Anda di halaman 1dari 18

LIFE FORM TERUMBU KARANG DIPERAIRAN GILI LABAK

KABUPATEN SUMENEP

Nirmala I Wijaya1, Ananda R Taruna2, Taufik Hidayat3

Prodi Oseanografi, Universitas Hang Tuah.

Korespondensi: taufiksampit12@gmail.com

Abstrak

Life form atau bentuk pertumbuhan karang merupakan bentukan koloni karang yang membentuk
habitat dasar ekosistem terumbu karang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
keanekaragaman jenis terumbu karang dan biota laut, penyakit karang serta kualitas perairan pada
ekosistem terumbu karang. Pengamatan dan pengambilan data parameter lingkungan perairan
dilakukan pada tanggal 26-28 November 2018 di Pulau Gili Labak, Kabupaten Sumenep.
Pengamatan life form karang dilakukan dengan menggunakan Metode LIT dan quadrat selanjutnya
dianalisis berdasarkan persentase tutupan terumbu karang. Perhitungan persentase tutupan dihitung
berdasarkan dari masing-masing katagori benthos. Besaran untuk memperhitungkan persentase
tutupan karang dapat dijabarkan kedalam Persamaan 1. Pengukuran kualitas perairan sebagai data
pendukung dalam ekosistem terumbu karang meliputi pengukuran DO, temperatur, salinitas dan pH.
Hasil pengamatan kemudian dianalisis menggunakan analisis koresponden. Ekosistem terumbu
karang di perairan Pulau Gili Labak termasuk dalam kategori baik atau bagus.

Kata kunci: life form, karang, ekosistem.

ABSTRACT

Life form means the form of coral growth is a formation of coral colonies which form the basic habitat
of coral reef ecosystems. The purpose of this study is to find out the diversity of species of coral reefs
and marine biota, coral diseases and also the quality of waters in coral reef ecosystems. The
observation and the data collection of water environmental parameters was done on 26-28 November
2018 on Gili Labak Island, Sumenep Regency. The observation of Coral Life Form was carried out
using the LIT Method and the quadrat, and then analysed based on the percentage of coral cover.
The calculation of cover is calculated based on each benthos category. The amount to calculate the
percentage of coral cover can be spelled out into Equation 1. The measurement of water quality as a
supporting data in coral reef ecosystems includes measurements of DO, temperature, salinity and pH.
Then the result of the observation is analysed using correspondent. Coral reef ecosystems in the
waters of Gili Labak Island is included in a good category.

Key words: Coral, Ecosytem, Life form

PENDAHULUAN

Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem pesisir dengan keanekaragaman
hayati yang tinggi dan berperan besar sebagai tempat memijah (spawning ground), tempat tumbuh
besar (nursery ground) dan tempat mencari makan (feeding ground) bagi beragam jenis ikan dan
biota laut. Selain itu ekosistem terumbu karang juga memiliki nilai estetika yang dapat dimanfaatkan
sebagai kawasan pariwisata dan memiliki cadangan sumber plasma nutfah yang tinggi (Sudiono
2008). Terumbu karang adalah struktur dasar laut berupa deposit kalsium karbonat yang dihasilkan
terutama oleh hewan karang (Timotius 2003).
Karang pembentuk terumbu (karang hermatipik) dapat hidup secara berkelompok (koloni) atau
menyendiri (soliter). Karang yang hidup berkoloni membangun rangka kapur dengan berbagai bentuk
sesuai dengan bentuk pertumbuhannya, sedangkan karang yang hidup soliter hanya membangun
satu bentuk rangka kapur. Gabungan beberapa bentuk rangka kapur tersebut disebut terumbu (Veron
1995). Bentuk pertumbuhan (life form) karang keras hidup terbagi menjadi dua yaitu Acropora dan
non-Acropora, dengan perbedaan morfologi berupa bentuk bercabang (branching), padat (massive),
merayap (encrusting), daun (foliose), meja (tabulate), dan jamur (mushroom) (English et al. 1994).

Pemanfaatan sumberdaya laut khususnya pada ekosistim terumbu karang dilakukan dengan
cara yang berkesinambungan, yakni dengan memantau kondisi terumbu karang setiap saat.
Pemantauan terumbu karang sangat berguna untuk mengontrol laju degradasi lingkungan yang
diakibatkan oleh aktivitas manusia maupun oleh perubahan kondisi alam. Metode pemantauan pada
ekosistim terumbu karang dapat dilakukan dengan berbagai macam metode. Metode yang paling
sering digunakan ialah LIT (line intercept transect) dan Quadran Plot. Metode LIT dan Quadran ini
digunakan untuk pemantauan terumbu karang secara

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan pemantauan terumbu karang dilakukan pada 26-28 November 2018 di Pulau Gili Labak,
Kabupaten Sumenep. Lokasi pemantauan terumbu karang dibatasi pada area 7°12’12” - 7°12’15”S
dan 114°2’38” - 114°2”40” E. Kegiatan pemantauan terumbu karang dimulai pada pukul 07.30 hingga
selesai pukul 10.30 WIB. Area pemantauan terumbu karang kemudian terbagi menjadi 4 (empat)
lokasi stasiun, selanjutnya pada setiap stasiun ini dilakukan transek sejajar dengan garis pantai.
Lokasi setiap stasiun pemantauan terumbu karang dapat dilihat seperti Gambar 1 yang terbagi dari
beberapa titik pemantauan.

Gambar 1 Lokasi pemantauan terumbu karang Gili Labak


Alat dan Bahan
Kegiatan pemantauan terumbu karang di Pulau Gili Labak menggunakan serangkaian
alat dan bahan yang diperlukan. Peralatan dan bahan yang digunakan seperti di Tabel 1.

Peralatan Kegunaan

Peta dasar Sebagai acuan dalam penentuan lokasi sampling


Digunakan untuk menandai titik sampling
Hand GPS
pemantauan terumbu karang
Digunakan untuk mengetahui panjang medium
Roll meter (50m)
terumbu karang yang diukur
Digunakan saat menyelam untuk mendata terumbu karang
SCUBA
Digunakan untuk mencatat dan mendata klasifikasi
Alat tulis waterproof
terumbu karang
Digunakan saat mengukur terumbu karang
pipa quadrat (1x1m)
berdasarkan luas area sampling

Digunakan sebagai dokumentasi terumbu karang


kamera Underwater
saat sampling

Digunakan untuk pengukuran oksigen terlarut dalam


DO Meter
air
Digunakan untuk pengukuran tingkat pengasaman laut
pH Meter
Hand Termometer Digunakan untuk pengukuran suhu permukaan laut
Digunakan untuk pengukuran tingkat salinitas
Hand refractometer
permukaan laut
Bahan Kegunaan
Tabel identifikasi Digunakan untuk menentukan jenis terumbu
terumbu karang karang

METODE PENGAMBILAN DATA

Pemantauan terumbu karang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode pengambilan data
hingga menjadi persentase tutupan terumbu karang (life form). Metode pengukuran persentase terumbu
karang yang sering digunakan yaitu LIT dan Quadrat. Metode LIT dilakukan secara sederhana dengan
membentangkan pita ukur (roll meter) sejajar dengan garis pantai sehingga mendapatkan persentase
tutupan karang berdasarkan panjang yang diukur. Metode quadrat dengan menggunakan bingkai
persegi (frame) terbuat dari pipa yang memiliki ukuran tertentu yang selanjutnya diletakan pada
permukaan terumbu karang yang akan diukur, sehingga hasil pengukuran ini menghasilkan persentase
tutupan karang berdasarkan luas sampling yang diukur. Prosedur pengambilan data dilakukan secara
random sampling.
1.METODE LIT

Pemantauan terumbu karang terdiri dari dua tingkatan keterampilan. Tingkat pertama yakni
kemampuan pencatat data mengenali biota laut hingga sampai bentuk pertumbuhanya, tingkatan kedua
yakni menuntut kemampuan pencatan data untuk dapat mengenali genera hingga sampai species biota
laut. Prosedur kerja dengan meng gunakan metode LIT dijabarkan sebagai berikut:

Tim Pengamat

pembagian tugas setiap tim pengamat ini harus benarbenar dipersiapkan sehingga kegiatan kerja
dibawah air berlangsung dengan lancar. Pembagian kerja tim pengamat secara sederhana tertera pada
Gambar 3.2, saat pengambilan data memerlukan 3-5 orang. Pengambilan data yang dilakukan oleh lima
orang memiliki tugas yang berbeda dengan rincian tiga orang sebagai pengamat/pencatat (observer
data) serta dua orang lainya sebagai tim penyapu jarak (sweeper) seperti Gambar 3.2a. Tim pengamat
yang terdiri dari tiga orang memiliki rincian yakni dua orang bertugas sebagai pengamat/pencatat dan
satu orang lainya sebagai penyapu jarak seperti Gambar 2.

1m
Replikasi/sampling

Replikasi/sampling

Keterangan:

Observasi data Arah gerak transek

sweeper Roll meter (50m)

Gambar 2. Pengamatan terumbu karang menggunakan metode LIT; a) pengukuran dengan lima
orang dan b) pengukuran dengan tiga orang (adopsi dari LIPI,2010)

Prosedur Kerja

roll meter dibentangkan sepanjang 50m sejajar garis pantai dengan ukuran panjang transek 20m
sehingga terdiri dari 2 replikasi pada kedalaman 3 meter, kemudian transek pada replikasi pertama
dimulai dari titik 0 (nol) hingga berakhir di titik 20. Kemudian diberi interval jarak sejauh 10m, transek
replikasi kedua dimulai pada titik 30 dan berakhir di titik 50 (lihat Gambar2). Semua bentuk dan jenis
terumbu karang, penyakit terumbu karang serta biota laut lainya yang berada dibawah observer data
dicatat dengan ketelitian centimeter (cm) oleh observer yang berada tepat diatas roll meter. Hal
yang perlu diperhatikan oleh observer data yang tepat berada diatas roll meter adalah memberikan
isyarat/kode juga kepada observer data sebelah kanan dan kiri, isyarat ini dapat berupa batas akhir
pengukuran ataupun hal khusus yang diperlukan. Hasil pencatatan kemudian ditabulasikan kedalam
format tabel.

2. METODE QUADRAT

Prosedur pemantauan terumbu karang dengan mengunakan metode quadrat seperti dijabarkan sebagai
berikut:

1. Menentukan lokasi pengamatan yang dinilai cukup mewakili dan menandai lokasi dengan
menggunakan hand GPS untuk mengetahui koordinat posisinya.

2. Meletakan pipa kuadran ukuran 1x1 m dengan panjang dan lebar setiap kotak 20x20 cm di atas
terumbu karang yang akan diamati dengan dipegang oleh dua orang agar alat tidak bergerak dan
berpindah akibat arus atau gelombang.

3. Mengamati setiap segmen dalam pipa kuadran dengan cara menyebutkan kode terumbu karang,
presentase tutupan, dan obyek lain seperti jenis penyakit karang dan biota asosiatif lainya yang terdapat
dalam tiap segmen. Contoh pengambilan data terumbu karang, segmen 1 = 100% Acropora Coral
Breanching (ACB).

3.METODE PENGUKURAN KUALITAS AIR

Pengukuran kualitas perairan sebagai data pendukung dalam ekosistim terumbu karang meliputi
pengukuran DO, temperatur, salinitas dan pH. Prosedur pengukuran kualitas perairan sebagai berikut:

1. Pengukuran DO
 Siapkan DO meter dan sampel larutan yang akan diukur.
 Lakukan kalibrasi DO meter terlebih dahulu yang tandai ketika layar dihidupkan
pengukuran DO meter akan naik dari 0 hingga 100, lalu kembali ke posisi awal.
 Ukur konsentrasi DO dari sampel dengan mencelupkan probe DO meter hingga seluruh
batang probe terbenam.
 Setelah beberapa saat muncul angka pengukuran hingga angka pengukuran tidak
bergerak, probe DO meter diangkat lalu dicatat hasilnya.
 Setelah selesai melakukan pengukuran bilas bagian probe DO meter menggunakan air
tawar lalu dikeringkan kemudian disimpan kembali DO meter pada tempat yang tersedia.
2. Pengukuran Salinitas
 Sebelum dilakukan pengukuran, Hand refraktometer dibersihkan dengan tisu atau kain
lembut mengarah kebawah.
 Pada bagian prisma Refraktometer ditetesi dengan aquadest hingga melapisi seluruh
permukaan prisma. Gunakan pipet untuk mengambil sampel yang akan diukur.
 Tutup refraktometer dengan mengembalikan pelat ke posisi awal.
 Setelah itu, tengok kedalam ujung bulat refraktometer ada skala angka. Skala salinitas
biasanya bertanda ‰ yang berarti “bagian per seribu” dari 0 didasar skala hingga 50
diujungnya. Ukuran salinitas terlihat pada garis pertemuan bagian putih dan biru.
 Catat hasil pengukuran salinitas dan temperatur, kemudian bilas refraktometer
menggunakan air tawar lalu dikeringkan menggunakan tisu atau kain lembut.

3. Pengukuran pH
 Sampel yang akan diukur diambil untuk menentukan kadar pHnya (letakkan dalam wadah).
 Tombol ON pada pHmeter ditekan, kemudian masukkan pH meter kedalam wadah yang
berisi sampel yang akan dikur.
 Pada saat dicelupkan kedalam air, skala angka akan bergerak acak, tunggu hingga angka
tersebut berhenti dan tidak berubah-ubah.
 Catat hasil pengukuran, jika derajat keasaman air >7 maka bersifat basa, jika < 7 bersifat
asam sedangkan jika 0= bersifat netral.
 pH meter dibilas menggunakan air tawar lalu dikeringkan kemudian disimpan ditempat yang
tersedia.

METODE ANALISIS DATA

Pencatatan terumbu karang yang telah dilakukan dengan menggunakan metode LIT dan quadrat
selanjutnya akan dianalisis berdasarkan persentase tutupan terumbu karang. Perhitungan persentase
tutupan dihitung berdasarkan dari masing-masing katagori benthos. Besaran untuk memperhitungkan
persentase tutupan karang dapat dijabarkan kedalam Persamaan 1.

total panjang kategori benthos


% tutupan kategori bentos= x 100% (1)
panjang garis transek

Katagori benthos ini meliputi dari LC (life coral) yakni Ac (family acropora) dan Na (non-acropora), Dc
(dead coral), Ru (rubble), Ro (rock), Sa (sand), Hc (family halimedae) serta Ma (Macro algae). Identifikasi
benthos jenis LC didapatkan dengan menjumlahkan tutupan Ac dan Na. Hasil perhitungan persentase
tutupan karang yang didapatkan ini selanjutnya dapat ditentukan kriteria kerusakan terumbu karang.
Kriteria kerusakann terumbu karang mengacu pada kriteria baku dari KEPMEN LHK no 4 tahun 2001
dengan kriteria sebagai tabel 2

Tabel 2. Kriteria baku kerusakan terumbu karang


Parameter Tingkat kerusakan terumbu karang (%)
Buruk 0 – 24,9
Persentase tutupan karang Rusak
Sedang 25 – 49,9
hidup Baik 50 – 74,9
Baik
Baik sekali 75 -100
(sumber: KEPMEN LHK. No 4 tahun 2001)

HASIL DAN PEMBAHASAN


TUTUPAN TERUMBU KARANG STASIUN 1

Pemantauan tutupan terumbu karang di Stasiun 1 yang berada di koordinat 7°12'16.66"S dan
114°2’39”E didapatkan hasil tutupan karang sebesar 55% dan 60% dengan menggunakan metode LIT
dan quadrat. Penggunaan metode LIT juga didapatkan berbagai macam tutupan selain tutupan terumbu
karang yang terdiri dari rock (Ro), halimeda coral algae (Hca), sand (Sa), rubble (Ru), macro algae (Ma)
dan dead coral (Dc). Penggunaan metode pemantauan karang dengan ketelitian tinggi yakni quadrat plot,
tutupan non life coral terdiri dari rock (Ro), rubble (Ru), sand (Sa), sponge (Sp) dan spesies ikan seperti
yang tertera pada gambar 1

Gambar 1. Persentasi tutupan karang stasiun 1

Lokasi Stasiun 1 persentase tutupan karang hidup atau life coral (Lc) dengan menggunakan
metode LIT ini didominasi oleh katagori Acropora dan Non-acropora. Katagori acropora
yakni acropora branching (Acb) sebesar 19,6 % ; 18,6 % tutupan karang jenis acropora
submassive (Acs) dan 1,3 % merupakan acropora digitate (Acd). Non-arcopora terdiri dari coral
submassive (Cs) sebesar 7,3 %, coral massive (Cm) mem iliki k i persentase 5,3 % dan 2,7 %
tutupan jenis coral branching (Cb). Persentase non-life coral yang paling besar yakni pecahan karang
(Ru) sebesar 12,5%, tutupan pasir (Sa) sebesar 10,2 %, dead coral (Dc) sebanyak 8,9% dan tutupan
terendah pada macro algae (Ma) 3,3% seperti pada Gambar 4.1. Kondisi lingkungan saat dilakukan
pemantauan juga memiliki temperatur 31° C, Salinitas 30 ‰, dissolved oxygen (DO) sebesar 20 mg/l
dan tingkat keasaman laut (pH) 7,2 mg/l.

Gambar 1.2 Frekuensi tutupan jenis bentos Stasiun 1


Berdasarkan kriteria baku kerusakan terumbu karang dari KEPMEN LHKnomor 4
tahun 2011 didapatkan bahwa tingkat kerusakan terumbu karang padaStasiun 1 memiliki
katagori baik, hal ini mengacu persentase tutupan karang hidup (Lc) yang berada dikisaran 55-
60 % atau tingkat kerusakan terumbu karang berada dibawah 50-74,9 %. Kegiatan pemantauan
yang dilakukan menggunakan kedua metode di Stasiun 1 seperti pada Gambar 4.2, pencatatan
persentase di Stasiun 1 terdiri dari empat orang.
Berdasarkan kriteria baku kerusakan terumbu karang dari KEPMEN LHK nomor 4 tahun 2011
didapatkan bahwa tingkat kerusakan terumbu karang pada Stasiun 1 memiliki katagori
baik, hal ini mengacu persentase tutupan karang hidup (Lc) yang berada dikisaran 55-60
% atau tingkat kerusakan terumbu karang berada dibawah 50-74,9 %. Kegiatan
pemantauan yang dilakukan menggunakan kedua metode di Stasiun 1 seperti pada Gambar
1.2, pencatatan persentase di Stasiun 1 terdiri dari empat orang.

Gambar 1 . 2 Pengambilan data di Stasiun 1

TUTUPAN TERUMBU KARANG STASIUN 2


Pada Stasiun 2 yang berada di koordinat 7°12'14"S dan 114°2’40”E, hasil persentase
dengan menggunakan LIT diketahui bahwa tutupan terumbu karang hidup (Lc) mencapai 74 %.
Persentase tutupan lainya pada LIT yang lebih kecil terdiri dari sand (Sa) 9 %, rubble (Ru) 45 %,
batu karang (Ro) 5 %, Halimeda coral (Hca) 2 % dan karang mati (Dc) 6 %. Hasil metode
quadrat sedikit lebih besar hasil persentase tutupan terumbu karang hidup yakni 77 %.
Persentase tututpan selain terumbu yakni sand (Sa) 18 %, softcoral (Sc) 2 %, rubble (Ru) 2% serta
karang mati (Dc) 1 %. Persentase tutupan dengan metode LIT dan quadrat tertera pada Gambar 2

Gambar 2 Persentase tutupan karang Stasiun 2


Distribusi frekuensi tutupan di Stasiun 2 sangat bervariasi seperti di stasiun sebelumnya,
akan tetapi frekuensi katagori bentos yang didapatkan juga berbeda. Katagori bentos acropora
dominan di Stasiun 2 yakni acropora digitate (Acd) sebesar 20,75 %, akan tetapi juga terdapat
jenis lainya seperti acropora branching Acb) 9,25 %, acropora submassive (Acs) 6,5 % dan
acropora tabulate (Act) sebesar 7,75%. Bentos jenis non-acropora juga terdapat dalam Stasiun 2
yang didominasi oleh cbranching (Cb) sebesar 15,25 %, selain itu juga terdapat 5 jenis non-
acropora yang mem iliki persentase distribusi frekuensi kecil. Persentase distribusi frekuensi kecil
lainya yakni coral foliose (Cf) 3 %, coral heliopora (Chl) 3,75 %, coral massive (Cm) 1,5 %, coral
millepora (Cme) 3 % dan coral submassive (Cs) 3,5 % yang ditunjukan pada Gambar 2 . 1

Gambar 2 . 1 Frekuensi tutupan jenis bentos Stasiun 2


Kondisi lingkungan ekosistim terumbu karang Stasiun 2 saat dilakukan pemantauan juga memiliki
temperatur 33° C, slinitas 35 ‰, dissolved oxygen (DO) sebesar 73 mg/l dan tingkat keasaman
laut (pH) 7,9 mg/l. Hasil kualitas lingkungan stasiun ini sangat baik untuk pertumbuhan terumbu
karang. Kegiatan pemantauan terumbu karang di Stasiun 2 tertera pada Gambar
4.5.

Gambar 2 . 3 Pengambilan data di Stasiun 2

TUTUPAN TERUMBU KARANG STASIUN 3

Stasiun 3 yang berada di koordinat 7°12'15"S dan 114°2’38”E memperlihatkan bahwasanya


persentase tutupan terumbu karang hidup (Lc) lebih rendah dibandingkan dengan Stasiun 2,
yakni bernilai 66 %. Hasil persentase tutupan lainya seperti halimeda (Hca) 2,7 %, rock (Ro)
0,5 %, pecahan karang (Ru) 5,7 % dan pasir (Sa) sebanyak 25 % seperti yang diperlihatkan Gambar
1
Gambar 1. Persentase tutupan karang di Stasiun 3

Hasil transek LIT sepanjang 1500 cm yang didapatkan dari Stasiun 3 juga memperlihatkan
distribusifrekuensi didominasi oleh tutupan karang non-acropora jenis coral massive
(Cm) sebesar 37,73 %, sedangkan katagori jenis bentos acropora yakni acropora digitate
memiliki persentase tutupan karang 22,47 % dan tutupan pasir 24,93 %. Distribusi frekuensi
berdasarkan katagori jenis bentos diperlihatka Gambar 2

Gambar 4.7 Frekuensi tutupan jenis bentos Stasiun 3

Kondisi lingkungan ekosistim terumbu karang Stasiun 3 saat dilakukan


pemantauan juga memiliki temperatur 33° C, Salinitas 35 ‰, dissolved oxygen
(DO) sebesar 73 mg/l dan tingkat keasaman laut (pH) 7,7 mg/l. Kegiatan
pemantauan terumbu karang yang dilakukan di Stasiun 3 tertera pada Gambar 4.8.

Gambar 3. Pengambilan data stasiun 3

TUTUPAN TERUMBU KARANG STASIUN 4


Tutupan terumbu karang Stasiun 4 di koordinat 7°12'13"S dan 114°2’20”E
memiliki persentase yang yang signifikan tutupan terumbu dari Stasiun 3. Hasil
survey yang didapatkan pada Stasiun 4 memperlihatkan bahwa tutupan terumbu
karang hidup (Lc) mencapai 73 %. seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1

Gambar 1. Tutupan karang stasiun 4

Keberadaan bentos acropora yang memiliki tutupan paling tinggi jenis acropora tabulate
(Act) sebesar 38 %, selain itu terdapat jenis lainya meliputi acropora branching (Acb) 18 %
dan acropora submassive (Acs) 7,5 %. Persentase tutupan non-acropora tediri dari coral
submassive (Cs) 8 % dan coral massive (Cm) 1,5 %. Frekuensi tutupan terumbu lainya yakni
berupa pasir (Sa) 15,5 %, halimeda (Hca) 2,5 %, rock (Ro) 3,5 % dan pecahan karang (Ru) 6 %
dengan menggunakan metode LIT sepanjang 2000 cm sejajar garis pantai seperti Gambar 4.10

Gambar 4.10 Frekuensi tutupan jenis bentos Stasiun 4

KESIMPULAN DAN SARAN


KESIMPULAN

Dari hasil pemantauan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa kondisi
terumbu karang yang ada di Pulau Gili Labak, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur dalam
keadaan kategori baik atau bagus. Hal tersebut dikarenakan tutupan karang mencapai nilai
persentase cover sebesar 74%. Tutupan karang hidup yang paling mendominasi yaitu jenis
ACT (Acropora tabulate) dengan persentase cover sebesar 38%. Tutupan karang hidup
dengan persentase terkecil adalah jenis ACS (Acropora submassive) dengan persentase cover
sebesar 0,80 %.

Hal ini dapat terjadi karena faktor lingkungan yang mendukung seperti tingginya
kadar oksigen, intensitas cahaya, kecerahan, gelombang dan arus. Sebagaimana hasil
pengukuran kualitas perairan di Pulau Gili Labak seperti DO 20 mg/L, Suhu 31°C, Salinitas 30
‰ dan pH 7,2 mg/L. Di Pulau Gili Labak kami juga melakukan identifikasi mengenai biota
asosiatif berinteraksi dengan terumbu karang seperti kima, bintang laut, anemon laut, kepiting
dan beberapa jenis ikan dan diketahui ada penyakit karang yang telah diidentifikasi yaitu
White plague disease menyerang karang otak dan coral bleaching menyerang karang branching.

SARAN
Berdasarkan dari pemantauan yang telah dilakukan maka saran yang didapatkan
yakni diperlukan pemantauan rutin terumbu karang secara berkala 3 bulan sekali dan
adanya tempat pengolahan air limbah rumah tangga sebelum dibuang ke laut, selain itu
juga diperlukan analisis laboratorium secara rinci untuk mengidentifikasi terumbu karang yang
terinfeksi penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut Suatu pendekatan ekologis. Jakarta,

Indonesia: : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Pichon, M. 1995. Coral Reef Ecosystem. Encyclopedia of Environmental Biology. Vol 1:


425-443.

Republik Indonesia. 2001. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 04

Tahun 2001 tentang Baku Kerusakan Terumbu Karang. Sekretariat


Kabinet RI. Jakarta.

Sumich, J. L. 1992. An Introduction to The Biology of Marine Life. WCB Wm. C.

Brown Publisher, USA.

Suharsono.1996. Jenis-jenis Karang yang Umum dijumpai di Perairan Indonesia.


P3O- LIPI. Jakarta.

Timotius, S. 2003. Biologi Terumbu Karang. Makalah Training Course:

Karakteristik Biologi Karang. Yayasan Terumbu Karang (Terangi).

Anda mungkin juga menyukai