Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

 Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan masyarakat.


Perilaku sengaja untuk membudidayakan hidup bersih untuk mencegah
manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan bahaya.
Sanitasi meliputi penyediaan air, pengelolaan limbah, control vector,
pencegah dan pengontrolan pencemaran tanah, sanitasi makanan, serta
pencemaran udara. Kesehatan lingkungan di Indonesia sangat
memprihatinkan. Belum optimalnya sanitasi ditandai dengan masih tingginya
angka kejadian infeksi dan penyakit menular seperti demam berdarah, kusta,
serta hepatitis A yang tidak ada habisnya Kondisi sanitasi sangat menentukan
keberhasilann dari paradigm pembangunan sehat yang lebih menekankan
upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan
rehabiliaif. Kenyatannya sekarang, kondisi sanitasi di Indonesia cukup
tertinggal dari Malaysia dan Singapura yang lebih bekomitmen menjaga
kebersihan lingkungan.

Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama


kematian di Indonesia. Kecenderungan ini juga semakin mendapatkan
legitimasi seiring dengan munculnya Flu Burung dan Flu Babi, dua penyakit
yang sangat berkaitan dengan sanitasi lingkungan. Bahkan pada kelompok
bayi dan balita, penyakit-penyakit berbasis lingkungan menyumbangkan
lebih 80% dari penyakit yang diderita oleh bayi dan balita. Keadaan tersebut
mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi kesehatan
lingkungan. Munculnya kembali beberapa penyakit menular sebagai akibat
dari semakin besarnya tekanan bahaya kesehatan lingkungan yang berkaitan
dengan masalah sanitasi cakupan air bersih dan jamban keluarga yang masih
rendah, perumahan yang tidak sehat, pencemaran makanan oleh mikroba,
telur cacing dan bahan kimia, penanganan sampah dan limbah yang belum
memenuhi syarat kesehatan, vektor penyakit yang tidak terkendali (nyamuk,
lalat, kecoa, ginjal, tikus dan lain-lain), pemaparan akibat kerja (penggunaan
pestisida di bidang pertanian, industri kecil dan sektor informal lainnya),
bencana alam, serta perilaku masyarakat yang belum mendukung ke arah
pola hidup bersih dan sehat.

Penyakit berbasis lingkungan masih mendominasi masalah kesehatan di


negara berkembang. Penyakit berbasis lingkungan dapat terjadi karena
adanya hubungan interaktif antara manusia, perilaku serta komponen
lingkungan yang memiliki potensi penyakit (Achmadi, 2008).

Menurut undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, kesehatan


adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
mungkin setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi
masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh
dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan
masyarakat. Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya pada mulanya berupa upaya penyembuhan penyakit, kemudian
secara berangsur-angsur berkembang kearah terpadunya upaya kesehatan
untuk seluruh masyarakat dengan mengikut sertakan masyarakat secara luas
yang mencangkup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan.

Dengan demikian, maka lingkungan yang diharapkan pada masa depan


adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu
lingkungan yang bebas polusi, tersedianya sarana air bersih, sanitasi
lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat serta
terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong.
Lingkungan yang tidak sehat akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan,
baik secara individu maupun kesehatan masyarakat Lingkungan sangat
berperan terhadap tersedianya sarana air bersih yang digunakan oleh
masyarakat untuk berbagai kebutuhan dalam hidupnya.
Diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang menjadi
penyebab utama kesakitan dan kematian. Berdasarkan data World Health
Organization (WHO), diare menempati urutan kelima dalam 10 penyakit
penyebab kematian di dunia (WHO, 2011). Di Indonesia, penyebaran kasus
diare ada di setiap provinsi dan menyebabkan tingginya mortalitas dan
mordibitas. Presentase kamatian akibat penyakit diare berdasarkan pola
penyebab kematian semua umur 3,5%, sedangkan presentase kematian akibat
diare diantara penyakit menukar lainya adalah 13% berada pada urutan ke-
empat (Kemenkes RI, 2007).

Menurut data Subdit diare Depkes RI, hasil survei menunjukan dari tahun
2000 sampai 2010 tren penyakit diare menunjukan kecenderungan insiden
naik. Pada tahun 2000 angka kejadian diare 301 per 1000 penduduk, tahun
2003 naik menjadi 374 per 1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 per
1000 penduduk dan pada tahun 2010 menjadi 411 per 1000 penduduk
(Kemenkes RI, 2011).

Selain itu, penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, bila tidak diatasi
lebih lanjut diare akan menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan
kematian. Data terakhir dari Kementrian Kesehatan menunjukan bahwa diare
menjadi pembunuh nomor satu penyebab kematian bardasarkan umur pada
anak balita atau kelompok umur 1-4 tahun (Kemenkes RI, 2011).

Data menunjukkan diare menjadi salah satu penyakit yang masuk peringkat
10 besardi ditemukan di 288 puskesmas-puskesmas di Lampung.Menurut
Humas Dinas Kesehatan Provinsi Lampung Asih Hendrastuti, berdasarkan
data riset kesehatan dasar Diskes  Lampung tahun 2011, terdapat 164.843
orang berobat di 288 puskesmas se-Lampung, dan penyakit diare menduduki
peringkat kedua.

Tahun 2012, sambung dia, jumlah kunjungan pasien di 288 puskesmas


mencapai 145.431 orang, dan diare menduduki peringkat kedelapan.Di tahun
2014, jumlah kunjungan pasien di puskesmas mencapai 176.103 orang, dan
penyakit diare menduduki peringkat keenam.Sedangkan tahun 2014, jumlah
kunjungan pasien di puskesmas mencapai 119.047 pasien, dan penyakit diare
menduduki peringkat ketujuh.
Kabupaten/Kota Diare 
6.272
1. Lampung Barat
12.282
2. Tanggamus
20.813
3. Lampung Selatan
21.588
4. Lampung Timur
26.517
5. Lampung Tengah
12.970
6. Lampung Utara
9.264
7. Way Kanan
9.192
8. Tulang Bawang
9.125
9. Pesawaran
8.279
10. Pringsewu
4.188
12 Mesuji
5.665
13 Tulang Bawang Barat
3.208
14 Pesisir Barat
20.957
1. Bandar Lampung
3.390
2. Metro

Lampung
173.710

Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, diupdate 02 Agustus 2016

Menurut badan pusat statistic provinsi Lampung, hasil survei menunjukan


ditahun 2015 penyakit diare menunjukan kecenderungan insiden naik dari
tahun sebelumnya. Berdasarkan data di Puskesmas Kabupaten Gedong
tataan, Pesawaran memiliki jumlah penderita diare sebanyak 9.125 jiwa .

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan penyakit infeksi akut


yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari
hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan
adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Irianto, 2015).
Menurut WHO (2007), ISPA menjadi salah satu penyebab utama morbiditas
dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang
meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi
saluran pernapasan bawah. Kelompok yang paling berisiko adalah balita,
anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan
pendapatan per kapita rendah dan menengah. ISPA merupakan penyakit yang
banyak terjadi di negara berkembang serta salah satu penyebab kunjungan
pasien ke Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%). Kasus ISPA
terbanyak terjadi di India 43 juta kasus, China 21 kasus, Pakistan 10 juta
kasus dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta kasus.
Semua kasus ISPA yang terjadi di masyarakat, 7-13% merupakan kasus berat
dan memerlukan perawatan rumah sakit (Dirjen PP & PL, 2012).

Kasus ISPA di Indonesia pada tiga tahun terakhir menempati urutan pertama
penyebab kematian bayi yaitu sebesar 24,46% (2013), 29,47% (2014) dan
63,45% (2015). Selain itu, penyakit ISPA juga sering berada pada daftar 10
penyakit terbanyak di rumah sakit (Kemenkes RI, 2015).

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) terutama pneumonia merupakan


penyebab utama kesakitan dan kematian balita di negara berkembang
termasuk di Indonesia. Dari 15 juta kematian yang diperkirakan terjadi di
kalangan anak berusia di bawah lima tahun setiap tahun di negara sedang
berkembang, kira-kira 4 juta (26,6%) kematian disebabkan oleh penyakit
ISPA terutama pneumonia.

Penemuan penderita pneumonia di Kabupaten Pesawaran pada tahun 2010


sebanyak 159 kasus atau 3,4% dari 4.691 jumlah perkiraan balita yang
menderita pneumonia, tahun 2011 ada 161 kasus atau sekitar 3,4% dari 4.741
jumlah perkiraan balita yang menderita pneumonia, tahun 2012 ada sebanyak
244 kasus atau sekitar 5,02% dari 4.861 jumlah perkiraan balita yang
menderita pneumonia, tahun 2013 ada sebanyak 338 kasus atau sekitar 6,9%
dari 4.896 jumlah perkiraan balita yang menderita pneumonia dan pada tahun
2014 ada sebanyak 370 kasus atau sekitar 7,53% dari 4.915 jumlah perkiraan
balita yang menderita pneumonia.
Pemerintah Kabupaten Pesawaran melalui Dinas Kesehatan setempat
mengingatkan kepada masyarakat diwilayah tersebut agar dapat mewaspadai
berbagai penyakit yang kemaungkinan dapat menyerang warga pada saat
musim hujan.Peringatan tersebut menyusul prediksi dari Badan Meteorologi
Klimatologi (BMKG) Lampung yang memperkirakan peningkatan intensitas
curah hujan masih berpotensi melanda wilayah Lampung, termasuk di
Kabupaten Pesawaran. Kepala Bidang Pemberantasan dan Pengendalian
Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran Dr.dr. Ayla Karius
M.Kes mengatakan, beberapa penyakit yang harus diwaspadai pada musim
hujan saat ini antara lain Demam Berdarah Dengue (DBD). Insfeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) dan Diare.

1.2. Permasalahan

Penyakit Diare dan Ispa masih menjadi masalah di Desa Pasar erih RT 002
Taman Sari, Gedung Tataan,Kabupaten Pesawaran, Lampung

1.3. Tujuan

Tujuan Umum :

Untuk mengetahui gambaran penyakit Diare dan Ispa.

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran penderita penyakit Diare dan Ispa


2. Untuk mengetahui Karakteristik Diare dan Ispa
3. Untuk mempengaruhi Faktor faktor yang berhubungan dengan
penyakit Ispa dan Diare

1.4. Manfaat

1. Bagi mahasiswa
a. Memperoleh pengetahuan dan menambah wawasan tentang penyakit
berbasis lingkungan.
b. Meningkatkan input yang memiliki kegunaan untuk mengembangkan
hasil praktek lapangan dimasa sekarang dan yang akan datang.

2. Bagi Institusi Terkait


a. Terbinanya suatu jaringan institusi dengan lahan pendidikan dalam
upaya meningkatkan keterkaitan antara substansi akademik dengan
pengetahuan dan keteramplan SDM dalam pembangunan kesehatan.
b. Menambah referensi kepustakaan Universitas Esa Unggul, sehingga
dapat bermanfaat bagi semua pihak.

3. Bagi Masyarakat

Menambah pengetahuan dan informasi mengenai pentingnya pengetahuan


kondisi fisik sarana air bersih dalam mencegah berbagai penyakit sehingga
dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai