Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirobilalamin atas rahmat dan ridho dari-NYA sehingga penulis


dapat menyelesaikan paper dengan judul “OTITIS MEDIA AKUT”. Proses
penulisan ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, maka tidak lupa
saya mengucapkan terimakasih kepada :

1. dr. Dewi,sp THT selaku pembimbing dalam melaksanakan Kepaniteraan


Klinik Senior (KKS) SMF Ilmu Kedokteran Penyakit Dalam Rs. Umum Haji
Mina Medan, Sumatera Utara.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan paper ini baik
secara langsung ataupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Medan, Agustus 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR....................... .............................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................iii

Latar Belakang........................................................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................2

2.1 OTITIS MEDIA AKUT...................................................................................... 6


2.3.1 Definisi ...................................................................................................................... 6
2.3.2 Etiologi ...................................................................................................................... 7
2.5 Patofisiologi.............................................................................................................. 8
2.6 Klasifikasi................................................................................................................ 9
2.6 Manifestasi klinis................................................................................................ 9
2.7 Terapi ....................................................................................................................... 10
2.8 Komplikasi ............................................................................................................ 12
2.9 Penatalaksanaan................................................................................................ 12

BAB III LAPORAN KASUS…...................................................................................13

Diskusi Kasus....................................................................................................... ..13

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga


tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel- sel mastoid. Otits media akut
(OMA) dapat terjadi karena beberapa faktor penyebab, seperti sumbatan tuba
eustachius (merupakan penyebab utama dari kejadian otitis media yang
menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu),
ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), dan bakteri (Streptococcus peumoniae,
Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis, dan bakteri piogenik lain, seperti
Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus, E. coli, Pneumococcus
vulgaris).

OMA lebih sering terjadi pada anak oleh karena infeksi saluran nafas atas
sangat sering terjadi pada anak – anak dan bentuk anatomi tuba Eustachii pada
anak lebih pendek, lebar dan agak horisontal letaknya dibanding orang dewasa.
Dengan keadaan itu infeksi mudah menjalar melalui tuba Eustachii.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Definisi

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga


tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel- sel mastoid. Banyak ahli
membuat pembagian dan klasifikasi otitis media. Secara mudah, otitis media
terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing
bentuk golongan otitis media mempunyai bentuk akut dan kronik, yaitu otitis
media akut (OMA) dan otitis media kronik (OMSK).

2.8 Anatomi

Telinga adalah organ pendengaran. Syaraf yang melayani indera ini


adalah syaraf cranial ke delapan atau nervus auditorius. Telinga terdiri dari 3
bagian, yaitu: telinga luar, telinga tengah dan rongga telinga dalam. 1
2.2.1 Telinga Luar
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (pinna) dan kanalis
auditorius eksternus, dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti
cakram yang dinamakan membrana timpani (gendang telinga). Telinga
terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus
melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago,
kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus
membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang
kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus
adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan
dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika
membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya
sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago
dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas
tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada
membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus,
glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut
serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua

4
dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen nampaknya mempunyai
sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit. 2

2.2.2 Telinga Tengah


Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu
malleus, inkus stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh
sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua
jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang
memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki
menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah.
Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi
oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang
agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun
jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari
dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini
dinamakan fistula perilimfe.2
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35
mm, menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii
tertutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika
melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba
berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan
dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.

2.2.4 Telinga Dalam


Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal.
Organ untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis
semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus
koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi.
Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint.
Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak membentuk
sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan
dengan keseimbangan. Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh perubahan
kecepatan dan arah gerakan seseorang.

5
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5
cm dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir
untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin,
namun tidak sem-purna mengisinya,Labirin membranosa terendam dalam
cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan
cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin
membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis,
duktus koklearis, dan organan Corti. 2

2.3 Otitis Media Akut


2.3.1 Definisi
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh
mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel
mastoid.3 Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media
supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing
memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis
media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika.
Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva.
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah
dengan gejala dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan
tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau
sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta
otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan
otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah. Terjadinya efusi telinga
tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak pada
membran timpani atau bulging, mobilitas yang terhad pada membran
timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani, dan otore.
Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau
ringannya suatu penyakit. Penilaian berdasarkan pada pengukuran
temperatur, keluhan orang tua pasien tentang anak yang gelisah
dan menarik telinga atau tugging, serta membran timpani yang
kemerahan dan membengkak atau bulging. Skor OMA adalah
seperti berikut:9
Tabel 2.1. Skor OMA

6
Kemerahan Bengkak pada
Tarik
Skor Suhu (°C) Gelisah pada membran membran timpani
telinga
timpani (bulging)
0 <38,0 Tidak Tidak Tidak ada Tidak ada
ada ada
1 38,0- 38,5 Ringan Ringan Ringan Ringan
2 38,6- 39,0 Sedang Sedang Sedang Sedang
3 >39,0 Berat Berat Berat Berat, termasuk
otore

Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila


didapatkan angka 0 hingga 3, berarti OMA ringan dan bila melebihi
3, berarti OMA berat.

Pembagian OMA lainnya yaitu OMA berat apabila


terdapat otalgia berat atau sedang, suhu lebih atau sama dengan
39°C oral atau 39,5°C rektal. OMA ringan bila nyeri telinga tidak
hebat dan demam kurang dari 39°C oral atau 39,5°C rektal. 9

2.3.2 Etiologi

Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab


utama dari otitis media yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia
mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke
dalam telinga tengah juga akan terganggu. 2

ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan di


sekitarnya (misal : sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi
(misalkan rhinitis alergika). Pada anak-anak, makin sering terserang
ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA).
Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar,
dan letaknya agak horisontal. 2

Bakteri yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab


adalah Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella

7
catarrhalis, dan bakteri piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus,
Staphylococcus aureus, E. coli, Pneumococcus vulgaris. 5

2.4 Patofisiologi

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas (ISPA)
yang disebabkan oleh bakteri, kemudian menyebar ke telinga tengah melewati
tuba eustachius. Ketika bakteri memasuki tuba eustachius maka dapat
menyebabkan infeksi dan terjadi pembengkakan, peradangan pada saluran
tersebut. Proses peradangan yang terjadi pada tuba eustachius menyebabkan
stimulasi kelenjar minyak untuk menghasilkan sekret yang terkumpul di
belakang membran timpani. Jika sekret bertambah banyak maka akan
menyumbat saluran eustachius, sehingga pendengaran dapat terganggu karena
membran timpani dan tulang osikel (maleus, incus, stapes) yang menghubungkan
telinga bagian dalam tidak dapat bergerak bebas. Selain mengalami gangguan
pendengaran, klien juga akan mengalami nyeri pada telinga. 6,7

Otitis media akut (OMA) yang berlangsung selama lebih dari dua bulan
dapat berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila faktor higiene
kurang diperhatikan, terapi yang terlambat, pengobatan tidak adekuat, dan
adanya daya tahan tubuh yang kurang baik.6,7

2.5 Klafisikasi Stadium

Stadium Otitis Media Akut dibagi menjadi : 2

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Terdapat gambaran retraksi/penonjolan membran tympani akibat


tekanan negatif di dalam telinga tengah kadang berwarna normal atau
keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan
otitis media serosa akibat virus atau alergi.

2. Stadium Hiperemis (Presupurasi)

Tampak pembuluh darah yang melebat di membran tympani atau


seluruh membran tympani tampak hiperemis serta edema. Sekret

8
yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga
sukar terlihat.

3. Stadium Supurasi

Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel
ephitel superfisial. Serta terbentuknya eksudat yang purulen di
kavum timpani, menyebabkan membran tympani menonjol (bulging)
ke arah liang telinga luar.

4. Stadium Perforasi

Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika


atau virulensi kuman yang tinggi, maka akan terjadi ruptur membran
tympani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang
telinga luar.

5. Stadium Resolusi

Bila membran tympani tetap utuh, maka keadaan membran tympani


perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi,
maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan
tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi
walaupun tanpa pengobatan.

2.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur
pasien.

a. Stadium Oklusi

· Nyeri dan demam bertambah hebat

· Pada anak : panas tinggi disertai muntah, kejang, dan meningismus

· Pendengaran mulai berkurang

b. Stadium Hiperemi

9
- Nyeri dan rasa penuh dalam telinga karena tertupnya tuba eustachius
yang mengalami hiperemi dan edema

· Demam

· Pendengaran biasanya masih normal

c. Stadium Supurasi

· Keluar sekret dari telinga

· Nyeri berkurang karena terbentuk drainase akibat membran timpani


ruptur

- Demam berkurang

- Gangguan pendengaran bertambah karena terjadi gangguan


mekanisme konduksi udara dalam telinga tengah

d. Stadium Perforasi

- Nyeri tekan pada daerah mastoid, dan akan terasa berat pada malam
hari

e. Stadium Resolusi

- Pendengaran membaik atau kembali normal.

2.7 Terapi
Terapi tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium
awal ditujukan untuk mengobati infeksi-infeksi saluran nafas atas, dengan
pemberian antibiotik dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. 8

Stadium oklusi
Pada stadium ini pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali
tuba Eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk ini
diberikan obat tetes hidung. HCl efedrin 0,5% dalam laruitan fisiologis (anak
usia 12 tahun) atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk yang berumur
di atas 12 tahun dan pada orang dewasa. Disamping itu sumber infeksi harus

10
diobati. Antibiotika diberikan apabila penyebab infeksi adalah kuman, bukan
oleh virus atau alergi.

Stadium Presupurasi
Pada stadium ini antibiotika, obat tetes hidunng dan analgetika perlu
diberikan. Bilamembran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya
dilakukan miringotomi.Antibiotika yang dianjurkan adalah dari golongan
penisilin atau ampisilin. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari.
Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin. Pada anak
ampisilin diberikan dengan dosis 50 – 100 mg/BB/hari, dibagi dalam 4 dosis,
atau eritromisin 40 mg/BB/hari.

Stadium Supurasi
Disamping diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan
miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala –
gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. Pada stadium ini bila
terjadi perforasi sering terlihat adanya sekret berupa purulen dan kadang terlihat
keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah
obat cuci telinga H2O2 selam 3 – 5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya
sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7 – 10 hari.
Stadium Perforasi
Pada stadium ini sering terlihat banyak sekret yang keluar dan kadang
terlihat sekret keluar secara berdenyut. Pengobatan yang dilakukan yaitu Obat
cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat.

Stadium Resolusi
Pada stadium ini jika terjadi resolusi maka membran timpani berangsur
normal kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup.
Tetapi bila tidak terjadi resolusi akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar
melalui perforasi membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena
berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotika
dapat dilanjutkan sampai 3 minggu bila 3 minggu setelah pengobatan sekret
masih tetap banyak, kemungkina telah terjadi mastoiditis.

11
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih
dari 3 minggu,maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Bila
perforasi menetap dan sekret masih tetap keluar lebih dari satu setengah bulan
atau dua bulan maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronik (OMSK).

2.8 Komplikasi
Peradangan telinga tengah (otitis media) yang tidak diberi terapi secara
benar dan adekuat dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengah termasuk ke
otak, namun ini jarang terjadi setelah adanya pemberian antibiotik. 2
1. Mastoiditis
2. Kehilangan pendengaran permanen bila OMA tetap tidak ditangani
3. Keseimbangan tubuh terganggu
4. Meningitis
5. Abses subperiosteal
6. OMSK (Otitis Media Supuratif Kronik)

2.9 Penatalaksanaan Otitis Media Akut


Penatalaksanaan Otitis Media Akut menurut Soepardi& Iskandar (2001: 52- 53)
tergantung pada stadium penyakitnya yaitu:

1. Stadium Oklusi: bertujuan untuk membuka tuba eustachius sehingga


tekanan negatif ditelinga tengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes
hidung HCL efedrin 0,5% dan pemberian antibiotik apabila penyebab
penyakit adalah kuman, bukan virus atau alergi.
2. Stadium Presupurasi: analgetika, antibiotika yang dianjurkan biasanya
golongan ampicillin atau penicilin.

3. Stadium Supurasi: diberikan antibiotika dan obat-obat simptomatik.


Dapat dilakukan miringotomi bila membran menonjol dan masih utuh
untuk mencegah perforasi.

4. Stadium Perforasi: sering terlihat sekret banyak yang keluar dan kadang
terlihat keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatannya

12
adalah obat pencuci telinga H2O2 3% selama 35 hari dan diberikan
antibiotika yang adekuat.

5. Stadium Resolusi: maka membran timpani berangsur normal kembali,


sekret tidak ada lagi da perforasi membran timpani menutup.

13
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama Pasien : Ny. S
Umur : 44 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : JL.KI Merogan lr wijaya rt 37 rw 07 kemang agung,
kertapati kota palembang

3.1. Anamnesis
Keluhan Utama
Keluar cairan putih kekuningan pada telinga kanan

Riwayat Perjalanan Penyakit


Os datang dengan keluhan keluar cairan putih kekuningan pada
telinga kanan sejak 1 minggu yang lalu. Os juga mengeluh bahwa telinga
kanannya terasa nyeri dan penurunan fungsi pendengaran. Keluhan
berupa telinga berdenging dan rasa penuh ditelinga disangkal. Demam
dan batuk pilek tidak ada. Os memiliki sering mengorek telinga dengan
cotton bud. OS pernah berobat ke puskesmas namun keluhan tidak
berkurang. Keluhan ini sudah pernah dirasakan 3 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi (-) DM (-) Asma (-)

3.3. Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg

14
Nadi : 76 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,9C
B. Status Lokalis
Telinga
I. Telinga Luar Kanan Kiri

Regio Retroaurikula

- Abses Tidak ada Tidak ada


- Sikatrik
- Pembengkakan Tidak ada Tidak ada
- Fistula Tidak ada Tidak ada
- Jaringan Granulasi
Regio Zigomatikus Tidak ada Tidak ada

- Kista Brankial Klep Tidak ada Tidak ada


- Fistula
- Lobulus Aksesorius
Aurikula Tidak ada Tidak ada
- Mikrotia Tidak ada Tidak ada
- Efusi Perikondrium
- Keloid Tidak ada Tidak ada
- Nyeri tarik aurikula
- Nyeri tekan tragus
Meatus Akustikus Eksternus Tidak ada Tidak ada

- Lapang/sempit Tidak ada Tidak ada


- Odeme
- Hiperemis Tidak ada Tidak ada
- Pembengkakan Tidak ada Tidak ada
- Erosi
- Krusta Tidak ada Tidak ada
- sekret
(serous/seromukous/mukopus/pus)
- Perdarahan Lapang Lapang
- Bekuan darah
- Cerumen plug Tidak ada Tidak ada
- Epithelial plug
Tidak ada Tidak ada
- Jaringan Granulasi
- Debris Tidak ada Tidak ada
- Benda asing
- Sagging

15
- Exostosis Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

II. Membran timpani

- Warna Putih Putih


(putih/suram/hiperemis/hematoma)
- Bentuk (oval/bulat)
- Reflek cahaya Bulat Bulat
- Retraksi
- Bulging Tidak ada Ada
- Bulla
Tidak ada Tidak ada
- Rupture
- Perforasi Tidak ada Tidak ada
(sentral/perifer/marginal/attic)
- Pulsasi Tidak ada Tidak ada
- Sekret
Tidak ada Tidak ada
(serous/seromukous/mukopus/pus)
(kecil/besar/subtotal/total) Marginal Tidak ada

- Tulang pendengaran Ada Tidak ada


- Kolesteatoma
- Polip
- Jaringan granulasi

16
Serous Tidak ada

T.A.K T.A.K

Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

Gambar Membran Timpani


Kanan Kiri

III. Tes khusus Kanan Kiri

1. Tes garpu tala


Tes Rinne
Tes Weber + +
Tes Scwabach Sama Kuat Sama Kuat

Memendek Sama dengan


pemeriksa

2. Tes Audiometri Tidak di lakukan Tidak di lakukan


pemeriksaan pemeriksaan

3. Tes Fungsi Tuba Kanan Kiri

- Tes Valsava Tidak di lakukan Tidak dilakukan


- Tes Toynbee
Tidak di lakukan Tidak di lakukan

17
4. Tes Kalori Kanan Kiri

- Tes Kobrak Tidak di lakukan Tidak di lakukan

Hidung
I. Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri

- Tes aliran udara T.A.K T.A.K


- Tes penciuman
Teh Tidak di lakukan Tidak di
Kopi lakukan
Tembakau

II. Hidung luar Kanan Kiri

- Dosum nasi t.a.k t.a.k


- Akar hidung
- Puncak hidung t.a.k t.a.k
- Sisi hidung t.a.k t.a.k
- Ala nasi
- Deformitas t.a.k t.a.k
- Hematoma
t.a.k t.a.k
- Pembengkakan
- Krepitasi Tidak ada Tidak ada
- Hiperemis
- Erosi kulit Tidak ada Tidak ada
- Vulnus
Tidak ada Tidak ada
- Ulkus
- Tumor Tidak ada Tidak ada
- Duktus nasolakrimalis
(Tersumat/tidak tersumbat) Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

Tidak Tidak

III. Hidung Dalam Kanan Kiri

1. Rinoskopi Anterior

18
a. Vestibulum nasi

- Sikatrik Tidak ada Tidak ada

- Stenosis Tidak ada Tidak ada

- Atresia Tidak ada Tidak ada

- Furunkel Tidak ada Tidak ada

- Krustas Tidak ada Tidak ada

- Sekret Tidak ada Tidak ada


(serous/seromukus/mukopus/pus)

b. Kolumela

- Utuh/tidak utuh
(-) (-)
- Sikatrik
Tidak ada Tidak ada
- Ulkus
Tidak ada Tidak ada
c. Cavum nasi

- Luasnya (lapang/cukup/sempit)
Lapang
- Sekret
(serous/seromukus/mukopus/ Tidak ada Lapang

Pus) Tidak ada

- Krusta
- Bekuan darah Tidak ada
- Perdarahan
- Benda asing Tidak ada Tidak ada
- Rinolit
Tidak ada Tidak ada
- Polip
- Tumor Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada


d. Konka Inferior
Tidak ada Tidak ada
- Mukosa
(erutropi/hipertrofi/atropi) Tidak ada Tidak ada

(basah/kering) Tidak ada

( licin/tak licin)

- Warna (merah

19
muda/hiperemis/pucat/livide) Eutropi
- Tumor
e. Konka media Basah Eutropi
- Mukosa Basah
(erutropi/hipertropi/atropi)
( basah/kering)
(licin/tak licin)\
Licin
- Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide) Merah muda
- Tumor
f. Konka Superior Tidak ada Licin
- Mukosa
Merah muda
(erutropi/hipertropi/atropi)
( basah/kering) Eutropi Tidak ada
(licin/tak licin)\
- Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide) Kering Eutropi
- Tumor
g. Meatus medius

- lapang/sempit Merah Muda

- Sekret Kering
(serous/seromukus/mukopus/
Tidak ada
Pus )
Merah muda
-Polip
Eutropi
-Tumor
Tidak ada
h. Meatus inferior
Kering
- lapang/sempit
Eutropi
- Sekret
(serous/seromukus/mukopus/ Merah muda
Pus ) Kering
- Polip Tidak ada
- Tumor
i. Septum nasi

- Mukosa Lapang Merah muda


(erutropi/hipertropi/atropi)
Tidak ada
( basah/kering)

20
(licin/tak licin)\ Tidak ada
- Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide)
- Tumor Tidak ada
- Deviasi ( ringan/sedang/berat)
(kanan/kiri) Tidak ada Lapang
(Superior/inferior)
Tidak ada
(Anterior/Posterior)
(bentuk C/bentuk S) Lapang
- Krista
- Spina Tidak ada
- Abses
Tidak ada
- Hematoma
- Perforasi Tidak ada
- Erosi Septum Anterior
Tidak ada

Tidak ada Lapang

Tidak ada

Eutropi

Tidak ada

Merah muda Tidak ada

Tidak ada Eutropi

Tidak ada

Merah muda

Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

21
Tidak ada Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Gambar Dinding Lateral Hidung Dalam

Gambar Hidung Dalam Potongan Frontal

22
2. Rinoskopi Posterior Kanan Kiri
- Postnasal drip Tidak di periksa Tidak di periksa
- Mukosa (licin/tak licin) Tidak di periksa Tidak di periksa
(merah
muda/hiperemis)
- Adenoid Tidak di periksa Tidak di periksa
- Tumor
- Koana (sempit/lapang) Tidak di periksa Tidak di periksa
- Fossa Russenmullery
(tumor/tidak) Tidak di periksa Tidak di periksa
- Torus tobarius (licin/tak licin)
- Muara tuba (tertutup/terbuka) Tidak di periksa Tidak di periksa
(secret/tuba)

23
Gambaran Hidung Bagian Posterior

IV. Pemeriksaan Sinus Paranasal Kanan Kiri


- Nyeri tekan/ketok
- Infraorbitalis Tidak ada Tidak ada
- Frontalis
- Kantus medialis Tidak ada Tidak ada
- Pembengkakan
- Transluminasi Tidak ada Tidak ada
- Region infraorbitalis
- Region palatum durum Tidak di periksa Tidak di periksa

Tenggorok

I. Rongga Mulut Kanan Kiri


- Lidah t.a.k t.a.k
( hiperemis/edema/ulkus/fissure
( mikroglosia/makroglosia)
( leukoplakia/gumma)
( papiloma/kista/ulkus)
- Gusi (hiperemis/edema/ulkus) t.a.k t.a.k
- Bukal (hiperemis/edema) t.a.k t.a.k
(vesikel/ulkus/mukolel)
- Palatum durum t.a.k t.a.k
(utuh/terbelah/pistel)
(hiperemis/ulkus)

(pembengkakan/abses/tumor)
(rata/tonus palatinus)
- Kelenjar ludah t.a.k t.a.k

24
(pembengkakan/litiasisi)
(striktur/ranula)
- Gigi –geligi t.a.k t.a.k
(mikrodontia/makrodontia)

(anadontia/supernumeri)
(kalkulus/karies)

II. Faring Kanan Kiri


- Pallatum molle t.a.k t.a.k
(hiperemis/edema/asimetris/ulkus)
- Uvula (edema/asimetris/bifida/elongating) t.a.k t.a.k
- Pilar anterior ( hiperemis/edema/perlengketan) t.ak t.a.k
( pembengkakan/ulkus)
- Pilar posterior t.a.k t.a.k
( hiperemis/edema/perlengketan)
(pembengkakan/ulkus) t.a.k t.a.k
- Dinding belakang faring ( hiperemis/edema)
( granuler/ulkus)
( secret/membrane) t.a.k t.a.k
- Lateral band ( menebal/tidak) T1 T1
- Tonsil palatina ( derajat pembesaran)
( permukaan rata/tidak)
( konsistensi kenyal/tidak)
( lekat/tidak)
( kripta lebar/tidak)
( detritus/membrane)
( hiperemis/edema)
( ulkus/tumor)

3.4. Diagnosis Kerja


Otitits Media Akut Stadium Perforasi auricula dextra

3.5. Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa
Mengedukasi pasien agar menghindari tidak mengorek ngorek telinga
2. Medikamentosa
Akilen 3x5 tetes telinga kanan

3.6. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

25
BAB IV
PEMBAHASAN

Otitis Media Akut (OMA) adalah Otitis Media adalah peradangan pada
sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid,
dan sel-sel mastoid. Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah
dengan gejala dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda
klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa
otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi
perforasi membran timpani.

Pada pemeriksaan telinga, terdapat membran tampak perforasi didaerah


marginal. Pasien mengalami Otitis Media akut pada stadium perforasi pada
auricula dextra. Pada stadium perforasi ditandai oleh rupt ur membran timpani
sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari
telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat
pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya
pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.

Hal ini kemungkinan berkaitan dengan telah terjadinya infeksi pada


telinga bagian tengah pada membran timpani ataupun dapat di sebabkan trauma
akibat penggunaan cotton bud, sehingga keluarnya cairan yang kental dan berbau
dari telinga kiri. Pada kasus ini, Otitis media akut yang diderita pasien sudah
mencapai stadium perforasi dengan keluarnya sekret. Hal ini dapat terjadi karena
beberapa faktor seperti imunitas atau daya tahan tubuh pasien rendah,
pengobatan yang dilakukan tidak adekuat atau tidak tuntas misalnya pemberian
obat tidak teratur, tingkat virulensi kuman yang tinggi, adanya infeksi fokal di
hidung dan faring, dan lain-lain.

Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras,
faktor genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, lingkungan merokok,
kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital, status
imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas.

26
Pasien didiagnosis menderita OMA stadium perforasi karena pada
pemeriksaan didapatkan perforasi pada membrane timpani dan keluarnya
mukopus dari telinga kiri.

Pemberian obat tetes telinga H2O2 3% dengan dosis 2-3 tetes diberikan 3-
4x/sehari. Secara oral dapat diberikan antibiotika Ampicilin atau Eritromisin bila
pasien alergi terhadap Penicillin. Jika dicurigai resisten maka diberikan ampicilin
asam klavulanat. Namun cara pemilihan antibiotika yang paling baik ialah
berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi. Pada pasien ini, diberikan
Amoxicilin dari golongan penisilin sirup. Bila sekret telah kering namun
perforasi menetap setelah observasi selama 2 bulan maka sebaiknya dilakukan
miringoplasti atau timpanoplasti dengan tujuan menghentikan infeksi dan
memperbaiki membran timpani yang ruptur sehingga fungsi pendengaran
membaik dan komplikasi tidak terjadi.

27
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil anamnesis di dapatkan Ny.S Keluar cairan putih kekuningan


pada telinga kanan dari hasil pemeriksaan fisik di dapat adanya secret di meatus
austukius ekternus dan pada membram timpani di dapat adanya perforasi pada
marginal. Dapat di simpulkan bahwa pasien Ny.S di diagnosis Otitis Media Akut
Stadium Perforasi.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Gulya AJ. Anatomy of the ear and temporal bone. In: Glasscock III ME,
Gulya AJ, editors. Glasscokc-Shambaugh, surgery of the ear. Fifth edition.
Ontario:BC Decker Inc.,2003.p.44.
2. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah. Dalam: Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi keenam.
Jakarta: FKUI;2007.p.65-9.
3. Healy GB, Rosbe KW. Otitis media and middle ear effusions. In: Snow JB,
Ballenger JJ,eds. Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck surgery.
16th edition. New York: BC Decker;2003. p.249-59.
4. Donaldson JD. Acute Otitis Media. Updated Oct 28, 2011. Available from:
http://www.emedicine.medscape.com. Accessed September 8,2014
5. Titisari H. Prevalensi dan sensitivitas Haemophillus influenza pada otitis
media akut di RSCM dan RSAB Harapan Kita [Tesis]. Jakarta:FKUI;2005.
6. Linsk R, Blackwood A, Cooke J, Harrison V, Lesperance M, Hildebrandt M.
Otitis media. Guidelines for clinical care. UMHS otitis media guidelin May,
2002: 1-12
7. Darrow DH, Dash N, Derkay CS. Otitis media: concepts and controversies.
Curr Opin Otolaryngol Head Neck Surg 2003;11:416-423.
8. Adams GL, Bois LR, Paparella MM. Boies’s Fundamentals of
Otolaryngology. A textbook of era, nose, and throat diseases. Fifth ed.
Philladelphia,London, Toronto. WB Sounders Company, 1989: p.195-215

29

Anda mungkin juga menyukai