Anda di halaman 1dari 19

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori atau suatu objek tanpa
adanya rangsangan dari luar gangguan persepsi sensori ini meliputi
seluruh panca indra. Halusinasi merupakan suatu gelaja gangguan jiwa
yang seseorang mengalami perubahan sensori persepsi, serta merupakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan dan penciuman.
Seseorang merasakan stimulus yeng sebetulnya tidak ada. (Yusuf, Rizki &
Hanik, 2015)
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan
yang dialami suatu persepsi melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren :
persepsi palsu. (Prabowo, 2014: 129).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalamai perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. (Damaiyanti, 2012: 53).

B. Tanda dan Gejala


Menurut (Yosep, 2011) yaitu:
1. Halusinasi pendengaran
Data subyektif :
a. Mendengar sesuatu menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
b. Mendengar suara atau bunyi
c. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
d. Mendengar seseorang yang sudah meninggal
e. Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain atau
yang membahayakan
Data obyektif :
a. Mengarahkan telinga pada sumber suara
b. Bicara atau tertawa sendiri
c. Marah marah tanpa sebab
d. Menutup telinga mulut komat kamit
e. Ada gerakan tangan
2. Halusinasi penglihatan
Data subyektif :
a. Melihat orang yang sudah meninggal
b. Melihat makhluk tertentu
c. Melihat bayangan
d. Melihat sesuatu yang menakutkan
e. Melihat cahaya yang sanat terang
Data obyektif :
a. Tatapan mata pada tempat tertentu
b. Menunjuk kea rah tertentu
c. Ketakutan pda objek yang dilihat
3. Halusinasi penghidup
Data subyektif :
a. Mencium sesuatu seperti bau mayat, darah, bayi, fase, bau
masakan, dan parfum yang menyengat
b. Klien mengatakan sering mencium bau sesuatu
Data obyektif :
a. Ekspresi wajah seperti sedang mencium
b. Adanya gerakan cuping hidung
c. Mengarahkan hidung pada tempat tertentu
4. Halusinasi peraba
Data subyektif :
a. Klien mengatakan seperti ada sesuatu di tubuhnya
b. Merasakan ada sesuatu di tubuhnya
c. Merasakan ada sesuatu di bawah kulit
d. Merasakan sangat panas, atau dingin
e. Merasakan tersengat aliran litrik
Data obyektif :
a. Mengusap dan menggaruk kulit
b. Meraba permukaan kulit
c. Menggerak gerakan badanya
d. Memegangi terus area tertentu
5. Halusinasi pengecap
Data subyektif :
a. Merasakan seperti sedang makan sesuatu
b. Merasakan ada yang dikunyah di mulutnya
Data obyektif :
a. Seperti mengecap sesuatu
b. Mulutnya seperti mengunyah
c. Meludah atau muntah

C. Tingkatan
Menurut (Stuart, 2007) tingkatan halusinasi ada empat. Semakin
berat tahap yang diderita klien, maka akan semakin berat klien mengalami
ansietas. Berikut ini merupakan tingkat intensitas halusinasi yang dibagi
dalam empat fase.
1. Fase I
Comforting : Ansietas tingkat sedang, secara umum halusinasi bersifat
menyenangkan.
a. Karakteristik : Orang yang berhalusinasi mengalami keadaan
emosi seperti ansietas, kesepian, merasa bersalah, dan takut serta
mencoba untuk memusatkan pada penenangan pikiran untuk
mengurani ansietas, individu mengetahui bahwa pikiran dan
sensori yang dialaminya tersebut dapat dikendalikan jika
ansietasnya bisa diatasi (Nonpsikotik).
b. Perilaku klien :
1) Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2) Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3) Gerakan mata yang cepat.
4) Respons verbal yang lamban.
5) Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
2. Fase II
Complementing : Ansietas tingkat berat, Secara umum halusinasi
bersifat menjijikan.
a. Karakteristik : Pengalaman sensori yang bersifat menjijikan
dan menakutkan. Orang yang berhalusinasi mulai merasa
kehilangan kendali dan mungkin berusaha untuk menjauhkan
dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu mungkin
merasa malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri
dari orang lain (Nonpsikotik).
b. Perilaku klien
1) Peningkatan syaraf otonom yang menunjukkan ansietas
misalnya, peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
2) Penyempitan kemampuan konsentrasi.
3) Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin
kehilangan kemampuan untuk membedakan antara
halusinasi dengan realitas.
3. Fase III
Controling : Ansietas tingkat berat, pengalaman sensori menjadi
penguasa.
a. Karakteristik : Orang yang berhalusinasi menyerah untuk
melawan pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi
menguasai dirinya. Isi halusinasi dapat berupa permohonan,
individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori
tersebut berakhir (Psikotik).
b. Perilaku klien
1) Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
halusinasinya daripada menolaknya.
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain.
3) Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
4) Gejala fisik dari ansietas berat, seperti berkeringat, tremor,
ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
4. Fase IV
Conquering panic : Ansietas tingkat panic, Secara umum halusinasi
menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan delusi.
a. Karakteristik : Pengalaman sensori mungkin menakutkan
jika individu tidak mengikuti perintah. Halusinasi bisa berlangsung
dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik
(Psikotik).
b. Perilaku klien
1) Perilaku menyerang seperti panik.
2) Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
3) Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk,
agitasi, menarik diri, atau katatonik.
4) Tidak mampu berespons terhadap petunjuk yang kompleks.
5) Tidak mampu berespons terhadap lebih dari satu orang.

D. Klasifikasi
Menurut Yusuf (2015) jenis halusinasi dibagi menjadi 5 yaitu:
a. Halusinasi pendengaran (audiktif, akustik)
Paling sering di jumpai dapat beruba bunyi mendenging atau
bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering
mendengar sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya
suara tersebut di tunjukan oleh penderita sehingga penderita
tidak jarang bertengkar dan berdebat dengan suara-suara
tersebut. Suara tersebut dapat di rasakan dari jauh atau dekat,
bahkan mungkin datang dari tiap tubuh nya sendiri. Suara bisa
menyenangkan, menyuruh berbuat baik, tetapi dapat pula
berupa ancaman, mengejek, memaki atau bahkan menakutkan
dan kadang-kadang mendesak atau memerintah untuk berbuat
sesuatu seperti membunuh atau merusak.
b. Halusinasi penglihatan (Visual, optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit
organic). Biasanya muncul bersamaan dengan penurunan
kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran
yang mengerikan atau tidak menyenangkan.
c. Halusinasi penciuman (olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya mencium sesuatu bau tertentu dan
merasakan tidak enak, melambungkan rasa bersalah pada
penderita. Bau ditambah dilambangkan sebagai pengalaman
yang dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral.
d. Halusinasi pengecapan (gustatorik)
Walaupun jarang terjadi biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman, penderit merasa mengecap sesuatu. Halusinasi
gustorik lebih jarang timbang halusinasi gustatorik.
e. Halusinasi raba (taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau merasa ada sesuatu yang
bergerak di bawah kulit. Terutama pada keadaan delirium
toksis dan skizofrenia.

E. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

a. Pikiran logis a. Proses pikir a. Waham,


b. Persepsi akurat terganggu Halusinasi
c. Emosi konsistensi b. Ilusi b. Kerusakan
dengan c. Emosi berlebihan proses emos
Pengalaman d. Perilaku yang c. Perilaku tidak
d. Perilaku cocok tidak biasa terorganisasi
e. Hubungan social e. Menarik diri d. Isolasi sosial
humoris
a. Respon adaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut
(Yusuf, Rizki & Hanik, 2015) Meliputi :
1) Pikiran logis berupa pendapat atau pertimbangan yang dapat
di terima akal.
2) Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang
sesuatau peristiwa secara cermat dan tepat sesuai
perhitungan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman berupa ke mantepan
perasaan jiwa yang timbul sesuai dengan peristiwa yang
pernah di alami.
4) Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang
berkaitan dengan individu tersebut di wujudkan dalam
bentuk gerak atau ucapan yang tidak bertentangan denagn
moral.
5) Hubungan sosial dapat di ketahui melalui hubungan
seseorang dengan orang lain dalam pergaulan di tengah
masyarakat.
b. Respon maladaptif
Respon maladaptif berdasarkan rentang respon halusinasi
menurut (Yusuf, Rizki & Hanik, 2015) meliputi :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di
pertahankan walaupun tidak di yakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa
persepsi yang salah terhadap rangsangan.
3) Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidak mampuan
atau menurunya kemampuan untuk mengalami
kesenangan, kebahagiaan, keakraban, dan kedekatan.
4) Ketiak teraturan perilaku berupa ketidak selarasan antara
perilaku dan gerakan yang di timbulkan.
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang di alami
oleh individu karna orang lain menyatakan sikap yang
negativdan mengancam.

F. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), dalam Harnawati (2008), faktor-faktor
penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang
berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif
baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-
penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan
keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan
skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbik berhubungan dengan perilaku psikotik
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin
neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah
pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan
terjadinya skizofrenia
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada
otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak
kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak
tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem)
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah
satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi
realita seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (perang,
kerusuhan, bencana alam), dan kehidupan yang terisolasi
disertai stress.
G. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), dalam Harnawati (2008), faktor presipitasi
terjadinya gangguan halusinasi yaitu:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada
mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan akan menentukan terjadinya gangguan
prilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.

H. Mekanisme Koping

a. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari


b. Proyeksi : menjeslaskan perubahan suatu persepsi dengan
berusaha untuk mengaliskan tanggung jawab kepada orang lain
c. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan
stimuus internal. (Prabowo, 2014 :134)
I. PROSES TERJADINYA MASALAH
Menurut Maramis.W.F.(2005), Halusinasi dapat terjadi pada klien
dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan
delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan
alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi dapat juga terjadi dengan
epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik.
Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai
pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi
dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat
terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi
dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada
individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan,
kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan.
Halusinasi dapat terjadi pada salah satu dari 5 modalitas sensori
utama penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan dan
perabaan persepsi terhadap stimulus eksternal dimana stimulus
tersebut sebenarnya tidak ada.
(Videbeck L. Sheila, 2008)
Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui
namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis,
psikologis, sosial budaya, dan stressor pencetusnya adalah stress
lingkungan, biologis, pemicu masalah sumber-sumber koping dan
mekanisme koping.
J. KEMUNGKINAN DATA FOKUS PENGKAJIAN
Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan (Keliat, 2006)
meliputi:
a. Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang
didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik.
Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi
visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa
yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan
dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
b. Waktu dan frekuensi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan
pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu,
atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini
sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan
menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami
halusinasi.
c. Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami
sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias
mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya
halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
d. Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah
mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan
oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah
klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah
tidak berdaya terhadap halusinasinya.
e. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan
dan tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan
fisik yang dirasakan klien.
f. Status Mental
Pengkajian pada status mental meliputi:
1) Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.
2) Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.
3) Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.
4) Alam perasaan: suasana hati dan emosi.
5) Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil
dan ambivalen
6) Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.
7) Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus
yang ada sesuai dengan informasi.
8) Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak
berfungsi dengan baik dan dapat mempengaruhi proses
pikir.
9) Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian
realistis.
10) Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
11) Memori
a) Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah
lebih setahun berlalu.
b) Memori jangka pendek: mengingat peristiwa
seminggu yang lalu dan pada saat dikaji.
12) Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan
menyelesaikan tugas dan berhitung sederhana.
13) Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan
sampai berat.
14) Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan
tentang diri.
15) Kebutuhan persiapan pulang: yaitu pola aktifitas sehari-
hari termasuk makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat
tidur, perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan
kesehatan serta aktifitas dalam dan luar ruangan.
K. MASALAH KEPERAWATAN
Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada
klien halusinasi adalah:
a. Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran.
L. ANALISA DATA
DATA MASALAH
DS : Klien mengatakan dibawa ke RSJ Gangguan sensori persepsi : halusinasi
oleh pemerintah tidak tahu pendengaran
penyebabnya. Sering mendengar
bisikan-bisikan sejak SMP yang ingin
mencelakakan dirinya seperti
menyuruh mukul orang, mencuri, dan
sampai ini masih sering muncul.
DO : - Pasien tampak menutup
telinganya sesekali
- Pasien sering mencari kegiatan
seperti mengobrol agar teralihkan
halusinasinya.

M. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi (pendengaran, penglihatan,
pengecapan, penghidup, perabaan)
Perencanaan Rasional
No DX
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1 Gangguang Pasien mampu : Setalah … pertemuan pasien Sp. 1(tgl………………) Mengenal perilaku pada
sensori persepsi - Mengenali dapat menyebutkan : a. Bantu pasien mengenal saat halusinasi timbul
halusinasi halusinasi yang - Isi, waktu frekuensi, halusinasi : memudahkan perawat
dialaminya instuisi pencetus - Isi dalam melakuakn
- Mengontrol perasaan - Waktu terjadinya intervensi
halusinasinya - Mampu - Frekuensi
- Mengikutu memperagakan cara - Situasi pencetus Mengenal halusinasi
program dalam mengontrol - Perasaan saat terjadi memungkinkan klien
pengobatan secara halusinasi halusinasi untuk menghindarkan
optimal b. Latih mengontrol faktor pencetus
halusinasi dengan cara timbulnya halusinasi
menghardik, tahapan
tingkatan meliputi : Dengan mengetahui isi,
- Jelaskan cara waktu, dan frekuensi
menghardik munculnya halusinasi
- Peragakan cara mempermudah tindakan
keperawatan klien yang
menghardik
akan dilakukan perawat
- Minta pasien
memperagakan ulang
Untuk mengidentifikasi
- Pantau penerapan cara
pengaruh halusinasi
ini
klien
- Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
Setelah… pertemuan pasien Sp. 2(tgl………………) Bercakap-cakap
mampu : a. Evaluasi kegiatan yang merupakan alternative
- Menyebutkan lalu ( Sp.1) piligan lain bagi klien
kegiatan yang sudah b. Latih berbicara dan untuk mengontrol
dilakukan bercakap dengan orang halusinasi
- Memperagakan cara lain saat halunisasi
bercakap – cakap muncul Dapat meningkatkan
dengan orang lain c. Masukan dalam jadwal harga diri klien
kegiatan pasien
Setelah… pertemuan pasien Sp. 3(tgl………………) beraktivitas merupakan
mampu : a. Evaluasi kegiatan yang alternative piligan lain
- Menyebutkan lalu (Sp.2) bagi klien untuk
kegiatan yang sudah b. Latih kegiatan agar mengontrol halusinasi
dilakukan halusinasi tidak muncul
- Membuat jadwal c. Latih pasien melakukan memotivasi dapat
sehari – harridan aktivitassusun jadwal meningkatkan klien
mampu aktivitas sehari – untuk klien mencoba
memperagakannya harisesuai dengan memilih salah satu cara
aktivitas yang sudah mengendalikan
dilatih, pantau halusinasi dan dapat
pelaksanaan jadwal meningkatkan harga diri
kegiatan, berikan klien
penguatan terhadap
perilaku pasien yang (-)
Setelah … pertemuan pasien Sp.4(tgl………………) Untuk mencegah
mampu : a. Evaluasi kegiatan yang terjadinya halusinasi
- Menyebutkan lalu (Sp.3)
kegiatan yang sudah b. Tanyakan program Dengan menyebutkan
dilakukan pengobatan dosis dan frekuensi
- Menyebutkan c. Jelaskan pentingnya serta manfaat obat
manfaat dari penggunaan obat pada
program pengobatan gangguan jiwa
d. Jelaskan akibat bila
patuh obat
e. Jelaskan cara
mendapatkan obat/
berobat
f. Jelaskan pengobatan 5B
g. Latih pasien minum
obat
h. Masukan dalam jadwal
harian pasien
Keluarga mampu Setelah … pertemuan Sp.1(tgl………………) Untuk mendapatkan
merawat pasien keluarga mampu a. Identifikasi masalah bantuan keluarga dalam
dirumah dan menjadi menjelaskan tentang keluarga dalam mengontrol halusinasi
system pendukung yang halusimasi merawat pasien klien
efektif untuk pasien b. Jelaskan tentang
halusinasi Untuk mengetahui
- Pengertian pengetahuan keluaga
- Jenis halusinasi dan meningkatkan
- Tanda dan gejala kemampuan
halusinasi pengetahuan tentang
- Cara merawat pasien halusiasi
halusinasi
c. Sumber – sumber Menilai kemamuan
pelayanan kesehatan keluarga dalam
yang bisa dijangkau pengobatan sendiri
d. Bermain peran cara
merawat Dengan mengetahui
e. Rencana tindak lanjut efek samping obat klien
keluarga, jadwal akan tahu apa yang
keluarga untuk merawat harus dilakuakn setelah
pasien. minum obat

Program pengobatan
dapat sesuai rencana

Dengan mengeetahuii
prinsip penggunaan
obat, maka kemandirian
klien untuk pengobatan
dapat ditingkatkan
secara bertahap
Setelah… pertemuan Sp.2(tgl………………) Diharapkan klien
keluarga mampu : a. Evaluasi kemampuan melaksanakan program
- Menyelesaikan keluarga (Sp.1) pengobatan
kegiatan yang sudah b. Latih keluarga merawat
dilakukan pasien
- Memperagakan cara c. RTL keluarga / jadwal
merawat pasien untuk merawat pasien

Setelah… pertemuan Sp.3(tgl………………) Menilai kemamuan


keluarga mampu : a. Evaluasi kemampuan keluarga dalam
- Menyebutkan keluarga (Sp.2) pengobatan klien
kegiatan yang sudah b. Latih keluarga merawat
dilakukan pasien
- Memperagakan cara c. RTL keluarga/ jadwal
merawat pasien serta untuk merawat pasien
mampu membuat
RTL
Setelah… pertemuan Sp.4(tgl………………)
keluarga mampu : a. Evaluasi kempuan
- Menyebutkan keluarga
kegiatan yang sudah b. Evaluasi kemampuan
dilakukan pasien
- Melaksanakan c. RTL keluarga :
follow up rujukan - Follow up
- Rujukan
DAFTAR PUSTAKA

Varcolis, Carson, Shoemaker. 2006. Foundations of Psychiatric Mental Health


Nursing, a Clinical Approach.
Videback. 2004. Psychiatric Mental Health, Lippincott, Williams & Wilkins.
Yosep, Iyus dan Titin Sutini. 2009. Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance
Mental Health Nursing. Bandung : Refika Aditama
Yusuf, Ah, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai