DR Dewi THT
DR Dewi THT
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Penulis
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR....................... .............................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................iii
Latar Belakang........................................................................................................................ 1
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
OMA lebih sering terjadi pada anak oleh karena infeksi saluran nafas atas
sangat sering terjadi pada anak – anak dan bentuk anatomi tuba Eustachii pada
anak lebih pendek, lebar dan agak horisontal letaknya dibanding orang dewasa.
Dengan keadaan itu infeksi mudah menjalar melalui tuba Eustachii.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.7 Definisi
2.8 Anatomi
4
dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen nampaknya mempunyai
sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit. 2
5
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5
cm dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir
untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin,
namun tidak sem-purna mengisinya,Labirin membranosa terendam dalam
cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan
cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin
membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis,
duktus koklearis, dan organan Corti. 2
6
Kemerahan Bengkak pada
Tarik
Skor Suhu (°C) Gelisah pada membran membran timpani
telinga
timpani (bulging)
0 <38,0 Tidak Tidak Tidak ada Tidak ada
ada ada
1 38,0- 38,5 Ringan Ringan Ringan Ringan
2 38,6- 39,0 Sedang Sedang Sedang Sedang
3 >39,0 Berat Berat Berat Berat, termasuk
otore
2.3.2 Etiologi
7
catarrhalis, dan bakteri piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus,
Staphylococcus aureus, E. coli, Pneumococcus vulgaris. 5
2.4 Patofisiologi
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas (ISPA)
yang disebabkan oleh bakteri, kemudian menyebar ke telinga tengah melewati
tuba eustachius. Ketika bakteri memasuki tuba eustachius maka dapat
menyebabkan infeksi dan terjadi pembengkakan, peradangan pada saluran
tersebut. Proses peradangan yang terjadi pada tuba eustachius menyebabkan
stimulasi kelenjar minyak untuk menghasilkan sekret yang terkumpul di
belakang membran timpani. Jika sekret bertambah banyak maka akan
menyumbat saluran eustachius, sehingga pendengaran dapat terganggu karena
membran timpani dan tulang osikel (maleus, incus, stapes) yang menghubungkan
telinga bagian dalam tidak dapat bergerak bebas. Selain mengalami gangguan
pendengaran, klien juga akan mengalami nyeri pada telinga. 6,7
Otitis media akut (OMA) yang berlangsung selama lebih dari dua bulan
dapat berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila faktor higiene
kurang diperhatikan, terapi yang terlambat, pengobatan tidak adekuat, dan
adanya daya tahan tubuh yang kurang baik.6,7
8
yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga
sukar terlihat.
3. Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel
ephitel superfisial. Serta terbentuknya eksudat yang purulen di
kavum timpani, menyebabkan membran tympani menonjol (bulging)
ke arah liang telinga luar.
4. Stadium Perforasi
5. Stadium Resolusi
Manifestasi klinis dari OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur
pasien.
a. Stadium Oklusi
b. Stadium Hiperemi
9
- Nyeri dan rasa penuh dalam telinga karena tertupnya tuba eustachius
yang mengalami hiperemi dan edema
· Demam
c. Stadium Supurasi
- Demam berkurang
d. Stadium Perforasi
- Nyeri tekan pada daerah mastoid, dan akan terasa berat pada malam
hari
e. Stadium Resolusi
2.7 Terapi
Terapi tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium
awal ditujukan untuk mengobati infeksi-infeksi saluran nafas atas, dengan
pemberian antibiotik dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. 8
Stadium oklusi
Pada stadium ini pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali
tuba Eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk ini
diberikan obat tetes hidung. HCl efedrin 0,5% dalam laruitan fisiologis (anak
usia 12 tahun) atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk yang berumur
di atas 12 tahun dan pada orang dewasa. Disamping itu sumber infeksi harus
10
diobati. Antibiotika diberikan apabila penyebab infeksi adalah kuman, bukan
oleh virus atau alergi.
Stadium Presupurasi
Pada stadium ini antibiotika, obat tetes hidunng dan analgetika perlu
diberikan. Bilamembran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya
dilakukan miringotomi.Antibiotika yang dianjurkan adalah dari golongan
penisilin atau ampisilin. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari.
Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin. Pada anak
ampisilin diberikan dengan dosis 50 – 100 mg/BB/hari, dibagi dalam 4 dosis,
atau eritromisin 40 mg/BB/hari.
Stadium Supurasi
Disamping diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan
miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala –
gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. Pada stadium ini bila
terjadi perforasi sering terlihat adanya sekret berupa purulen dan kadang terlihat
keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah
obat cuci telinga H2O2 selam 3 – 5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya
sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7 – 10 hari.
Stadium Perforasi
Pada stadium ini sering terlihat banyak sekret yang keluar dan kadang
terlihat sekret keluar secara berdenyut. Pengobatan yang dilakukan yaitu Obat
cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat.
Stadium Resolusi
Pada stadium ini jika terjadi resolusi maka membran timpani berangsur
normal kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup.
Tetapi bila tidak terjadi resolusi akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar
melalui perforasi membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena
berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotika
dapat dilanjutkan sampai 3 minggu bila 3 minggu setelah pengobatan sekret
masih tetap banyak, kemungkina telah terjadi mastoiditis.
11
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih
dari 3 minggu,maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Bila
perforasi menetap dan sekret masih tetap keluar lebih dari satu setengah bulan
atau dua bulan maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronik (OMSK).
2.8 Komplikasi
Peradangan telinga tengah (otitis media) yang tidak diberi terapi secara
benar dan adekuat dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengah termasuk ke
otak, namun ini jarang terjadi setelah adanya pemberian antibiotik. 2
1. Mastoiditis
2. Kehilangan pendengaran permanen bila OMA tetap tidak ditangani
3. Keseimbangan tubuh terganggu
4. Meningitis
5. Abses subperiosteal
6. OMSK (Otitis Media Supuratif Kronik)
4. Stadium Perforasi: sering terlihat sekret banyak yang keluar dan kadang
terlihat keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatannya
12
adalah obat pencuci telinga H2O2 3% selama 35 hari dan diberikan
antibiotika yang adekuat.
13
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Anamnesis
Keluhan Utama
Keluar cairan putih kekuningan pada telinga kanan
14
Nadi : 76 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,9C
B. Status Lokalis
Telinga
I. Telinga Luar Kanan Kiri
Regio Retroaurikula
15
- Exostosis Tidak ada Tidak ada
16
Serous Tidak ada
T.A.K T.A.K
17
4. Tes Kalori Kanan Kiri
Hidung
I. Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri
Tidak Tidak
1. Rinoskopi Anterior
18
a. Vestibulum nasi
b. Kolumela
- Utuh/tidak utuh
(-) (-)
- Sikatrik
Tidak ada Tidak ada
- Ulkus
Tidak ada Tidak ada
c. Cavum nasi
- Luasnya (lapang/cukup/sempit)
Lapang
- Sekret
(serous/seromukus/mukopus/ Tidak ada Lapang
- Krusta
- Bekuan darah Tidak ada
- Perdarahan
- Benda asing Tidak ada Tidak ada
- Rinolit
Tidak ada Tidak ada
- Polip
- Tumor Tidak ada Tidak ada
( licin/tak licin)
- Warna (merah
19
muda/hiperemis/pucat/livide) Eutropi
- Tumor
e. Konka media Basah Eutropi
- Mukosa Basah
(erutropi/hipertropi/atropi)
( basah/kering)
(licin/tak licin)\
Licin
- Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide) Merah muda
- Tumor
f. Konka Superior Tidak ada Licin
- Mukosa
Merah muda
(erutropi/hipertropi/atropi)
( basah/kering) Eutropi Tidak ada
(licin/tak licin)\
- Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide) Kering Eutropi
- Tumor
g. Meatus medius
- Sekret Kering
(serous/seromukus/mukopus/
Tidak ada
Pus )
Merah muda
-Polip
Eutropi
-Tumor
Tidak ada
h. Meatus inferior
Kering
- lapang/sempit
Eutropi
- Sekret
(serous/seromukus/mukopus/ Merah muda
Pus ) Kering
- Polip Tidak ada
- Tumor
i. Septum nasi
20
(licin/tak licin)\ Tidak ada
- Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide)
- Tumor Tidak ada
- Deviasi ( ringan/sedang/berat)
(kanan/kiri) Tidak ada Lapang
(Superior/inferior)
Tidak ada
(Anterior/Posterior)
(bentuk C/bentuk S) Lapang
- Krista
- Spina Tidak ada
- Abses
Tidak ada
- Hematoma
- Perforasi Tidak ada
- Erosi Septum Anterior
Tidak ada
Tidak ada
Eutropi
Tidak ada
Tidak ada
Merah muda
Tidak ada
21
Tidak ada Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
22
2. Rinoskopi Posterior Kanan Kiri
- Postnasal drip Tidak di periksa Tidak di periksa
- Mukosa (licin/tak licin) Tidak di periksa Tidak di periksa
(merah
muda/hiperemis)
- Adenoid Tidak di periksa Tidak di periksa
- Tumor
- Koana (sempit/lapang) Tidak di periksa Tidak di periksa
- Fossa Russenmullery
(tumor/tidak) Tidak di periksa Tidak di periksa
- Torus tobarius (licin/tak licin)
- Muara tuba (tertutup/terbuka) Tidak di periksa Tidak di periksa
(secret/tuba)
23
Gambaran Hidung Bagian Posterior
Tenggorok
(pembengkakan/abses/tumor)
(rata/tonus palatinus)
- Kelenjar ludah t.a.k t.a.k
24
(pembengkakan/litiasisi)
(striktur/ranula)
- Gigi –geligi t.a.k t.a.k
(mikrodontia/makrodontia)
(anadontia/supernumeri)
(kalkulus/karies)
3.5. Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa
Mengedukasi pasien agar menghindari tidak mengorek ngorek telinga
2. Medikamentosa
Akilen 3x5 tetes telinga kanan
3.6. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
25
BAB IV
PEMBAHASAN
Otitis Media Akut (OMA) adalah Otitis Media adalah peradangan pada
sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid,
dan sel-sel mastoid. Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah
dengan gejala dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda
klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa
otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi
perforasi membran timpani.
Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras,
faktor genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, lingkungan merokok,
kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital, status
imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas.
26
Pasien didiagnosis menderita OMA stadium perforasi karena pada
pemeriksaan didapatkan perforasi pada membrane timpani dan keluarnya
mukopus dari telinga kiri.
Pemberian obat tetes telinga H2O2 3% dengan dosis 2-3 tetes diberikan 3-
4x/sehari. Secara oral dapat diberikan antibiotika Ampicilin atau Eritromisin bila
pasien alergi terhadap Penicillin. Jika dicurigai resisten maka diberikan ampicilin
asam klavulanat. Namun cara pemilihan antibiotika yang paling baik ialah
berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi. Pada pasien ini, diberikan
Amoxicilin dari golongan penisilin sirup. Bila sekret telah kering namun
perforasi menetap setelah observasi selama 2 bulan maka sebaiknya dilakukan
miringoplasti atau timpanoplasti dengan tujuan menghentikan infeksi dan
memperbaiki membran timpani yang ruptur sehingga fungsi pendengaran
membaik dan komplikasi tidak terjadi.
27
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Gulya AJ. Anatomy of the ear and temporal bone. In: Glasscock III ME,
Gulya AJ, editors. Glasscokc-Shambaugh, surgery of the ear. Fifth edition.
Ontario:BC Decker Inc.,2003.p.44.
2. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah. Dalam: Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi keenam.
Jakarta: FKUI;2007.p.65-9.
3. Healy GB, Rosbe KW. Otitis media and middle ear effusions. In: Snow JB,
Ballenger JJ,eds. Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck surgery.
16th edition. New York: BC Decker;2003. p.249-59.
4. Donaldson JD. Acute Otitis Media. Updated Oct 28, 2011. Available from:
http://www.emedicine.medscape.com. Accessed September 8,2014
5. Titisari H. Prevalensi dan sensitivitas Haemophillus influenza pada otitis
media akut di RSCM dan RSAB Harapan Kita [Tesis]. Jakarta:FKUI;2005.
6. Linsk R, Blackwood A, Cooke J, Harrison V, Lesperance M, Hildebrandt M.
Otitis media. Guidelines for clinical care. UMHS otitis media guidelin May,
2002: 1-12
7. Darrow DH, Dash N, Derkay CS. Otitis media: concepts and controversies.
Curr Opin Otolaryngol Head Neck Surg 2003;11:416-423.
8. Adams GL, Bois LR, Paparella MM. Boies’s Fundamentals of
Otolaryngology. A textbook of era, nose, and throat diseases. Fifth ed.
Philladelphia,London, Toronto. WB Sounders Company, 1989: p.195-215
29