Anda di halaman 1dari 5

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M.

Soemarno mendesak PT
Perkebunan Nusantara XII (PTPN XII) untuk meningkatkan produksi kopinya, terutama jenis
Arabica. Maklum, menurut Rini, kopi Arabica asal Indonesia diminati pasar di Amerika
Serikat (AS), Eropa, dan Arab Saudi.
Rini dalam kunjungannya ke lokasi pengolahan biji kopi PTPN XII di Kalisat, Ijen,
Bondowoso, Jawa Timur, Selasa (16/7/2019), menegaskan bahwa jenis kopi produksi PTPN
XII mengungguli kualitas PTPN lainnya. Namun, PTPN XII justru tidak menjadikannya
fokus bisnis.
"Saya tekankan ke PTPN XII bisa mengonsentrasikan tanaman kopi ini. Karena kopi
ini diminati secara internasional. Harganya jauh lebih bagus dibandingkan produksi kopi di
PTPN yang lain," ujar Rini dalam laman Kementerian BUMN.
Selama ini, AS adalah negara tujuan utama ekspor kopi Indonesia secara keseluruhan.
Menurut data Kementerian Perdagangan per Juni 2018, nilai ekspor kopi Indonesia ke AS
mencapai $123,6 juta AS atau sekitar Rp1,8 triliun.
Meski cukup besar, angka itu sebenarnya turun 10,95 persen dibanding periode yang
sama pada 2017. Ini tidak mengherankan karena secara keseluruhan nilai ekspor kopi
Indonesia pada 2018 menurun dibanding 2017.
Merujuk pada data perdagangan luar negeri Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor
kopi pada 2018 menurun dari $1,2 miliar menjadi $817,8 juta. Padahal permintaan kopi di
pasar global terus meningkat, walau ada penurunan sedikit antara permintaan dan penawaran
pada 2017-2018 (per April) versi data pasar olahan PBB.
Di pasar global, perdagangan komoditas kopi dibagi ke 10 tipe; mulai dari biji kopi
murni hingga olahan. Hingga Desember 2018, kopi jenis roasted (sudah disangrai) dan sudah
diolah (ground) serta masih mengandung kafein (not decaffeinated) asal Indonesia
mendominasi ekspor hingga $6,1 juta.
Menurut data terkini lembaga The Observatory of Economic Complexity (OEC), pasar
ekspor komoditas kopi jenis termaksud dikuasai Swiss (17 persen), Jerman (16), dan Italia
(14). Indonesia hanya kebagian 0,15 persen.
Secara keseluruhan, menurut data OEC per 2017, Indonesia berada di urutan enam
eksportir kopi bersama Honduras dengan pangsa pasar 4,6 persen. Adapun penguasa ekspor
kopi dunia adalah Brasil (18 persen) dan Kolombia (10 persen).
Kopi Indonesia memang harus bersaing di antara dua pasar; ekspor dan lokal.
Sementara keinginan Rini agar PTPN XII mengisi pasar Arabica bisa dimaklumi karena ada
celah penawaran global yang melemah 4,6 persen dari 2017 ke 2018 (data PBB).
Menurut data 2018 versi PBB pula, permintaan kopi Indonesia di dalam negeri masih di
bawah 2 kilogram per kapita. Ini angka yang rendah bila dibandingkan sesama negara
pengekspor kopi seperti Brasil, di atas 6 kilogram per kapita.
Namun, menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS, konsumsi kopi
di Indonesia mulai meningkat 8,25 persen per kapita dari 2017 ke 2018. Bahkan konsumsi
per kapita diprediksi stabil di kisaran 0,864 kilogram pada 2019-2020 dari 0,798 kilogram
pada 2017.
Ini tidak mengherankan lantaran menjamurnya budaya kultur kedai kopi di Indonesia,
termasuk kedai franchise. Berbagai kedai kopi tersebut bersaing menjual kopi dari Aceh,
Toraja, Mandailing, Malabar, Wamena, dan Bajawa.
Bahkan persaingan para produsen kopi di dalam negeri pun lebih keras dibanding pasar
ekspor. Misalnya diutarakan Teuku Dharul Bawadi, pemilik Bawadi Coffee, kepada
Kontan.co.id, Rabu (17/7).
Di dalam negeri, pemain kopi cukup beragam. Mulai dari produsen kopi olahan yang
sudah mapan hingga kedai kopi. Berbeda dengan pasar luar negeri, apalagi produk kemasan
Bawadi Coffee sudah masuk ke Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand,
Tiongkok, India, Australia, dan Kanada.
"Kalau kami masuk ke nasional harus ada nama, karena orang agak susah menerima
produk baru kalau memang dia belum ada nama," katanya.
Pasar lokal juga punya tantangan karena permintaannya tinggi. Hal itu disampaikan M
Firdaus, pemilik usaha kopi Ajib Liberica dari Jambi.
Firdaus menjual produk kopi green bean ke Pulau Jawa, selain biji kopi olahan (roasted
bean) dan kopi siap seduh (ground bean) yang saat ini hanya dijual di pasar lokal Jambi.
"Untuk kendala yang kita hadapi itu, permintaan pasar tinggi, namun peralatan yang
kita gunakan masih tradisional," tutur Firdaus dalam Jambikita (h/t Kumparan), Selasa (16/7).

Analisis
Kopi mengalami penurunan jumlah ekspor padahal permintaan kopi di internasional
sangat meningkat dikarenakan karena persaingan dengan negara lain yang juga mengekspor
kopi. Dan PTPN XII belum meningkatkan produksi kopi Arabica padahal kopi tersebut
sedang mengalami permintaan yang tinggi.
Produksi kopi untuk lokal mulai meningkat karena permintaan masyarakat yang sudah
mulai meningkat dan banyaknya kedai-kedai kopi di Indonesia hingga menyebabkan
kenaikan permintaan kopi. Kendala produksi kopi di Indonesia karena peralatan yang
digunakan masih tradisional hingga kopi tidak bisa dibuat dengan banyak.
TUGAS EKONOMI PANGAN DAN GIZI

ANALISIS BERITA

Dosen Pembimbing : Niken

Disusun Oleh :

Meri Enovianti
(P071311181)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANJARMASIN

PROGRAM DIPLOMA III JURUSAN GIZI

2019/2020

Anda mungkin juga menyukai