap
pengentalan, mendapatkan pulp yang cerah, mengurangi kandungan lignin sehingga
diapatkan penurunan target kappa number sebesar 40%-44% dan memperbaiki
kemurnian pulp.
Adapun tahap bleaching dibagi menjadi empat tahap, yaitu :
a. Tahap DO
Bahan kimia yang digunakan adalah ClO 2 (Clorine Dioxide). Keuntungan
dari bahan kimia ini adalah pemakaian bahan kimia sedikit, hasil tinggi, biaya
rendah, kekuatan pulp tinggi, shive sedikit, bringhtness lebih stabil serta BOD
dan COD lebih rendah.
b. Tahap EOP
Tahap ini, bahan kimia yang digunakan berupa peroksida (H2O2), oksigen dan
caustic sodal (NaOH). Temperature pada proses ini adalah 80 0C karena pada
suhu tinggi inilah peroksida (H2O2) bisa bereaksi. Tahap kedua ini merupakan
tahap pemurnian dari tahap khlorinasi.
c. Tahap D1
Tahap ini menggunakan bahan kimia ClO2 (Clirune Dioxide) sehingga proses
degradasi selulosa terhambat. Tujuan tahapan ini untuk menaikkan pulp
viscosity pada hasil akhir.

d. Tahap D2
Pada tahap D1, bubur pulp akan dimasukkan ke tahap Kholorin Dioksida
(D2) dimana temperature di jaga pada suhu 750C dengan waktu pencampuran
4 jam. Bubur pulp yang berada di tank kholorin dioksida dikirim ke khlorin
dioksida washer untuk dicuci dengan air pulp machine.

6. Pembentukan Lembaran Pulp


Pulp Machine adalah proses tahap akhir yang merupakan suatu proses
pembentukan lembaran pulp yang panjang dengan proses pengambilan atau
pengurangan air pada serat pulp dengan se-efisien mungkin tidak merusak lembarab
pulp yang terbentuk (pulp web). Penyimpanan dan pengangkutan dilakukan agar
lebih mudah dimana pasar meminta pulp dalam bentuk lembaran dengan kadar air
kurang dari 10%. Pulp machine dirancang dengan fungsi utamanya memisahkan air
dari buburan pulp dengan cara sangat efisien tanpa merusak structure serat, berat
dasar dan formasi pulp yang dihasilkan memiliki kekuatan lembaran yang
maksimum. Pulp machine merupakan tahap akhir dari proses produksi pulp yang
memiliki kepentingan sendiri. Setiap menit kehilangan waktu produksi
menggambarkan kehilangan penghasilan, karena itu kemampuan operasi dalam
bagian ini sangat diperlukan untuk menurunkan down time seminimal mungkin.
Terdapat enam tahapan dalam proses pulp machine, yaitu :
a. Tahapan Penyaringan Pulp (Wire Pulp)
Pulp yang telah di encerkan kemudian disaring untuk memisahkan air dari
pulp dan dipompakan ke cleaner untuk disaring kembali dan memisahkan
pulp dari kotoran-kotoran dan menghasilkan pulp basah
b. Tahap Pengeringan Awal
Pada tahap ini digunakan mesin pengalihan air (Dewatering Machine) yang
digunakan untuk pembentukan pertama lembaran pulp basah.
c. Tahap Pengepresan (Press Part)
Tahap ini bertujuan untuk mengeluarkan air dari lembaran pulp basah dengan
cara pengepresan. Tahap pengepresan ii sendiri terbagi menjadi 3 yaitu, first
press, second press, dan third press. Pada bagian ini dilakukan pembersihan
terus menerus secara vakum dan high pressure shower secara periodeik
dibantu dengan bahan pembersih felt cleaner.
d. Tahap Pengeringan Akhir (Dryer)
Setelah melalui press, air yang terkandung dalam pulp masih terdapat 50%
lembaran pulp dikeringkan dengan menghembuskan udara panas yang
bersirkulasi sehingga menjadi panas kedalam Flakt Dryer.
e. Tahap Pemotongan dan Pengemasan (Cutter and Packaging)
Lembaran pulp yang telah dikeringkan dibawa ke cutter dan dipotong
menjadi tujuh dengan ukuran 600mm x 800mm x 100mm, kemudian
ditimbang lalu dipadatkan dengan system hydraulic pump.
f. Baling
Pada tahap ini lakukan pengikatan dan pengekapan lembaran lembaran pulp
dan siap untuk dikirm kegudang bahan jadi pulp.

7. Unit Pendukung
a. Water Treatment Plant
Sumber air yang keseluruhan parik diambil dari sungai asahan melalui
suatu terusan/kanal yang dirancang dapat mengalirkan air sebanyak 2000 m3/jam.
Air sunagai yang diambil dari sungai asahan dipompa masuk ke rapid mixing
basin untuk dilakukan penambahan polimer, hypo, caustic, dan alum
Air yang telah ditambah bahan-bahan kimia tersebut kemudian masuk ketempat
bagian ke 4 slow speed mixing yang masing-masing dilengkapi SPM (Slow
Speed Mixing) yang bekerja secara seri untuk tujuan pengendapan secara kimia
dan proses penggumpalan. Air selanjutnya masuk ketempat settling basin,
mengalir kesaluran dimana sebagian air masuk ketangki penampungan clarified
water dan sebagian lagi dilewatkan melalui 16 gravity filter dan selanjutnya ke
tangka penampungan filter water. Air-air tersebut digunakan untuk berbagai
proses pada mill serta untuk membuat air demin atau air bebas mineral yang
diproses di chemical plant. Adapun dari proses water treatment plant, adalah
sebagai berikut :

- Water Intake System


Air dari sungai Asahan dialirkan melalui terusan ketempat berupa sumur
yang disebut pump house.
- River Water Pump and Pipe Lines
Air dari sumur pengambilandipompakan ke unit pengolahan air.
- Gravity Filter
Air dijernihkan dalam gravity filter dengan pasir sebgai media penyaringan.
b. Energy Cycle
Heavy Black Liquor (HBL) merupakan limbah cairan kimia pemutih yang
diproses dengan evaporator dan consentrator hingga solid mencapai 65%-67%
dan siap untuk dibakar di tungku bakar (furnance) pada recovery boiler. HBL
mengandung potensi energy sebesar 1300 Kj/kg solid. Selain itu pembakaran
padat (kulit kayu, fines, serbuk, dan sludge) dan biomasssa lainnya seperti
cangkang sawit, tongkol jagung dan gambut diolah menjadi bahan bakar di Multi
Fuel Boiler (MFB). Setelah melalui proses pembakaran di hasilkan High Pressure
System (HPS) dengan energy sebesar 3.300 kj/kg steam. Energy yang dihasilkan
selanjutnya digunakan untuk memutar dua turbin generator dengan kapasitas
daya listrik masing-masing sebesar 53,8 Megawatt dan 32 Megawatt. Setelah
system steam digunakan untuk memutar turbin maka tekanan dan suhunya turun
dan dikeluarkan sebagai Low Pressure Steam (LPS) dan Medium Pressure Steam
(MPS) dan selanjutnya dipakai untuk proses produksi lainnya.
- Multi Fuel Boiler
MFB merupakan ketel uap yang berjenis pipa air dengan kapasitas
uap yang dihasilkan adalah 200 ton/hari pada tekanan 65 kg/cm 2 sedangkan
sistem yang dihasilkan berada pada temperature 4800C. Ketel uap atau boiler
ini menggunakan berbagai macam bahan baku untuk menghasilkan uap yang
terdiri dari kulit kayu, fines (chip yang terlalu kecil), minyak dan cangkang
sawit. Steam yang dihasilkan dari MFB ini akan digunakan sebagai
pembangkit listrik dan proses lain di pabrik. Dimana pembakaran dilakukan
pada furnance dengan melalui proses pindah panas oleh gas nyala pada pipa
air disepanjang sisi dapur pembakaran pada temperature 700 0C-9000C. Uap
yang dihasilkan melalui pembakaran tersebut akan digunakan untuk
menggerakkan turbin untuk pembangkit listrik di mill dan komplek
perumahan.
- Recovery Boiler
Recovery Boiler merupakan boiler yang memiliki tujuan utama
mendaur ulang bahan-bahan kimia yang digunakan sebagai proses pemasakan
chip. Bahan bakar yang digunkan pada boiler ini adalah black liquor dan
minyak pada saat stat up. Black liquor dengan dengan total 70% dari
evaporator akan di semprot kedalam furnance yang sebelumnya dipanaskan
dengan steam melalui heater, lalu ditransfer ke pipa-pipa air sehingga
dihasilkan uap yang bertemperaut 4800C pada tekanan 65 kg/cm3. Bahan
organic dari liquor yang tidak ikut terbakar akan menjadi lelehan yang berada
dibawah furnance dan kemudian akan keluar melalui smelt spout masuk ke
dissolving tank yang akan dicampur dengan weak wash untuk menjadi green
liquor dan dikirim ke recausticizing plant untuk diolah menjadi white liguor.
Ketika black liquor dibakar, bahan kimia yang terkandung adalah salt cake
(Na2SO4) serta beberapa garam lain yang terbawa keluar dari furnance
bersama flue gas. Salt cake akan terkumpul dalam hopper pada bagian bawah
boiler dan dikembalikan ke liquor system dengan menggunakan drag chain
conveyor.

B. Pengenalan ElectroStatic Precipitator  (ESP)

Elektrostatik merupakan salah satu cabang ilmu fisika yang mempelajari


tentang medan listrik statik. Elektrostatik diaplikasikan dalam dunia industri, salah
satunya yaitu PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap), dengan menggunakan alat
yang sering disebut Electrostatic Precipitator (ESP/EP).
ElectroStatic Precipitator (ESP) adalah salah satu alternatif penangkap
debu dengan effisiensi tinggi (diatas 90%) dan rentang partikel yang didapat
cukup besar. Dengan menggunakan electrostatic precipitator  (ESP) ini, jumlah
limbah debu yang keluar dari cerobong diharapkan hanya sekitar 0,16% (dimana
efektifitas penangkapan debu mencapai 99,84%).

A. Fungsi dan Efisiensi Electrostatic Precipitator

Electrostatic Precipitator (ESP) berfungsi untuk menangkap abu yang


terdapat pada gas buang hasil pembakaran bahan bakar (batubara) pada sebuah
industri. ESP didesain memiliki empat ruang sehingga proses penangkapan debu
sebanyak empat kali dengan tingkat efisiensi masing–masing penangkapan sebesar
80%. Hal ini bertujuan supaya tingkat efisiensi ESP mencapai 99.84%. Sehingga
limbah debu yang keluar dari cerobong hanya sekitar 0.16%. Efisiensi penangkapan
abu oleh ESP tidak hanya bergantung pada desain tetapi juga dipengaruhi oleh
kecepatan aliran/debit gas buang, suhu gas buang dan jumlah partikel abu pada gas
buang.

B. Komponen Eletrosatic Precipitator


a. Discharge Electrode/Electrode Wire
Di dalam Electrostatic Precipitator terdapat dua jenis elektroda, yaitu
discharge electrode yang bermuatan negatif (-) dan collector plate
electrode yang bermuatan positif (+). Discharge Electrode berfungsi
untuk mengionisasi partikel debu sehingga partikel debu bermuatan
negatif.
b. Collecting Plate
Colecting plate berfungsi untuk menangkap partikel abu yang bermuatan
negatif. Colecting plate terbuat dari pelat baja dan dipasang sejajar.
c. Rapper
Rapper berfungsi menjatuhkan debu yang sudah menempel pada
Collecting plate dengan cara memberikan getaran atau dipukul/diketuk.
Rapper diagi menjadi dua bagian yaitu :
 Collecting Rapper
Collecting Rapper berfungsi untuk memukul Collecting Plate secara
periodik agar abu yang sudah menempel pada Collecting Plate jatuh
ke Hopper.
 Discharge Rapper
Discharge Rapper berfungsi untuk memukul Electroda Wire secara
periodik agar abu yang menempel pada Electroda Wire jatuh ke
Hopper.

Apabila Collecting Plate dan Electroda Wire bersih maka


proses penangkapan abu di dalam ESP akan lebih baik. Supaya bisa
bekerja masing–masing Rapper digerakkan oleh motor.

d. Hopper
Hopper berfungsi sebagai penampung abu yang jatuh dari Collecting
Plate dan Emiting Wire. Masing-masing unit ESP mempunyai 16 ruang
Hopper. Ukuran serta kemiringan Hopper dirancang secara khusus dan
disesuaikan dengan debit gas buang yang masuk ke dalam ESP.
e. Transformer Rectifier
Transformer Rectifier merupakan peralatan utama ESP yang berfungsi
untuk memasok daya sehinga ESP bisa bekerja. Tegangan input 0 – 380
volt dan tegangan output 0 – 70 kV. Transformer dan Rectifier diletakan
dalam satu tanki dan direndam di dalam minyak pendingin trafo, sehingga
dinamakan Transformer Rectifier. Satu unit ESP mempunyai 16 buah
transformator rectifier, masing-masing transformator rectifier bekerja
untuk satu field. Sistem pasokan daya memiliki empat komponen dasar
yaitu :
 Sistem kontrol tegangan otomatis
Fungsi utama dari sistem kontrol tegangan adalah untuk mengatur dan
memberikan tenaga listrik sesuai sesuai dengan kebutuhan
electrostatic precipitator. Sistem kontrol akan memonitor tegangan
primer dan sekunder serta arus sirkuit. Sistem kontrol juga berfungsi
untuk melindungi komponen-komponen pada sistem. Transformer
Rectifier dapat rusak oleh arus dan tegangan yang berlebihan.
 Transformator Step-up
Transformator Step-up berfungsi untuk menaikkan tegangan dari 380
V menjadi 70 kV.
 Penyearah tegangan tinggi
Penyearah tegangan tinggi berfungsi untuk merubah masukan AC
menjadi output DC.
 Perangkat Sensor
Perangkat sensor berfungsi untuk mendeteksi gangguan dan
memberikan sinyal supaya sistem kontrol memutus pasokan daya bila
terjadi gangguan.

f. Sistem Distribusi Gas


Untuk mendapatkan effsiensi EP yang optimal Gas Distribution System
mempunyai peranan yang sangat penting yaitu untuk mendistribusikan
gas buang ke seluruh area elektroda ESP. Gas distribution system terdiri
dari plat-plat baja yang tersusun sedemikian rupa searah dengan aliran gas
buang, sehingga gas buang dapat tersebar ke seluruh field area secara
merata.
C. Alat Bantu Electrostatic Precipitator
Supaya ESP bisa beroperasi dengan baik, ESP bekerja sama dengan
beberapa alat bantu yang disebut fly ash system

a. Transporter / Transmitter
Transporter/Transmitter berfungsi sebagai pemindah abu hasil tangkapan
ESP. Abu yang sudah terkumpul di dalam Hopper akan dipindah oleh
Transmitter ke Silo. Prinsip kerja Transporter adalah menampung dan
memindahkan abu yang berasal dari ESP Hopper ke Silo setelah Tabung
penuh. Pada saat kondisi pengisian, maka :Vent Valve terbuka, Ash Inlet
Valve terbuka, Air Inlet Valve dan Ash Outlet Valve tetap posisi tertutup.
Setelah Tabung terisi abu maka Ash Inlet Valve dan Vent Valve akan
tertutup.
Sedangkan pada saat kondisi transporting, maka :Ash Outlet Valve dan
Air inlet Valve akan terbuka. Tekanan di Tabung transporter akan naik
sampai +/- 2,5 kg/cm2 dan akan turun mendekati tekanan 0 kg/cm2 dalam
rentang waktu +/- 6 menit. Setelah tekanan Tabung Transporter
mendekati 0 (0,5 kg/cm2), Air Inlet Valve dan Ash Outlet Valve akan
tertutup. Kondisi ini akan terus berulang secara periodik. Bagian-bagian
utama dari Transporter/Transmitter adalah :
 Tabung Transporter
Tabung transporter berada tepat di bawah ESP Hopper yang
berfungsi sebagai penampung abu yang berasal dari ESP Hopper
yang selanjutnya akan dipindahkan ke Silo. Di dalam Tabung
Transporter terdapat membran sebagai pemisah antara abu dan
udara transporting. Tabung Transporter yang berada pada barisan
depan biasanya berukuran lebih besar dari pada tabung yang
berada pada barisan belakang, karena abu hasil tangkapan EP pada
bagian depan lebih banyak dari bagian belakang. Tabung
Transporter juga dilengkapi dengan Main Hole dan Safety Valve.
 Ash Inlet Valve
Ash inlet valve adalah katup yang berfungsi untuk membuka dan
menutup aliran abu yang datang dari ESP Hopper.
 Ash Outlet Valve
Ash outlet valve adalah katup yang berfungsi untuk membuka dan
menutup aliran abu yang keluar dari tabung. Tipe valve yang
digunakan adalah ball valve.
 Vent Valve
Vent valve adalah katup yang berfungsi untuk membuka dan
menutup pipa (line venting) agar abu dari ESP Hopper mudah
mengalir/turun ke tabung Transporter. Line Venting diarahkan ke
bagian atas ESP Hopper yang mempunyai tekanan negative.
 Air Inlet valve
Air Inlet valve adalah katup yang berfungsi untuk membuka dan
menutup aliran udara yang berfungsi sebagai media pendorong
abu.
Membran / Aramid Membran berada di dalam tabung transporter
berfungsi sebagai pemisah antara abu dan udara transporting.
 Line Ash Inlet (Down Comer) Line ash inlet merupakan pipa yang
berfungsi sebagai jalur mengalirnya abu masuk ke Tabung
Transporter dari EP Hopper line ash inlet merupakan pipa yang
berfungsi sebagai jalur mengalirnya abu masuk ke Tabung
Transporter dari EP Hopper.
 Emergency Valve
Emergency valve adalah katup yang berfungsi untuk membuka
dan menutup aliran abu yang akan dikeluarkan melalui line
emergency, jika transporter mengalami gangguan sehingga tidak
bisa beroperasi. Abu dialirkan melalui saluran emergency dan
diarahkan ke vacuum truck.
 Main Valve (Isolating Valve)
Main valve adalah katup yang berfungsi untuk membuka dan
menutup aliran abu yang keluar dari EP Hopper. Pada keadaan
normal operasi valve ini selalu dalam keadaan terbuka. Penutupan
valve dilakukan bila akan ada perbaikan pada Tabung transporter.
 Silo adalah penampung abu yang berasal dari
transporter/transmitter. Dari Silo abu akan dipindahkan/dibuang
ke pembuangan akhir melalui conveyor/truck capsul yang tertutup
ke ash valley. Silo dilengkapi bag filter, blower/fan, dust
conditioning dan juga dilengkapi perlengkapan untuk melayani
dry unloading system
b. Dust Conditioning / Mixer dan Conveyor
Dust conditioning/mixer dan conveyor adalah peralatan fly ash system
yang berfungsi untuk memindahkan dan menyalurkan abu dari dalam Silo
ke pembuangan akhir. Abu dalam Silo ditiup oleh blower atau fan
sehingga mudah turun/mengalir ke dust conditioning/mixer. Sebelum
dialirkan ke conveyor, abu disemprot dengan air sehingga tidak
menimbulkan polusi pada saat transmisi ke ash valley. Level kelembapan
air untuk spray dikontrol agar abu yang sudah bercampur air tidak lengket
karena abu yang lengket akan menimbulkan masalah di conveyor system,
terutama pada bagian-bagian chute/diverter gate.
c. Compressor dan Dryer
Bagian dari fly ash system yang berfungsi sebagai pensupply udara
transporting adalah compressor dan dryer. Untuk menjaga kecukupan
udara bertekanan pada masing-masing unit biasanya dipasang beberapa
compressor yang dilengkapi dryer dan receiver tank. Udara yang akan
digunakan sebagai media transporting abu dari transporter/transmitter
dikeringkan oleh dryer, sehingga tidak terjadi penggumpalan dalam line
transporter/transmitter. Ada 3 jenis kompresor yang paling umum
digunakan dalam industri, yaitu :
1. Centrifugal

2. Reciprocating

3. Rotary screw

C. Cara Kerja Eletrosatic Precipitator

Prinsip dasar Eletrosatic Precipitator yaitu listrik statis. Gas buang


yangmengandung butiran debu pada awalnya bermuatan netral akan terionisasi
padasaat melewati medan listrik, sehingga partikel debu tersebut menjadi
bermuatannegatif. Medan listrik terbentuk di antara discharge electrode dengan
collectorplate.Partikel debu yang bermuatan negatif akan menempel pada collector
plate.Rapper akan memberikan getaran sehingga debu yang dikumpulkan di
collectorplate akan jatuh secara periodik ke bak penampung (ash hopper),
selanjutnyaakan dipindahkan ke fly ash silo dengan cara dihembuskan.

D. Proses Pembentukan Medan Listrik

Di dalam Eletrosatic Precipitator terdapat dua jenis electroda yang berbeda


muatan, yaitu discharge electrode yang bermuatan negatif (-) dan collector plate
electrode bermuatan positif (+). discharge electrode diberi listrik arus searah (DC)
dengan muatan minus pada level tegangan antara 55 – 75 kV DC, sedangkan
collector plate ditanahkan agar bermuatan positif. Medan listrik akan terbentuk pada
saat discharge electrode diberi arus DC.

E. Pengoperasian dan Penanganan Electrostatic Precipitator


Untuk mengoperasikan ESP, ada presedur yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Pemeriksaan sebelum Start-up
Untuk melakukan pemeriksaan tersebut, kita harus mengikuti beberapa
prosedur kerja, yaitu :
a. Periksa dan pastikan tidak ada orang yang berada di dalam hopper ESP
maupun di sekitar collecting plate.
b. Periksa dan pastikan tidak ada peralatan kerja yang tertinggal di dalam
ESP.
c. Pemeriksaan motor penggetar.
d. Arah putaran motor harus sesuai dengan mekanisme kerja yang
diinginkan.
 Sekering motor harus dalam kondisi siap operasi.
 Level oli motor harus sesuai dengan ukuran standar.
 Posisi palu dan perangkat penggetar harus berada pada posisi yang
benar.
 Pengetesan pengirim sinyal pendeteksi kerusakan.
e. Pemeriksaan hopper.
f. Pemeriksaan semua isolasi.
g. Semua pemanas listrik harus berada dalam kondisi baik, batas bawah dan
batas atas temperatur harus diatur/disesuaikan.
h. Pemeriksaan minyak dan grounding transformator.
i. Tahanan grounding transformator harus < 1Ω.
j. Konfirmasi semua operator ESP dan lepaskan perangkat pembumian yang
digunakan.
k. Pemeriksaan dan pengetesan panel dan perangkat alarm.
l. Mengukuran tegangan pada jaringan listrik.
m. Periksa saluran udara masuk dari ID Fan.
n. Sistem kontrol DCS harus dalam kondisi normal.
 Remote control penyearah trafo, perangkat penggetar, perangkat
pemanas dan sistem penanganan abu hopper harus dalam kondisi
normal.
 Sistem kontrol tegangan tinggi harus dalam keadaan standby.
 Tangki kontrol tegangan rendah harus dalam keadaan standby.
 Sistem kontrol operasi manual dan operasi otomatis harus dalam
kondisi baik.
 Warna dari lampu alarm dan lampu indikasi harus benar.
 Sistem operasi DCS dan menajemen data operasi dalam kondisi
normal.
2. Menghidupkan / Startup ESP
a. Semua instruksi kerja dan langkah-langkah keselamatan kerja sudah
dilaksanakan dengan benar.
b. Mengoperasikan sistem pemanas elektrik selama 24 jam sebelum sistem
dioperasikan.
c. Mulai menjalankan sistem penanganan abu kering dan mengatur supaya
semua perangkat penggetar ESP beroperasi selama 1 jam sebelum gas
buang dari boiler masuk ke ESP.
d. Mengatur waktu kerja semua motor penggetar katoda dan anoda.
e. Setelah seluruh sistem dioperasikan dan oil gun berhenti menyuntikkan
minyak, perangkat tegangan tinggi dioperasikan ketika temperatur saluran
buang boiler > 1200 C.
3. Pemeliharaan Selama Operasi
Supaya ESP bisa beroperasi dalam jangka waktu yang lama dan tingkat
efisiensinya sesuai yang kita harapkan, maka harus dilakukan pemeliharaan
peralatan secara rutin. Operator harus mengamati kondisi peralatan saat
beroperasi dan melakukan pemeriksaan sesuai dengan prosedur berikut :
a. Pemeriksaan arus kerja semua sistem pemanas ruangan. Jika arus rendah
berarti pemanas sudah rusak. Maka perlu dilakukan pemeriksaan sistem
pendeteksi otomatis, kondisi kerja perangkat penggetar dan kesalahan
pada rangkaian listrik lainnya.
b. Pemeriksaan panel kontrol dan sistem alarm.
c. Periksa arus dan tegangan pada sisi primer dan sekunder. Pada sisi primer
arus harus bernilai A dan tegangan harus bernilai V, sedangkan pada sisi
sekunder arus harus bernilai mA dan tegangan harus bernilai kV. Kondisi
ini harus tetap dipertahankan selama operasi.
d. Sistem penanganan abu kering harus beroperasi dengan normal. Operasi
sistem ini bisa dilihat dari DCS /Programmable Logic Control.
e. Pemeriksaan ash hopper. Jika ada kerak abu yang menempel pada ash
hopper maka ash hopper harus dibersihkan. Setelah itu pemeriksaan
katub dan pipa saluran pembuangan abu.
f. Pemeriksaan rapper dan motor rapper secara rutin.
g. Pemeriksaan level silikon minyak trafo. Pemeriksaan ini harus dilakukan
sebulan sekali dan setelah hujan.
h. Pengontrolan beban dan pengoperasian boiler. Apabila terjadi
kerusakan/permasalahan pada rectifier tegangan tinggi dari ESP pada satu
sisi secara bersamaan, sistem tidak dapat di-restart. Maka beban boiler
harus diturunkan.

4. Shutdown ESP
Untuk menghentikan operasi ESP, ada beberapa prosedur yang harus
diikuti yaitu :
a. Memutus saklar rectifier tegangan tinggi setelah boiler dimatikan.
b. Memutus saklar rectifier semua power supplay.
c. Dalam jangka waktu tertentu, biarkan motor rapper dan sistem
penanganan abu kering tetap bekerja sampai ash hopper bersih.
d. Matikan motor rapper dan peralatan tegangan rendah lainnya setelah ash
hopper bersih.
e. Putus saklar power supplay induk.

5. Operasi Otomatis keoperasi Manual


Operasi otomatis akan beralih keoperasi manual apabila :
a. Sistem kerja rapper diluar kendali.
Bila kerja rapper yang sudah diprogram gagal, maka harus dilakukan
program ulang secara manual sesuai dengan program operasi otomatis.
b. Jumlah abu yang berlebihan pada anoda dan katoda.
Abu yang menempel pada anoda dan katoda secara berlebihan akan
mengurangi efisiensi penangkapan abu. Maka perlu dilakukan pengaturan
tegangan dan arus secara manual dari kontrol panel.
c. Sitem pemanas dioperasikan secara manual apabila suhu isolator kurang
dari 1250 C dan pengatur suhu gagal beroperasi.

F. Masalah/Gangguan pada ESP


1. Shutdown karena Gangguan/Kerusakan
2. Jika terjadi kerusakan/gangguan harus segera menghubungi operator dan
memutus/mematikan power supplay. Ada beberapa gangguan/kerusakan
yang sering terjadi yang mengakibatkan operasi ESP berhenti secara
otomatis yaitu :
3. Rangkaian output tegangan tinggi hubung terbuka (open).
4. Jaringan peredaman memiliki suhu yang sangat berlebihan atau bahkan
ada bunga api.
5. Sistem kontrol otomatis memiliki/menunjukkan indikasi melengkung dan
sistem kontrol tidak berfungsi secara efektif.
6. Terjadinya kesalahan/kerusakan yang mengakibatkan pemblokiran abu
pada perangkat ash hopper.
7. Terjadinya hubung singkat pada perangkat ESP. Biasanya hubung singkat
antara anoda dan katoda. Hubung singkat biasanya terjadi karena :
 Adanya emiting wire yang lepas.
 Adanya material lain (besi) yang menempel pada collecting plate dan
emiting wire.
 Collecting plate lepas dari stopper.

8. Transformator rectifier memiliki suhu yang melebihi temperatur alarm


yaitu sekitar 800 C.

9. Kipas pendingin yang dikontrol oleh silikon berhenti dan elemen yang
dikendalikan oleh silikon mengeluarkan panas dan memiliki temperatur
yang lebih.

10. Catu daya unit trip secara otomatis. Dalam kasus ini masih diperbolehkan
melakukan restart. Apabila catu daya masih trip, maka catu daya tidak
boleh dioperasikan lagi.

11. Tungku memiliki beban yang sangat rendah dan injeksi bahan bakar
masih tetap dilakukan, tapi gas buang lebih rendah memiliki suhu
dibandingkan titik embun.

12. Peralatan dan keselamatan pribadi berada dalam kondisi yang berbahaya.

13. Operasi lapangan harus dihentikan apabila terjadi masalah pada alat
bantu. Misalnya, suhu motor berlebihan sehingga mengeluarkan asap atau
api.

Gangguan/Masalah yang Umum terjadi pada ESP


Beberapa gangguan/masalah yang umum terjadi pada ESP yaitu :
1. Saat beroperasi, arus pada sisi sekunder sangat besar sedangkan tegangan
sangat kecil bahkan mendekati dan tidak bisa dinaikkan. Hal ini
desebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
 Adanya benda-benda konduktif asing yang menempel pada elektroda
yang bertegangan tinggi. Untuk mengatasi hal ini maka perlu
dilakukan pembersihan pada elektroda.

 Terjadinya hubung singkat antara anoda dan katoda. Maka kawat


katoda yang rusak harus diganti.

 Isolator dibagian tertentu ada yang pecah akibat penumpukan abu.


Abu harus segera dibuang dan mengganti isolator yag rusak.

2. Tegangan tidak dapat dinaikkan. Ketika tegangan dinaikkan, arus


sekunder sangat tinggi. Berikut ini beberapa penyebab dan solusinya :

 Kinerja isolator sangat buruk atau bisa juga karena temperatur gas
buang lebih rendah dibandingkan titik embunnya. Maka perlu
dilakukan pembersihan dan perbaikan elemen pemanas dan isolator,
jika perlu lakukan penggantian.

 Terjadinya pengendapan abu yang berlebihan pada anoda dan katoda,


sehingga jarak kedua elektroda semakin dekat. Hal yang harus
dilakukan yaitu memeriksa dan menyesuaikan ruangan heteropolar.

 Pengelasan segel pintu akses yang kurang bagus shingga udara dingin
masuk. Solusinyayaitu melakukan perbaikan dan pengelasan.

 Distribusi udara yang tidak merata yang berpengaruh pada proses


rapping. Solusinya, membuat penyesuaian pendistribusian udara
hingga merata.

 Kinerja isolator antar kutub menurun karena abu pada hopper terlalu
banyak sampai menumpuk didekat katoda. Solusinya yaitu membuka
sistem transmitter abu dan membersihakan hopper.

3. Variabel arus sekunder tidak teratur.


Hal ini disebabkan karena penumpukan abu hingga sampai kebagian
elektroda sehingga mengurangi jarak antar elektroda. Jika jarak antar
elektroda terlalu dekat akan menimbulkan percikan api. Maka abu harus
dibuang secepatnya.Arus sekunder berubah-ubah.Perubahan arus
sekunder terjadi karena ada kawat/emiting yang rusak/patah setelah
proses rapping dan kawat tersebut harus diganti.
4. Tegangan sekunder ada tetapi tidak ada arus sekunder atau nilainya
sangat rendah. Faktor-faktor penyebab yaitu :

 Konsentrasi debu yang berlebihan abu yang menempel pada katoda


dan anoda terlalu banyak.

 Hambatan pembumian terlalu tinggi sedangkan tahanan pada


rangkaian tegangan tinggi terlalu rendah.

 Alat ukur tegangan dan arus pada rangkaian tegangan tinggi rusak.

 Kondisi kontak output tegangan tinggi kurang bagus.

 Kerusakan pada jarum milliammeter.

Solusi untuk mengatasi faktor-faktor penyebab tersebut yaitu :

 Meningkatkan proses penanganan abu untuk menurunkan persentase


abu dalam gas buang dan memperkuat getaran / ketukan rapper.

 Perbaikan atau mengganti sirkuit, kontak output dan milliammeter


yang rusak.

5. Percikan atau bunga api yang berlebihan.


Hal ini bisa terjadi karena adanya kebocoran sehingga udara lembab dari
luar atau uap air dari boiler masuk. Maka harus segera diperbaiki atau
pengelasan pada bagian yang bocor.Efisiensi sistem penanganan abu
rendah. Efisiensi sistem penanganan abu rendah disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu :
 Jarak antara heteropolars terlalu jauh. Maka jarak antara heteropolar
harus diatur ulang.
 Aliran udara yang tidak merata dan panel distribusi diblokir oleh abu.
Langkah untuk mengatasi hal ini yaitu membersihkan abu yang
menempel pada panel distribusi atau mengganti panel distribusi.
 Kebocoran pada saluran udara dan adanya perubahan kondisi kerja
sehingga aliran gas buang dipercepat dengan penurunan suhu,
akhirnya proses ionisasi abu menjadi lemah. Harus dilakukan
perbaikan/pengelasan pada bagian yang bocor.
 Hambatan/tahanan debu terlalu tinggi bahkan menghasilkan korona,
kecepatan debu dialirkan pada elektroda sangat rendah dengan adhesi
yang sangat tinggi sehingga debu sangat sulit jatuh dari collecting
plate pada saat rapping. Kualitas gas buang dan sistem kerja peralatan
harus disesuaikan.
 Tegangan dari power supply tegangan tinggi rendah dan sensitivitas
tegangan sistem kontrol menurun atau gagal, sehingga tegangan
operasionalnya rendah. Langkah untuk mengatasi masalah ini yaitu
memperbaiki atau mengganti peralatan dan mengevaluasi efisiensi
berdasarkan kondisi kerja yang sebenarnya.
 Kesalahan mekanis pada peralatan rapper. Maka peralatan rapper
harus perbaiki atau mengganti palu dengan palu yang lebih berat
sehingga palu bisa diputar fleksibel.
6. Perangkat penanganan abu terkunci/mati karena palu ada yang lepas atau
rantai putus.
7. Kegagalan kerja pada sistem kontrol.
Kegagalan kerja pada sistem kontrol disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu :
 Pasokan daya listrik lebih rendah dari daya kerja yang dibutuhkan.
 Terjadi kerusakan pada penyearah transformator dan isolator
transformator atau hubung singkat pada sistem tegangan tinggi.
 Terjadi kerusakan pada sistem kontrol.
8. Rangkaian sistem kontrol utama tidak bisa bekerja karena terdapat
kerusakan pada saklar, isolasi, kumparan atau kabelnya ada yang terputus.
9. Tidak ada indikasi/sinyal lampu pada panel kontrol ketika peralatan
beroperasi. Kemungkinan terdapat kerusakan pada lampu indikasi atau
sekring.
10. Tidak ada indikasi pada instrumen. Hal ini desebabkan oleh beberapa
faktor yaitu :
 Ada kesalahan di dalam instrumen.
 Tidak ada pemicu keluaran impuls.
 Sekering tidak bekerja dengan baik.
 Elemen sistem kontrol Silicon terbuka.
 Saklar dari voltmeter AC tidak terhubung.
11. Layar kontrol dan instrumen lainnya tidak bekerja sesuai dengan
gelombang sinyal karena adanya gangguan dari luar yang mempengaruhi
sinyal atau terdapat kerusakan pada peralatan pengkonversi sinyal.
12. Pada saat beban naik, indikasi tegangan normal tetapi arus nol. Jika hal
ini terjadi, kemungkinan terdapat kerusakan pada alat ukur atau
sambungan kabel yang kurang bagus. Kerusakan atau hubung singkat
pada kumparan sekunder transformator rectifier.
13. Level minyak trafo lebih rendah dari batas normal sehingga alarm dari
level minyak trafo aktif terus dan mengakibatkan sistem berhenti (trip).

Tindakan Pengamanan Pribadi


ESP merupakan peralatan listrik yang bertegangan tinggi dan Komprehensif
berkonstruksi besar. Maka segala kegiatan kerja maupun instalasi bangunan harus
dirancang seaman mungkin. Berikut pertimbangan yang diambil untuk menjaga
keamanan pribadi :
1. Perancangan tangga dan pintu yang handal serta disediakan tanda -tanda
peringatan tegangan tinggi.
2. Bahan-bahan atau material yang digunakan sesuai dengan standart nasional
dan anti radiasi.
3. Tidak diperbolehkan masuk ke dalam ESP setelah peralatan listrik dinyalakan
dan semua pintu harus dikunci.
4. Pada saat perbaikan, sebelum masuk ke dalam ESP ada beberapa langkah-
langkah yang harus diikuti, yaitu :
 Semua personil yang bekerja harus memakai APD. \
 Setiap motor penggetar harus ditutup atau saklarnya diputus.
 Saklar isolasi tegangan tinggi harus diputus atau tidak ada switching pada
saat operator bekerja.
 Memasang kawat pentanahan, atau mungkin sudah tersedia pada
penggetar anoda. Setelah perbaikan selesai, kawat pembumian harus
diputus.
5. Orang yang tidak berkepentingan tidak diperbolehkan berada disekitar ESP
dalam jangka waktu yang relatif lama.

Anda mungkin juga menyukai