PENDAHULUAN
Asal kata pterigium dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya wing
atau sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterigium yang berbentuk sayap
terletak pada celah kelopak mata bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang
dengan tingkat prevalensi yang bervariasi mulai dari 1,2% sampai 23,4% (Feng,
et
al., 2010). Pterigium lebih sering terjadi pada daerah yang panas dengan iklim
kering dimana prevalensinya dapat mencapai hingga 22% pada daerah ekuator.
prevalensi hingga 17% dan hal yang sama juga dijumpai di daerah Papua Nugini.
Sehingga dapat disimpulkan terdapat asosiasi yang kuat antara paparan sinar
radiasi ultraviolet, faktor genetik serta faktor lain seperti iritasi kronik. Pada
anamnesis didapatkan adanya keluhan pasien seperti mata merah, gatal, mata
1
Pengobatan pterigium bila gejala ringan dapat diberi air mata buatan,
bedah, serta penderita disarankan untuk memakai kaca mata ultra violet resisten
(Ilyas, 2009).
(Fisher, 2013). Prognosis pterigium yaitu penglihatan dan kosmetik pasien setelah
eksisi adalah baik, kebanyakan pasien setelah 48 jam setelah operasi dapat
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asal kata pterigium dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya wing
atau sayap. Hal ini mengacu pada pertumbuhan pterigium yang berbentuk sayap
degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak
mata bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea.
(Ilyas, 2009).
2.2 Epidemiologi
panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor
yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah yang
terletak kurang 370 Utara dan Selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22%
di daerah dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah yang terletak di atas 40 0
pterigium meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari
kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49. Kejadian berulang
(rekuren) lebih sering pada umur muda daripada umur tua. Laki-laki 4 kali lebih
3
resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah,
sedangkan pterigium pada salah satu mata 1,9%. Prevalensi pterigium pada kedua
Jakarta (0,4%). Prevalensi pterigium pada salah satu mata tertinggi di Provinsi
Nusa Tenggara Barat (4,1%), terendah di Provinsi DKI Jakarta (0,2%). Prevalensi
tertinggi ditemui pada kelompok umur 70 tahun. Dan tidak didapati perbedaan
yang terlalu signifikan pada jenis kelamin laki-laki maupun perempuan (Erry, et
al 2011).
2.3 Etiologi
asosiasi antara paparan yang lama terhadap sinar matahari pada daerah-daerah
geografis dengan kejadian pterigium. Paparan sinar matahari dan sinar UV,
4
sehingga dapat disimpulkan pterigium berkaitan erat dengan paparan sinar
risiko meningkat dan mencapai puncak pada usia 70-81 tahun. Beberapa teori
dominan.
4. Faktor lain, iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer
limbal defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari
pterigium. Debu, kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan
partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma juga penyebab dari pterigium.
2.4 Patofisiologi
Etiologi pterigium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih
sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran
yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor
5
inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan
lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film
Tingginya insiden pterigium pada daerah dingin, iklim kering mendukung teori
ini.
Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal
inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia.
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan
pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterigium dan
manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat
6
Pemisahan fibroblast dari jaringan pterigium menunjukkan perubahan
luka, mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterigium cenderung terus
tumbuh, invasi ke stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi
(Garg, 2009)
2.5 Klasifikasi
yaitu :
1) Tipe I : meluas kurang 2 mm dari kornea. Stoker's line atau deposit besi
dapat dijumpai pada epitel kornea dan kepala pterigium. Lesi sering
2) Tipe II : menutupi kornea sampai 4 mm, bisa primer atau rekuren setelah
7
3) Tipe III : mengenai kornea lebih 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi
b. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm
melewati kornea.
mata dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3 –
4 mm)
Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering
8
iritasi ringan dengan keluhan mata merah, kering, atau terasa ada benda pada
atau didaerah kornea. Bagian puncak dari jaringan pterigium ini biasanya
9
2.7 Diagnosis
Anamnesis
gatal, mata sering berair, gangguan penglihatan. Selain itu perlu juga ditanyakan
adanya riwayat mata merah berulang, riwayat banyak bekerja di luar ruangan pada
daerah dengan pajanan sinar matahari yang tinggi, serta dapat pula ditanyakan
Pemeriksaan fisik
tebal tetapi ada juga pterigium yang avaskuler dan flat. Pterigium paling sering
ditemukan pada konjungtiva nasal dan berekstensi ke kornea nasal, tetapi dapat
Pemeriksaan penunjang
Secara klinis pterigium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang sama
a. Pinguekula
10
inflamasi. Tindakan eksisi tidak diindikasikan. Prevalensi dan insiden
dan iklim tropis dan angka kejadian sama pada laki-laki dan perempuan.
b. Pseudopterigium
11
pada limbus, dimana hal ini tidak dapat dilakukan pada pterigium. Pada
pseudopterygium tidak dapat dibedakan antara head, cap dan body dan
2.9 Penatalaksanaan
Keluhan fotofobia dan mata merah dari pterigium ringan sering ditangani
dengan menghindari asap dan debu. Beberapa obat topikal seperti lubrikans,
mm dan pertumbuhan yang progresif ke tengah kornea atau aksis visual, adanya
12
Eksisi pterigium bertujuan untuk mencapai gambaran permukaan mata
yang licin. Suatu teknik yang sering digunakan untuk mengangkat pterigium
limbus. Memisahkan pterigium ke arah bawah pada limbus lebih disukai, kadang-
kadang dapat timbul perdarahan oleh karena trauma jaringan sekitar otot. Setelah
lokal.
pinggir limbus.
a. Setelah pterigium diekstirpasi, ukuran dari bare sclera yang tinggal diukur.
diberi tanda.
13
d. Bagian limbal dari autograft ditempatkan pada area limbal dari area yang
akan digraft.
2.10 Komplikasi
2. Kemerahan
3. Iritasi
pergerakan bola mata. Pada pasien yang belum menjalani operasi, parut
1. Infeksi
3. Diplopia
5. Parut kornea
penipisan kornea dan/atau sklera atau disebut juga ektasia yang dapat timbul
14
tahunan setelah operasi. Komplikasi tersering operasi pterigium adalah
50-80%. Akan tetapi tingkat kekambuhan telah menurun hingga 5-15% dengan
(Fisher, 2013).
2.11 Prognosis
Prosedur dapat ditoleransi oleh pasien dan selain rasa tidak nyaman beberapa hari
post operasi, sebagian besar pasien dapat menjalankan aktivitas semula dalam 48
jam post operasi. Pasien yang mengalami kekambuhan dapat diterapi dengan
2.12 Pencegahan
pterigium adalah paparan sinar UV, maka pencegahan pterigium yang utama
pemakaian topi dan kacamata dengan lensa yang dilapisi untuk mencegah
masuknya sinar UV ke mata. Edukasi ini sangat penting terutama pada individu
yang tinggal atau beraktivitas di daerah tropis dan subtropis dan pekerjaan yang
berisiko tinggi seperti nelayan, petani, pekerja bangunan, dan lain-lain (Fisher, et
al., 2013).
15
BAB 3
KESIMPULAN
Pterigium merupakan salah satu dari sekian banyak kelainan pada mata
dan merupakan yang tersering di Indonesia. Hal ini di karenakan oleh letak
sinar ultraviolet yang merupakan salah satu faktor penyebab dari pterigium.
Pterigium banyak diderita oleh laki-laki karena umumnya aktivitas laki-laki lebih
banyak di luar ruangan, serta dialami oleh pasien pada umur antara 20 dan 49
(asimptomatik), bisa juga menunjukkan keluhan mata iritatif, gatal, merah, sensasi
anti inflamasi. Pada pembedahan akan dilakukan jika piterigium tersebut sudah
pergerakan bola mata. Walaupun begitu penyakit ini dapat dicegah dengan
16