Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Perkembangan Sinus Maksilaris


Sinus atau antrum merupakan sebuah rongga atau ruangan yang
berada di dalam tulang, yang berisikan udara dalam keadaan normal. Sinus
maksilaris merupakan sinus paranasal terbesar dan yang paling pertama
berkembang secara embrionik dari antara sinus paranasal lainnya, yaitu
ethmoidalis, frontalis, dan sphenoidalis.1
Sinus maksilaris mulai terbentuk sebagai benih pada dinding lateral
pars ethmoidalis capsula nasal pada sekitar bulan ketiga masa kehidupan
fetus. Pembesaran sel-sel ini berlanjut sampai lahir, di mana pada saat
tersebut volume sinus adalah 6-8 mL. Pertumbuhan berlanjut dengan cepat
sampai usia tiga tahun dan kemudian melambat. Pada usia tujuh tahun
pertumbuhan sinus akan kembali cepat dan berlanjut hingga 4-5 tahun
mendatang.6
Dalam perkembangan sinus maksilaris, terdapat suatu proses yang
disebut pneumatisasi, dimana terjadi pengisian ruangan sinus dengan udara.
Pneumatisasi dari sinus maksilaris berkaitan dengan erupsi gigi geligi tetap
dan berlangsung paling cepat antara usia 7-12 tahun. Pada usia 12 tahun,
pneumatisasi sudah meluas ke dataran dinding orbita lateral dan inferior
sehingga dasar sinus terletak setinggi dasar hidung. Sebagian besar ruang
pada corpus maksila yang dahulunya ditempati gigi geligi yang sedang
berkembang akan diduduki oleh sinus setelah gigi geligi permanen erupsi.
Perluasan sinus ke prosesus alveolaris ini menyebabkan dasar sinus pada
orang dewasa akan terletak 4-5 mm di bawah dasar hidung. Bila gigi geligi
posterior atas tanggal, sinus akan meluas lebih jauh sehingga menempati
linggir yang tersisa. Resorpsi linggir selanjutnya dan perbesaran volume
rongga sinus akan menyisakan lereng tulang yang sangat tipis antara krista

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
linggir dan dasar sinus (1-2 mm).6 Rata-rata ukuran sinus maksilaris pada
orang dewasa adalah 34 mm dari jarak anteroposterior, tinggi 33 mm, dan
lebar 23 mm. Rata-rata volume sinus maksilaris orang dewasa pada
umumnya berkisar antara 15-20 mL, hampir dua kali dari volume sinus
maksilaris sewaktu lahir.1

A B

Gambar 1. Anatomi sinus maksilaris. A. Potongan frontal, B. Potongan lateral.1

Sinus maksilaris dideskripsikan sebagai piramid yang mempunyai


empat sisi atau batas. Bagian superior sinus membentuk sebagian besar dasar
orbita dan dinding medial sinus membentuk sebagian besar dinding nasal
lateral. Dinding posterior sinus memisahkannya dari fossa infratemporalis,
sedangkan dinding anteriornya membentuk fossa canina. Dinding tulang
mempunyai ketebalan yang bervariasi dari regio satu ke regio lainnya dan
dari pasien yang satu ke pasien lain, akan tetapi pada umumnya, ketebalannya
hanya setipis kulit telur (1-3 mm). Sinus yang sehat dikelilingi dengan
epitelium respiratori yang berbentuk kolumnar, bersilia, dan mengalami
pseudostratifikasi. Epitelium ini melekat erat pada periosteum, misalnya
mukoperiosteum. Glandula mukus dan serus tambahan terdapat dalam
submukosa dan memberikan selimut mukus yang melapisi epitelium. Sinus

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
dipersarafi oleh cabang kedua n. trigeminus; n. palatinus mayor, nasalis
posterolateral, dan semua n. alveolaris superior cabang n. infraorbitalis.
Selain itu, sinus juga memperoleh suplai darah dari a. maxillaris melalui a.
infraorbitalis, a. palatina mayor, serta a. alveolaris posterosuperior dan
anterosuperior.6

B. Morfologi Gigi Geligi Posterior Rahang Atas


Gigi geligi posterior rahang atas terdiri dari gigi premolar kesatu,
premolar kedua, molar kesatu, molar kedua, dan molar ketiga. Gigi premolar
kesatu atas merupakan gigi keempat dari garis median di rahang atas. Pada
umumnya, gigi ini memiliki dua buah cusp yaitu cusp bukal dan palatal, serta
dua buah akar yang terpisah. Gigi premolar kedua atas juga memiliki dua
buah cusp, namun umumnya gigi ini hanya memiliki satu akar tunggal.7
Gigi molar kesatu atas adalah gigi keenam dari garis median di rahang
atas dan merupakan gigi yang terbesar yang terdapat di rahang atas. Gigi ini
mempunyai empat buah cusp yang bertumbuh baik dan satu cusp tambahan
yang disebut cusp kelima atau cusp Carabelli. Pada umumnya, gigi molar
kesatu atas mempunyai tiga buah akar yang bertumbuh baik dan terpisah jelas
pada apeksnya. Akar palatal dari gigi molar kesatu atas merupakan akar yang
paling panjang dibandingkan dengan dua akar lainnya.7
Gigi molar kedua atas memiliki ukuran yang lebih kecil daripada
molar kesatu atas. Gigi ini umunya memiliki empat buah cusp dan tiga buah
akar. Gigi molar ketiga atas adalah gigi terakhir dari garis median di rahang
atas, dan merupakan gigi yang paling banyak memiliki variasi bentuk,
ukuran, dan waktu erupsi. Pada umumnya gigi ini memiliki tiga sampai empat
buah akar yang bertumbuh menjadi satu dan sering mengalami impaksi.7

C. Ekstraksi Gigi Geligi Posterior Rahang Atas


Ekstraksi gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan
dengan tang (forcep), elevator, atau dengan pendekatan trans-alveolar.
Ekstraksi gigi bersifat irreversible dan terkadang menimbulkan komplikasi.

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan gigi atau akar yang utuh tanpa
menimbulkan rasa sakit, dengan trauma yang seminimal mungkin pada
jaringan penyangga, sehingga luka bekas pencabutan dapat sembuh secara
normal dan tidak menimbulkan masalah atau komplikasi pasca pencabutan.8
Forcep dan elevator merupakan dua alat penting yang digunakan
dalam prosedur ekstraksi intra-alveolar. Pemilihan forcep dan elevator yang
tepat sangat menunjang keberhasilan dari suatu prosedur ekstraksi gigi.
Forcep yang digunakan untuk ekstraksi gigi geligi premolar rahang atas yaitu
forcep No. 150 (Maxillary Universal Forcep) dengan handle berbentuk
seperti huruf “S” dan kedua ujungnya berbentuk konkaf. Forcep yang
digunakan untuk ekstraksi gigi geligi molar rahang atas adalah forcep dengan
handle berbetuk seperti huruf “S” dengan dua ujung paruh (beak) yang
berbeda bentuk satu dengan yang lainnya. Ujung beak bagian bukal memiliki
bentuk pointed sehingga dapat masuk ke dalam bifurkasi kedua akar bukal
dari gigi molar rahang atas, sedangkan ujung beak bagian palatal berbentuk
konkaf, yang menyesuaikan bentuk konveks dari permukaan akar palatal.
Oleh sebab itu, forcep untuk ekstraksi gigi geligi molar rahang atas berbeda
untuk masing-masing regio, baik untuk sisi sebelah kiri maupun sisi sebelah
kanan.
Forcep yang digunakan untuk ekstraksi gigi molar ketiga atas
memiliki bentuk yang agak melengkung dan merupakan forcep yang paling
panjang dikarenakan posisi gigi geligi molar ketiga yang terletak di bagian
yang paling posterior. Forcep ini memiliki ujung beak yang konkaf untuk
menyesuaikan bentuk dan ukuran gigi geligi molar ketiga atas yang sangat
bervariasi. Selain forcep, prosedur ekstraksi gigi juga membutuhkan alat
pengungkit yang disebut bein atau elevator yang berfungsi untuk melepaskan
perlekatan gigi dari tulang alveolar oleh karena adanya serat-serat ligamen
periodontal.8
Pergerakan dasar ekstraksi gigi premolar kesatu atas dan gigi geligi
molar rahang atas adalah gaya luksasi dengan tekanan yang kuat ke arah
bukal dan palatal, akan tetapi gaya yang diberikan ke arah bukal harus lebih

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
besar dibandingkan dengan gaya ke arah palatal. Gaya atau tekanan ke arah
palatal dibutuhkan dalam luksasi, namun harus dilakukan seminimal mungkin
untuk mencegah patahnya akar di bagian palatal, yang akan lebih sulit untuk
dikeluarkan dibandingkan dengan patahnya akar di daerah bukal. Hal ini
disebabkan karena tulang alveolar di bagian bukal lebih tipis sehingga akan
lebih mudah untuk mengambil bagian akar yang patah di bagian bukal. Gaya
luksasi yang kuat, stabil, dan perlahan-lahan dengan penekanan yang lebih
banyak ke arah bukal akan memperlebar plat bukokortikal dan melepaskan
ikatan dari serat-serat ligamen periodontal sehingga ekstraksi dari gigi dapat
berhasil tanpa menyisakan akar yang patah. Pada prosedur ekstraksi gigi
premolar kedua atas yang memiliki satu akar tunggal, pergerakan dasar
ekstraksi yang dapat dilakukan adalah gaya luksasi dengan tekanan yang kuat
ke arah bukal dan palatal, kemudian ke arah buccoocclusal dengan sedikit
gerakan rotasi dan penarikan.1

D. Komplikasi Ekstraksi Gigi Geligi Posterior Rahang Atas


Tindakan ekstraksi gigi posterior rahang atas dapat menimbulkan
komplikasi sekalipun berbagai tindakan pencegahan telah dilakukan.
Komplikasi dapat diminimalisasi dengan melakukan anamnesis dan diagnosis
yang cermat serta pelaksanaan tindakan operatif sesuai dengan prinsip-pinsip
ekstraksi. Selain itu untuk menghindari suatu komplikasi ekstraksi,
pemeriksaan penunjang dengan teknik radiografi juga dapat dilakukan untuk
memberikan informasi mengenai letak dan kondisi akar gigi yang akan
diekstraksi. Pada umumnya komplikasi ekstraksi dapat dikategorikan menjadi
tiga, yaitu komplikasi pra ekstraksi, komplikasi selama ekstraksi, dan
komplikasi pasca ekstraksi.9 Beberapa komplikasi yang dapat dialami oleh
seorang pasien pada saat menjalani prosedur ekstraksi gigi posterior rahang
atas antara lain sebagai berikut:

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
1. Perdarahan (hemorraghe)
Perdarahan yang berlebihan baik saat ekstraksi gigi maupun pasca
ekstraksi, merupakan satu dari beberapa komplikasi yang sangat
memerlukan penanganan keselamatan pasien secara cepat dan tepat.10
Kasus perdarahan yang berlebihan dapat mengancam keselamatan jiwa
pasien dan dapat berujung pada kematian. Perdarahan pasca ekstraksi
sering dikaitkan dengan beberapa faktor, diantaranya adalah faktor lokal
maupun faktor sistemik. Faktor lokal penyebab perdarahan pasca
ekstraksi antara lain trauma yang berlebihan pada jaringan lunak, mukosa
yang mengalami peradangan pada daerah ekstraksi, serta tidak
dipatuhinya instruksi pasca ekstraksi oleh pasien, misalnya pasien
cenderung menjilat atau menyentuh daerah pasca ekstraksi sehingga
mengganggu proses pembekuan darah dan menginisiasi perdarahan
sekunder, pasien yang melakukan kumur-kumur yang berlebihan, serta
makan makanan yang keras pada daerah bekas ekstraksi.8
Selain faktor lokal, ada pula beberapa faktor atau kondisi sistemik
yang dapat mempengaruh terjadinya perdarahan, antara lain penyakit
kardiovaskular, hipertensi, hemofilia, diabetes melitus, malfungsi
adrenal, serta pemakaian obat-obat antikoagulan.8
Penanganan awal perdarahan yang dapat dilakukan oleh seorang
dokter gigi adalah melakukan penekanan langsung dengan tampon kapas
atas kassa pada daerah perdarahan supaya terbentuk bekuan darah yang
stabil. Jika perdarahan belum berhenti, dapat dilakukan penekanan
dengan tampon yang telah diberi bahan anestesi lokal yang mengandung
vasokonstriktor. Pasien diminta untuk menggigit tampon selama 10
menit. Apabila perdarahan disebabkan oleh robeknya mukosa mulut,
masalah ini dapat diatasi dengan cara penjahitan mukosa untuk
menghentikan perdarahan. Namun apabila penjahitan mengalami
kegagalan, pemberian bahan absorbable gelatin sponge (alvolgyl /
spongostan) yang diletakkan di soket bekas pencabutan juga merupakan
alternatif yang dapat dilakukan.1

10

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
2. Fraktur Akar
Salah satu masalah yang paling sering terjadi pada saat prosedur
ekstraksi gigi adalah frakturnya akar dari gigi tersebut. Gigi yang
memiliki bentuk akar yang panjang, melengkung, divergen, dan tertanam
di tulang yang padat seringkali memiliki kecenderungan fraktur pada saat
diekstraksi. Untuk menghindari fraktur akar pada saat ekstraksi,
pengetahun tentang prosedur dan metode ekstraksi serta penggunaan alat-
alat ekstraksi yang tepat harus dikuasai oleh seorang dokter gigi.1
Pengeluaran bagian kecil akar gigi yang fraktur dari dalam soket
juga harus diperhatikan. Apabila sebagian kecil akar gigi posterior
rahang atas yang fraktur dikeluarkan secara paksa dengan menggunakan
straight elevator, maka ada resiko terdorongnya akar gigi tersebut ke
dalam sinus maksilaris.1
Untuk menentukan rencana perawatan, operator harus terlebih
dahulu mengidentifikasi seberapa besar potongan akar gigi yang
tertinggal di dalam sinus maksilaris melalui pemeriksaan radiografi.
Apabila ukuran patahan akar tergolong kecil (2-3 mm) dan tidak terdapat
infeksi awal pada sinus maksilaris, maka operator dapat melakukan
pengeluaran patahan akar dengan cara melakukan irigasi lewat soket,
kemudian menyedot larutan irigasi dengan suction. Pemeriksaan
radiografi dapat dilakukan untuk memastikan apakah patahan akar sudah
berhasil dikeluarkan atau belum.1
Apabila ukuran akar yang terdorong masuk ke dalam sinus
maksilaris berukuran besar, prosedur Caldwell-Luc ke dalam sinus
maksilaris dapat dilakukan melalui daerah fossa canina. Prosedur ini
harus dilakukan oleh seorang ahli bedah mulut.1

3. Fraktur Prosesus Alveolaris


Ekstraksi gigi biasanya membutuhkan ekspansi tulang alveolar
yang ada di sekitarnya untuk memudahkan keluarnya gigi dari dalam
soket. Akan tetapi pada umumnya, sebagian kecil dari tulang tersebut

11

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
akan ikut tercabut bersama dengan gigi yang diekstraksi. Fraktur tulang
alveolar pada maksila dapat digolongkan menjadi dua, yaitu fraktur
minor dan fraktur mayor.11
Fraktur minor menyebabkan terikutnya bagian tulang bukal atau
fasial dari maksila bersama akar pada waktu dilakukan pencabutan
dengan forcep. Hal ini disebabkan oleh tekanan yang besar pada prosesus
alveolaris yang getas dan tipis. Cara penanganannya antara lain dengan
menggunakan bone rongeur untuk memotong bagian tulang-tulang yang
tajam dan bone file atau kikir tulang untuk menghaluskan tepi-tepi tulang
yang tajam.6
Fraktur mayor pada prosesus alveolaris rahang atas seringkali
melibatkan tuberositas maksila dan dasar sinus maksilaris. Kondisi ini
menunjukkan perlunya tindakan pembedahan. Dasar pemikiran dari
konsep penanganan fraktur prosesus alveolaris yang luas adalah
pengertian bahwa tulang yang terpisah dari periosteum atau suplai
darahnya akan mudah mengalami nekrosis.6

4. Fraktur Tuberositas Maksila


Faktor etiologi dari fraktur tuberositas maksila pada saat ekstraksi
gigi geligi posterior rahang atas antara lain sinus maksilaris yang besar
dengan dinding yang tipis, gigi dengan akar yang besar dan divergen,
jumlah akar gigi yang abnormal, anomali dental seperti fusi, ankilosis,
hipersementosis, dan overeruption dari gigi molar atas.11 Ketika fraktur
tuberositas maksila telah dapat dideteksi, operator harus menghentikan
prosedur ekstraksi sebelum bagian tajam dari fraktur tersebut menembus
dan melukai jaringan lunak dan mengakibatkan laserasi jaringan.
Kemudian operator dapat memeriksa perluasan daerah fraktur dengan
cara palpasi pada bagian tulang yang bergerak.12 Apabila prosesus
alveolaris atau tuberositas maksila terangkat pada waktu pencabutan,
maka gigi dapat dikeluarkan dengan cara pembedahan dan tulang dapat
dikembalikan pada daerah yang fraktur sebagai graft bebas.6

12

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
5. Perforasi Sinus Maksilaris / Oroantral Communication
a. Definisi
Hubungan antara gigi premolar atas dan molar atas terhadap
sinus maksilaris sangat beragam tergantung dari struktur anatomi
dan usia pasien. Tindakan ekstraksi gigi premolar dan molar atas
seringkali menyebabkan frakturnya dasar ruang sinus yang tipis dan
menyebabkan terjadinya perforasi ke dalam sinus maksilaris, atau
yang biasa dikenal dengan komunikasi oroantral.9 Oroantral
Communication (OAC) atau komunikasi oroantral merupakan
terciptanya suatu hubungan antara kavitas oral dengan sinus
maksilaris. Komplikasi ini umum terjadi dengan insidensi antara
0,31% – 4,7% setelah tindakan pencabutan pada gigi posterior
rahang atas.13 Secara anatomis, kavitas oral dan rongga sinus adalah
dua bagian yang dekat namun terpisah satu dengan yang lain. Sinus
berbentuk ruangan kosong yang terletak di bawah orbita kiri dan
kanan. Bagian medial dari sinus dibatasi oleh dinding lateral dari
rongga hidung dan bagian dasarnya dibatasi oleh tulang alveolar
rahang atas, tempat di mana gigi geligi berada.4
Secara umum, tulang dasar sinus maksilaris mempunyai
ukuran yang relatif tebal. Ketebalan yang dimaksud adalah jarak
antara permukaan dasar sinus dengan ujung akar gigi posterior
rahang atas. Pada beberapa kasus dijumpai dinding dasar sinus yang
sangat tipis sehingga tidak ada batas dengan ujung akar gigi.
Menipisnya tulang dasar sinus dapat disebabkan oleh beberapa hal.
Pertama, diduga adanya pertumbuhan akar gigi yang tumbuh
bersama dengan perkembangan sinus maksilaris, sehingga tulang
dasar sinus membentuk kontur yang mengikuti lekuk trifurkasi akar
molar atau lekuk di antara akar premolar, sehingga akar gigi terkesan
masuk ke dalam rongga sinus. Kedua, terdapatnya jaringan patologis
pada ujung akar gigi. Jaringan patologis tersebut antara lain kista

13

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
radikuler atau granuloma periapikal. Proses perluasan dari jaringan
patologis tersebut dapat merusak dan menipiskan tulang setempat.4

b. Etiologi
Oroantral Communication (OAC) yang tidak mengalami
penutupan dan mengalami epitelisasi akan menyebabkan Oroantral
Fistula (OAF). Oroantral fistula didefinisikan sebagai oroantral
communication persisten yang bertahan di dalam rongga mulut
selama lebih dari 48 jam. Dibutuhkan kurang lebih 7 hari agar
lapisan epitel dapat melapisi seluruh permukaan dinding komunikasi
oroantral.5 Tidak semua jalan masuk atau lubang ke arah sinus
menyebabkan fistula. Fistula umumnya terjadi bila lubang yang
terbentuk lebih besar dari 3-4 mm, melibatkan dasar sinus, terdapat
sinusitis, serta apabila perawatan yang dilakukan tidak memadai.6
Komunikasi oroantral dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama, pencabutan gigi posterior rahang atas, terutama pada molar
pertama, molar kedua, dan premolar kedua yang akarnya dekat
dengan sinus maksilaris. Kedua, kecelakaan penggunaan alat seperti
penggunaan elevator dengan tekanan yang berlebihan ke arah
superior dalam tindakan pengambilan fragmen atau ujung akar molar
atau premolar, pemasangan gigi tiruan implan yang tidak benar, serta
penggunaan kuret yang tidak benar sehingga menyebabkan
terjadinya penembusan lapisan epitel yang tipis dari sinus maksilaris.
Ketiga, bentuk dinding dasar sinus yang berlekuk mengikuti kontur
akar gigi sehingga tulang dasar sinus menjadi menipis. Keempat,
adanya jaringan patologis pada ujung akar gigi seperti kista
radikuler, granuloma periapikal, dan adanya suatu neoplasma.
Peradangan pada daerah periapikal mengakibatkan terjadinya
kerusakan pada struktur tulang di daerah infeksi sehingga tulang
menjadi rapuh. Kelima, enukleasi atau pengeluaran kista yang besar

14

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
pada maksila dan keenam, fraktur pada segmen prosesus alveolaris
rahang atas yang besar.4

c. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala klinis yang tampak dari perforasi sinus
maksilaris adalah adanya hubungan atau lubang antara rongga mulut
dengan antrum. Lubang yang terbentuk sering mengalami infeksi,
yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat
atau jaringan granulasi dan sering terjadi drainase mukopurulen.4
Gejala yang dikeluhkan pasien tergantung dari besarnya lubang
perforasi. Rasa sakit yang persisten dan terlokalisasi di dalam soket
gigi pasca ekstraksi dapat menjadi gejala inisial, akan tetapi rasa
sakit dapat berkurang apabila peradangan mulai mereda. Rasa sakit
yang terus-menerus menandakan adanya infeksi akut pada sinus
maksilaris. Pasien tidak mengeluhkan adanya rasa sakit, kecuali
apabila terjadi infeksi akut pada sinus.9

Gambar 2. Gambaran klinis perforasi sinus maksilaris.9

Gejala yang merupakan ciri khas dari perforasi sinus


maksilaris adalah berpindahnya cairan dari dalam rongga mulut,

15

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
keluar melalui hidung pasien pada saat makan atau minum.
Masuknya saliva, cairan dari makanan atau minuman, dan bakteri
dari dalam rongga mulut ke area sinus maksilaris akan
mengakibatkan sinusitis.5

E. Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris


1. Pemeriksaan dan Observasi
a. Klinis
Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya perforasi ke area
sinus maksilaris pasca esktraksi gigi molar rahang atas, beberapa
metode dapat dilakukan. Pertama-tama yaitu melalui pemeriksaan
klinis dengan menggunakanan cermin dan lampu yang terang,
walaupun kadangkala perdarahan di sekitar daerah tersebut dapat
mempersulit pemeriksaan visual. Penggunaan suction secara hati-
hati pada soket seringkali menimbulkan bunyi hollow yang khas.2
Metode lain untuk memeriksa suatu komunikasi oroantral
yaitu dengan melakukan tes tiup (nose blowing test / Valsalva
Test).14 Pasien diminta untuk menekan cuping hidung dengan jari
sehingga kedua lubang hidung pasien tertutup. Kemudian pasien
diminta untuk meniup dan menghembuskan udara melalui hidung
yang tertutup, dalam keadaan mulut pasien terbuka. Dengan
demikian, udara yang tidak mampu keluar dari lubang hidung yang
tertutup, akan keluar melalui rongga mulut lewat lubang komunikasi
oroantral, sehingga pada soket gigi akan terlihat gelembung udara
yang berasal dari darah atau saliva.9 Selain itu, dokter gigi dapat
mendengar suara berdesis yang berasal dari soket dan dapat
mendeteksi adanya pergerakan udara dari rongga hidung dan lubang
sinus dengan cara mendekatkan kapas kecil di dekat soket gigi bekas
pencabutan.5
Selain kedua metode di atas, dokter gigi juga dapat
melakukan pemeriksaan terhadap gigi posterior rahang atas yang

16

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
telah diekstraksi. Apabila terdapat patahan atau fragmen tulang di
permukaan akar dari gigi tersebut, dokter gigi dapat berasumsi
bahwa perforasi sinus maksilaris telah terjadi, dan dapat dilanjutkan
dengan pemeriksaan klinis yang lebih spesifik.15 Akan tetapi,
perforasi sinus maksilaris dapat pula terjadi walaupun di permukaan
akar gigi tersebut tidak ditemukan fragmen atau patahan tulang
sekalipun. Melalui pemeriksaan awal ini, operator juga dapat
memperoleh informasi mengenai ukuran dari lubang komunikasi
oroantral yang telah terbentuk. Apabila tidak terdapat patahan atau
fragmen tulang yang ikut terambil bersama dengan gigi yang telah
diekstraksi, dapat diasumsikan bahwa diameter lubang perforasi
berukuran 2 mm atau kurang, sedangkan apabila terdapat patahan
atau fragmen tulang pada permukaan akar gigi yang telah
diekstraksi, operator dapat mengasumsikan bahwa diameter lubang
perforasi yang telah terbentuk cukup besar.1

Gambar 3. Penampakan gigi molar kesatu atas yang telah diekstraksi.


Area yang ditunjuk oleh panah hitam merupakan fragmen
dari dasar sinus maksilaris yang menempel pada permukaan
akar gigi molar, sedangkan area yang ditunjuk oleh panah
putih merupakan fragmen kecil dari tulang alveolar.15

17

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
Pemeriksaan komunikasi oroantral dengan menggunakan
probe atau irigasi untuk memastikan bahwa cairan dapat melewati
lubang sinus dan mengalir ke hidung sebaiknya dihindari. Kedua
metode ini dapat memicu resiko terjadinya sinusitis karena
mendorong secara paksa flora mulut dan fragmen kecil tulang yang
terkontaminasi beserta benda-benda asing lainnya, masuk ke dalam
sinus maksilaris. Penggunaan probe juga dapat memperbesar ukuran
perforasi sinus maksilaris, sehingga memperkecil kemungkinan
terjadinya penutupan spontan dan mempersulit prosedur bedah
perbaikan.2

b. Radiografi
Selain pemeriksaan secara klinis, pemeriksaan radiografi juga
perlu dilakukan untuk memastikan adanya keterlibatan rongga sinus
maksilaris pasca ekstraksi gigi posterior rahang atas.5 Teknik
pemeriksaan radiografi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi
sinus maksilaris antara lain teknik foto periapikal, oklusal, dan
panoramik.1
Teknik foto periapikal memberikan keterangan daerah yang
hanya terbatas pada sebagian kecil dari aspek inferior sinus.16 Teknik
foto panoramik merupakan teknik foto yang memungkinkan operator
untuk melihat dan membandingkan keadaan antara sinus kanan dan
kiri. Pada pemeriksaan radiografi periapikal, panoramik, dan oklusal
dapat terlihat hubungan gigi dengan sinus, lokasi benda asing dalam
sinus seperti gigi, akar gigi, atau fragmen tulang yang terdorong
masuk karena trauma atau selama pencabutan gigi. Terjadinya
sinusitis akut mempelihatkan adanya pengkabutan dan peningkatan
kepadatan pada rongga sinus dan terjadinya sinusitis kronis
memperlihatkan osifikasi penuh pada rongga sinus yang
menandakan rongga sinus telah penuh terisi dengan jaringan
hiperplastik, sekret, polip, atau kombinasi keduanya.4

18

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
Gambar 4. Gambaran radiograf periapikal memperlihatkan
telah terjadi perforasi sinus maksilaris.16

Penggunaan teknik radiografi periapikal, panoramik, maupun


oklusal sangat berguna untuk mendiagnosis adanya komunikasi
oroantral maupun fistula oroantral, namun seringkali terjadi
kesulitan untuk melakukan visualisasi pada bentuk keseluruhan
antrum karena terjadi tumpang tindih (superimpose) dengan
gambaran dari struktur lainnya. Teknik Cone Beam Computerized
Tomographic (CB/CT) merupakan teknik yang paling baik untuk
mendapatkan gambaran yang jelas apabila terdapat fragmen akar
yang masuk ke sinus.5 Teknik ini akan sangat membantu dalam
mendiagnosis fraktur dinding dasar orbita dan memberikan
gambaran mengenai luas lesi ganas atau jinak secara lebih tepat,
akan tetapi teknik ini membutuhkan dosis X-ray yang lebih besar,
mahal, dan terbatas ketersediaannya.6

2. Menentukan Rencana Perawatan


Dalam menentukan jenis perawatan yang akan dilakukan,
operator perlu mengetahui terlebih dahulu ukuran diameter dari lubang
komunikasi oroantral yang telah terbentuk, dikarenakan perawatan yang
akan dilakukan bergantung pada ukuran dari lubang yang telah terbentuk.

19

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
Apabila lubang yang terbentuk berukuran kecil (berdiameter 2 mm atau
kurang), maka prosedur bedah tidak perlu dilakukan, tetapi jika lubang
yang terbentuk berukuran sedang (berdiameter 2 – 6 mm), maka perlu
dilakukan prosedur penjahitan pada lubang tersebut untuk memastikan
terjadinya pembentukan bekuan darah yang maksimal. Apabila diameter
lubang sinus yang terbentuk berukuran besar (7 mm atau lebih), maka
prosedur bedah harus dilakukan.1
Perawatan komunikasi oroantral digolongkan menjadi dua jenis,
yaitu perawatan segera tanpa prosedur pembedahan dan perawatan
tertunda dengan prosedur pembedahan.2

a. Perawatan Segera / Immediate Treatment


Tujuan utama dari perawatan segera yaitu untuk mencegah
perkembangan komunikasi oroantral menjadi fistula oroantral yang
persisten maupun sinusitis maksilaris.2 Setelah operator
mendiagnosis adanya perforasi ke daerah sinus maksilaris, hal
pertama yang harus dilakukan adalah memeriksa apakah gigi yang
telah diekstraksi dalam keadaan utuh atau tidak. Hal ini bertujuan
untuk memastikan tidak ada sisa-sisa tulang yang tertinggal.9

1) Ukuran diameter komunikasi oroantral kecil (2 mm atau kurang)


Apabila lubang perforasi sinus maksilaris berukuran kecil
dan tidak tampak adanya infeksi pada sinus, maka harus
dilakukan upaya untuk membantu terjadinya proses pembekuan
darah pada soket pasca ekstraksi. Prosedur penjahitan dilakukan
untuk memposisikan jaringan sehingga pembekuan darah yang
optimal dapat tercapai.1 Pemberian oxidized cellulose pada soket
bekas pencabutan juga dapat membantu kestabilan bekuan
darah.9 Setelah itu, pasien harus diinstruksikan untuk
menghindari aktivitas-aktivitas yang dapat mengakibatkan
perubahan tekanan udara yang berlebihan di antara rongga

20

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
hidung dan mulut selama kurang lebih 10 – 14 hari. Aktivitas
yang dimaksud antara lain seperti bersin keras, bersin dalam
keadaan mulut terbuka, minum dengan sedotan, dan menghisap
rokok.1

2) Ukuran diameter komunikasi oroantral sedang (2-6 mm)


Pada soket bekas pencabutan yang lubang perforasi
sinusnya berukuran sedang dapat dilakukan penjahitan dengan
teknik figure of eight untuk membantu proses pembekuan darah
yang optimal.1 Apabila terdapat jaringan lunak yang memadai,
mukosa bukal dan palatal dapat didekatkan dan dijahit dengan
teknik penjahitan mattress. Jahitan dibuka setelah 10 – 14 hari
untuk memastikan telah terjadi penyembuhan yang memadai.
Untuk membantu mendekatkan kedua flap yang akan dijahit,
dapat dilakukan prosedur pemotongan tulang untuk mengurangi
ketinggian tulang atau iregularitas tulang di sekitar soket bekas
ekstraksi.5 Bahan seperti gelatin dapat diletakkan pada soket dan
pasien harus diinstruksikan untuk menghindari aktivitas-aktivitas
yang mengganggu kestabilan tekanan pada ruang sinus. Selain
itu, pasien dapat diberikan terapi antibiotik seperti Amoxicillin
atau Clindamycin untuk dikonsumsi selama 5 hari. Dekongestan
semprot untuk rongga hidung juga dapat diberikan untuk
mencegah terjadinya infeksi yang berkelanjutan dan membantu
penutupan membran mukus agar lebih cepat. Pasien dianjurkan
untuk kembali dalam tempo 48–72 jam untuk memeriksa apakah
terdapat kebocoran ulang dari lubang perforasi sinus maksilaris.1

3) Ukuran diameter komunikasi oroantral besar (7 mm atau lebih)


Apabila lubang perforasi sinus maksilaris berukuran lebih
besar, maka perlu dipertimbangkan penutupan lubang daerah
bekas ekstraksi dengan teknik bedah untuk menghasilkan

21

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
penutupan luka primer. Prosedur ini merupakan prosedur yang
kompleks dan harus ditangani oleh ahli bedah mulut yang
berpengalaman.1

b. Perawatan Bedah / Surgical Treatment


Sebelum penutupan lubang oroantral, langkah penting yang
perlu diperhatikan terlebih dahulu yaitu mengeliminasi infeksi sinus
baik akut maupun kronis. Keberhasilan penutupan lubang oroantral
dengan cara pembedahan tergantung pada pengontrolan infeksi sinus
akut maupun kronik, yaitu dengan pengambilan jaringan sinus yang
berpenyakit dan drainase nasal yang memadai. Terlepas dari teknik
penutupan yang digunakan, prosedur atau usaha ini akan gagal apabila
persyaratan yang dibutuhkan tidak dipenuhi. Infeksi sinus harus
dikontrol sebelum pembedahan dengan pemberian antibiotik spektrum
luas, seperti Ampicillin, dekongestan sistemik, dan tetes hidung.
Apabila terdapat penyakit sinus, maka jaringan sinus yang berpenyakit
perlu dihilangkan dengan prosedur Caldwell – Luc dan drainase yang
dilakukan dengan cara pembuatan jendela melalui dinding lateral
maksila di atas apikal gigi yang bersangkutan.1
Sebelum prosedur penutupan lubang oroantral dilakukan,
fistula yang berisi pus harus dieksisi terlebih dahulu dan dilanjutkan
dengan pengeluaran sisa fragmen akar gigi apabila terdapat patahan
akar gigi yang masuk dan tertinggal di dalam sinus maksilaris karena
prosedur ekstraksi gigi. Setelah pasien diberi anestesi lokal, insisi
dilakukan pada pinggir soket dari gingiva ke arah dalam sinus
maksilaris untuk menghilangkan jaringan lunak dari dalam soket
dalam bentuk silindris atau cone-shaped. Hal ini akan membuka akses
yang besar ke ruang sinus.5
Perawatan bedah untuk penutupan fistula oroantral sangatlah
beragam. Beberapa metode yang termasuk dalam teknik bedah
penutupan komunikasi oroantral atau fistula oroantral dapat

22

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
dikelompokkan sebagai berikut: Autogenous soft tissue flaps,
autogenous bone grafts, bahan-bahan allogenous, xenografts,
penutupan dengan bahan sintetis, dan teknik lainnya.17

1) Autogenous Soft Tissue Flaps


Prosedur pembuatan flap jaringan lunak ini merupakan
metode yang paling banyak diterapkan sebagai salah satu bentuk
perawatan untuk menutup suatu komunikasi oroantral atau fistula
oroantral. Prosedur flap jaringan lunak yang dapat dilakukan antara
lain adalah buccal flap, palatal flap, dan buccal fat pad flap.17
Beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam
memilih suatu teknik atau desain flap antara lain yaitu besarnya
defek, waktu pemeriksaan, ada tidaknya infeksi, serta jumlah dan
kondisi jaringan yang tersedia untuk teknik flap tersebut.17
Penentuan desain flap harus memperhatikan ketersediaan suplai
darah yang memadai untuk menghindari terjadinya nekrosis dan
hilangnya jaringan oleh karena terganggunya sirkulasi darah yang
sempurna. Flap harus bebas dari semua perlekatan periosteal agar
dapat berotasi atau berubah letak untuk menutupi defek yang
terjadi tanpa membuat tekanan pada jaringan. Flap harus didesain
agar garis penjahitan tidak diletakkan di daerah perforasi,
melainkan di atas tulang. Demikian juga semua batas tepi flap yang
diperlukan dapat diperoleh dan dipertahankan dengan cara
penjahitan.4 Selain itu, flap mukosa yang didesain sebaiknya tidak
terlalu mengubah anatomi dari jaringan sekitar.1

a) Buccal Flap / Buccal Advancement (Rerhmann’s) Flap


Teknik flap bukal ini pertama kali diperkenalkan oleh
Von Rehrmann pada tahun 1936 sebagai teknik untuk menutup
suatu komunikasi oroantral yang mudah dan efisien.15 Teknik
ini sesuai untuk penutupan komunikasi oroantral yang baru

23

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
maupun fistula oroantral yang kronis.2 Flap bukal merupakan
salah satu teknik yang paling sering digunakan untuk
perawatan bedah pada kasus fistula oroantral karena flap ini
memiliki tingkat kesuksesan hingga 90%.5 Flap bukal dapat
dikombinasikan dengan prosedur Caldwell-Luc yang
digunakan sebagai jalan masuk ke dalam sinus maksilaris bila
diperlukan.18
Flap bukal dibuat dengan cara melakukan insisi pada
mukosa bukal yang letaknya setinggi puncak bukal soket,
kemudian dilanjutkan dengan membuat dua insisi vertikal yang
dimulai dari batas servikal gigi yang berdekatan dan arahnya
miring menuju ke sulkus bukal. Kemudian flap diangkat secara
hati-hati melewati pencerminan yang telah dibuat. Pada
umumnya, flap ini tidak akan menutupi soket secara
menyeluruh dikarenakan periosteum yang masih melekat pada
tulang maksila. Untuk mengatasi hal ini, operator dapat
melakukan modifikasi pada flap bukal, yaitu dengan cara
melakukan insisi horisontal panjang pada periosteum di atas
garis refleksi dari mukosa, sehingga flap dapat ditarik
(“advanced”) secara perlahan ke atas soket tanpa adanya
tegangan yang berlebihan.9 Kedalaman lapisan periosteum
yang diinsisi kurang lebih 0.25 – 0,5 mm15 dan prosedur ini
harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak terbentuk “button-
hole” pada mukosa bukal yang tipis, yang berakibat pada
terganggunya suplai darah. Operator dapat menggunakan
bagian belakang dari pisau bedah pada saat menginsisi bagian
periosteum dan melakukan goresan-goresan ringan yang
berulang-ulang.2 Selanjutnya, aspek dari tepi mukosa palatal
dipersiapkan sehingga flap dapat diletakkan dalam posisi yang
tepat dan terdukung oleh tulang yang adekuat di bawahnya.
Kemudian letakkan beberapa jahitan di sekitar tepi palatal

24

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
daripada flap (mesial, distal, sentral, bukal) dengan
menggunakan teknik penjahitan vertical mattress. Jahitan pada
flap tidak boleh dalam keadaan tegang dan didiamkan di tempat
selama kurang lebih 10-14 hari.5

Gambar 5. Buccal Flap. A. Insisi flap bukal, B. Insisi melalui periosteum


untuk membebaskan flap, C. Flap diangkat D. Flap dibebaskan dari
periosteum, E. Flap bukal ditarik menutupi fistula dan dijahit, F.
Penutupan perforasi sinus maksilaris dengan teknik buccal flap.1

Teknik buccal flap ini dapat dilakukan di bawah anestesi


lokal dan merupakan salah satu teknik yang mudah serta dapat
dilakukan oleh dokter gigi umum. Akan tetapi pada kasus
tertentu, sangat sulit untuk membuat suatu anestesi lokal yang
adekuat sehingga perlu dilakukan anestesi umum. Kelebihan
lain dari teknik ini adalah flap yang mudah dimobilisasi dan
waktu prosedur yang diperlukan lebih singkat.2 Akan tetapi
teknik ini juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain tidak
dapat digunakan untuk area defek yang terlalu besar, tidak
melindungi dasar tulang, serta dapat mengurangi kedalaman
sulkus bukalis, namun biasanya hal ini hanya bersifat
sementara.2, 5, 14

25

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
b) Palatal Flap
Palatal flap merupakan salah satu alternatif lain untuk
perawatan fistula oroantral. Teknik ini pertama kali
diperkenalkan oleh Ashley pada tahun 1939. Penggunaan
teknik ini memungkinkan flap yang dibuat mendapatkan
suplai darah dari arteri palatina dan memiliki dasar pada
foramen palatina.9 Pada tahun 1980, Ehrl menyatakan bahwa
metode ini dapat diaplikasikan untuk penutupan oroantral
fistula yang berukuran diameter lebih besar dari 1 cm.14
Adapun tahapan dari teknik flap palatal antara lain
sebagai berikut:
(1) Apabila terdapat permukaan epitel pada fistula oroantral,
maka permukaan tersebut harus dieksisi terlebih dahulu
dengan menggunakan scalpel blade nomor 11.
(2) Insisi paralel dibuat pada palatum yang menuju ke arah
servikal gigi, tetapi tidak tepat pada batas servikal gigi
melainkan 5 mm di atas servikal gigi.9 Insisi full-thickness
mucoperiosteal palatal flap mengikuti letak dan arah dari
arteri palatina, yang memanjang ke arah anterior dari defek
oroantral. Flap diinsisi kemudian diangkat. Panjang flap
harus cukup panjang agar bagian pangkalnya dapat
digerakkan dan dirotasi secara bebas sehingga dapat
menutupi defek oroantral. Flap ini sangat bergantung pada
arteri palatina untuk mendapatkan suplai darah yang
adekuat sehingga metode ini membutuhkan keahlian dan
ketelitian agar tidak memotong atau melukai pembuluh
darah.2 Hal ini perlu diperhatikan oleh operator karena
apabila flap tidak memiliki suplai darah yang cukup, flap
akan menjadi nekrosis.9

26

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
(3) Lakukan eksisi pada mukosa oral di sekitar defek untuk
mempersiapkan daerah yang nantinya akan ditempati oleh
flap palatal.
(4) Flap diputar ke arah area defek, kemudian lakukan
penjahitan flap dengan teknik mattress.2
(5) Kemudian bagian tulang palatal yang terbuka diberi lapisan
dressing seperti ribbon gauze yang telah dibasahi dengan
agen antimikroba, atau dengan menggunakan periodontal
dressing selama 10 – 14 hari.2

Gambar 6. Palatal Flap. A. Gambaran palatal dan letak anatomis dari arteri
palatina, B. Insisi flap palatal, C. Flap dirotasi dan dijahit
menutupi lubang oroantral, D. Defek pada palatal diisi dengan
cement pack bedah untuk mempercepat penyembuhan.1

Teknik ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya


lebih mudah dibentuk untuk menutup kerusakan yang terjadi
karena mukosa palatal lebih tebal, lebih padat, dan kaya akan
suplai darah. Selain itu penyatuan dari palatal flap memberikan
hasil yang lebih baik dan aman sehingga teknik ini lebih
banyak dipilih untuk kasus fistula oroantral yang kambuh dan
berukuran besar.15 Kelebihan lain dari teknik palatal flap
dibandingkan dengan buccal flap adalah tidak menyebabkan

27

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
penurunan vestibulum serta memiliki ketahanan yang lebih
baik terhadap trauma dan infeksi. Adapun kekurangan dari
metode palatal flap antara lain prosedur bedah yang lebih sulit,
pengelupasan lapisan epitel pada palatal, rasa sakit, serta
penampakan yang kasar dan dalam dari area tersebut sebagai
hasil dari epitelisasi sekunder setelah 2–3 bulan.14 Selain itu
palatal flap cenderung tidak elastis dan sulit untuk diangkat
dan dipindahkan, sehingga kesulitan biasanya ditemui untuk
penutupan defek pada regio molar ketiga. Selain itu, terkadang
operator dapat menemukan kesulitan untuk memperkirakan
panjang yang tepat dari mukosa yang dibutuhkan.2

c) Pedicled Buccal Fat Pad Flap


Pedicled Buccal Fat Pad Flap merupakan teknik yang
semakin banyak digunakan pada masa kini sebagai salah satu
alternatif penutupan fistula oroantral yang pertama kali
diperkenalkan oleh Egyedi pada tahun 1977.18 Pedicled Buccal
Fat Pad Flap merupakan flap aksial yang dapat digunakan
untuk menutup defek tulang atau jaringan lunak yang
berukuran kecil sampai sedang.19
Secara anatomis, buccal fat pad merupakan suatu massa
bulat yang memiliki struktur bikonveks dan berperan dalam
memberikan bentuk kontur fasial atau wajah. Massa ini banyak
mengandung jaringan lemak yang mengisi ruang kosong di
antara otot-otot mastikasi dan regio oromaksilofasial.20 Fungsi
dari buccal fat pad adalah sebagai alas seluncur pada saat otot-
otot mastikasi dan otot wajah berkontraksi, guna melindungi
struktur-struktur penting dari tekanan yang diciptakan dari
kontraksi otot-otot. Bagian ini merupakan bagian yang kaya
akan suplai darah, yang berasal dari arteri fasial, arteri fasial
transversal, dan arteri maksilaris internal, serta cabang-cabang

28

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
lain yang saling beranastomosis membentuk plexus
subcapsular vascular.19
Adapun tahapan dari tehnik Pedicled Buccal Fat Pad
Flap antara lain adalah sebagai berikut19 :
(1) Insisi awal untuk memperoleh donor dari buccal fat pad
dapat dilakukan dengan full-thickness buccal
mucoperiosteal flap.
(2) Setelah flap mukoperiosteal diangkat, lakukan insisi
horisontal pada periosteum untuk mencapai buccal fat pad.
Selain menyediakan akses menuju ke buccal fat pad, insisi
periosteum ini juga meningkatkan mobilitas dari flap.
(3) Persiapkan daerah penerima donor. Kemudian dengan
perlahan, pindahkan sejumlah jaringan buccal fat pad yang
dibutuhkan ke dalam defek oroantral. Selalu ingat untuk
memegang aspek yang paling distal dari buccal fat pad
pada saat melalukan pemindahan, sehingga tidak
mengganggu suplai darah yang akan mengakibatkan
devaskularisasi dari flap tersebut.21
(4) Lakukan penjahitan teknik vertical mattress dengan
menggunakan benang jahit yang absorbable.
(5) Pasien dapat diberikan antibiotik dan dekongestan, seperti
Amoxicillin 500 mg dan xylometazoline hydrochloride
0.1%, 2-3 tetes ke dalam masing-masing lubang hidung
sebanyak 3 kali sehari selama 1 minggu. Pasien juga harus
diberikan instruksi untuk tidak meniup udara melalui
hidung. Penyembuhan mukosa biasanya membutuhkan
waktu 3-4 minggu.

29

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
Gambar 7. Proses pengambilan buccal fat pad dalam teknik Pedicled Buccal Fat Pad
Flap.21

Pedicled Buccal Fat Pad Flap merupakan salah satu


flap alternatif yang dapat diandalkan untuk penutupan defek
oroantral. Mobilisasi dari buccal fat pad yang mudah, suplai
darah yang adekuat, dan morbiditas situs donor yang minimal
merupakan keunggulan dari teknik ini, sehingga teknik ini juga
dapat dijadikan salah satu metode cadangan apabila terjadi
kegagalan dari metode penutupan oroantral fistula lainnya,
seperti buccal flap dan palatal rotation flap.22 Selain itu, lokasi
dari buccal fat pad yang dekat dengan daerah operasi
merupakan salah satu keuntungan dari segi anatomi, sehingga
memungkinkan waktu pengerjaan yang singkat. Pengambilan
buccal fat pad dapat dilakukan di bawah pengaruh anestesi
lokal.21
Tingkat kesuksesan yang tinggi dari teknik Pedicled
Buccal Fat Pad Flap ini disebabkan oleh karena suplai
darahnya yang tinggi, akan tetapi beberapa komplikasi telah
dilaporkan sehubungan dengan teknik ini, diantaranya
hematoma, pembengkakan, infeksi, nekrosis sebagian,
perdarahan, jaringan parut (scar) yang berlebihan, fibrosis,

30

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
keterbatasan dalam membuka mulut atau trismus, serta cedera
saraf fasial. Kebanyakan dari komplikasi pasca bedah tersebut
dikarenakan kurangnya pengalaman dari operator dan teknik
pembedahan yang tergolong invasif.18
Salah satu masalah yang dapat dialami oleh operator
pada saat mengambil buccal fat pad dari donor site antara lain
terjadinya perforasi atau penyusutan dari buccal fat pad. Selain
itu, pada beberapa kasus didapatkan bahwa ukuran buccal fat
pad bervariasi untuk masing-masing individu, sehingga ada
kemungkinan pada kasus tertentu buccal fat pad yang dimiliki
seseorang tidak adekuat untuk menutup defek oroantral yang
besar. Oleh karena itu, dapat dilakukan teknik kombinasi
dengan buccal advancement flap. Teknik kombinasi ini
memberikan stabilitas lebih serta berfungsi sebagai jaringan
tambahan apabila terdapat defisiensi buccal fat pad untuk suatu
penutupan defek oroantral atau apabila terjadi perforasi buccal
fat pad pada saat prosedur pengambilannya. Teknik kombinasi
ini biasa juga dikenal dengan nama double-layered flap closure
atau penutupan flap lapis ganda yang dapat dipertimbangkan
sebagai pilihan modifikasi teknik penutupan komunikasi
oroantral yang disertai beberapa indikasi tambahan.21

2) Autogenous Bone Graft


Bahan autogenous bone graft dapat diperoleh antara lain
dari tulang dagu, tulang retromolar, tulang pipi atau zygoma, dan
iliac crest. Penerapan metode bone graft untuk penutupan suatu
komunikasi oroantral memiliki beberapa kekurangan, yaitu
diperlukannya prosedur bedah tambahan untuk mengumpulkan
cangkok tulang dari area donor. Prosedur bedah tambahan ini
memperlambat waktu bedah dan meningkatkan morbiditas pasien.
Namun akhir-akhir ini, metode bone graft semakin mendapat

31

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
perhatian oleh karena meningkatnya keinginan pasien untuk
pemasangan implan di kemudian hari.23
Pengumpulan cangkok tulang dari iliac crest kurang
dianjurkan karena dapat meningkatkan morbiditas dari area donor,
memperlambat rasa sakit pasca operasi, dan menimbulkan
gangguan saraf sensoris. Pengumpulan cangkok tulang dari daerah
retromolar cukup terbatas, akan tetapi dapat membentuk suatu
basis yang solid untuk pemasangan implan di kemudian hari.
Pencangkokan tulang monokortikal dari daerah dagu merupakan
teknik yang aman dan mudah untuk memperbaiki defek maksila,
terutama fistula oroantral yang membutuhkan penutupan kedua.
Penggunaan tulang dagu sebagai area donor direkomendasikan
untuk pasien yang memerlukan penambahan tulang sinus sebelum
pemasangan implan. Pengumpulan cangkok tulang dari area tulang
pipi juga terbatas, akan tetapi salah satu keuntungannya adalah
jarak area donor dan area resipien yang dekat memungkinkan
waktu perawatan yang relatif lebih singkat.23

3) Bahan-bahan Allogenous
Penggunaan bahan seperti fibrin glue atau fibrin sealant
untuk penutupan suatu komunikasi oroantral atau fistula oroantral
merupakan salah satu alternatif, karena fibrin glue mengandung
sejumlah besar platelet yang dapat melepaskan faktor-faktor
pertumbuhan sehingga mendorong terjadinya penyembuhan luka.
Fibrin glue merupakan suatu derivat plasma manusia dan
merupakan tahap terakhir dari koagulasi darah, yaitu pembentukan
bekuan fibrin. Selain itu, bahan ini juga mengandung fibrinogen
berkonsentrasi tinggi yang dapat digunakan untuk menutup
komunikasi oroantral dengan kekuatan adhesif yang cukup baik
serta dapat menahan tekanan udara dari dalam sinus.24 Fibrin glue
cukup diaplikasikan ke dalam soket dengan menggunakan jarum

32

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
suntik. Tidak diperlukan pembukaan flap apapun dalam prosedur
ini, sehingga struktur anatomi intraoral dapat terjaga.23

4) Xenografts
Suatu teknik penutupan komunikasi oroantral baru yang
dikemukakan oleh Ogunsalu adalah dengan menggunakan Bio-
Guide (membran kolagen dari porcine atau babi) dan Bio-Oss
(material graft tulang dari bovine) dengan menerapkan suatu
metode sandwich.23

A B
Gambar 8. A. Bentuk Sandwich Graft sebelum dimasukkan ke dalam defek
oroantral, B. Sandwich Graft in situ.17

Untuk meletakkan bone graft dengan teknik sandwich ini,


dibutuhkan suatu membran khusus yang terbuat dari kolagen
murni. Membran yang memiliki penampang yang halus dan kasar
ini akan berfungsi sebagai pemisah (barrier) dan akan mengalami
resorbsi dengan sendirinya dalam waktu 24 minggu.17
Bahan bone graft dimasukkan di antara lapisan membran
kolagen yang telah dijahit di tiga sisi. Kemudian membran ditutup
dengan cara dijahit, sehingga didapatlah suatu sandwich berisi
bahan bone graft. Setelah itu, dibuat suatu full-thickness
mucoperiosteal flap yang diambil dari hubungan mukosa pipi

33

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
dengan area yang tak bergigi. Kemudian sandwich yang telah
dipersiapkan sebelumnya dimasukkan ke dalam lubang komunikasi
oroantral dengan posisi permukaan membran yang kasar dan
berporus dihadapkan ke arah tulang, sehingga dapat membantu
pertumbuhan dari sel-sel pembentuk tulang, sedangkan permukaan
yang halus dihadapkan ke arah jaringan lunak untuk mencegah
pertumbuhan jaringan fibrosa ke arah dalam menuju defek tulang.
Peletakan sandwich membran tersebut harus sedemikian rupa
sehingga bagian membran yang menghadap ke tulang alveolar
berbentuk agak cekung. Ini berguna sebagai tempat untuk
meletakkan tambahan bahan bone graft yang akan dimasukkan ke
dalam defek tersebut. Setelah itu, reposisi flap dilakukan dan
dijahit di tempat untuk memperoleh penutupan primer. Penjahitan
yang dilakukan harus kedap air agar bekas pembedahan tidak
terkontaminasi benda dari luar.17
Teknik sandwich pada penempatan bone graft ini memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan dengan teknik penutupan
komunikasi maupun fistula oroantral lainnya. Teknik ini tidak
membutuhkan pembedahan untuk pengambilan donor, sehingga
operator dapat lebih menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Selain
itu, metode ini juga memungkinkan terjadinya penutupan defek
tulang (jaringan keras) selain penutupan jaringan lunak untuk suatu
komunikasi ataupun fistula oroantral. Hal ini memudahkan pasien
jika ingin memasang implan di kemudian hari tanpa harus
melaksanakan suatu prosedur sinus lifting yang kompleks.17

5) Penutupan dengan Bahan Sintetis


Teknik alternatif lain yang dapat digunakan untuk menutup
suatu komunikasi oroantral maupun fistula oroantral adalah dengan
menggunakan bahan sintetis. Bahan yang sering digunakan antara
lain plat emas atau lembaran emas (gold foil).23 Salah satu alasan

34

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
penggunaan bahan emas adalah daya adaptifnya yang baik
terhadap tulang serta lebih mudah dibentuk untuk menutup suatu
fistula oroantral.19
Untuk melakukan teknik ini, sinus yang terlibat harus
benar-benar bebas dari infeksi dan terpapar secara adekuat.
Pertama, eksisi dibuat pada fistula dengan membuat flap
mukoperiosteal pada fasial dan palatal dari defek. Setelah flap
dielevasi, jalur fistula dan tulang alveolar akan terekspos.1
Selanjutnya, jalur fistula dieksisi hingga batas di mana gold foil
dapat diletakkan di bawah flap mukoperiosteal. Kemudian flap
dikembalikan menutupi gold foil lalu dijahit tanpa berusaha
mencapai penutupan primer. Setelah beberapa minggu, gold foil
dapat dikeluarkan dan lapisan mukosa sinus yang baru telah
terbentuk. Beberapa minggu berikutnya, lapisan mukoperiosteum
tumbuh dan melapisi lapisan mukosa sinus. Keduanya membentuk
semacam penutupan lapis ganda. Teknik ini termasuk teknik yang
praktis, efektif, dan terbukti sukses dalam menutup suatu fistula
oroantral, tanpa menyebabkan distorsi anatomi intraoral.25
Selain gold foil, bahan sintetis lain yang dapat dijadikan
teknik alternatif adalah penggunaan Bioabsorbable Root Analogue.
Dari hasil studi diperoleh kesimpulan bahwa teknik ini cepat,
mudah digunakan, menunjukkan hasil penyembuhan yang baik
secara klinis, dan berintegrasi ke dalam jaringan lunak dan keras.
Adapun kekurangan dari metode ini yaitu tidak selalu dapat
dilakukan untuk semua kasus karena keterbetasan keahlian dan
teknik. Fragmen akar atau defek yang terlalu besar menghambat
penempatan yang akurat dari analog tersebut.26

35

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
6) Teknik Alternatif Lain
Salah satu teknik alternatif lain untuk penutupan
komunikasi oroantral atau fistula oroantral adalah transplantasi
molar ketiga atas. Molar ketiga yang berperan sebagai gigi donor
diekstraksi dengan hati-hati atau dengan cedera yang minimal
terutama pada bagian permukaan akar. Gigi donor
ditransplantasikan ke dalam soket yang telah dihaluskan dengan
round bur dan diirigasi dengan larutan salin. Gigi molar ketiga atas
ditransplantasi ke dalam soket dengan posisi sedikit infraklusi dan
difiksasi dengan sedikit tekanan jari. Penggunaan splinting untuk
stabilisasi tambahan juga dapat dilakukan. Perawatan endodontik
dilakukan setelah tiga minggu.27 Kesuksesan dari teknik ini juga
sangat bergantung dari keadaan soket penerima transplantasi serta
bentuk dan ukuran gigi donor yang sesuai. Teknik ini tidak
dianjurkan apabila terdapat perbedaan antara ukuran gigi donor
dengan soket gigi penerima, serta apabila terdapat kemungkinan
terjadinya luka jaringan mukoperiosteal. Keuntungan utama dari
teknik ini adalah gigi yang ditransplantasi tidak hanya menutup
defek oroantral yang terbentuk, tetapi juga berfungsi dalam proses
mastikasi. Teknik ini membutuhkan waktu sekitar lima bulan
sampai terjadinya penyatuan. Selang waktu antara ekstraksi dan
prosedur transplantasi harus seminimal mungkin agar vitalitas
jaringan periodontal dapat terjaga.27
Penggunaan Guided Tissue Regeneration (GTR), yaitu
membran ePTFE dan absorbable gelatin membrane/film dalam
penutupan hubungan oroantral juga termasuk salah satu teknik
alternatif yang dapat dilakukan. GTR biasanya digunakan dalam
bedah periodontal untuk meregenerasi jaringan periodonsium yang
hilang. Regenerasi sempurna dari dinding sinus dan tulang alveolar
yang bersangkutan dapat dilakukan dengan teknik GTR ini. Pada
teknik ini, demineralized freeze-dried bone allograft (DFDBA)

36

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
diletakkan di antara absorbable gelatin film dan membran ePTFE.
Gelatin film diletakkan di atas hubungan oroantral, sedangkan
ePTFE diletakkan menutupi film tersebut. Film berfungsi sebagai
barrier sementara untuk mencegah dislokasi DFDBA ke dalam
rongga sinus dan mencegah migrasi epitel sinus. Membran ePTFE
dapat dikeluarkan dua bulan kemudian agar permukaan jaringan
ikat dapat terbentuk.27

7) Instruksi Pasien Pasca perawatan


Setelah menjalani perawatan bedah, pasien harus diberikan
instruksi pasca bedah seperti pada umumnya. Sebagai tambahan,
pasien juga harus diberikan instruksi perawatan antral (antral
regime) untuk mengurangi inflamasi dan mencegah peningkatan
tekanan udara di dalam sinus. Gigi molar kesatu atas diposisikan
sebagai titik terendah dari sinus maksilaris. Tekanan udara yang
meningkat di dalam sinus dan terjadi secara tiba-tiba, misalnya dari
bersin atau meniup udara lewat hidung, akan memaksa udara atau
eksudat melewati defek alveolar, juga secara fisik mengganggu
bekuan darah dari flap.5
Antral Regime yang dapat diinstruksikan kepada pasien
antara lain adalah pasien dilarang untuk meniup udara melalui
hidung selama kurang lebih 48 jam dan pasien dapat diberikan
antibiotik seperti Amoxicillin 500 mg. Selain itu, nasal
decongestant, seperti ephedrine nasal spray 0.5%, atau
decongestant inhalant, seperti Karvol juga dapat diberikan. Pasien
juga dianjurkan untuk berkumur dengan menggunakan
Chlorhexidine atau dengan salin hangat, akan tetapi aktivitas
kumur belum diperbolehkan selama 24 jam pertama pasca bedah.5

37

Penatalaksanaan Perforasi Sinus Maksilaris Akibat Ekstraksi Gigi Posterior Rahang Atas
Jocelin Sintano
Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2016, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194

Anda mungkin juga menyukai