Anda di halaman 1dari 1

Mioma, fibroid dan leiomioma uteri adalah sinonim untuk mendefinisikan tumor padat jinak yang

paling umum dari genitalia perempuan, prevalensinya meningkat sesuai dengan usia, memuncak


pada wanita di usia 40‐an. Insiden yang tepat sulit untuk dihitung, karena penyakit ini terkadang
asimptomatik dan terdiagnosis karena kebetulan. Namun, hingga 50% kejadian yang
asimptomatik memiliki dampak sosial dan ekonomi yang signif ikan dan dapat
mempengaruhi kualitas hidup perempuan[1]. Gejala klinisnya adalah kelainan
menstruasi, anemia, disfungsi kandung kemih, nyeri panggul, dan masalah kesuburan. 
     Data dari literatur dilaporkan bahwa mioma uteri pada kehamilan memiliki risiko lebih tinggi
untuk mengalami keguguran spontan, persalinan prematur, abrupsio plasenta, ketuban pecah
dini, malpresentasi janin, distosia persalinan, persalinan sesar, dan perdarahan postpartu m dan
histerektomi[1,2].

Apakah Kehamilan Mempengaruhi Mioma Uteri?


     Mioma adalah tumor monoclonal yang bersifat jinak dan berasal dari jaringan otot halus
uterus dengan sifat molekul yang dapat diubah, sehingga setiap mioma memiliki tingkat
pertumbuhan intrinsiknya sendiri yang terlepas dari ukuran dan lokalisasinya. Bahkan, pada
wanita yang sama, mioma mungkin menunjukkan tingkat pertumbuhan yang berbeda[3‐5].
     Etiologi yang tepat dari mioma uteri masih belum jelas, meskipun ditandai dengan konsentrasi
yang lebih besar dari reseptor estrogen dan progesteron diban dingkan miometrium yang
berdekatan, peran utama dari hormon ovarium pun telah diterima secara luas. Memang
peningkatan frekuensi dan tingkat keparahan dari mioma uteri disebabkan oleh eksposisi besar
dari hormon steroid (awal menstruasi[6], kehami lan dan perimenopause, wanita dengan
kelebihan berat badan dan obesitas[7,8]) dan mengurangi pertumbuhan saat menopause jelas
menunjukkan ketergantungan estrogen[3,9, 10]. Data yang bertentangan mengenai peran
kontrasepsi oral pada pertumbuhan fibroid kemungkinan terjadi karena kandungannya yang
berbeda dan jenis hormon yang berbeda dalam setiap formu lasi[3].
     Mekanisme genetik dan epigenetik mencerminkan mekanisme misalnya pad a riwayat
keluarga positif mioma uteri dan faktor predisposisi lainnya, seperti metabolisme hormonal
yang berbeda, atau faktor lingkungan, seperti pola makan[11], merupakan hal yang penting
juga[12,13]. Anomali sitogenetik diamati pada sekitar 40% dari mioma uteri[14], termasuk gen
yang terlibat dalam modulasi intraselular, ekstra seluler dan proliferasi[3,15]. Mioma uteri lebih
sering terjadi pada wanita Afrika‐Amerika dibandingkan pada wanita kulit putih dan Asia,
yang menunjukkan adanya perbedaan kadar estrogen serum diantara kedua kelompok  ini [16 &,
17‐19]. Jadi, meskipun diperkirakan sekitar 1,6‐10,7%[20], kejadian pasti mioma uteri
pada kehamilan tidak mudah dihitung, tergan tung tidak hanya kepada semua faktor risiko yang
disebutkan di atas, tetapi juga tergantung pada usia kehamilan yang berbeda. 

Anda mungkin juga menyukai