Anda di halaman 1dari 23

PENUGASAN INDIVIDU

METODE PENELITIAN

USULAN PENELITIAN
KARYA TULIS ILMIAH

DISUSUN OLEH
Amanda Nadia Putri
P21345118008

DOSEN PEBIMBING
Kuat Prabowo, S.Km., M.Kes

II - D3A KESEHATAN LINGKUNGAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
Jl. Hang Jebat III Blok F3, No.8, RT 04 RW 08, Kebayoran Baru
Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12120
Telepon : (021) 7397641
2020/2021
TINJAUAN DESKRIPTIF TENTANG FAKTOR - FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK AEDES
AEGYPTI DI RW 10 KELURAHAN CIRACAS KECAMATAN CIRACAS
JAKARTA TIMUR

TAHUN 2020

AMANDA NADIA PUTRI

P21345118008
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA II

TAHUN 2020

3
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................. i

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 5
1.3. Tujuan ...................................................................................... 5
1.3.1. Tujuan Umum ................................................................ 5
1.3.2. Tujuan Khusus ............................................................... 5
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................... 6
1.4.1. Bagi Penulis ................................................................... 6
1.4.2. Bagi Peneliti Lain ........................................................... 6
1.4.3. Bagi Masyarakat ............................................................. 6
1.4.4. Bagi Pemerintah Daerah ................................................ 6
1.4.5. Bagi Dinas Kesehatan dan Sosial ................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Demam Berdarah Dengue ........................................................ 7
2.1.1. Pengertian Demam Berdarah Dengue ............................ 7
2.1.2. Tanda - tanda Penyakit DBD ......................................... 7
2.1.3. Penular Penyakit DBD ................................................... 8
2.1.4. Bionomik Nyamuk DBD ................................................ 10
2.2.Keberadaan Jentik ..................................................................... 12
2.2.1 Survey Jentik ................................................................... 12
2.2.2. Metode Survey Jentik ..................................................... 12
2.3. Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Jentik ...................... 12
2.3.1. Pelaksanaan PSN DBD .................................................. 12
2.3.2. Macam Tempat Perindukan Buatan ............................... 14
2.3.3 Sampah Padat .................................................................. 14
2.4. Kerangka Teori ......................................................................... 15
2.5. Kerangka Konsep ..................................................................... 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1. Variabel Penelitian ................................................................... 17
3.1.1. Variabel Bebas ............................................................... 17
3.1.2. Variabel Terikat ............................................................. 17
3.2. Definisi Operasional ................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum jelas cita-cita
bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia.
Untuk mencapai tujuan nasional tersebut di selenggarakanlah upaya pembangunan
yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang
menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di antaranya pembangunan kesehatan.
Oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi- tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip non
diskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting
artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan
ketahanan dan daya saing bangsa, serta pembangunan nasional. (UU RI No. 36
Tahun 2009).
Untuk dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya dan agar masyarakat dapat menjangkau pelayanan kesehatan maka
diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk
upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan di
selenggarakan dalam bentuk kegiatan menggunakan pendekatan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh
dan berkesinambungan. Salah satunya adalah dengan pemberantasan penyakit
menular. Di Indonesia penyakit menular masih merupakan masalah utama
kesehatan masyarakat, disamping mulai meningkatnya masalah penyakit tidak
menular. Penyakit menular tidak mengenal batas-batas daerah administratif,
sehingga pemberantasan penyakit menular memerlukan kerjasama antar daerah.
Salah satu penyakit menular yang di sebabkan olehvirus dari golongan
Arbovirosis group A dan B yang menjadi masalah utama di Indonesia adalah
Demam Berdarah Dengue.
Penyakit Demam Berdarah Dengue menjadi penyakit endemis di beberapa
kota di Indonesia. DKI Jakarta merupakan salah satu kota dengan kasus DBD

1
terbanyak, khususnya di Jakarta Timur. Salah satu Kecamatan yang memiliki
kasus DBD cukup banyak di Jakarta Barat adalah Kecamatan Ciracas.
Kelurahan Ciracas merupakan salah satu kelurahan yang berada di
Kecamatan Ciracas. Setiap tahunnya kasus DBD pasti terjadi di Kelurahan
Ciracas. Berdasarkan data yang di peroleh selama 3 tahun terakhir, Ini adalah
pertama kalinya Kelurahan Ciracas menempati urutan pertama kelurahan di DKI
Jakarta dengan kasus DBD terbanyak dengan peningkatan angka kesakitan yang
terbilang tinggi berdasarkan jumlah kasus DBD yang ditemukan.
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia mulai menimbulkan
masalah kesehatan masyarakat sejak ditemukannya kasus tersebut di Surabaya
pada tahun 1968 dan pada tahun 1962 ditemukan 53 kasus dirawat dengan 24
kematian (CFR = 46%) (Dinkes Provinsi Jateng, 1985). Dalam waktu relatif
singkat DBD telah dilaporkan di berbagai daerah di Indonesia, dan sampai tahun
1981 hanya Provinsi Timor-Timur yang belum melaporkan penyakit DBD. Di
samping meningkatnya jumlah kasus, DBD juga berjangkit di daerah pedesaan.
Berdasarkan data dari Depkes RI, 1981 (dalam Soedarmo, 1988) menunjukkan
angka kematian penderita DBD secara nasional menurun dari 4,0% pada tahun
1968 menjadi 4,1% pada tahun 1977, dan menjadi 4,0% pada tahun 1980.
Sedangkan pada tahun 2007 CFR DBD di Indonesia sebesar 1% dengan IR
71,78/100.000 penduduk dan pada tahun 2008 CFR DBD sebesar 0,86% dengan
IR 60,02/100.000 penduduk (Depkes RI, 2009).
Penyakit DBD tersebut disebabkan virus dengue yang ditularkan oleh
nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus. Aedes aegypti lebih berperan
dalam penularan penyakit ini,karena hidupnya didalam dan di sekitar rumah,
sedangkan Aedes albopictus di kebun, sehingga lebih jarang kontak dengan
manusia.
Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk domestik yang hidup dekat
dengan manusia, dan tinggal didalam rumah maupun di sekitar rumah. Nyamuk
inilah yang menyebabkan penyakit demam berdarah. Pada tubuhnya tampak
bercak hitam-putih. Bila dilihat dengan kaca pembesar, di sisi kanan-kiri
punggungnya tampak gambar dua buah arit berwarna putih. Paling sering hinggap

2
di baju-baju yang menggantung dan berada di tempat-tempat gelap, seperti di
bawah tempat tidur. Selain juga suka bertelur di air yang bersih, seperti di
tempayan, bak mandi, vas bunga, dan lainnya. la bertelur dan menetas di dinding
bejana air. Telur atau jentik nyamuknya bisa bertahan selama 2-3 bulan.
Nyamuk Aedes albopictus spesies ini juga bisa menularkan demam
berdarah. Nyamuk ini biasanya banyak terdapat di kebun dan halaman rumah.
Cirinya hampir sama dengan Aedes aegypti, yaitu bercak- bercak putih di badan.
Bila dilihat dengan kaca pembesar tampak di median punggungnya ada garis
putih.
Waktu menggigitnya pun sama dengan Aedes aegypti, yaitu di pagi dan
sore hari. Bertelurnya di air tergenang, misalnya pada kaleng-kaleng bekas yang
menampung air hujan di halaman rumah. Pada musim penghujan, nyamuk ini
banyak terdapat di kebun atau halaman rumah karena di situ terdapat banyak
tempat yang terisi air.
Kedua jenis nyamuk itu biasanya aktif pada siang hari, tapi juga pada
malam hari jika terdapat cahaya, dapat menjadi aktif pula . Nyamuk betina lebih
menyukai darah manusia daripada darah binatang (bersifat antropofilik). Aedes
aegypti mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters) sampai
lambung penuh terisi darah, dalam suatu siklus gonotropik. Dengan demikian
nyamuk Aedes aegypti sangat efektif sebagai penular penyakit. Keberadaan jentik
Aedes aegypti di suatu daerah merupakan indikator terdapatnya populasi nyamuk
Aedes aegypti di daerah tersebut. Tempat perkembangbiakan utama nyamuk
Aedes aegypti adalah tempat-tempat umum / bangunan rumah. Proses
perindukannya ditempat yang ada genangan air yang tidak berhubungan langsung
dengan tanah. Upaya yang efektif untuk mencegah dan membatasi penyebaran
kasus penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah dengan cara meniadakan
keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti dari lingkungan tempat tinggal.
Cara yang sudah dilakukan untuk meniadakan keberadaan jentik adalah
dengan kegiatan program tingkat Puskesmas Kecamatan Palmerah antara lain
dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), larvasida, penyuluhan,
Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setiap 3 bulan sekali, menyelenggarakan

3
pertemuan atau pelatihan atau pembinaan kader dan juru pemantau jentik
(jumantik) dalam penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN),
melaksanakan penyuluhan intensif, pertemuan lintas program dan lintas sektor,
melaksanakan kegiatan gerakan Menguras Menutup Mengubur (3M) sebelum
musim penularan, melaksanakan surveilans epidemiologi Demam Berdarah
Dengue (DBD), serta melaksanakan sistim kewaspadan dini (SKD) dan
penanggulangan KLB (kejadian luar biasa). Selain kegiatan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) yang dilakukan untuk mencegah penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Rukun Warga (RW) 10 Kelurahan Ciracas telah rutin
dilakukan Pemantauan Jentik dalam kurun waktu seminggu sekali hal tersebut
merupakan kegiatan wajib yang di lakukan oleh para kader jumantik. Petugas
kesehatan juga melakukan pemeriksaan jentik berkala di setiap tiga bulan sekali.
Selain kegiatan tersebut di wilayah RW 10 telah dilakukan penyuluhan mengenai
penyakit DBD, dan cara mencegahnya hal tersebut guna mengubah perilaku
masyarakat Rukun Warga (RW) 10 agar berpartisipasi dalam kagiatan pencegahan
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Keberadaan jentik di suatu wilayah diketahui melalui indikator ABJ. ABJ
merupakan persentase rumah atau tempat-tempat umum yang tidak ditemukan
jentik (Depkes RI, 1992). Indikator keberhasilan menurut pemerintah angka bebas
jentik (ABJ) yang ditetapkan adalah sebesar lebih atau sama dengan 95%.
Berdasarkan data Puskesmas Kecamatan Ciracas untuk angka bebas jentik di
wilayah Kelurahan Palmerah yaitu 85%. Hal ini dikarenakan wilayah Ciracas
merupakan daerah padat penduduk yang memudahkan penyebaran dan penularan
penyakit DBD.
ABJ yang rendah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Perilaku penduduk
dalam hal menampung air untuk keperluan sehari-hari tidak hanya pada satu
tempat dan jarang membersihkan bak penampungan air memungkinkan nyamuk
Aedes aegypti memiliki peluang lebih banyak untuk bertelur (Sitorus dan
Ambarita, 2004). Menurut Dumai et.al, (2007) faktor pengetahuan, kebiasaan
menggantung pakaian, kondisi TPA dan kebersihan lingkungan berhubungan
dengan kejadian DBD, sedangkan menurut Hasyimi dan Soekino (2004) TPA

4
rumah tangga yang paling banyak ditemukan jentik atau pupa Aedes aegypti
adalah TPA rumah tangga yang berasal dari bahan dasar logam. Jenis TPA rumah
tangga yang paling banyak ditemukan jentik atau pupa Aedes aegypti adalah TPA
jenis tempayan. Jenis TPA yang ditemukan positif jentik Aedes aegypti yang
berada di dalam atau di luar rumah ada 3 yaitu drum, bak mandi, dan ember
plastik (Sitorus dan Ambarita, 2004).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini akan meneliti
faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di
RW 10 Kelurahan Ciracas Kecamatan Ciracas Jakarta Timur.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah:
Faktor apa saja yang mempengaruhi keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypty di
RW 10 Kelurahan Ciracas Kecamatan Ciracas Jakarta Timur?

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di RW 10
Kelurahan Ciracas Kecamatan Ciracas Jakarta Timur.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti
2. Untuk mengetahui hubungan antara PSN DBD, tempat
perindukan buatan dan sampah padat dengan keberadaan jentik
Aedes aegypti di RW 10 Kelurahan Ciracas Kecamatan
Ciracas Jakarta Timur.
3. Untuk mengetahui hubungan pelaksanaan PSN DBD dengan
keberadaan jentik Aedes aegypti di RW 10 Kelurahan Ciracas
Kecamatan Ciracas Jakarta Timur.

5
4. Untuk mengetahui hubungan tempat perindukan buatan dengan
keberadaan jentik Aedes aegypti di RW 10 Kelurahan Ciracas
Kecamatan Ciracas Jakarta Timur.
5. Untuk mengetahui hubungan sampah padat dengan keberadaan
jentik Aedes aegypti di RW 10 Kelurahan Ciracas Kecamatan
Ciracas Jakarta Timur.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Bagi Penulis
Menambah dan memperluas pengetahuan penulis mengenai
beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan jentik nyamuk
Aedes aegypty di RW 10 Kelurahan Ciracas Kecamatan Ciracas Jakarta
Timur.
1.4.2. Bagi Peneliti Lain
Menambah pengetahuan dan pengalaman khusus dalam melakukan
penelitian ilmiah terhadap beberapa faktor yang mempengaruhi
keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypty.
1.4.3. Bagi Masyarakat
Sebagai dasar pengetahuan dan pemikiran serta menjadi informasi
dalam upaya pencegahan, pemberantasan penyakit DBD serta membantu
memecahkan masalah yang ada di masyarakat, terutama untuk mengetahui
keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti dan jenis tempat penampungan
air sebagai tempat perindukkan nyamuk Aedes aegypti.
1.4.4. Bagi Pemerintah Daerah
Dapat dijadikan landasan oleh pemerintah daerah dalam
pembuatan peraturan daerah mengenai sanksi terhadap rumah atau
penduduk yang di rumahnya masih terdapat jentik penular penyakit DBD.
1.4.5. Bagi Dinas Kesehatan dan Sosial (Puskesmas)
Dapat dijadikan landasan dalam intervensi dan pemecahan masalah
kesehatan yang terjadi di masyarakat Sebagai informasi dan bahan

6
pertimbangan dalam pemecahan masalah pada program kesehatan bidang
penyakit menular, khususnya masalah pencegah penyakit DBD agar dapat
dijadikan sebagai monitoring dan evaluasi program pemberantasan
penyakit menular (P2M) sehingga kasus DBD tidak terjadi lagi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Demam Berdarah Dengue


2.1.1. Pengertian Demam Berdarah Dengue
Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai
dengan demam mendadak 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah
atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit
berupa bintik perdarahan, lebam atau ruam, kadang-kadang mimisan,
berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan (Depkes
RI, 1992). Menurut Soedarto (1995) DBD menyerang baik orang
dewasa maupun anak-anak tetapi lebih banyak menimbulkan korban
pada anak-anak berusia di bawah 15 tahun, disertai dengan perdarahan
dan dapat menimbulkan renjatan yang dapat mengakibatkan kematian
penderita. Virus dengue sebagai agen penyebab demam berdarah
memerlukan masa inkubasi selama 3-14 hari, pada umumnya 4-7 hari
(Firdaus, 2005). Darah penderita sudah mengandung virus, yaitu
sekitar 1-2 hari sebelum terserang demam. Virus berada dalam darah
selama 5-8 hari. Jika daya tahan tubuh tidak cukup kuat melawan
virus, maka orang tersebut mengalami berbagai jenis gejala DBD
(Satari, 2004).
2.1.2. Tanda-tanda Penyakit DBD
Tanda-tanda DBD yaitu (Depkes RI, 1992):
a. Hari pertama sakit: panas mendadak terus-menerus, badan lemah
atau lesu. Pada tahap ini sulit dibedakan dengan penyakit lain.

7
b. Hari kedua atau ketiga: timbul bintik-bintik perdarahan, lebam,
atau ruam pada kulit di muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri ulu
hati. Kadangkadang mimisan, berak darah atau muntah darah.
Bintik perdarahan mirip dengan bekas gigitan nyamuk.
c. Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba.
Kemungkinan yang selanjutnya:
1) Penderita sembuh, atau
2) Keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan
dan kaki dingin, banyak mengeluarkan keringat. Bila keadaan
berlanjut, terjadi renjatan (lemah lunglai, denyut nadi lemah atau
tak teraba). Kadangkadang kesadarannya menurun.
Menurut WHO (dalam Soedarto, 1995), derajat beratnya DBD dibagi
menjadi empat tingkatan:
a. Derajat I : ringan, bila demam mendadak 2-7 hari disertai
gejala klinik lain dan manifestasi perdarahan paling ringan yaitu tes
turniquet yang positif.
b. Derajat II : sedang, dengan gejala lebih berat daripada derajat
I, disertai manifestasi perdarahan kulit, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis atau melena. Terdapat gangguan sirkulasi darah
perifer yang ringan berupa kulit dingin dan lembab, ujung jari dan
hidung dingin.
c. Derajat III : berat, dengan gejala syok mengikuti gejala-gejala
tersebut di atas.
d. Derajat IV : berat sekali, penderita syok berat, tensi tidak
terukur, dan nadi tidak dapat diraba.
2.1.3. Penular Penyakit DBD
a. Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika
dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna
dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki
(Depkes RI 2005). Batas penyebaran nyamuk Aedes aegypti di

8
negara-negara Asia Tenggara adalah pada ketinggian 1000 sampai
dengan 1500 meter di atas permukaan laut (Depkes RI, 2003).
b. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti seperti juga nyamuk Anophelini
mengalami metamorphosis sempurna, yaitu: telur, jentik,
kepompong, nyamuk. Stadium telur, jentik, dan kepompong hidup
di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik
dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik
biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong
berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi
nyamuk dewasa memerlukan waktu selama 9-10 hari (Depkes RI,
2005).
1) Telur
Telur diletakkan satu persatu pada permukaan yang lembab
tepat di atas batas air. Kebanyakan Aedes aegypti betina dalam
satu siklus gonotropik meletakkan telur di beberapa tempat
perindukan. Masa perkembangan embrio selama 48 jam pada
lingkungan yang hangat dan lembab. Setelah perkembangan
embrio sempurna, telur dapat bertahan pada keadaan kering
dalam waktu yang lama (lebih dari satu tahun). Telur menetas
bila wadah tergenang air, namun tidak semua telur menetas pada
saat yang bersamaan. Kemampuan telur bertahan dalam keadaan
kering membantu kelangsungan hidup spesies selama kondisi
iklim yang tidak menguntungkan (Depkes RI, 2003).
2) Jentik
Jentik memerlukan empat tahap perkembangan. Jangka waktu
perkembangan jentik tergantung pada suhu, ketersediaan
makanan, dan kepadatan jentik dalam sebuah kontainer. Dalam
kondisi optimal, waktu yang dibutuhkan dari telur menetas
hingga menjadi nyamuk dewasa adalah tujuh hari, termasuk dua
hari dalam masa pupa. Sedangkan pada suhu rendah, dibutuhkan

9
waktu beberapa minggu (Depkes RI, 2003). Ada empat tingkat
(instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva Aedes aegypti
tersebut, yaitu (Depkes RI, 2005): a) Instar I: berukuran paling
kecil, yaitu 1-2 mm b) Instar II: 2,5-3,8 mm c) Instar III: lebih
besar sedikit dari larva instar II d) Instar IV: berukuran paling
besar 5 mm.

3) Pupa (kepompong)
Pupa (kepompong) berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih
besar namun lebih ramping dibanding jentik. Pupa Aedes
aegypti berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata
pupa nyamuk lain (Depkes RI, 2005). Menurut Sugito (1989),
pupa Aedes aegypti tidak memerlukan udara dan makan, belum
bisa dibedakan antara jantan dan betina, menetas dalam waktu
1-2 hari, dan menjadi nyamuk dewasa, pada umunya nyamuk
jantan menetas lebih dahulu dari nyamuk betina.
4) Nyamuk Dewasa
Sesaat setelah muncul menjadi dewasa, nyamuk akan kawin dan
nyamuk betina yang telah dibuahi akan mencari makan dalam
waktu 24- 36 jam kemudian. Darah merupakan sumber protein
terpenting untuk pematangan telur (Depkes RI, 2003). Habitat
tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti adalah di air yang
relatif bersih, yaitu di wadah-wadah tempat penampungan air
untuk kepentingan sehari-hari dan barangbarang bekas, seperti
ban, botol, kaleng, plastik, pecahan kaca, dan sebagainya yang
merupakan lingkungan buatan manusia (Nadezul, 2007).
2.1.4. Bionomik Nyamuk Demam Berdarah Dengue
a. Tempat Perkembangbiakan
Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut (Depkes RI, 2005):

10
1) TPA untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki
reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
2) TPA bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minum
burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-barang bekas
(ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).
3) Tempat penampungan air alamiah seperti: lobang pohon, lobang
batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan
potongan bambu.
b. Kebiasaan menggigit Nyamuk
Aedes aegypti bersifat anthropophilic, walaupun mungkin akan
menghisap darah hewan berdarah panas lain yang ada. Sebagai
spesies yang aktif siang hari nyamuk betina mempunyai dua waktu
aktifitas menggigit, yaitu beberapa jam di pagi hari dan beberapa
jam sebelum gelap. Apabila pada waktu menghisap darah
terganggu, maka nyamuk Aedes aegypti dapat menghisap lebih dari
satu orang. Perilaku ini sangat meningkatkan efektifitas penularan
pada masa Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah DBD (Depkes
RI, 2003).
c. Kebiasaan beristirahat
Aedes aegypti suka beristirahat di tempat yang gelap, lembab,
tempat tersembunyi di dalam rumah atau bangunan, termasuk
tempat tidur, kloset, kamar mandi dan dapur (Depkes RI, 2003).
Setelah menghisap darah, nyamuk Aedes aegypti hinggap
(beristirahat) di dalam atau kadang-kadang di luar rumah
berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Biasanya di
tempat yang aga gelap dan lembab. Di tempat ini nyamuk
menunggu proses pematangan telurnya (Depkes RI, 2005).
d. Jangkauan terbang
Penyebaran nyamuk Aedes aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh
sejumlah faktor termasuk keberadaan tempat bertelur dan darah
sebagai makanan, namun kelihatannya terbatas pada wilayah 100

11
meter dari tempat pupa menetas menjadi nyamuk dewasa. Walupun
demikian, penelitian terbaru di Puerto Rico menunjukkan bahwa
nyamuk Aedes aegypti betina dewasa menyebar lebih dari 400
meter untuk mencari tempat bertelur. Penyebaran pasif nyamuk
Aedes aegypti dewasa dapat terjadi melalui telur dan jentik dalam
wadah (Depkes RI, 2003).

2.2. Keberadaan Jentik


2.2.1. Survey Jentik
Survey jentik nyamuk Aedes aegypti dilakukan dengan cara sebagai
berikut (Depkes RI, 2005):
a. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti diperiksa (dengan mata
telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya jentik.
b. Untuk memeriksa TPA yang berukuran besar, seperti: bak mandi,
tempayan, drum, dan bak penampungan air lainnya. Jika pada
pandangan (penglihatan) pertama tidak menemukan jentik, tunggu
kira-kira 1 menit unutk memastikan bahwa benar jentik tidak ada.
c. Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil,
seperti: vas bunga atau pot tanaman air atau botol yang airnya
keruh, seringkali airnya perlu dipindahkan ke tempat lain.
d. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap, atau airnya
keruh, biasanya digunakan senter.
2.2.2. Metode Survey Jentik
Metode survey jentik dapat dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2005):
a. Single larva : Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik
di setiap tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk
diidentifikasi lebih lanjut.

12
b. Visual : Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada
atau tidaknya jentik di setiap tempat genangan air tanpa mengambil
jentiknya. Biasanya dalam program DBD menggunakan cara visual

2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Jentik Aedes aegypti


2.3.1. Pelaksanaan PSN DBD
PSN DBD adalah kegiatan memberantas telur, jentik dan kepompong
nyamuk penular DBD (Aedes aegypti) di tempat-tempat
perkembangbiakannya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
oleh (Syarifah, 2007) bahwa terdapat hubungan antara PSN DBD
dengan keberadaan jentik dimana penelitian tersebut dilakukan di
Kecamatan Pedurungan Kota Semarang tahun 2007. Pada penelitian
tersebut nilai proporsi ABJ sebesar 0,93. Menurut (Depkes RI, 2005),
Pemberantasan terhadap jentik nyamuk Aedes aegypti yang dikenal
dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
Dengue (PSN DBD) dilakukan dengan cara:
a. Fisik : cara ini dikenal dengan kegiatan 3-M yaitu menguras (dan
menyikat) bak mandi, bak wc, dan lain-lain. Menutup tempat
penampungan air rumah tangga (tempayan, drum, dan lain-lain).
Mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang
bekas (seperti kaleng, ban, dan lain-lain). b.
b. Kimia : cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan
menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida) ini antara
lain dikenal dengan istilah larvasidasi. Larvasida yang biasa
digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang digunakan
10 gram (± 1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air.
Larvasidasi dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan.
c. Biologi: cara ini dengan memelihara ikan pemakan jentik (ikan
kepala timah, ikan gupi, ikan cupang dan lain-lain). Dapat juga
dengan menggunakan Bacillus thuringiensis H-14.

13
Dengan insektisida (fogging dan
Nyamuk
ULV) Dewasa

Fisik
Jentik
Nyamuk Kimia
Biologi
Sumber: Depkes RI, 2005

Gambar 1.Bagan cara Pemberantasan DBD

2.3.2. Macam Tempat Perindukan Buatan Aedes aegypti


Sumber utama perkembangbiakan Aedes aegypti di sebagian besar
daerah pedesaan Asia Tenggara adalah di wadah penampungan air
untuk keperluan rumah tangga, termasuk wadah dari keramik, tanah
liat dan bak semen yang berkapasitas 200 liter, tong besi yang
berkapasitas 210 liter (50 galon), dan wadah yang lebih kecil sebagai
penampungan air bersih atau hujan. Wadah penampungan air harus
ditutup dengan penutup yang rapat atau kasa. Setelah air digunakan
harus dijaga agar wadah tetap tertutup. Cara ini cukup efektif seperti
telah dilakukan di Thailand (Depkes RI, 2003). Menurut Sutaryo
(2005) macam TPA yang berada di rumah meliputi tandon air, tower,
bak mandi, bak WC, padasan, cadangan air ditaman, air jebakan semut
yang memiliki peluang untuk nyamuk Aedes aegypti bertelur. Macam
TPA untuk keperluan sehari-hari meliputi drum, tangki reservoir,
tempayan, bak mandi atau WC, dan ember. Menurut Hasyimi dan
Soekino (2004) TPA rumah tangga yang paling banyak ditemukan
jentik atau pupa Aedes aegypti adalah TPA rumah tangga yang berasal
dari bahan dasar logam. Jenis TPA rumah tangga yang paling banyak
ditemukan jentik atau pupa Aedes aegypti adalah TPA jenis tempayan
(Depkes RI, 2005).

14
2.3.3. Sampah Padat
Sampah padat, kering seperti kaleng, botol ember atau sejenisnya
yang tersebar di sekitar rumah harus dipindahkan dan dikubur di
dalam tanah. Sisa material di pabrik dan gudang harus disimpan
sebaik mungkin sebelum dimusnahkan. Perlengkapan rumah dan alat
perkebunan (ember, mangkok, dan alat penyiram) harus disimpan
terbalik untuk mencegah tertampungnya air hujan. Sampah tanaman
(tempurung kelapa, kulit ari coklat harus dimusnahkan segera. Ban
mobil bekas merupakan tempat perkembangbiakan utama Aedes
aegypti di perkotaan, sehingga menjadi masalah kesehatan. Botol,
kaca, kaleng dan wadah kecil lainnya harus dikubur di dalam tanah
atau dihancurkan dan didaur ulang untuk keperluan industri (Depkes
RI, 2003).
2.4. Kerangka Teori

DBD

Sumber
Penular Kebiasaan
Virus Menggigit
Dengue

Kebiasaan
Istirahat
Aedes aegypti Bionomik
Vektor
Jangkauan
Terbang
Jentik
Nyamuk Tempat
Aedes Perkembangbiakan
aegypti

Buatan
TPA Sampah
Padat
15
PSN
Alami

Fisik Kimia Biologi

Gambar 2. Kerangka Teori Penelitian

Keterangan :
= Diteliti
= Tidak Diteliti

2.5. Kerangka Konsep

Variabel Bebas

Pemberantasan
Sarang Nyamuk
Demam Berdarah

Variabel Terikat

Tempat Keberadaan
Perindukkan Jentik
Nyamuk Aedes aegypti

Samp
ah Padat

Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian

16
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Variabel Penelitian


Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu:
3.1.1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel berhubungan atau yang
menyebabkan berubahnya nilai variabel terikat. Sebagai variabel
bebas dalam penelitian ini adalah pelaksanaan pemberantasan sarang
nyamuk demam berdarah, jenis tempat perindukan buatan dan sampah
padat.
3.1.2. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang diduga nilainya akan
berubah karena adanya hubungan dari variabel bebas. Sebagai
variabel terikat dalam penelitian ini adalah keberadaan jentik Aedes
aegypti.

17
3.2. Definisi Operasional Variabel
1. Pelaksanaan PSN DBD
a. Definisi : kegiatan yang dilakukan oleh responden untuk PSN DBD
(Aedes aegypti) secara fisik, kimia, dan biologi.
b. Alat ukur : wawancara dengan menggunakan kuesioner.
c. Skala : nominal.

d. Hasil ukur: baik ≥ 70%, buruk < 70%.


2. Tempat Perindukan Buatan
a. Definisi : wadah-wadah penampungan air untuk kepentingan rumah
tangga yaitu tempayan, bak mandi, drum, ember, tempat
penampungan air kulkas, tempat penampungan air dispenser, vas
bunga, tempat minum burung, dan bejana di sekitar rumah responden.
b. Alat ukur : observasi dengan menggunakan check list.
c. Skala : nominal

d. Hasil ukur: ada = 1, tidak ada = 0.

3. Sampah Padat
a. Definisi : keberadaan sampah padat, kering yang terdiri dari ban
bekas, kaleng bekas, botol bekas, pecahan kaca, ember bekas, drum
bekas, mangkok bekas yang tersebar di sekitar rumah responden.
b. Alat ukur : observasi dengan menggunakan check list.
c. Skala : nominal

d. Hasil ukur: ada = 1, tidak ada = 0.


4. Keberadaan Jentik
a. Definisi : ada atau tidak adanya jentik Aedes aegypti pada berbagai
tempat perindukan buatan, dan sampah padat di sekitar rumah
responden yang dilihat dengan cara visual menggunakan senter
b. Alat ukur : observasi dengan menggunakan check list.

18
c. Skala : nominal

d. Hasil ukur: ada = 1, tidak ada = 0.

DAFTAR PUSTAKA

Irmawartini & Nurhaedah. 2017. Bahan Ajar Kesehatan Lingkungan Metodologi


Penelitian. Jakarta: Bppsdmk Poltekkes Kemenkes Jakarta II

http://eprints.ums.ac.id/5957/1/J410050002.PDF

http://etd.eprints.ums.ac.id/5966/1/J410050022.PDF

19

Anda mungkin juga menyukai