TINJAUAN PUSTAKA
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
linggir dan dasar sinus (1-2 mm).6 Rata-rata ukuran sinus maksilaris pada
orang dewasa adalah 34 mm dari jarak anteroposterior, tinggi 33 mm, dan
lebar 23 mm. Rata-rata volume sinus maksilaris orang dewasa pada
umumnya berkisar antara 15-20 mL, hampir dua kali dari volume sinus
maksilaris sewaktu lahir.1
A B
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
dipersarafi oleh cabang kedua n. trigeminus; n. palatinus mayor, nasalis
posterolateral, dan semua n. alveolaris superior cabang n. infraorbitalis.
Selain itu, sinus juga memperoleh suplai darah dari a. maxillaris melalui a.
infraorbitalis, a. palatina mayor, serta a. alveolaris posterosuperior dan
anterosuperior.6
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan gigi atau akar yang utuh tanpa
menimbulkan rasa sakit, dengan trauma yang seminimal mungkin pada
jaringan penyangga, sehingga luka bekas pencabutan dapat sembuh secara
normal dan tidak menimbulkan masalah atau komplikasi pasca pencabutan.8
Forcep dan elevator merupakan dua alat penting yang digunakan
dalam prosedur ekstraksi intra-alveolar. Pemilihan forcep dan elevator yang
tepat sangat menunjang keberhasilan dari suatu prosedur ekstraksi gigi.
Forcep yang digunakan untuk ekstraksi gigi geligi premolar rahang atas yaitu
forcep No. 150 (Maxillary Universal Forcep) dengan handle berbentuk
seperti huruf “S” dan kedua ujungnya berbentuk konkaf. Forcep yang
digunakan untuk ekstraksi gigi geligi molar rahang atas adalah forcep dengan
handle berbetuk seperti huruf “S” dengan dua ujung paruh (beak) yang
berbeda bentuk satu dengan yang lainnya. Ujung beak bagian bukal memiliki
bentuk pointed sehingga dapat masuk ke dalam bifurkasi kedua akar bukal
dari gigi molar rahang atas, sedangkan ujung beak bagian palatal berbentuk
konkaf, yang menyesuaikan bentuk konveks dari permukaan akar palatal.
Oleh sebab itu, forcep untuk ekstraksi gigi geligi molar rahang atas berbeda
untuk masing-masing regio, baik untuk sisi sebelah kiri maupun sisi sebelah
kanan.
Forcep yang digunakan untuk ekstraksi gigi molar ketiga atas
memiliki bentuk yang agak melengkung dan merupakan forcep yang paling
panjang dikarenakan posisi gigi geligi molar ketiga yang terletak di bagian
yang paling posterior. Forcep ini memiliki ujung beak yang konkaf untuk
menyesuaikan bentuk dan ukuran gigi geligi molar ketiga atas yang sangat
bervariasi. Selain forcep, prosedur ekstraksi gigi juga membutuhkan alat
pengungkit yang disebut bein atau elevator yang berfungsi untuk melepaskan
perlekatan gigi dari tulang alveolar oleh karena adanya serat-serat ligamen
periodontal.8
Pergerakan dasar ekstraksi gigi premolar kesatu atas dan gigi geligi
molar rahang atas adalah gaya luksasi dengan tekanan yang kuat ke arah
bukal dan palatal, akan tetapi gaya yang diberikan ke arah bukal harus lebih
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
besar dibandingkan dengan gaya ke arah palatal. Gaya atau tekanan ke arah
palatal dibutuhkan dalam luksasi, namun harus dilakukan seminimal mungkin
untuk mencegah patahnya akar di bagian palatal, yang akan lebih sulit untuk
dikeluarkan dibandingkan dengan patahnya akar di daerah bukal. Hal ini
disebabkan karena tulang alveolar di bagian bukal lebih tipis sehingga akan
lebih mudah untuk mengambil bagian akar yang patah di bagian bukal. Gaya
luksasi yang kuat, stabil, dan perlahan-lahan dengan penekanan yang lebih
banyak ke arah bukal akan memperlebar plat bukokortikal dan melepaskan
ikatan dari serat-serat ligamen periodontal sehingga ekstraksi dari gigi dapat
berhasil tanpa menyisakan akar yang patah. Pada prosedur ekstraksi gigi
premolar kedua atas yang memiliki satu akar tunggal, pergerakan dasar
ekstraksi yang dapat dilakukan adalah gaya luksasi dengan tekanan yang kuat
ke arah bukal dan palatal, kemudian ke arah buccoocclusal dengan sedikit
gerakan rotasi dan penarikan.1
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
1. Perdarahan (hemorraghe)
Perdarahan yang berlebihan baik saat ekstraksi gigi maupun pasca
ekstraksi, merupakan satu dari beberapa komplikasi yang sangat
memerlukan penanganan keselamatan pasien secara cepat dan tepat.10
Kasus perdarahan yang berlebihan dapat mengancam keselamatan jiwa
pasien dan dapat berujung pada kematian. Perdarahan pasca ekstraksi
sering dikaitkan dengan beberapa faktor, diantaranya adalah faktor lokal
maupun faktor sistemik. Faktor lokal penyebab perdarahan pasca
ekstraksi antara lain trauma yang berlebihan pada jaringan lunak, mukosa
yang mengalami peradangan pada daerah ekstraksi, serta tidak
dipatuhinya instruksi pasca ekstraksi oleh pasien, misalnya pasien
cenderung menjilat atau menyentuh daerah pasca ekstraksi sehingga
mengganggu proses pembekuan darah dan menginisiasi perdarahan
sekunder, pasien yang melakukan kumur-kumur yang berlebihan, serta
makan makanan yang keras pada daerah bekas ekstraksi.8
Selain faktor lokal, ada pula beberapa faktor atau kondisi sistemik
yang dapat mempengaruh terjadinya perdarahan, antara lain penyakit
kardiovaskular, hipertensi, hemofilia, diabetes melitus, malfungsi
adrenal, serta pemakaian obat-obat antikoagulan.8
Penanganan awal perdarahan yang dapat dilakukan oleh seorang
dokter gigi adalah melakukan penekanan langsung dengan tampon kapas
atas kassa pada daerah perdarahan supaya terbentuk bekuan darah yang
stabil. Jika perdarahan belum berhenti, dapat dilakukan penekanan
dengan tampon yang telah diberi bahan anestesi lokal yang mengandung
vasokonstriktor. Pasien diminta untuk menggigit tampon selama 10
menit. Apabila perdarahan disebabkan oleh robeknya mukosa mulut,
masalah ini dapat diatasi dengan cara penjahitan mukosa untuk
menghentikan perdarahan. Namun apabila penjahitan mengalami
kegagalan, pemberian bahan absorbable gelatin sponge (alvolgyl /
spongostan) yang diletakkan di soket bekas pencabutan juga merupakan
alternatif yang dapat dilakukan.1
10
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
2. Fraktur Akar
Salah satu masalah yang paling sering terjadi pada saat prosedur
ekstraksi gigi adalah frakturnya akar dari gigi tersebut. Gigi yang
memiliki bentuk akar yang panjang, melengkung, divergen, dan tertanam
di tulang yang padat seringkali memiliki kecenderungan fraktur pada saat
diekstraksi. Untuk menghindari fraktur akar pada saat ekstraksi,
pengetahun tentang prosedur dan metode ekstraksi serta penggunaan alat-
alat ekstraksi yang tepat harus dikuasai oleh seorang dokter gigi.1
Pengeluaran bagian kecil akar gigi yang fraktur dari dalam soket
juga harus diperhatikan. Apabila sebagian kecil akar gigi posterior
rahang atas yang fraktur dikeluarkan secara paksa dengan menggunakan
straight elevator, maka ada resiko terdorongnya akar gigi tersebut ke
dalam sinus maksilaris.1
Untuk menentukan rencana perawatan, operator harus terlebih
dahulu mengidentifikasi seberapa besar potongan akar gigi yang
tertinggal di dalam sinus maksilaris melalui pemeriksaan radiografi.
Apabila ukuran patahan akar tergolong kecil (2-3 mm) dan tidak terdapat
infeksi awal pada sinus maksilaris, maka operator dapat melakukan
pengeluaran patahan akar dengan cara melakukan irigasi lewat soket,
kemudian menyedot larutan irigasi dengan suction. Pemeriksaan
radiografi dapat dilakukan untuk memastikan apakah patahan akar sudah
berhasil dikeluarkan atau belum.1
Apabila ukuran akar yang terdorong masuk ke dalam sinus
maksilaris berukuran besar, prosedur Caldwell-Luc ke dalam sinus
maksilaris dapat dilakukan melalui daerah fossa canina. Prosedur ini
harus dilakukan oleh seorang ahli bedah mulut.1
11
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
akan ikut tercabut bersama dengan gigi yang diekstraksi. Fraktur tulang
alveolar pada maksila dapat digolongkan menjadi dua, yaitu fraktur
minor dan fraktur mayor.11
Fraktur minor menyebabkan terikutnya bagian tulang bukal atau
fasial dari maksila bersama akar pada waktu dilakukan pencabutan
dengan forcep. Hal ini disebabkan oleh tekanan yang besar pada prosesus
alveolaris yang getas dan tipis. Cara penanganannya antara lain dengan
menggunakan bone rongeur untuk memotong bagian tulang-tulang yang
tajam dan bone file atau kikir tulang untuk menghaluskan tepi-tepi tulang
yang tajam.6
Fraktur mayor pada prosesus alveolaris rahang atas seringkali
melibatkan tuberositas maksila dan dasar sinus maksilaris. Kondisi ini
menunjukkan perlunya tindakan pembedahan. Dasar pemikiran dari
konsep penanganan fraktur prosesus alveolaris yang luas adalah
pengertian bahwa tulang yang terpisah dari periosteum atau suplai
darahnya akan mudah mengalami nekrosis.6
12
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
5. Perforasi Sinus Maksilaris / Oroantral Communication
a. Definisi
Hubungan antara gigi premolar atas dan molar atas terhadap
sinus maksilaris sangat beragam tergantung dari struktur anatomi
dan usia pasien. Tindakan ekstraksi gigi premolar dan molar atas
seringkali menyebabkan frakturnya dasar ruang sinus yang tipis dan
menyebabkan terjadinya perforasi ke dalam sinus maksilaris, atau
yang biasa dikenal dengan komunikasi oroantral.9 Oroantral
Communication (OAC) atau komunikasi oroantral merupakan
terciptanya suatu hubungan antara kavitas oral dengan sinus
maksilaris. Komplikasi ini umum terjadi dengan insidensi antara
0,31% – 4,7% setelah tindakan pencabutan pada gigi posterior
rahang atas.13 Secara anatomis, kavitas oral dan rongga sinus adalah
dua bagian yang dekat namun terpisah satu dengan yang lain. Sinus
berbentuk ruangan kosong yang terletak di bawah orbita kiri dan
kanan. Bagian medial dari sinus dibatasi oleh dinding lateral dari
rongga hidung dan bagian dasarnya dibatasi oleh tulang alveolar
rahang atas, tempat di mana gigi geligi berada.4
Secara umum, tulang dasar sinus maksilaris mempunyai
ukuran yang relatif tebal. Ketebalan yang dimaksud adalah jarak
antara permukaan dasar sinus dengan ujung akar gigi posterior
rahang atas. Pada beberapa kasus dijumpai dinding dasar sinus yang
sangat tipis sehingga tidak ada batas dengan ujung akar gigi.
Menipisnya tulang dasar sinus dapat disebabkan oleh beberapa hal.
Pertama, diduga adanya pertumbuhan akar gigi yang tumbuh
bersama dengan perkembangan sinus maksilaris, sehingga tulang
dasar sinus membentuk kontur yang mengikuti lekuk trifurkasi akar
molar atau lekuk di antara akar premolar, sehingga akar gigi terkesan
masuk ke dalam rongga sinus. Kedua, terdapatnya jaringan patologis
pada ujung akar gigi. Jaringan patologis tersebut antara lain kista
13
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
radikuler atau granuloma periapikal. Proses perluasan dari jaringan
patologis tersebut dapat merusak dan menipiskan tulang setempat.4
b. Etiologi
Oroantral Communication (OAC) yang tidak mengalami
penutupan dan mengalami epitelisasi akan menyebabkan Oroantral
Fistula (OAF). Oroantral fistula didefinisikan sebagai oroantral
communication persisten yang bertahan di dalam rongga mulut
selama lebih dari 48 jam. Dibutuhkan kurang lebih 7 hari agar
lapisan epitel dapat melapisi seluruh permukaan dinding komunikasi
oroantral.5 Tidak semua jalan masuk atau lubang ke arah sinus
menyebabkan fistula. Fistula umumnya terjadi bila lubang yang
terbentuk lebih besar dari 3-4 mm, melibatkan dasar sinus, terdapat
sinusitis, serta apabila perawatan yang dilakukan tidak memadai.6
Komunikasi oroantral dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama, pencabutan gigi posterior rahang atas, terutama pada molar
pertama, molar kedua, dan premolar kedua yang akarnya dekat
dengan sinus maksilaris. Kedua, kecelakaan penggunaan alat seperti
penggunaan elevator dengan tekanan yang berlebihan ke arah
superior dalam tindakan pengambilan fragmen atau ujung akar molar
atau premolar, pemasangan gigi tiruan implan yang tidak benar, serta
penggunaan kuret yang tidak benar sehingga menyebabkan
terjadinya penembusan lapisan epitel yang tipis dari sinus maksilaris.
Ketiga, bentuk dinding dasar sinus yang berlekuk mengikuti kontur
akar gigi sehingga tulang dasar sinus menjadi menipis. Keempat,
adanya jaringan patologis pada ujung akar gigi seperti kista
radikuler, granuloma periapikal, dan adanya suatu neoplasma.
Peradangan pada daerah periapikal mengakibatkan terjadinya
kerusakan pada struktur tulang di daerah infeksi sehingga tulang
menjadi rapuh. Kelima, enukleasi atau pengeluaran kista yang besar
14
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
pada maksila dan keenam, fraktur pada segmen prosesus alveolaris
rahang atas yang besar.4
15
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
keluar melalui hidung pasien pada saat makan atau minum.
Masuknya saliva, cairan dari makanan atau minuman, dan bakteri
dari dalam rongga mulut ke area sinus maksilaris akan
mengakibatkan sinusitis.5
16
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
telah diekstraksi. Apabila terdapat patahan atau fragmen tulang di
permukaan akar dari gigi tersebut, dokter gigi dapat berasumsi
bahwa perforasi sinus maksilaris telah terjadi, dan dapat dilanjutkan
dengan pemeriksaan klinis yang lebih spesifik.15 Akan tetapi,
perforasi sinus maksilaris dapat pula terjadi walaupun di permukaan
akar gigi tersebut tidak ditemukan fragmen atau patahan tulang
sekalipun. Melalui pemeriksaan awal ini, operator juga dapat
memperoleh informasi mengenai ukuran dari lubang komunikasi
oroantral yang telah terbentuk. Apabila tidak terdapat patahan atau
fragmen tulang yang ikut terambil bersama dengan gigi yang telah
diekstraksi, dapat diasumsikan bahwa diameter lubang perforasi
berukuran 2 mm atau kurang, sedangkan apabila terdapat patahan
atau fragmen tulang pada permukaan akar gigi yang telah
diekstraksi, operator dapat mengasumsikan bahwa diameter lubang
perforasi yang telah terbentuk cukup besar.1
17
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
Pemeriksaan komunikasi oroantral dengan menggunakan
probe atau irigasi untuk memastikan bahwa cairan dapat melewati
lubang sinus dan mengalir ke hidung sebaiknya dihindari. Kedua
metode ini dapat memicu resiko terjadinya sinusitis karena
mendorong secara paksa flora mulut dan fragmen kecil tulang yang
terkontaminasi beserta benda-benda asing lainnya, masuk ke dalam
sinus maksilaris. Penggunaan probe juga dapat memperbesar ukuran
perforasi sinus maksilaris, sehingga memperkecil kemungkinan
terjadinya penutupan spontan dan mempersulit prosedur bedah
perbaikan.2
b. Radiografi
Selain pemeriksaan secara klinis, pemeriksaan radiografi juga
perlu dilakukan untuk memastikan adanya keterlibatan rongga sinus
maksilaris pasca ekstraksi gigi posterior rahang atas.5 Teknik
pemeriksaan radiografi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi
sinus maksilaris antara lain teknik foto periapikal, oklusal, dan
panoramik.1
Teknik foto periapikal memberikan keterangan daerah yang
hanya terbatas pada sebagian kecil dari aspek inferior sinus.16 Teknik
foto panoramik merupakan teknik foto yang memungkinkan operator
untuk melihat dan membandingkan keadaan antara sinus kanan dan
kiri. Pada pemeriksaan radiografi periapikal, panoramik, dan oklusal
dapat terlihat hubungan gigi dengan sinus, lokasi benda asing dalam
sinus seperti gigi, akar gigi, atau fragmen tulang yang terdorong
masuk karena trauma atau selama pencabutan gigi. Terjadinya
sinusitis akut mempelihatkan adanya pengkabutan dan peningkatan
kepadatan pada rongga sinus dan terjadinya sinusitis kronis
memperlihatkan osifikasi penuh pada rongga sinus yang
menandakan rongga sinus telah penuh terisi dengan jaringan
hiperplastik, sekret, polip, atau kombinasi keduanya.4
18
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
Gambar 4. Gambaran radiograf periapikal memperlihatkan
telah terjadi perforasi sinus maksilaris.16
19
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
Apabila lubang yang terbentuk berukuran kecil (berdiameter 2 mm atau
kurang), maka prosedur bedah tidak perlu dilakukan, tetapi jika lubang
yang terbentuk berukuran sedang (berdiameter 2 – 6 mm), maka perlu
dilakukan prosedur penjahitan pada lubang tersebut untuk memastikan
terjadinya pembentukan bekuan darah yang maksimal. Apabila diameter
lubang sinus yang terbentuk berukuran besar (7 mm atau lebih), maka
prosedur bedah harus dilakukan.1
Perawatan komunikasi oroantral digolongkan menjadi dua jenis,
yaitu perawatan segera tanpa prosedur pembedahan dan perawatan
tertunda dengan prosedur pembedahan.2
20
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
hidung dan mulut selama kurang lebih 10 – 14 hari. Aktivitas
yang dimaksud antara lain seperti bersin keras, bersin dalam
keadaan mulut terbuka, minum dengan sedotan, dan menghisap
rokok.1
21
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
penutupan luka primer. Prosedur ini merupakan prosedur yang
kompleks dan harus ditangani oleh ahli bedah mulut yang
berpengalaman.1
22
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
dikelompokkan sebagai berikut: Autogenous soft tissue flaps,
autogenous bone grafts, bahan-bahan allogenous, xenografts,
penutupan dengan bahan sintetis, dan teknik lainnya.17
23
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
maupun fistula oroantral yang kronis.2 Flap bukal merupakan
salah satu teknik yang paling sering digunakan untuk
perawatan bedah pada kasus fistula oroantral karena flap ini
memiliki tingkat kesuksesan hingga 90%.5 Flap bukal dapat
dikombinasikan dengan prosedur Caldwell-Luc yang
digunakan sebagai jalan masuk ke dalam sinus maksilaris bila
diperlukan.18
Flap bukal dibuat dengan cara melakukan insisi pada
mukosa bukal yang letaknya setinggi puncak bukal soket,
kemudian dilanjutkan dengan membuat dua insisi vertikal yang
dimulai dari batas servikal gigi yang berdekatan dan arahnya
miring menuju ke sulkus bukal. Kemudian flap diangkat secara
hati-hati melewati pencerminan yang telah dibuat. Pada
umumnya, flap ini tidak akan menutupi soket secara
menyeluruh dikarenakan periosteum yang masih melekat pada
tulang maksila. Untuk mengatasi hal ini, operator dapat
melakukan modifikasi pada flap bukal, yaitu dengan cara
melakukan insisi horisontal panjang pada periosteum di atas
garis refleksi dari mukosa, sehingga flap dapat ditarik
(“advanced”) secara perlahan ke atas soket tanpa adanya
tegangan yang berlebihan.9 Kedalaman lapisan periosteum
yang diinsisi kurang lebih 0.25 – 0,5 mm15 dan prosedur ini
harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak terbentuk “button-
hole” pada mukosa bukal yang tipis, yang berakibat pada
terganggunya suplai darah. Operator dapat menggunakan
bagian belakang dari pisau bedah pada saat menginsisi bagian
periosteum dan melakukan goresan-goresan ringan yang
berulang-ulang.2 Selanjutnya, aspek dari tepi mukosa palatal
dipersiapkan sehingga flap dapat diletakkan dalam posisi yang
tepat dan terdukung oleh tulang yang adekuat di bawahnya.
Kemudian letakkan beberapa jahitan di sekitar tepi palatal
24
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
daripada flap (mesial, distal, sentral, bukal) dengan
menggunakan teknik penjahitan vertical mattress. Jahitan pada
flap tidak boleh dalam keadaan tegang dan didiamkan di tempat
selama kurang lebih 10-14 hari.5
25
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
b) Palatal Flap
Palatal flap merupakan salah satu alternatif lain untuk
perawatan fistula oroantral. Teknik ini pertama kali
diperkenalkan oleh Ashley pada tahun 1939. Penggunaan
teknik ini memungkinkan flap yang dibuat mendapatkan
suplai darah dari arteri palatina dan memiliki dasar pada
foramen palatina.9 Pada tahun 1980, Ehrl menyatakan bahwa
metode ini dapat diaplikasikan untuk penutupan oroantral
fistula yang berukuran diameter lebih besar dari 1 cm.14
Adapun tahapan dari teknik flap palatal antara lain
sebagai berikut:
(1) Apabila terdapat permukaan epitel pada fistula oroantral,
maka permukaan tersebut harus dieksisi terlebih dahulu
dengan menggunakan scalpel blade nomor 11.
(2) Insisi paralel dibuat pada palatum yang menuju ke arah
servikal gigi, tetapi tidak tepat pada batas servikal gigi
melainkan 5 mm di atas servikal gigi.9 Insisi full-thickness
mucoperiosteal palatal flap mengikuti letak dan arah dari
arteri palatina, yang memanjang ke arah anterior dari defek
oroantral. Flap diinsisi kemudian diangkat. Panjang flap
harus cukup panjang agar bagian pangkalnya dapat
digerakkan dan dirotasi secara bebas sehingga dapat
menutupi defek oroantral. Flap ini sangat bergantung pada
arteri palatina untuk mendapatkan suplai darah yang
adekuat sehingga metode ini membutuhkan keahlian dan
ketelitian agar tidak memotong atau melukai pembuluh
darah.2 Hal ini perlu diperhatikan oleh operator karena
apabila flap tidak memiliki suplai darah yang cukup, flap
akan menjadi nekrosis.9
26
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
(3) Lakukan eksisi pada mukosa oral di sekitar defek untuk
mempersiapkan daerah yang nantinya akan ditempati oleh
flap palatal.
(4) Flap diputar ke arah area defek, kemudian lakukan
penjahitan flap dengan teknik mattress.2
(5) Kemudian bagian tulang palatal yang terbuka diberi lapisan
dressing seperti ribbon gauze yang telah dibasahi dengan
agen antimikroba, atau dengan menggunakan periodontal
dressing selama 10 – 14 hari.2
Gambar 6. Palatal Flap. A. Gambaran palatal dan letak anatomis dari arteri
palatina, B. Insisi flap palatal, C. Flap dirotasi dan dijahit
menutupi lubang oroantral, D. Defek pada palatal diisi dengan
cement pack bedah untuk mempercepat penyembuhan.1
27
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
penurunan vestibulum serta memiliki ketahanan yang lebih
baik terhadap trauma dan infeksi. Adapun kekurangan dari
metode palatal flap antara lain prosedur bedah yang lebih sulit,
pengelupasan lapisan epitel pada palatal, rasa sakit, serta
penampakan yang kasar dan dalam dari area tersebut sebagai
hasil dari epitelisasi sekunder setelah 2–3 bulan.14 Selain itu
palatal flap cenderung tidak elastis dan sulit untuk diangkat
dan dipindahkan, sehingga kesulitan biasanya ditemui untuk
penutupan defek pada regio molar ketiga. Selain itu, terkadang
operator dapat menemukan kesulitan untuk memperkirakan
panjang yang tepat dari mukosa yang dibutuhkan.2
28
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
lain yang saling beranastomosis membentuk plexus
subcapsular vascular.19
Adapun tahapan dari tehnik Pedicled Buccal Fat Pad
Flap antara lain adalah sebagai berikut19 :
(1) Insisi awal untuk memperoleh donor dari buccal fat pad
dapat dilakukan dengan full-thickness buccal
mucoperiosteal flap.
(2) Setelah flap mukoperiosteal diangkat, lakukan insisi
horisontal pada periosteum untuk mencapai buccal fat pad.
Selain menyediakan akses menuju ke buccal fat pad, insisi
periosteum ini juga meningkatkan mobilitas dari flap.
(3) Persiapkan daerah penerima donor. Kemudian dengan
perlahan, pindahkan sejumlah jaringan buccal fat pad yang
dibutuhkan ke dalam defek oroantral. Selalu ingat untuk
memegang aspek yang paling distal dari buccal fat pad
pada saat melalukan pemindahan, sehingga tidak
mengganggu suplai darah yang akan mengakibatkan
devaskularisasi dari flap tersebut.21
(4) Lakukan penjahitan teknik vertical mattress dengan
menggunakan benang jahit yang absorbable.
(5) Pasien dapat diberikan antibiotik dan dekongestan, seperti
Amoxicillin 500 mg dan xylometazoline hydrochloride
0.1%, 2-3 tetes ke dalam masing-masing lubang hidung
sebanyak 3 kali sehari selama 1 minggu. Pasien juga harus
diberikan instruksi untuk tidak meniup udara melalui
hidung. Penyembuhan mukosa biasanya membutuhkan
waktu 3-4 minggu.
29
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
Gambar 7. Proses pengambilan buccal fat pad dalam teknik Pedicled Buccal Fat Pad
Flap.21
30
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
keterbatasan dalam membuka mulut atau trismus, serta cedera
saraf fasial. Kebanyakan dari komplikasi pasca bedah tersebut
dikarenakan kurangnya pengalaman dari operator dan teknik
pembedahan yang tergolong invasif.18
Salah satu masalah yang dapat dialami oleh operator
pada saat mengambil buccal fat pad dari donor site antara lain
terjadinya perforasi atau penyusutan dari buccal fat pad. Selain
itu, pada beberapa kasus didapatkan bahwa ukuran buccal fat
pad bervariasi untuk masing-masing individu, sehingga ada
kemungkinan pada kasus tertentu buccal fat pad yang dimiliki
seseorang tidak adekuat untuk menutup defek oroantral yang
besar. Oleh karena itu, dapat dilakukan teknik kombinasi
dengan buccal advancement flap. Teknik kombinasi ini
memberikan stabilitas lebih serta berfungsi sebagai jaringan
tambahan apabila terdapat defisiensi buccal fat pad untuk suatu
penutupan defek oroantral atau apabila terjadi perforasi buccal
fat pad pada saat prosedur pengambilannya. Teknik kombinasi
ini biasa juga dikenal dengan nama double-layered flap closure
atau penutupan flap lapis ganda yang dapat dipertimbangkan
sebagai pilihan modifikasi teknik penutupan komunikasi
oroantral yang disertai beberapa indikasi tambahan.21
31
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
perhatian oleh karena meningkatnya keinginan pasien untuk
pemasangan implan di kemudian hari.23
Pengumpulan cangkok tulang dari iliac crest kurang
dianjurkan karena dapat meningkatkan morbiditas dari area donor,
memperlambat rasa sakit pasca operasi, dan menimbulkan
gangguan saraf sensoris. Pengumpulan cangkok tulang dari daerah
retromolar cukup terbatas, akan tetapi dapat membentuk suatu
basis yang solid untuk pemasangan implan di kemudian hari.
Pencangkokan tulang monokortikal dari daerah dagu merupakan
teknik yang aman dan mudah untuk memperbaiki defek maksila,
terutama fistula oroantral yang membutuhkan penutupan kedua.
Penggunaan tulang dagu sebagai area donor direkomendasikan
untuk pasien yang memerlukan penambahan tulang sinus sebelum
pemasangan implan. Pengumpulan cangkok tulang dari area tulang
pipi juga terbatas, akan tetapi salah satu keuntungannya adalah
jarak area donor dan area resipien yang dekat memungkinkan
waktu perawatan yang relatif lebih singkat.23
3) Bahan-bahan Allogenous
Penggunaan bahan seperti fibrin glue atau fibrin sealant
untuk penutupan suatu komunikasi oroantral atau fistula oroantral
merupakan salah satu alternatif, karena fibrin glue mengandung
sejumlah besar platelet yang dapat melepaskan faktor-faktor
pertumbuhan sehingga mendorong terjadinya penyembuhan luka.
Fibrin glue merupakan suatu derivat plasma manusia dan
merupakan tahap terakhir dari koagulasi darah, yaitu pembentukan
bekuan fibrin. Selain itu, bahan ini juga mengandung fibrinogen
berkonsentrasi tinggi yang dapat digunakan untuk menutup
komunikasi oroantral dengan kekuatan adhesif yang cukup baik
serta dapat menahan tekanan udara dari dalam sinus.24 Fibrin glue
cukup diaplikasikan ke dalam soket dengan menggunakan jarum
32
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
suntik. Tidak diperlukan pembukaan flap apapun dalam prosedur
ini, sehingga struktur anatomi intraoral dapat terjaga.23
4) Xenografts
Suatu teknik penutupan komunikasi oroantral baru yang
dikemukakan oleh Ogunsalu adalah dengan menggunakan Bio-
Guide (membran kolagen dari porcine atau babi) dan Bio-Oss
(material graft tulang dari bovine) dengan menerapkan suatu
metode sandwich.23
A B
Gambar 8. A. Bentuk Sandwich Graft sebelum dimasukkan ke dalam defek
oroantral, B. Sandwich Graft in situ.17
33
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
dengan area yang tak bergigi. Kemudian sandwich yang telah
dipersiapkan sebelumnya dimasukkan ke dalam lubang komunikasi
oroantral dengan posisi permukaan membran yang kasar dan
berporus dihadapkan ke arah tulang, sehingga dapat membantu
pertumbuhan dari sel-sel pembentuk tulang, sedangkan permukaan
yang halus dihadapkan ke arah jaringan lunak untuk mencegah
pertumbuhan jaringan fibrosa ke arah dalam menuju defek tulang.
Peletakan sandwich membran tersebut harus sedemikian rupa
sehingga bagian membran yang menghadap ke tulang alveolar
berbentuk agak cekung. Ini berguna sebagai tempat untuk
meletakkan tambahan bahan bone graft yang akan dimasukkan ke
dalam defek tersebut. Setelah itu, reposisi flap dilakukan dan
dijahit di tempat untuk memperoleh penutupan primer. Penjahitan
yang dilakukan harus kedap air agar bekas pembedahan tidak
terkontaminasi benda dari luar.17
Teknik sandwich pada penempatan bone graft ini memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan dengan teknik penutupan
komunikasi maupun fistula oroantral lainnya. Teknik ini tidak
membutuhkan pembedahan untuk pengambilan donor, sehingga
operator dapat lebih menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Selain
itu, metode ini juga memungkinkan terjadinya penutupan defek
tulang (jaringan keras) selain penutupan jaringan lunak untuk suatu
komunikasi ataupun fistula oroantral. Hal ini memudahkan pasien
jika ingin memasang implan di kemudian hari tanpa harus
melaksanakan suatu prosedur sinus lifting yang kompleks.17
34
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
penggunaan bahan emas adalah daya adaptifnya yang baik
terhadap tulang serta lebih mudah dibentuk untuk menutup suatu
fistula oroantral.19
Untuk melakukan teknik ini, sinus yang terlibat harus
benar-benar bebas dari infeksi dan terpapar secara adekuat.
Pertama, eksisi dibuat pada fistula dengan membuat flap
mukoperiosteal pada fasial dan palatal dari defek. Setelah flap
dielevasi, jalur fistula dan tulang alveolar akan terekspos.1
Selanjutnya, jalur fistula dieksisi hingga batas di mana gold foil
dapat diletakkan di bawah flap mukoperiosteal. Kemudian flap
dikembalikan menutupi gold foil lalu dijahit tanpa berusaha
mencapai penutupan primer. Setelah beberapa minggu, gold foil
dapat dikeluarkan dan lapisan mukosa sinus yang baru telah
terbentuk. Beberapa minggu berikutnya, lapisan mukoperiosteum
tumbuh dan melapisi lapisan mukosa sinus. Keduanya membentuk
semacam penutupan lapis ganda. Teknik ini termasuk teknik yang
praktis, efektif, dan terbukti sukses dalam menutup suatu fistula
oroantral, tanpa menyebabkan distorsi anatomi intraoral.25
Selain gold foil, bahan sintetis lain yang dapat dijadikan
teknik alternatif adalah penggunaan Bioabsorbable Root Analogue.
Dari hasil studi diperoleh kesimpulan bahwa teknik ini cepat,
mudah digunakan, menunjukkan hasil penyembuhan yang baik
secara klinis, dan berintegrasi ke dalam jaringan lunak dan keras.
Adapun kekurangan dari metode ini yaitu tidak selalu dapat
dilakukan untuk semua kasus karena keterbetasan keahlian dan
teknik. Fragmen akar atau defek yang terlalu besar menghambat
penempatan yang akurat dari analog tersebut.26
35
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
6) Teknik Alternatif Lain
Salah satu teknik alternatif lain untuk penutupan
komunikasi oroantral atau fistula oroantral adalah transplantasi
molar ketiga atas. Molar ketiga yang berperan sebagai gigi donor
diekstraksi dengan hati-hati atau dengan cedera yang minimal
terutama pada bagian permukaan akar. Gigi donor
ditransplantasikan ke dalam soket yang telah dihaluskan dengan
round bur dan diirigasi dengan larutan salin. Gigi molar ketiga atas
ditransplantasi ke dalam soket dengan posisi sedikit infraklusi dan
difiksasi dengan sedikit tekanan jari. Penggunaan splinting untuk
stabilisasi tambahan juga dapat dilakukan. Perawatan endodontik
dilakukan setelah tiga minggu.27 Kesuksesan dari teknik ini juga
sangat bergantung dari keadaan soket penerima transplantasi serta
bentuk dan ukuran gigi donor yang sesuai. Teknik ini tidak
dianjurkan apabila terdapat perbedaan antara ukuran gigi donor
dengan soket gigi penerima, serta apabila terdapat kemungkinan
terjadinya luka jaringan mukoperiosteal. Keuntungan utama dari
teknik ini adalah gigi yang ditransplantasi tidak hanya menutup
defek oroantral yang terbentuk, tetapi juga berfungsi dalam proses
mastikasi. Teknik ini membutuhkan waktu sekitar lima bulan
sampai terjadinya penyatuan. Selang waktu antara ekstraksi dan
prosedur transplantasi harus seminimal mungkin agar vitalitas
jaringan periodontal dapat terjaga.27
Penggunaan Guided Tissue Regeneration (GTR), yaitu
membran ePTFE dan absorbable gelatin membrane/film dalam
penutupan hubungan oroantral juga termasuk salah satu teknik
alternatif yang dapat dilakukan. GTR biasanya digunakan dalam
bedah periodontal untuk meregenerasi jaringan periodonsium yang
hilang. Regenerasi sempurna dari dinding sinus dan tulang alveolar
yang bersangkutan dapat dilakukan dengan teknik GTR ini. Pada
teknik ini, demineralized freeze-dried bone allograft (DFDBA)
36
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
diletakkan di antara absorbable gelatin film dan membran ePTFE.
Gelatin film diletakkan di atas hubungan oroantral, sedangkan
ePTFE diletakkan menutupi film tersebut. Film berfungsi sebagai
barrier sementara untuk mencegah dislokasi DFDBA ke dalam
rongga sinus dan mencegah migrasi epitel sinus. Membran ePTFE
dapat dikeluarkan dua bulan kemudian agar permukaan jaringan
ikat dapat terbentuk.27
37
Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194