Anda di halaman 1dari 9

ANALISA FAKTOR PENGARUH MUNCULNYA PERILAKU HOOK UP

MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL PADA INDIVIDU LAJANG DI MASA DEWASA


AWAL

TUGAS AKHIR

MATA KULIAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN

DEWASA DAN USIA LANJUT

OLEH
ANDRIANUS TEJO KUSUMO
NIM: 180811642155
Offering: A

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
APRIL 2020

i
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL..............................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................1
Latar Belakang....................................................................................................1
Rumusan Masalah...............................................................................................2
Tujuan.................................................................................................................2
Manfaat...............................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN TEORI.......................................................................................3
Definisi Hook Up................................................................................................3
Faktor Perkembangan Erikson: Keintiman Vs Isolasi........................................3
Orang Dewasa Yang Hidup Sendiri (Lajang).....................................................4
BAB 3 METODE PENELITIAN...............................................................................5
Metode Pengumpulan Data.................................................................................5
Subjek Penelitian.................................................................................................5
Tempat Penelitian...............................................................................................6
Waktu Penelitian.................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................7

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada saat ini kemajuan ilmu teknologi pada dunia seakan tidak bisa terbendung lagi. Setiap
tahun kemajuan tersebut seakan melesat maju tanpa hambatan. Mulai dari masyarakat golongan
atas hingga masyarakat golongan bawah rata-rata sudah mampu menikmati kemajuan ini.
Ditambah lagi dengan kemunculan internet pada era globalisasi, masyarakat tidak lagi terhubung
hanya dengan bentuk komunikasi langsung/nyata, melainkan juga melalui bentuk komunikasi
secara virtual atau online (DeVito, 2007). Pengaruh dari kemajuan ini tentu tidak hanya
berpengaruh pada kemudahan dalam aktifitas sehari-hari, namun hingga bisa mempengaruhi
aspek perilaku, hubungan, serta budaya. Dalam modern ini muncul beberapa perilaku baru yang
jarang ditemukan di dalam budaya-budaya pada masa sebelumnya. Salah dari perilaku tersebut
adalah perilaku Hook Up. Saat ini perilaku Hook Up sedang marak dilakukan oleh beberapa
individu khususnya mereka yang masih lajang di masa dewasa awal. Dengan adanya dukungan
perkembangan teknologi, perilaku ini seaakan bisa menjadi budaya baru di dalam pola perilaku
berhubungan.

Media sosial menjadi salah satu platform yang saat ini sangat berpengaruh dalam
komunikasi virtual atau online. Komunikasi virtual atau online memudahkan individu untuk
dapat terhubung dengan lawan bicaranya kapan saja dan dimana saja. Komunikasi online dapat
melampaui batas-batas terkait dengan jarak serta wilayah dimana individu berada, sehingga
menciptakan bentuk komunikasi yang efektif serta efisien. Dengan adanya kemudahan ini tentu
akan timbul tujuan-tujuan tertentu dalam penggunaan sarana komunikasi tersebut. Tidak hanya
untuk menyapa ataupun bertukar informasi, pada beberapa individu lajang di masa dewasa awal,
media sosial juga digunakan untuk mencari pasangan maupun berkencan. Albright & Simmens
(dalam Tanner & Tabo, 2018) menyatakan bahwa aplikasi kencan lebih populer digunakan oleh
kalangan dewasa muda/young adults. Pendapat ini juga didukung dengan survei yang dilakukan
oleh statista.com (dalam Tran et al., 2019), dimana 30% dari pengguna aplikasi kencan memiliki
rentang usia 18-29 tahun.

Dewasa awal merupakan sebuah masa dimana individu mengalami transisi dari remaja ke
dewasa, yang terjadi dalam rentang usia antara 18-40 tahun (Hurlock, 1986). Bagi kebanyakan
individu, menjadi orang dewasa melibatkan periode transisi yang panjang. Menurut Arnett dalam
(Santrock,2008) Transisi dari masa remaja ke dewasa disebut sebagai emerging adulthood yang
terjadi dari usia 18-25 tahun. Seks dan cinta adalah gairah yang kuat dalam masa ini (Santrock,
2011). Memasuki masa transisi, kalangan dewasa awal memiliki kecenderungan yang erat

1
hubungannya dengan kebutuhan akan kenikmatan seksual (Garcia et al., 2015 dalam Sumter et
al., 2017). Akan tetapi sepanjang prosesnya dalam mendapatkan kenikmatan, keintiman serta
komitmen bukan lagi menjadi kunci utama dikarenakan sebanyak 65-80% kalangan dewasa awal
hidup dalam budaya hook up (Garcia et al., 2012; Aubrey & Smith, 2013). Hook up sendiri
didefinisikan sebagai sebuah bentuk hubungan secara seksual antara individu yang tidak
memiliki keterikatan sebagai pasangan romantic, seperti berpacaran (Garcia et al., 2012).

Dengan melihat fenomena yang erat kaitanya dengan perkembangan sosioemosi serta
budaya diatas, maka timbul sebuah pertanyaan. Bagaimana sudut pandang teori perkembangan
melihat perilaku tersebut? Apa sebenarnya faktor yang mendorong individu lajang di masa
dewasa awal melakukan Hook up dengan menggunakan media sosial. Apakah benar, teori-teori
dari beberapa literasi masih relevan menjelaskan fenomena diatas? Untuk itu dalam penelitian ini
kami akan mencoba mengungkap faktor apa saja yang bisa mempengaruhi perilaku Hook up
serta mengapa media sosial. Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif,
dengan studi literasi dan wawancara sebagai metode pengumpulan data. Dengan demikian
diharapkan kami mampu mengungkap jawaban dari dua sudut yang berbeda, pertama dari karya
ilmiah dan yang kedua dari kondisi di lapangan langsung.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi Hook up sendiri?
2. Bagaimana teori perkembangan melihat fenomena diatas?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku Hook up menggunakan media
sosial pada individu lajang di dewasa awal?
C. Tujuan
1. Mengemukakan definisi Hook up berdasarkan literasi.
2. Menjelaskan Fenomena Hook up dengan mengaitkan dengan teori perkembangan
manusia
3. Mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi individu lajang di dewasa awal
melakukan perilaku Hook up menggunakan media sosial saat ini.
D. Manfaat
1. Mengedukasi masyarakat bahwa terdapat fenomena baru pada pola hubungan manusia
seiring dengan perkembangan teknologi.
2. Menjelaskan relevansi teori-teori dari beberapa literasi dengan era saat ini?
3. Menjelaskan faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku Hook up.

2
BAB 2

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Hook Up
Pada dasarnya hook up merupakan sebuah bentuk hubungan secara seksual antar individu
yang tidak memiliki keterikatan sebagai pasangan romantis, seperti berpacaran (Garcia et al.,
2012). Paul et al., (2000) mengatakan hook up tidak dilakukan oleh individu dengan orang-orang
di lingkungan pertemanannya, karena lanjutnya, hook up biasanya hanya berlangsung satu
malam antara dua orang yang asing atau hanya berkenalan secara singkat yang dimulai dengan
ciuman penuh gairah sampai kepada hubungan seks bebas. Kegiatan hook up yang dilakukan
oleh para individu tersebut didasarkan kepada faktor mencari kesenangan tanpa adanya
komitmen (Garcia et al., 2012). Tidak adanya komitmen diantara pelaku hook up kemudian
memudahkan mereka untuk berganti pasangan kapan saja. Lewis et al., (2011) mendefinisikan
hook up sebagai intimasi fisik dengan seseorang yang bukan pasangan romantisnya, diikuti salah
satu dari perilaku berikut, kissing, touching, oral sex, petting, vaginal sex, dan anal sex.
Biasanya, mereka yang terlibat perilaku hook up tidak mengharapkan hubungan lebih jauh
setelahnya (Glenn & Marquadrt dalam Garcia et al., 2012).

B. Tahapan Menurut Erikson: Keintiman Vs Isolasi


Menurut Erikson, di awal masa dewasa, setelah individu berhasil mencapai identitas yang
stabil, mereka memasuki tahap keenam, yakni keintiman versus isolasi. Erikson mendeskripsikan
keintiman sebagai proses menemukan diri sendiri sekaligus peleburan diri sendiri di dalam diri
orang lain; keintiman juga membutuhkan komitmen terhadap orang lain. menurut erikson, jika
seorang gagal mengembangkan relasi yang intim di masa dewasa awal, maka ia akan mengalami
isolasi(santrock, 2012). Ketidakmampuan mengembangkan relasi yang bermakna dengan orang
lain dapat melukai kepribadian individu. Hal ini dapat menggiring individu untuk tidak mau
mengakui, mengabaikan, atau menyerang orang-orang lain. menurut erikson dalam (santrock,
2012), jika pada krisis di masa ini seseorang mengalami kegagalan lambat laun individu akan
mundur dalam pencarian diri untuk menemukan dimana letak kesalahannya. Introspeksi ini
kadangkkala mengarah pada depresi yang menyakitkan dan isolasi. Hal ini juga dapat
menyebabka sikap tidak mempercayai orang lain.

Cinta Romantis

Beberapa persahabatan dapat berkembang mengjadi cinta romantic, yang disebut juga cinta
bergairah atau eros. Cinta romantic memiliki komponen seksualitas dan gairah yang kuat di
mana kedua hal ini sering kali menonjol di awal relasi cinta (Berscheid, 2010; Regan, 2008,
dalam santrock 2012). Cinta romantic mengandung berbagai emosi yang saling bercampur baur
secara kompleks, contohnya ketakutan, kemarahan, hasrat seksual, kegembiraan dan cemburu

3
(Regan 2008, dalam santrock 2012). Ellen Berscheid (1988) mengatakan bahwa hasrat seksual
adalah hal terpenting dalam cinta romantis. Secara jelas, emosi-emosi ini merupakan sumber dari
kesedihan yang mendalam.

Cinta Afektif

Cinta memiliki sifat lebih dari sekedar gairah. Cinta afektif, yang juga disebut karena kedekatan,
adalah tipe cinta yang terjadi ketika seseorang menginginkan seseorang berada di dekatnya dan
memiliki afeksi mendalam dan perhatian terhadap orang itu. Terdapat keyakinan yang makin
kuat bahwa tahap awal dari percintaan lebih banyak bernuansa romantis, tetapi bila cinta menjadi
lebih matang, gelora cinta berubah menjadi bersifat afektif.

Cinta yang sempurna (Sternberg theory)

Menurut Sternberg, cinta afektif dan cinta romantis bukan satu-satunya bentuk cinta. Stenberg
mengajukan teori Triachic love. Dimana cinta dapat dipandang sebagai sebuah segitiga yang
terdiri dari tiga dimensi utama yaitu, gairah, keintiman, dan komitmen. Dalam teori Stenberg,
bentuk cinta yang paling kuat dan utuh adalah cinta yang sempurna, yang melibatkan ketiga
dimensi. Relasi yang hanya mengandung unsur gairah, keintiman dan komitmen rendah atau
tidak ada sama sekali, maka relasi itu disebut birahi atau infatuated. Relasi yang hanya
mengandung keintimna dan komitmen namun kurang mengandun gairah disebut cinta afektif.
Jika gairah dan komitmen ada namun keintimna tidak ada, maka relasi ini disebut vinta buta
(factuous). Pasangan yang memiliki ketiga dimensi (gairah, keintiman, dan komitmen)
dinyatakan mengalami cinta yang sempurna (consummate love) (Sternberg & Stenrnberg, 2010
dalam Santrock 2012).

C. Orang Dewasa Yang Hidup Sendiri (Lajang)

Selama periode 30 tahun lebih, jumlah orang dewasa yang hidup seniri meningkat secara
dramatis. Pada tahun 2000 hingga 2006, terjadi peningkatan signifikan di amerika serikat untuk
orang dewasa lajang berusia 20 hingga 29 tahun (Biro Sensus Amerika Serikat, 2007). Pada
tahun 2000, 64 persen pria dalam kisaran usia tersebut menyatakan mereka lajang. Akan tetapi
pada tahun 2006 persentasenya meningkat menjadi 73 persen. Sementara persentase wanitanya
dari 53 persen di tahun 2000 menjadi 62 persen di tahun 2006.

Masalah umum pada orang dewasa lajang biasanya mencakup menjalin relasi akrab dengan
orang dewasa lainnya, menghadapi kesepian, dan menemukan posisi yang sesuai dalam
masyarakat yan berorientasi pada pernikahan (Koropevkjy-Cox, 2009 dalam Santrock, 2012).
Stress juga bisa menjadi masalah. Sebuah survey nasional mengungkapkan bahwa persentase
lajang yang lebih (58 Persen) melaporkan mereka mengalami stress ekstrem sebulan belakangan
disbanding mereka yang menikah (52 persen) dan mereka yang bercerai (48 persen) (APA, 2007
dalam Santrock, 2012).

4
BAB III
METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini kami menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, dimana
peneliti merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 2005). Perbedaannya dengan penelitian
kuantitatif adalah penelitian ini berangkat dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan
penjelas dan berakhir dengan sebuah teori. Pemilihan penelitian kualitatif di dasari pada kasus
yang akan diteliti. Kasus ini tergolong fenomena sosial yang akan sulit dipecahkan dengan data
berbentuk angka seperti penelitan kuantitatif. Untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan,
dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh faktor sosial maka diperlukan
peneltian kualitatif.

Metode Pengumpulan Data


Sebuah penelitian tentu membutuhkan data untuk mengungkap sebuah masalah. Dalam
penelitian ini kami menggunakan dua metode pengumpulan data, yang pertama adalah dengan
cara wawancara, kemudian yang kedua adalah dengan cara studi literasi.
 Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan
data penelitian. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa wawancara (interview) adalah
suatu kejadian atau suatu proses interaksi antara pewawancara (interviewer) dan sumber
informasi atau orang yang di wawancarai (interviewee) melalui komunikasi langsung
(yusuf, 2014).
 Studi Literasi
Adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menelusuri data
historis. Dokumen tentang orang atau sekelompok orang, peristiwa, atau kejadian dalam
situasi sosial yang sangat berguna dalam penelitian kualitatif (yusuf, 2014). Teknik
merupakan metode dengan cara pengumpulan data melalui peninggalan arsip-arsip dan
termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil-dalil atau hukum-hukum dan
lain-lain berhubungan dengan masalah penelitian.

Subjek Penelitian

Untuk mengungkap faktor-faktor pada kasus, maka penelitian ini akan mengambil 50
orang subjek sebagai narasumber wawancara. Subjek penelitian harus memenuhi beberapa
kriteria diantaranya, pernah/sedang melakukan perilaku Hook up; menggunakan aplikasi media
sosial; berumur antara 18-35 tahun; dan masih lajang. Untuk mencari subjek tersebut kami
menggunakan survei lapangan dengan cara mencari narasumber melalui aplikasi tinder ataupun
twitter yang merupakan platform hook up paling popular.

5
Tempat Penelitian

Dengan mempertimbangkan kerahasiaan dan kenyamanan narasumber maka dalam


metode wawancara ini tidak akan dilaksanakan secara serentak dan pada tempat yang sedikit
tertutup. Pada penelitian ini kami merencanakan untuk menyiapkan sebuah kamar/ruangan
khusus di Jl.Jombang gg.3A. Pemilihan kamar khusus ini karena untuk menjaga perasaan
narasumber tetap tenang dan yakin akan kerahasiaanya, sehingga narasumber mampu
mengungkapkan informasi dengan apa adanya. Untuk tempat penelitian studi literasi sendiri akan
dilaksanakan pada perpustakaan UM, sebagai pusat literasi Universitas Negeri Malang

Waktu Penelitian

Pengumpulan data akan dilaksanakan selama tiga minggu pada tanggal 5 mei 2020
sampai 26 mei 2020. Dua minggu untuk pengumpulan data wawancara, dan satu minggu untuk
studi literasi. Selama dua minggu wawancara kami menargetkan wawancara sebanyak 5
narasumber setiap hari kecuali hari minggu. Sehingga terdapat 12 hari waktu efektif untuk
melakukan wawancara pada 50 subjek penelitian. Dan satu minggu sisanya kami berfokus untuk
menggali data informasi pada literatur-literatur.

6
DAFTAR PUSTAKA

Santrock, J.W. 2012. Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jakarta : Erlangga

Rozi & Kasim. 2019. Pengaruh Loneliness Terhadap Sexual Sensation Seeking pada Dewasa
Awal Pelaku Hook Up di Mobile Dating Apps. Jurnal Ilmiah Penelitian
Psikologi,Vol 5(2) :hal 65-74

Halim & Dariyo. 2016. Hubungan Psychological Well-Being dengan Loneliness pada
Mahasiswa yang Merantau. Jurnal Psikogenesis, Vol 4(2) : Hal 170-181

Hurlock, E. B., Istiwidayanti, Sijabat, R. M., & Soedjarwo. (1990). Psikologi Perkembangan:
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga

Garcia, J. R., dkk. (2012). Sexual Hookup Culture: A Review. Review of General Psychology,
Vol 16(2): Hal 161-176.

Sumter, S. R., dkk, (2017). Love me Tinder: Untangling emerging adults’ motivations for using
the dating application Tinder. Telematics and Informatics, Vol 34(1),Hal 67–78.

Anda mungkin juga menyukai