HUKUM KEPARIWISATAAN
& NEGARA KESEJAHTERAAN
Halaman Moeka Publishing (Antara Kebijakan dan Pluralisme Lokal)
wwww.halamanmoeka.net
wwww.halamanmoeka.com
E: halamanmoeka@gmail.com
GH
HUKUM KEPARIWISATAAN
& NEGARA KESEJAHTERAAN
GH
◼ Isharyanto
◼ Maria Madalina
◼ Ayub Torry S.K.
Penulis:
◼ Isharyanto
◼ Maria Madalina
◼ Ayub Torry S.K.
Editor:
Isharyanto
Desain:
Tim HalamanMoeka.com
Kata Pengantar
GH
P
eranan sektor pariwisata nasional semakin penting sejalan
dengan perkembangan dan kontribusi yang diberikan
sektor pariwisata melalui penerimaan devisa, pendapatan
daerah, pengembangan wilayah, maupun dalam penyerapan
investasi dan tenaga kerja serta pengembangan usaha yang
tersebar di berbagai pelosok wilayah di Indonesia. Menurut Buku
Saku Kementerian Pariwisata (2016), kontribusi sektor pariwisata
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada tahun 2014
telah mencapai 9 % atau sebesar Rp 946,09 triliun. Sementara
devisa dari sektor pariwisata pada tahun 2014 telah mencapai Rp
120 triliun dan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 11
juta orang. Melalui mekanisme tarikan dan dorongan terhadap
sektor ekonomi lain yang terkait dengan sektor pariwisata,
seperti hotel dan restoran, angkutan, industri kerajinan dan lain-
lain. Melalui multiplier effect-nya, pariwisata dapat dan mampu
mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan
kerja. Itulah mengapa, percepatan pertumbuhan ekonomi dan
penciptaan lapangan kerja yang lebih luas dapat dilakukan
dengan mempromosikan pengembangan pariwisata.
Naskah buku ini pada awalnya adalah laporan penelitian
Hibah Strategi Nasional (Stranas) Kementerian Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi Tahun 2018. Kemudian dimodifikasi
dan ditata ulang dalam format buku untuk dapat diterbitkan
sehingga infor masi yang terkandung di dalamnya dapat dibaca
khalayak yang lebih luas lagi. Sisi menarik naskah ini karena ia
menyajikan penelitian kebijakan kepariwisataan di tingkat lokal
Daftar Isi
GH
GH
PENDAHULUAN
GH
A. Latar Belakang
Penelitian model kebijakan kepariwisataan berbasis pluralisme
lokal untuk mewujudkan negara kesejahteraan penting untuk
dilakukan karena minimal 4 (empat) pertimbangan sebagai
berikut. Pertimbangan pertama, Pariwisata merupakan sektor
yang semakin penting karena memberi manfaat ekonomi bagi
penduduk. Dampak yang ditimbulkan pariwisata terhadap
perekonomian bukan hanya berasal dari pengeluaran
wisatawan tetapi juga dari penciptaan lapangan pekerjaan
serta pengembangan sarana dan prasarana. Pariwisata
secara global menyumbang 9% gross domestic product (GDP)
atau USD 6 triliun, menciptakan 120 juta pekerjaan langsung
dan 125 juta pekerjaan tak langsung di bidang pariwisata. Di
suatu negara, pariwisata berdampak terhadap peningkatan
produksi barang kebutuhan wisatawan; tumbuhnya usaha
jasa layanan pariwisata dan jasa akomodasi; peluang
pekerjaan bagi masyarakat lokal; peningkatan pendapatan
masyarakat lokal; meningkatnya aksesibilitas jalan dan jasa
transportasi; dan bertambahnya layanan utilitas air bersih,
listrik, dan telekomunikasi. Manfaat pariwisata cenderung
meningkat sejalan dengan peningkatan permintaan
pariwisata dunia. Dari tahun 1995 sampai tahun 2014, jumlah
kedatangan wisatawan dunia mempunyai kecenderungan
meningkat. Pertimbangan kedua, telah dilakukan pemetaan
1
Lihat Otto Soemarwoto .1993. Pengembangan Pariwisata dan Dampak
yang Ditimbulkannya. Yogyakarta: Andi.
B. Permasalahan
Penelitian dirancang untuk dilaksanakan dalam 2 (dua)
tahun penelitian. Untuk tahun 1, fokus penelitian diarahkan
kepada rekonstruksi dan analisis faktor-faktor penting yang
berpengaruh signifikan terhadap kebijakan kepariwisataan
berbasis pluralisme di tingkat lokal dalam perspektif
pemangku kepentingan yaitu pemerintah daerah. Sementara
itu, untuk tahun 2, fokus penelitian adalah formulasi model
kebijakan kepariwisataan berbasis pluralisme lokal untuk
mewujudkan negara kesejahteraan (welfare state). Untuk
memberikan panduan dalam rangka analisis fokus penelitian
tersebut, dirumuskan masalah sebagai berikut:
Tahun 1 : Bagaimanakah konstruksi dan analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi kebijakan kepariwisataan berbasis
pluralisme di tingkat lokal dalam perspektif pemerintahan
daerah?
Tahun 2 : Bagaimanakah formulasi model kebijakan
kepariwisataan berbasis pluralisme lokal untuk mewujudkan
negara kesejahteraan (welfare state)?
C. Tujuan Khusus
1. Menyajikan skema dan uraian yang memuat konstruksi
dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan
kepariwisataan berbasis pluralisme di tingkat lokal dalam
4
Lihat UU No, 17 Tahun 2007 tentang Pembangunan Jangka Panjang
2005-2025 Bab IV 1.3. Angka 6 Mewujudkan Indonesia yang Demokratis
Berlandaskan Hukum.
GH
TINJAUAN PUSTAKA
GH
GH
METODE PENELITIAN
GH
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan sosio-legal research. Penelitian ini
merupakan kajian terhadap hukum dengan menggunakan
pendekatan ilmu hukum maupun ilmu-ilmu sosial. Menurut
Mardzuki penelitian sosio-legal research hanya menempatkan
hukum sebagai gejala sosial. Oleh karenanya, dalam penelitian
ini selalu dikaitkan masalah sosial.5
B. Sumber Data
Data penelitian dapat diidentifikasi dalam 2 kategori
sebagai berikut:
1. Data primer, yaitu merupakan sumber data yang diperoleh
langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara).
2. Data sekunder, yaitu merupakan sumber data penelitian
yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media
perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data
sekunder meliputi: (i) bahan hukum primer, yaitu sumber
hukum yang otentik, yang mencakup peraturan perundang-
undangan, putusan pengadilan, dan bahan hukum adat
yang tercatat; (ii) bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang
memperjelas atau memiliki kaitan dengan sumber hukum
otentik seperti risalah penyusunan dokumen hukum, hasil
riset, atau artikel/jurnal yang relevan.
5
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Pradana Media
Grup, Jakarta, hlm. 87.
E. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data,
menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun
kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari dan membuat kesimpulan. Kategori analisis adalah
analisis data nonstatistik. Data yang diperoleh ditulis dalam
bentuk laporan atau data yang terperinci. Laporan yang disusun
berdasarkan data yang diperoleh direduksi, dirangkum, dipilih
dan pihak lain menerima pengaruh itu dengan rela atau karena
terpaksa. Beda antara “kekuasaan” dan “wewenang” (authority) adalah
bahwa setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain dapat
dinamakan kekuasaan, sedang “wewenang” adalah kekuasaan yang
ada pada seseorang atau kelompok orang yang mempunyai dukungan
atau mendapat pengakuan dari masyarakat. Menurut Bagir Manan
“kekuasaan” (macht) tidak sama artinya dengan wewenang. Kekuasaan
menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat wewenang berarti
hak dan sekaligus kewajiban (rechten en plichten). Lihat: Soerjono
Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum (Jakarta: Rajawali, 1988),
79-80; Bagir Manan, “Wewenang Propinsi, Kabupaten dan Kota dalam
Rangka Otonomi Daerah,” dalam Seminar Nasional Pengembangan
Wilayah dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Kawasan Pesisir
dalam Rangka Penataan Ruang (Bandung: Fakultas Hukum Universitas
Padjadjaran, 2000).
27
Ateng Syarifudin, Butir-Butir Gagasan Tentang Penyelenggaraan
Hukum Dan Pemerintahan Yang Baik ((Bandung: PT Citra Adtya Bakti,
1996)., 15.
136
Djauhari, “Pergeseran Pemikiran Negara Kesejahteraan Pasca
Amandemen UUD 1945,” Jurnal Pembaharuan Hukum 1, no. 3 (2014):
318.
137
Jimly Asshiddiqie, Gagasan Konstitusi Sosial : Institusionalisasi dan
Konstitusionalisasi kehidupan Sosial Masyarakat Madani (Jakarta:
LP3ES, 2015), 112.
145
Made Metu Dhana, Perlindungan Hukum dan Keamanan Terhadap
Wisatawan (Surabaya: Paramita, 2012), 1.
146
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan
(Bandung: Alumni, 2004).
147
Praditya Budi Laksana, Riyanto, dan Abdullah Said, “Strategi Pemasaran
Pariwisata Kota Surakarta Melalui City Branding (Studi pada Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kota Surakarta,” Jurnal Administrasi
Publik 3, no. 1 (2015): 73.
148
Amad Saeroji dan Deria Adi Wijaya, “Pemetaan Wisata Kuliner Khas
Kota Surakarta,” Jurnal Pariwisata Terapan 1, no. 1 (2017): 12.
149
Ibid., 3.
152
Zulkarnain Umar, “Analisis Implementasi Kebjakan Standar Pelayanan
Minimal Untuk Peningkatan Kualitas Layanan Publik di Daerah,”
Jurnal Analisis dan Kebijakan Publik 3, no. 1 (2017): 6; Yusdiyanto,
“Implementasi Kewenangan Kepala Daerah Dalam Pembuatan Perda
dan Peraturan Lainnya,” Jurnal Fiat Justisia Ilmu Hukum 6, no. 3
(2012): 7.
153
Diskusi teoritis mengenai bundling lihat antara lain Wei-Jue Huang
dkk., “Bundling attractions for rural tourism development,” Journal of
Suistanable Tourim 24, no. 10 (2016): 1387–1402.
156
Diskusi soal wisatawan jenis ini, lihat:Natalie Ooi dan Jennifer H.
Laing, “Backpacker tourism: sustainable and purposeful? Investigating
the overlap between backpacker tourism and volunteer tourism
motivations,” Journal of Sustainable Tourism 18, no. 2 (2010): 191–
206; Brendan Canavan, Journal of Sustainable Tourism 26, no. 4 (2018):
551–66.
2. Kota Batu
a. Profil dan Program
Pertumbuhan ekonomi Kota Batu terbilang cukup
pesat terutama pada sektor pariwisata. Berkembangnya
sektor pariwisata di Kota Batu dibuktikan pada nilai
PDRB, dimana sektor yang memiliki nilai kontribusi
paling tinggi adalah sektor perdagangan, hotel dan
rumah makan dimana sektor tersebut berkaitan
erat dengan industri pariwisata.Kontribusi sektor
perdagangan, hotel, dan restoran yangmendominasi
yakni hampir mencapai 50% dari total PDRB Kota
Batu. Hal ini menandakan bahwa sektor pariwisata
merupakan sektor kunci dalam pembangunan Kota
Batu.Tingginya sektor perdagangan, hotel, dan
restoran pada PDRB Kota Batu mengindikasikan
bahwa pengeluaran wisatawan di Kota Batu cukup
besar. Kota Batu berhasil dalam menyediakan fasilitas
yang dibutuhkan oleh wisatawan. Namun, terdapat
permasalahan yaitu penurunan jumlah wisatawan
pada tahun 2009-2012 dengan rata-rata 13% tiap
tahunnya. Penurunan jumlah wisatawan tersebut
perlu mendapatkan perhatian khusus karena sebagai
indikasi kejenuhan wisatawan akan wisata di Kota Batu.
Penurunan jumlah wisatawan ini dapat mengakibatkan
menurunnya pendapatan daerah Kota Batu dan tentu
saja berdampak pada perekonomian Kota Batu. Apabila
tidak ada strategi perencanaan wisata Kota Batu,
dikhawatirkan perekonomian Kota Batu di masa datang
akan menurun. Selain itu, sebagai kota baru, pariwisata
3. Provinsi Bali
a. Profil wisata provinsi Bali
Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia
yang wilayahnya tidak lebih dari 5.634,40 km² atau
5.634,40 ha dengan panjang pantai mencapai 529
km. Komposisi pulau terdiri dari satu pulau utama dan
beberapa pulau-pulau kecil di sekitarnya seperti pulau
Menjangan (ujung timur) di kabupaten Jembrana, di
sebelah selatan Pulau Serangan (telah direklamasi) di
Kota Denpasar, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa
Ceningan, dan disebelah tenggara terdapat pulau
yang paling besar adalah Pulau Nusa Penida masuk
wilayah Kabupaten Klungkung. Wilayah terluas dimiliki
Kabupaten Buleleng seluas 1.365,88 km² atau hampir
setengah luas pulau Bali dari ujung timur sampai ke
ujung barat pulau Bali. Kabupaten atau pemerintahan
kota terkecil adalah Pemerintah Kota Denpasar seluas
123,98 km² sebagai Ibu Kota Pemerintah Provinsi Bali.
157
Badan Pusat Statistik, “Provinsi Bali dalam Angka 2016” (Bali: Badan
Pusat Statistik Bali, 2016).
158
Ibid.
d. Kabupaten Badung
1) Profil dan Program
Wilayah Kabupaten Badung terletak pada posisi
08°14’17”—08°50’57” Lintang Selatan (LS)
dan 115°05’02”—15°15’ 09” Bujur Timur (BT)
159
Kementerian Pariwisata mendefinisikan desa wisata sebagai: “Suatu
wilayah dengan luasan tertentu dan memiliki potensi keunikan
daya tarik wisata yang khas dengan komunitas masyarakatnya yang
mampu menciptakan perpaduan berbagai daya tarik wisata dan
fasilitas pendukungnya untuk menarik kunjungan wisatawan termasuk
didalamnya kampung wisata karena keberadaannya di daerah kota.”
Lihat: Direktorat Pengembangan Destinasi Wisata, Pengembangan
Desa Wisata (Jakarta: Kementerian Pariwisata, 2016), 1.
160
Dewa Putu Oka Prasiasa, “Strategi Pengembangan Dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa Wisata Timbrah Kecamatan Karangasem Kabupaten
Karangasem” (Seminar Nasional Hasil Penelitian-Denpasar, Denpasar,
Bali: Universitas Udayana, 2017), 103–26.
e. Kabupaten Tabanan
1) Profil dan Program
Kabupaten Tabanan adalah salah satu kabupaten
dari beberapa kabupaten/kota yang ada di
Provinsi Bali dengan pendapatan asli daerah
(PAD) rata-rata sebesar 15,07% dari total APBD.
Hal ini menunjukkan tingkat ketergantungan
sumber-sumber pendanaan pembangunan
kepada pemerintah pusat. Upaya yang dilakukan
f. Kabupaten Gianyar
1) Profil dan Program
Kabupaten Gianyar merupakan salah satu dari
9 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Bali,
dengan luas wilayah 36.800 hektar atau 6,53%
dari luas wilayah Provinsi Bali secara keseluruhan.
Kabupaten Gianyar memiliki 7 Kecamatan yaitu
Kecamatan Sukawati, Kecamatan Blahbatuh,
Kecamatan Gianyar, Kecamatan Tampaksiring,
Kecamatan Ubud, Kecamatan Tegallalang,
dan Kecamatan Payangan. Kecamatan terluas
adalah Kecamatan Payangan dan paling kecil
adalah kecamatan Blahbatuh. Jumlah penduduk
di Kabupaten Gianyar tahun 2017 sebanyak
503.900 jiwa yang terdiri dari 254.400 jiwa
(50,49%) laki-laki dan 249.500 jiwa (49,51%)
perempuan. Tingkat pertumbuhan penduduk
0,99% dibandingkan dengan jumlah penduduk
GH
PENUTUP
GH
A. Simpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka perspektif pemerintahan
dikaitkan dengan model kebijakan kepariwisataan berbasis
pluralisme lokal untuk mewujudkan negara kesejahteraan
mengandung elemen-elemen sebagai berikut: (a) Dukungan
peraturan dan kelembagaan yang memihak masyarakat lokal;
(b) Daya tarik alam, daya tarik budaya dan daya tarik buatan
adalah tiga komponen pembentuk produk wisata, dimana
ketiganya dapat dikombinasikan satu dengan yang lainnya;
(c) Karakter kebijakan berbasis integrasi dan karakteristik
budaya; (d)) Desa wisata sebagai produk wisata alternatif
disajikan untuk menjawab kejenuhan yang dialami wisatawan
dalam mengkonsumsi produk wisata.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian untuk tahun kedua yang
meliputi aspek-aspek permasalahan sebagai berikut:
1. focus dan skala prioritas pluralisme lokal dalam kebijakan
kepariwisataan;
2. daya tarik alam, daya tarik budaya dan daya tarik buatan
dalam pola keruangan yang menihilkan kebudayaan;
dan
3. fasilitasi ideal pemerintah dan formulasi hukum yang
ideal.
DAFTAR PUSTAKA
GH