SINUSITIS MAKSILARIS
PENDAHULUAN
Sinusitis maksilaris adalah radang mukosa sinus maksila. Sinus adalah lubang
yang berisikan udara yang terdapat pada tulang tengkorak. Sinus berhubungan dengan
hidung dan ditutupi oleh suatu membran yang disebut mucous membrane yang
atas dan karenanya sering terlihat infeksi daerah tersebut. Semua keadaan anatomik
dan fisiologik yang dapat menimbulkan sumbatan drainase sinus, menyebabkan stasis
Sinusitis maksilaris paling sering terjadi diantara sinusitis paranasal yang lain,
oleh karena merupakan sinusitis paranasal terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari
dasar sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus maksila hanya tergantung dari
pergerakan silia, dasar sinus maksila adalah akar gigi sehingga infeksi gigi dapat
menyebabkan sinusitis dan ostium sinus maksila terletak di meatus medius disekitar
bahwa hidung dan sinus maksila hanyalah sebagian dari sistem pernafasan total.
sistem saraf pusat, kumpulan otot muka yang membentuk leher dan vena-vena yang
terkait dan sistem limfe yang akan dapat menyebabkan komplikasi yang serius.(4)
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar, saat lahir sinus
maksilaris bervolume 6-8 ml, kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya
mencapai ukuran maksimal yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksilaris disebut juga
dengan Antrum Highmore dan berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus adalah
permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina. Dinding posteriornya adalah
permukaan infra temporal maksila, dinding medialnya adalah dinding lateral rongga
hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferiornya adalah
prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksilaris berada di sebelah superior
etmoid.(1)
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus terdapat mukosa bersilia dan
palut lendir diatasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan
lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.
Pada dinding lateral hidung terdapat dua aliran transpor mukosiliar dari sinus. Lendir
yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid
dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba eustaehius. Lendir yang berasal dari
sekret pasca nasal (post nasal drip) tetapi belum tentu ada sekret di rongga hidung.(1)
kepala, membantu resonansi suara, peredam perubahan tekanan udara, dan membantu
DEFINISI
Sinusitis maksilaris merupakan sinusitis yang paling sering terjadi dibanding sinus
paranasal lainnya. Hal ini disebabkan karena sinus maksilaris merupakan sinus
paranasal yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret
(drainase) dari sinus maksilaris hanya tergantung dari gerakan silia, dasar sinus
maksilaris adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi dapat berasal
dari infeksi gigi, dan ostium sinus maksilaris terletak di meatus medius, di sekitar
berbagai hal antara lain : oleh virus, bakteri atau jamur. Kuman penyebab tersering
Dapat disebabkan rinitis akut; infeksi faring seperti faringitis, tonsillitis akut;
infeksi gigi molar M1, M2, M3 atas serta premolar P1, P2 ; berenang dan menyelam ;
trauma ; tekanan udara (biasanya pada awak pesawat) ; barotrauma ; merokok dan
influenza.(1,2,3)
seperti deviasi septum, hipertrofi konka media, benda asing dihidung, tumor atau
polip. Selain itu rinitis kronis serta menghasilkan lendir yang banyak, yang
Faktor predisposisi lain ialah polusi lingkungan, udara dingin dan kering yang
PATOFISIOLOGI
berhadapan akan bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat
dialirkan. Akibatnya terjadi gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus, sehingga
silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih
kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila
sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lendir, sehingga timbul
KLASIFIKASI
Menurut Cawne Berge (1983), sinusitis kronik adalah sinusitis yang terjadi
Tetapi apabila dilihat dari gejalanya, sinusitis akut adalah bila terdapat tanda-
tanda radang akut; sinusitis sub akut ialah bila tanda akut sudah reda tetapi masih
dapat diobati dengan terapi konservatif; sedangkan sinusitis kronis ialah bila tidak
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis yang didapat berupa gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala
sistemik adalah demam dan lesu. Gejala lokal pada hidung yaitu hidung tersumbat,
terdapat ingus kental berwarna kuning atau hijau yang kadang-kadang berbau dan
dirasakan mengalir ke nasofaring (post nasal drip). Dirasakan hidung tersumbat, rasa
nyeri di daerah sinus yang terkena serta kadang-kadang dirasakan juga di tempat lain
karena nyeri alih (referred pain). Pada sinusitis maksilaris, nyeri terasa di bawah
kelopak mata dan kadang-kadang menyebar ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi.
Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga. Gigi terasa nyeri pada saat gerakan
kepala yang mendadak, misalnya waktu naik atau turun tangga. Batuk iritatif yang
nyeri yang dirasakan disekitar daerah orbita dan pipi. Nyeri berdenyut-denyut, terus-
menerus dengan puncak-puncak nyeri secara intermiten. Pada pagi hari nyeri terasa
lebih hebat daripada siang hari. Hal ini mungkin disebabkan oleh banyak penimbunan
sekresi di dalam sinus pada malam hari. Dan evakuasi sekresi itu terjadi secara
berangsur-angsur pada masa menjelang siang hari kerena sikap badan tegak. Nyeri
terasa lebih berat dan berdenyut-denyut pada waktu membungkuk atau menundukkan
mata bawah (pada sinusitis maksilaris akut). Pada rinoskopi anterior akan tampak
mukosa konkha hiperemis dan edema, dan tampak mukopus di meatus medius. Pada
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Transluminasi
light. Untuk memeriksa sinus maksilaris lampu dimasukkan ke dalam mulut dan
bibir dikatupkan. Pada sinus normal tampak gambaran bulan sabit yang terang
dibawah mata, tetapi bila ada sinusitis maka akan tampak suram atau gelap.(1,2,3,4)
2. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan foto rontgen yang dibuat yaitu posisi waters, postero anterior dan
mukosa yang membengkak hebat atau akibat akumulasi cairan yang memenuhi
sinus. Akhirnya terbentuk gambaran air fluid level yang khas atau tampak batasan
4. Pemeriksaan Tomografi
Indikasi tomografi adalah jika perluasan proses patologi tidak dapat dipastikan
dengan teknik konvensional atau jika daerah sinus kurang jelas karena tumpang
5. Pemeriksaan Sinoskopi
Pada pemeriksaan sinoskopi dapat dilihat antrum (sinus maksila) secara langsung
DIAGNOSA BANDING
Rinitis atropi
Karsinoma hidung
DIAGNOSA
jaringan yang diambil pada waktu dilakukan sinoskopi, pemeriksaan meatus medius
Pada pemeriksaan fisik akan didapati pus didalam hidung, yang biasanya dari
meatus nasi media pus atau secret mukopurulen dalam nasofaring (post nasal drips),
Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit menjadi suram atau gelap.
Pemeriksaan transluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit tampak
tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level)
PENATALAKSANAAN
Terapi Konservatif
Antibiotik ini diberikan sesuai dengan hasil kultur dan uji sensitivitas test, selama
drainase dapat digunakan selama beberapa hari pertama infeksi namun kemudian
harus dihentikan.(1,2)
c. Kompres hangat pada wajah dan Analgetik seperti Aspirin dan Asetaminofen
yang gunanya untuk meringankan gejala. Juga dapat diberikan anti histamin dan
mukolitik.(1,2,3)
Bila gagal dengan antibiotik, ostium sinus dapat menjadi eodem sehingga
drainase sinus terhambat dan terbentuk abses, untuk itu bila demikian, maka
sampai 6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus.
Kalau belum membaik, maka dilakukan pencucian sinus. Dapat dilakukan pungsi
irigasi sinus.(1,2,3)
Pada hampir semua kasus, hal ini dilaksanakan melalui ostium antrum yang
Jika terdapat iritasi jaringan ostium asli yang berlebihan atau jika di dapat
irigasi yang sulit. Digunakan trokar lurus atau bengkok. Komplikasi yang
dengan sianosis dan kejang. Pada beberapa kasus terdapat serangan kejang
dengan trismus yang menyerupai tipe epilepsi. Pupil dilatasi atau terfiksasi
dengan atau tanpa nistagmus, konjugasi deviasi, atau bola mata yang berputar
kebelakang. Kematian dapat terjadi segera, beberapa jam atau beberapa hari
temporer, paresis dan paralisis, atau lupa ingatan, atau gejala mental lain.(1,2,4,5)
Metoda ini dapat digunakan pada kasus infeksi antrum yang terjadi akibat
Terapi Bedah
intra kranial atau bila ada nyeri hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan, dan
Irigasi nasoantral
yaitu jika ingin mengetahui apakah drainase sinus adekuat atau untuk
mengambil sekret purulen untuk kultur dan uji sensitivitas. Harus dilakukan
aspirasi dahulu sebelum irigasi. Irigasi sinus ini dilakukan dengan larutan
NaCl hangat. Tidak perlu memasukkan udara setelah irigasi, karena dapat
terjadi emboli udara. Emboli udara ini merupakan komplikasi dari irigasi
dilubangi dengan alat pembuat lubang atau hemostat bengkok yang tajam.
bawah sampai setinggi dasar hidung untuk mempermudah evakuasi isi rongga
membuat drainase dari sinus yang terkena. Operasi pada sinus maksilaris adalah
operasi Caldwell-luc.(1,2,3)
menjadi sumber penyumbatan dan infeksi, sehingga ventilasi dan drainase sinus dapat
lancar kembali melalui ostium alami. Dengan demikian mukosa sinus akan kembali
normal.(1,2)
KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis
eksaserbasi akut.(1,2,3,4)
Mukokel yaitu : suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam
sinus.(2)
PENCEGAHAN
misalnya :
Dengan zat humidifier terutama jika ruang udara dalam rumah dipanaskan dengan
menyelam.(11)
PROGNOSIS
KESIMPULAN
4. Gambaran klinis yang didapat berupa gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala
yang sering timbul adalah hidung tersumbat dan nyeri di daerah sinus yang
terkena. Terdapat ingus kental berwarna kuning atau hijau yang kadang-kadang
mukosa serta air fluid level yang sangat khas merupakan salah satu diagnosa pasti
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi, Ae. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan, FK UI,
2. Adams, LG. Boies, RL. Higler, Ap . Buku Ajar Penyakit THT, EGC, Jakarta,
4. Cody DTR, Kern EB, Pearson BW. Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan,
5. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher. Edisi
6. Shidhata P. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum, Dian Rakyat, Jakarta, 1999 :
85
Medical School
http://www.emedicine.com/sinusitismaxillaris/Sinusitis,Chronic,Medical
Treatment excerpt/html.
McGill University.
Treatment excerpt/html.
McGill University.
http://www.emedicine.com/Sinusitis,Maxillary,Acute,Surgical Treatment
excerpt/htm.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nyalah
dibagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok di RSU. Dr. Pirngadi Medan.
Dr. Olina Hulu, Sp.THT sebagai pembimbing dalam Kepaniteraan dibagian Ilmu
Penyakit THT serta dokter-dokter lainnya yang telah banyak memberikan bimbingan
DAFTAR ISI
Daftar Isi........................................................................................................... ii
Pendahuluan...................................................................................................... 1
Definisi............................................................................................................. 3
Patofisiologi...................................................................................................... 4
Klasifikasi......................................................................................................... 4
Manifestasi klinik............................................................................................. 5
Pemeriksaan penunjang.................................................................................... 6
Diagnosa banding............................................................................................. 7
Diagnosa........................................................................................................... 8
Penatalaksanaan................................................................................................ 8
Komplikasi........................................................................................................ 12
Pencegahan....................................................................................................... 13
Prognosis........................................................................................................... 13
Kesimpulan....................................................................................................... 14
Daftar pustaka................................................................................................... 15