BAB I
UNDANG – UNDANG KEPARIWISATAAN
Dengan rahmat Tuhan yang maha ESA Presiden Republik Indonesia menimbang:
a. Bahwa keadaan alam, flora dan fauna, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, serta
peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, serta seni dan budaya yang dimiliki bangsa
Indonesia merupakan sumber daya dan modal pembangunan kepariwisataan untuk
peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana terkandung dalam
Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tuhan 1945.
b. bahwa kebebasan melakukan perjalanan dan memanfaatkan waktu luang dalam wujud
berwisata merupakan bagian dari hak asasi manusia.
c. bahwa kepariwisataan merupakan integral dari pembangunan nasional yang dilakukan
secara sistematis, terencana terpadu, berkelanjutan dan bertanggung jawab dengan tetap
memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam
masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta kepentingan nasional.
d. bahwa pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan
kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan
perubahan kehidupan lokal, nasional dan global.
e. bahwa Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan tidak sesuai lagi
dengan tuntutan dan perkembangan kepariwisataan sehingga perlu diganti.
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud diatas perlu membentuk
Undang-Undang tentang kepariwisataan.
A. Ketentuan umum
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang di maksud dengan:
1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi,
atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu
sementara.
2. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.
3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta
layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
4. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat
multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan
negara serta interaksi antara wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pengusaha.
5. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai
yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang
menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
6. Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah kawasan
geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya
terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta
masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
7. Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi
pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
8. Pengusaha pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan
usaha pariwisata.
9. Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka
menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam
penyelenggaraan pariwisata.
10. Kawasan strategis pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata
atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting
dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, daya dukung
lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.
11. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pekerja pariwisata untuk mengembangkan
profesionalitas kerja.
12. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha dan pekerja pariwisata
untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan, dan pengelolaan
kepariwisataan.
13. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut pemerintah adalah presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945.
14. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
15. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pemerintahan
16. Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau
disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.
17. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kepariwisataan.
Pasal 2
Kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas :
a. Manfaat
b. Kekeluargaan
c. adil dan merata
d. keseimbangan
e. kemandirian
f. kelestarian
g. partisipatif
h. berkelanjutan
i. demokratis
j. kesetaraan dan
k. kesatuan
Pasal 3
Kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap
wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat.
a. Memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan, dan meningkatkan mutu obyek dan
daya tarik wisata.
b. Memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa.
c. Memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja.
d. pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
e. Mendorong pendayagunaan produksi nasional.
Pasal 4
Kepariwisataan bertujuan untuk:
a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi
b. meningkatkan kesejahteraan rakyat
c. menghapus kemiskinan
d. mengatasi pengangguran
e. melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya
f. memajukan kebudayaan
g. mengangkat citra bangsa
h. memupuk rasa cinta tanah air
i. memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa, dan
j. mempererat persahabatan antar bangsa
Pasal 5
Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip :
a. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep
hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan
antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan manusia dan lingkungan
b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya dan kearifan lokal
c. memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas
d. memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup
e. memberdayakan masyarakat setempat
f. menjamin keterpaduan antar sektor, antar daerah, antara pusat dan daerah yang
merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan
antar pemangku kepentingan
g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang
pariwisata dan
h. memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
D. Pembangunan kepariwisataan
Pasal 6
Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud dalam
pasal 2 yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan
dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta
kebutuhan manusia untuk berwisata.
Pasal 7
Pembangunan kepariwisatan meliputi :
a. industri pariwisata
b. destinasi pariwisata
c. pemasaran dan
d. kelembagaan kepariwisataan
Pasal 8
1) Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan
kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional,
rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota.
2) Pembangunan kepariwisataan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian
integral dari rencana pembangunan jangka panjang nasional.
Pasal 9
1) Rencana induk pembangunan kepariwisatan nasional sebagaimana dimaksud dalam
pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2) Rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi.
3) Rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
dalam pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
4) Penyusunan rencana induk pembangunan kepariwisataan sebagaima dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan.
5) Rencana induk pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
meliputi perencanaan pembangunan industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran,
dan kelembagaan kepariwisataan.
Pasal 10
Pemerintah dan Pemerintah Daerah mendorong penanaman modal dalam negeri dan
penanaman modal asing di bidang kepariwisataan sesuai dengan rencana induk
pembangunan kepariwisataan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Pasal 11
Pemerintah bersama lembaga yang terkait dengan kepariwisataan menyelenggarakan
penelitian dan pengembangan kepariwisataan untuk mendukung pembangunan
keparwisataan.
E. Kawasan strategis
Pasal 12
(1) Penetapan kawasan strategis pariwisata dilakukan dengan memperhatikan aspek:
a. sumber daya pariwisata alam dan budaya yang potensial menjadi daya tarik pariwisata.
b. potensi pasar
c. lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan bangsa dan keutuhan wilayah.
d. perlindungan terhadap lokasi tertentu yang mempunyai peran strategis dalam menjaga
fungsi dan daya dukung lingkungan hidup
e. lokasi strategis yang mempunyai peran dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan aset
budaya
f. kesiapan dan dukungan masyarakat dan
g. kekhususan dari wilayah
(3) Kawasan strategis pariwisata harus memperhatikan aspek budaya, sosial dan agama
masyaraka setempat.
.
Pasal 13
(1) Kawasan strategis pariwisata sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) dan ayat
(2) terdiri atas kawasan strategis nasional, kawasan strategis pariwisata provinsi, dan
kawasan strategis pariwisata kabupaten/kota.
(2) Kawasan strategis pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian
integral dari rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang provinsi, dan rencana
tata ruang wilayah kabupaten /kota.
F. Usaha pariwisata
Pasal 14
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 16
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menunda atau meninjau kembali pendaftaran
usaha pariwisata apabila tidak sesuai dengan ketentuan tata cara sebagaimana dimaksud
dalam pasal 15.
Pasal 17
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan dan melindungi usaha mikro,
kecil, menengah, dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata dengan cara:
a. Membuat kebijakan pencadangan usaha pariwisata untuk usaha mikro, kecil, menengah,
dan koperasi dan
b. menfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dengan usaha skala
besar.
Pasal 19
(1) Setiap orang berhak :
a. memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata
b. melakukan usaha pariwisata
c. menjadi pekerja/buruh pariwisata: dan/atau
d. berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan.
a. menjadi pekerja/buruh
b. konsinyasi; dan/atau
c. pengelolaan
Pasal 20
Setiap wisatawan berhak memperoleh:
a. informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata
b. pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar
c. perlindungan hukum dan keamanan
d. pelayanan kesehatan
e. perlindungan hak pribadi, dan
f. perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang beresiko tinggi
Pasal 21
Wisatawan yang memiliki keterbatasan fisik, anak-anak, dan lanjut usia berhak
mendapatkan fasilitas khusus sesuai dengan kebutuhannya.
Pasal 22
Setiap pengusaha pariwisata berhak :
a.mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha di bidang kepariwisataan
b. menmbentuk dan menjadi anggota asosiasi kepariwisataan
c. mendapatkan perlindungan hukum dalam berusahan dan
d. mendapatkan fasilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Bagian keduan
Kewajiban
Pasal 23
Pasal 24
Setiap orang berkewajiban:
a. menjaga dan melestarikan daya taya wisata, dan
b. membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih berperilaku santun, dan menjaga
kelestarian lingkungan destinasi pariwisata.
Pasal 25
Setiap wisatawan berkewajiban:
a. menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat setempat.
b. memelihara dan melestarikan lingkungan
c. turut serta menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan
d. turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan
yang melanggar hukum.
Pasal 26
Setiap pengusaha pariwisata berkewajiban:
a. menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya dan nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat setempat.
b. memberikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab
c. memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif
d. memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan, dan
keselamatan wisatawan
e. memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata dengan kegiatan yang
beresiko tinggi
f. mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, dan koperasi setempat
yang saling memerlukan, memperkuat dan menguntungkan.
g. mengutamakan penggunaan produk masyarakat setempat, produk dalam negeri,
dan memberikan kesempatan kepada tenaga kerja lokal.
h. meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan dan pendidikan
i. berperan aktif dalam upaya pengembangan prasarana dan program
pemberdayaan masyarakat.
j. turut sertam mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan
dan kegiatan yang melanggar hukum di lingkungan tempat usahanya
k. memeliharan lingkungan yang sehat, bersih dan asri
l. memelihara kelestarian lingkungan alam dan budaya
m. menjaga citra negara dan bangsa Indonesia melalui kegiatan kegiatan usaha
kepariwisataan secara bertanggung jawab
n. menerapkan standar usaha dan standar kompetensi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang - undangan.
Bagian Ketiga
Larangan
Pasal 27
1) Setiap orang dilarang merusak sebagan atau seluruh fisik daya tarik wisata
2) merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah melakukan
perbuatan mengubah warna, mengubah bentuk, menghilangkan spesies tertentu,
mencemarkan lingkungan, memindahkan, mengambil, menghancurkan, atau memusnahkan
daya tarik wisata sehingga berakibat berkurang atau hilangnya keunikan, keindahan, dan
nilai autentik suatu daya tarik wisata yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah.
Pasal 29
Pemerintah provinsi berwenang :
a. menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi
b. mengoordinasikan penyelenggaraan kepariwisataan di wilayahnya.
c. melaksanakan pendaftaran, pencatatan dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata
d. menetapkan destinasi pariwisata provinsi
e. menetapkan daya tarik wisata provinsi
f. menfasilitasi promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata yang berada di
wilayahnya
g. memelihara aset provinsi yang menjadi daya tarik wisata provinsi, dan
h. mengalokasikan anggaran kepariwisataan
Pasal 30
Pemerintah kabupaten/kota berwenang :
a. menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan
kabupaten/kota
b. menetapkan destinasi pariwisata kabupaten/kota
c. menetapkan daya tarik wisata kabupaten/kota
d. melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata.
e. mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan kepariwisataan di wilayahnya.
f. menfasilitasi dan melakukan promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata yang
berada di wilayahnya.
g. memfasilitasi pengembangan daya tarik wisata baru.
h. menyelenggarakan pelatihan dan penelitian kepariwisataan dalam lingkup
kabupaten/kota.
i. memelihara dan melestarikan daya tarik wisata yang ada di wilayahnya.
j. menyelenggarakan bimbingan masyarakat sadar wisata, dan
k. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
Pasal 31
1) Setiap perseorangan, organisasi pariwisata, lembaga pemerintah, serta badan usaha
yang berprestasi luar biasa atau berjasa besar dalam partisipasinya meningkatkan
pembangunan, kepeloporan dan pengabdian di bidang kepariwisataan yang dapat
dibuktikan dengan fakta yang konkrit di beri panghargaan.
2) Penghargaan sebagaimana di maksud pada ayat 1 diberikan oleh pemerintah atau
lembaga lain yang terpercaya.
3) Penghargaan dapat berbentuk pemberian piagam, uang, atau bentuk penghargaan lain
yang bermanfaat.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan, bentuk penghargaan, dan
pelaksanaan pemberian penghargaan sebagaimana di maksud pada ayat 1, ayat 2, dan ayat
3 diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 32
1) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin ketersediaan dan penyebarluasan
informasi kepada masyarakat untuk kepentingan pengembangan kepariwisataan.
2. Dalam meyediakan dan menybarluaskan informasi pemerintah mengembangkan sistem
informasi kepariwisataan nasional.
3. Pemerintah daerah dapat mengembangkan dan mengelola sistem informasi
kepariwisataan sesuai dengan kemampuan dan kondisi daerah.
I. Koordinasi
Pasal 33
Pasal 34
Koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (1) dipimpin
oleh Presiden atau Wakil Presiden.
Pasal 35
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, mekanisme, dan hubungan koordinasi strategis
lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 dan pasal 34 diatur dengan Peraturan
Presiden.
Bagian Kesatu
Badan Promosi Pariwisata Indonesia
Pasal 36
1) Pemerintah memfasilitasi pembentukan Badan Promosi Pariwisata Indonesian yang
berkedudukan di ibu kota negara.
2) Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
lembaga swasta dan bersifat mandiri.
3) Pembentukan Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) di tetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 37
Struktur organisasi Badan Promosi Pariwisata Indonesia terdiri atas 2 unsur, yaitu unsur
penentu kebijakan dan unsur pelaksana.
Pasal 38
1) Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam pasal 37 berjumlah 9 (sembilan) orang anggota terdiri atas : a. wakil asosiasi
kepariwisataan 4 (empat) orang, b. wakil asosiasi profesi 2 (dua) orang, c. wakil asosiasi
penerbangan 1(satu) orang, d. pakar/akademisi 2 (dua) orang.
2) Keanggotaan unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia diusulkan
oleh Menteri kepada Presiden untuk masa tugas paling lama 4 (empat) tahun.
3) Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia dipimpin oleh seorang
ketua dan seorang wakil ketua yang dibantu oleh seorang sekretaris yang dipilih dari dan
oleh anggota.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, persyaratan, serta tatacara pengangkatan
dan pemberhentian unsur penentu kebijakan sebagaimanau dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 39
Unsur penentu kebijakan sebagaimana dimaksud dalam pasa 38 membentuk unsur
pelaksana untuk menjalankan tugas operasional Badan Promosi Pariwisata Indonesia.
Pasal 40
1) Unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Indonesia dipimpin oleh seorang Direktur
Eksekutif dengan dibantu oleh beberapa Direktur sesuai dengan kebutuhan
2) Unsur pelaksana Badan Promosi Indonesia wajib menyusun tatakerja dan rencana kerja.
3) Masa kerja unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Indonesia paling lama 3 (tiga)
tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1(satu) kali masa kerja berikutnya.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tatakerja, persyaratan, serta tata cara pengangkatan
dan pemberhentian unsur pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur dengan Peraturan Badan Promosi Pariwisata Indonesia.
Pasal 41
1) Badan Promosi Pariwisata Indonesia mempunyai tugas:
a. meningkatkan citra kepariwisataan Indonesia,
b. meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara dan penerimaan devisa
c. meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan pembelanjaan
d. menggalang pendanaan dari sumber selain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
e. melakukan riset dalam rangka pengembangan usaha dan bisnis pariwisata.
Bagian Kedua
Badan Promosi Pariwisata Daerah
Pasal 43
1. Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi pembentukan Badan Promosi Daerah
Indonesian yang berkedudukan di ibu kota provinsi dan kabupaten/kota
2. Badan Promosi Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
lembaga swasta dan bersifat mandiri.
3. Badan Promosi Pariwisata Daerah dalam melaksanakan kegiatannya wajib berkoordinasi
dengan Badan Promosi Pariwisata Indonesia.
4. Pembentukan Badan Promosi Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.
Pasal 44
Struktur organisasi Badan Promosi Pariwisata Indonesia terdiri atas 2 unsur, yaitu unsur
penentu kebijakan dan unsur pelaksana.
Pasal 45
1. Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam pasal 44 berjumlah 9 (sembilan) orang anggota terdiri atas : a. wakil asosiasi
kepariwisataan 4 (empat) orang, b. wakil asosiasi profesi 2 (dua) orang, c. wakil asosiasi
penerbangan 1(satu) orang, d. pakar/akademisi 2 (dua) orang.
2. Keanggotaan unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia diusulkan
oleh Menteri kepada Presiden untuk masa tugas paling lama 4 (empat) tahun.
3. Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia dipimpin oleh seorang
ketua dan seorang wakil ketua yang dibantu oleh seorang sekretaris yang dipilih dari dan
oleh anggota.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, persyaratan, serta tatacara pengangkatan
dan pemberhentian unsur penentu kebijakan sebagaimanau dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 46
Unsur penentu kebijakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 membentuk unsur
pelaksana untuk menjalankan tugas operasional Badan Promosi Pariwisata Daerah.
Pasal 47
1. Unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Daerah dipimpin oleh seorang Direktur
Eksekutif dengan dibantu oleh beberapa Direktur sesuai dengan kebutuhan
2. Unsur pelaksana Badan Promosi Daerah wajib menyusun tatakerja dan rencana kerja.
3. Masa kerja unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Daerah paling lama 3 (tiga) tahun
dan dapat diangkat kembali untuk 1(satu) kali masa kerja berikutnya.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tatakerja, persyaratan, serta tata cara pengangkatan
dan pemberhentian unsur pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur dengan Peraturan Badan Promosi Pariwisata Daerah.
Pasal 48
1. Badan Promosi Pariwisata Daerah mempunyai tugas: a. meningkatkan citra
kepariwisataan Indonesia, b. meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara dan
penerimaan devisa, c. meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan pembelanjaan, d.
menggalang pendanaan dari sumber selain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, e. melakukan riset dalam rangka pengembangan usaha dan bisnis pariwisata.
2. Badan Promosi Pariwisata Daerah mempunyai tugas sebagai :
a. koordinator promosi pariwisata yang dilakukan dunia usaha di pusat dan di daerah
b. mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pasal 49
1. Sumber pembiayaan Badan Promosi Pariwisata Daerah berasal dari: a. pemangku
kepentingan, dan b. sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2. Bantuan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah bersifat hibah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Pengelolaan dana yang bersumber dari Non-Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan Non-Anggaran Pendapatan Belanja Daerah wajib di audit oleh akuntan publik dan
diumumkan kepada masyarakat.
K. Gabungan industri pariwisata indonesia
Pasal 50
1. Untuk mendukung pengembangan dunia usaha pariwisata yang kompetitif, dibentuk
satu wadah yang dinamakan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia.
2. Keanggotaan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia terdiri atas :
a. pengusaha pariwisata.
b. asosiasi usaha pariwisata
c. asosiasi profesi dan d. asosiasi lain yang terkait langsung dengan pariwisata.
3. Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi
sebagai mitra kerja pemerintah dan pemerintah daerah serta wadah komunikasi dan
konsultasi para anggotanya dalam penyelenggaraan dan pembangunan kepariwisataan.
4. Gabungan Industri Pariwisata Indonesia bersifat mandiri dan dalam melakukan
kegiatannya bersifat nirlaba.
5. Gabungan Industri Pariwisata Indonesia melakukan kegiatan, antara lain :
a. menetapkan dan menegakkan kode etik Gabungan Industri Pariwisata Indonesia
b. menyalurkan aspirasi memelihara kerukunan dan kepentingan anggota dalam rangka
keikutsertaannya dalam pembangunan bidang kepariwisataan
c. meningkatkan hubungan dan kerjasama antara pengusaha pariwisata indonesia dan
pengusaha pariwisata luar negeri untuk kepentingan pembangunan kepariwisataan
d. mencegah persaingan usaha yang tidak sehat di bidang kepariwisataan: dan
e. menyelenggarakan pusat informasi usaha dan menyebarluaskan kebijakan pemerintah
di bidang kepariwisataan.
Pasal 51
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, keanggotaan, susunan kepengurusan, dan
kegiatan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 50
diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
Bagian Kedua
Standardisasi dan Sertifikasi
Pasal 53
1. Tenaga kerja di bidang kepariwisataan memiliki standar kompetensi.
2. Standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi
kompetensi.
3. Sertifikasi kompetensi dilakukan oleh lembaga sertifakasi profesi yang telah mendapat
lisensi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
Pasal 54
1. Produk, pelayanan, dan pengelolaan usaha pariwisata memiliki standar usaha.
2. Standar usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi usaha .
3. Sertifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh lembaga mandiri
yang berwenang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
Pasal 55
Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi kompetensi sebagaimana dimaksud dalam pasal
53 dan sertifikasi usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 54 diatur dalam peraturan
pemerintah.
Bagian Ketiga
Tenaga Kerja Ahli Warga Negara Asing
Pasal 56
1. Pengusaha pariwisata dapat memperkerjakan tenaga kerja ahli warga negara asing
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Tenaga kerja ahli warga negara asing sebagaimana maksud pada ayat (1) terlebih dahulu
mendapatkan rekomendasi dari organisasi asosiasi pekerja profesional kepariwisataan.
M. Pendanaan
Pasal 57
Pendanaan pariwisata menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah, pengusaha dan masyarakat
Pasal 58
Pengelolaan dana kepariwisataan dilakukan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi,
transparansi, dan akuntabillitas public.
Pasal 59
Pemerintah Daerah mengalokasikan sebagian dari pendapatan yang diperoleh dari
penyelenggaraan pariwisata untuk kepentingan pelestarian alam dan budaya.
Pasal 60
Pendanaan oleh pengusaha dan/atau masyarakat dalam pembangunan pariwisata di pulau
kecil diberikan insentif yang diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 61
Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan peluang pendanaan bagi usaha mikro dan
kecil dibidang kepariwisataan.
N. Sanksi administratif
Pasal 62
1. Setiap wisatawan yang tidak mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
25 dikenai sanksi berupa teguran lisan disertai dengan pemberitahuan mengenai hal yang
harus dipatuhi.
2. Apabila wisatawan telah diberi teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak
diindahkannya, wisatawan bersangkutan dapat diusir dari lokasi perbuatan dilakukan.
Pasal 63
1. Setiap pengusaha pariwisata yang tidak mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 15 dan/atau pasal 26 dikenai sanksi administratif.
2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. teguran tertulis
b.pembatasan kegiatan usaha c. pembekuan sementara kegiatan usaha.
3. Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikenakan kepada
pengusaha paling banyak 3 (tiga) kali.
4. Sanksi pembatasan kegiatan usaha dikenakan kepada pengusaha yang tidak mematuhi
teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
5. Sanksi pembekuan sementara kegiatan usaha dikenakan kepada pengusaha yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).
O. Ketentuan pidana
Pasal 64
1. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum merusak fisik daya tarik wisata
sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah).
2. Setiap orang yang karena kelalaiannya dan melawan hukum, merusak fisik, atau
mengurangi nilai daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,-
(lima miliar rupiah)
P. Ketentuan peralihan
Pasal 65
Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana di maksud dalam pasal 36 ayat (1) harus
telah dibentuk paling lama 2 (dua) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 66
1. Pembentukan Gabungan Indonesia Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
pasal 50 untuk pertama kalinya difasilitasi oleh Pemerintah.
2. Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus telah
dibentuk dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan
Q. Ketentuan penutup
Pasal 67
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan dalam waktu paling
lambat 2 (dua) tahun sejak diundangkan.
Pasal 68
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990 tentang
kepariwisataan (lembaran Negara tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3427) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 69
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku semua peraturan perundang-undangan yang
merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang
kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 72, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 3427), dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 70
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 16 Januari 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
Menurut Mursid (2003), Pemasaran adalah semua kegiatan usaha yang bertalian dengan
arus penyerahan barang dan jasa-jasa dari produsen ke konsumen.
Lebih lanjut Winardi dalam Ediwarsyah (1986) mengatakan bahwa pemasaran adalah
aktifitas dunia usaha yang berhubungan dengan arus benda-benda serta jasa-jasa dari
produksi sampai konsumsi dimana termasuk tindakan membeli, menjual, menyelengarakan
reklame, menstandarisasi, pemisahan menurut nilai, mengangkut, menyimpan benda-
benda, serta informasi pasar.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas dapatlah di ambil suatu kesimpulan bahwa
pemasaran adalah suatu kegiatan usaha perdagangan baik dalam bentuk barang-barang
atau jasa, yang dilakukan oleh Si penjual kepada Si pembeli, didalamnya termasuk tindakan
memperkenalkan barang-barang dan jasa, menjual, membeli, menstandarisasi dengan
tujuan untuk memberi kepuasan antara Si penjual kepada Si pembeli dengan melalui proses
pertukaran.
Dalam kegiatan pemasaran maka akan ada kegiatan promosi, karena promosi ini sangat
diperlukan untuk mempertemukan antara produsen dengan konsumen, memperkenalkan
jenis dan mutu barang dan jasa yang dihasilkan sehingga antara Si pembeli dan Si penjual
mendapat kepuasan.
Promosi adalah usaha untuk memajukan sesuatu, karena tujuan promosi adalah :
1. Untuk memperkenalkan perusahaan kepada pihak luar.
2. Untuk meningkatkan penjualan.
3. Sebagai sarana untuk memberitahukan kepada pihak luar tentang kehebatan perusahan
tersebut.
4. Ingin mengetengahkan segi kelebihan perusahan atau produk atau jasa terhadap
saingan.
Jika dihubungkan dengan kepariwisataan maka yang menjadi sasaran promosinya adalah
obyek wisata, yaitu dengan cara memaparkan keadaan daya tarik dari obyek wisata, sarana
dan prasarana yang telah tersedia di obyek wisata, sehingga menimbulkan keinginan orang
untuk berkunjung di obyek wisata tersebut.
Berdasarkan gambaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan promosi pariwisata
adalah :
1. Agar calon wisatawan dapat mengetahui bahwa ada obyek wisata yang baik untuk di
kunjungi.
2. Untuk meningkatkan jumlah arus kunjungan wisatawan.
3. Untuk menunjukkan pada calon wisatawan tentang keadan obyek wisata yang
mempunyai sifat spesifik dan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan obyek wisata
lainnya.
4. Untuk meningkatkan sumber pendapatan masyarakat terutama yang ada di lingkungan
obyek wisata. (Editor : N. Raymond Frans),
E. DEFINISI KEPARIWISATAAN
Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan
pariwisata (Yoeti, 1997, p.194). Wisata merupakan suatu kegiatan perjalanan atau sebagian
dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk
menikmati obyek dan daya tarik wisata. Sedangkan wisatawan adalah orang yang
melakukan kegiatan wisata. “Tourism is an integrated system and can be viewed in terms of
demand and supply. The demand is made up of domestic and international tourist market.
The supply is comprised of transportations, tourist attractions and activities, tourist
facilities, services and related infrastructure, and information and promotion. Visitors are
defined as tourist and the remainder as same-day visitors”.
Pada garis besarnya, definisi tersebut menunjukkan bahwa kepariwisataan memiliki
arti keterpaduan yang di satu sisi diperani oleh faktor permintaan dan faktor ketersediaan.
Faktor permintaan terkait oleh permintaan pasar wisatawan domestik dan mancanegara.
Sedangkan faktor ketersediaan dipengaruhi oleh transportasi, atraksi wisata dan
aktifitasnya, fasilitas-fasilitas, pelayanan dan prasarana terkait serta informasi dan promosi.
Nyoman S. Pendit (2003:33) menjelaskan tentang kepariwisataan sebagai
berkut Kepariwisataan juga dapat memberikan dorongan langsung terhadap kemajuan
kemajuan pembangunan atau perbaikan pelabuhan pelabuhan (laut atau udara), jalan-jalan
raya, pengangkutan setempat,program program kebersihan atau kesehatan, pilot proyek
sasana budaya dan kelestarian lingkungan dan sebagainya. Yang kesemuanya dapat
memberikan keuntungan dan kesenangan baik bagi masyarakat dalam lingkungan daerah
wilayah yang bersangkutan maupun bagi wisatawan pengunjung dari luar. Kepariwisataan
juga dapat memberikan dorongan dan sumbangan terhadap pelaksanaan pembangunan
proyek-proyek berbagai sektor bagi negara-negara yang telah berkembang atau maju
ekonominya, dimana pada gilirannya industri pariwisata merupakan suatu kenyataan
ditengah-tengah industri lainnya.
Beberapa pendapat ahli kepariwisataan mengenai pengertian kepariwisataan adalah
sebagai berikut:
v Prof. Hunziger dan Kraf (dalam Irawan, 2010:11) memberikan batasan pariwisata yang
bersifat teknis, yaitu “…kepariwisataan adalah keseluruhan jaringan dan gejala-gejala yang
berkaitan dengan tinggalnyaorang asing di suatu tempat, dengan syarat bahwa mereka tidak
tinggal ditempat itu untuk melakukan pekerjaan yang penting yang memberi keuntungan
yang bersifat permanen maupun sementara”.
v Ketetapan MPRS No. 1 Tahun 1960 (dalam Irawan, 2010:11) kepariwisatan dalam dunia
modern pada hakekatnya adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam
memberi liburan rohani dan jasmani setelah beberapa waktu bekerja serta mempunyai
modal untuk melihat daerah lain (pariwisata dalam negri) atau negara lain (pariwisata luar
negri).
F. DEFINISI PARIWISATA
Menurut definisi yang luas pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat lain,
bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari
keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi
sosial, budaya, alam dan ilmu. Suatu perjalanan dianggap sebagai perjalanan wisata bila
memenuhi tiga persyaratan yang diperlukan, yaitu : (dikutip dari Ekonomi Pariwisata, hal 21)
a. Harus bersifat sementara
b. Harus bersifat sukarela (voluntary) dalam arti tidak terjadi karena dipaksa.
c. Tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah ataupun bayaran.
v (Mc.Inthosh), Mendefinisikan pariwisata sebagai ilmu, seni dan bisnis tentang menari,
memindahkan, mengakomodasikan dan secara ramah memenuhi kebutuhan dan kegiatan
para pengunjung.
v (Jafari), Menjelaskan bahwa pariwisata adalah suatu studi tentang orang yang
meninggalkan habitatnya dan suatu studi tentang industri yang memenuhi kebutuhannya
dan tentang dampak yang ditimbulkannya terhadap sosial-budaya, ekonomi dan lingkungan.
v (Mathieson & Wall), Mengatakan bahwa pariwisata adalah kegiatan perpindahan orang
untuk sementara waktu ke destinasi diluar tempat tinggal dan tempat kerjanya dan
melaksanakan kegiatan selama di destinasi dan penyiapan fasilitas-fasilitas untuk memenuhi
kebutuhan mereka.(Indra Mulyana), Mengatakan bahwa pariwisata merupakan
v perpidahan seseorang atau sekelompok orang ke tempat lain, diluar tempat tinggalnya
untuk sementara waktu dengan maksud untuk melakukan rekreasi ataupun studi dalam
memenuhi kebutuhannya.
v Menurut A.J. Burkart dan S. Medik (1987) Pariwisata adalah perpindahan orang untuk
sementara dan dalam jangka waktu pendek ke tujuan- tujuan diluar tempat dimana mereka
biasanya hlidup dan bekerja dan kegiatan-kegiatan mereka selama tinggal di tempat-tempat
tujuan itu.Saya setuju dengan pendapat ini, namun ada beberapa di tambah yakni
menyangkut waktu yang dibutuhkan dan tujuan pariwisata itu sandiri berdasarkan IUTO
waktu yang ditetapkan untuk kegiatan yang bisa disebut pariwisata setidaknya adalah 24
jam, dan tujuammya adalah untuk mengisi waktu senggang, bisnis, keluarga, perutusan, dan
pertemuan-pertemuan.
v Menurut Hunziger dan krapf dari swiss dalam Grundriss Der Allgemeinen
Femderverkehrslehre, menyatakan pariwisata adalah keserluruhan jaringan dan gejala-
gejala yang berkaitan dengan tinggalnya orang asing disuatu tempat dengan syarat orang
tersebut tidak melakukan suatu pekerjaan yang penting (Major Activity) yang memberi
keuntungan yang bersifat permanent maupun sementara.Saya setuju dengan pendapat ini,
karena pada dasarnya pariwisata itu motif kegiatannya adalah untuk mengisi waktu luang,
untuk bersenang-senang, bersantai, studi, kegiatan Agama, dan mungkin untuk kegiatan
olahraga. Selain itu semua kegiatan tersebut dapat memberi keuntungan bagi pelakunya
baik secara fisik maupun psikis baik sementara maupun dalam jangka waktu lama.
v Menurut Prof. Salah Wahab dalam Oka A Yoeti (1994, 116.). Pariwisata dalah suatu
aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara bergantian
diantara orang-orang dalam suatu Negara itu sendiri/ diluar negeri, meliputi pendiaman
orang-orang dari daerah lain untuk sementara waktu mencari kepuasan yang beraneka
ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya, dimana ia memperoleh pekerjaan
tetap.Menurut saya walaupun Definisi yang dikemukakan oleh Prof Salah Wahab kalimatnya
terkesan berbelit-belit namun isinya sudah mengacu pada pengertian pariwisata itu sendiri.
Karena memang pariwisata itu dilakukan secara sadar dalam mendapatkan pelayanan
berbeda dari biasanya baik diluar negeri maupun didalam negeri guna mencari kepuasan.
Wisatawan
Wisatawan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dunia pariwisata. Wisatawan
sangat beragam , tua-muda, miskin-kaya, asing-nusantara, semuanya mempunyai keinginan
dan juga harapan yang berbeda.
Jika ditinjau dari arti kata “wisatawan” yang berasal dari kata “wisata” maka sebenarnya
tidaklah tepat sebagai pengganti kata “tourist” dalam bahasa Inggris. Kata itu berasal dari
bahasa Sansekerta “wisata” yang berarti “perjalanan” yang sama atau dapat disamakan
dengan kata “travel” dalam bahasa Inggris. Jadi orang melakukan perjalanan dalam
pengertian ini, maka wisatawan sama artinya dengan kata “traveler” karena dalam bahasa
Indonesia sudah merupakan kelaziman memakai akhiran “wan” untuk menyatakan orang
dengan profesinya, keahliannya, keadaannya jabatannya dan kedudukan seseorang (Irawan,
2010:12).
Adapun pengertian wisatawan antara lain:
· Wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan wisata.
· Pengertian wisatawan diartikan sebagai seseorang atau suatu rombongan yang
menikmati suatu objek wisata. Sementara itu, objek wisata dapat diartikan sebagai sesuatu
benda, kegiatan, wilayah yang memang menarik dan memiliki pesona yang mampu
menyedot perhatian orang. Umumnya, objek wisata dikelola oleh pemerintah, masyarakat,
atau swasta yang ditandai dengan pembayaran retribusi atau karcis masuk. Padanan kata
dari wisatawan antara lain pengunjung, pelancong, turis, dan pelawat.
Menurut UN. Convention Concerning Customs Facilites For Touring (1954) Wisatawan
adalah setiap orang yang datang disebuah Negara karena alas an yang sah kecuali untuk
berimigrasi dan yang tinggal setidak-tidaknya 24 Jam dan selama-lamanya 6 Bulan dalam
tahun yang sama.
Dalam pengertian ini wisatawan dibedakan berdasarkan waktu dan tujuan yang disebut
wisatawan adalah orang-orang yang berkunjung setidaknya 24 dan yang dating
berdasarakan motivasi Mengisi waktu senggang seperti bersenang, berlibur, untuk
kesehatan, studi, keperluan agama, dan olahraga, serta bisnis, keluarga, peurtusan, dan
pertemuan-pertemuan.
Menurut Smith (dalam Kusumaningrum, 2009:16), menjelaskan bahwa wisatawan adalah
orang yang sedang tidak bekerja, atau sedang berlibur dan secara sukarela mengunjungi
daerah lain untuk mendapatkan sesuatu yang lain.
BAB II
HOSPITALITY
A. DEFINISI HOSPITALITY
Hospitality "Merujuk pada hubungan antara guest/tamu dan host/pelayanan dan juga
merujuk pada aktivitas/kegiatan keramah-tamahan yaitu penerimaan tamu dan hiburan
untuk para tamu dengan kebebasan dan kenyamanan". Hospitality memiliki arti keramah
tamahan, kesopanan, keakraban, rasa saling menghormati.
Jika dikaitkan dengan industri pariwisata, dapat diibaratkan bahwa hospitality merupakan
roh, jiwa, semangat dari pariwisata. Tanpa adanya hospitality dalam pariwisata, maka
seluruh produk yang ditawarkan dalam pariwisata itu sendiri seperti benda mati yang tidak
memiliki nilai untuk dijual (S.Pendit, 2007 : 152). Hospitality dapat juga dikategorikan
sebagai industri, yaitu industri yang menyediakan jasa pelayanan sesuai dengan kebutuhan
wisatawan, biasanya produk yang ditawarkan berupa pelayanan yang sifatnya membuat
wisatwan betah, merasa nyaman dan aman.
Tidak dapat dipungkiri bahwa semua industri berorientasi pada pertumbuhan dan bersifat
ekonomi sentris. Bertumbuhnya ekonomi dalam industri hospitality ini sangat bergantung
pada loyalitas pelanggan. Manajemen hotel pada umumnya menginginkan bahwa tamu-
tamu yang sudah menginap dihotel diharapkan menjadi tamu yang loyal, dalam arti jika
tamu-tamu tersebut berlibur lagi diwaktu yang akan datang, akan menginap di hotel itu
kembali dan bahkan ikut mengabarkan kepada tamu lainnya untuk ikut serta menginap di
hotel tersebut. Hal ini bukanlah tugas yang mudah, mengingat perubahan-perubahan dapat
terjadi setiap saat, baik perubahan pada diri tamu seperti selera-selera perubahan kondisi
lingkungan yang mempengaruhi aspek-aspek psikologi, sosial, dan kultural pelanggan.
Hospitality Industry ( Industri Perhotelan ) adalah segala macam bentuk usaha yang
berhubungan dengan penyediaan akomodasi dalam penginapan, makanan serta minuman
dan berbagai jenis jasa lainnya yang saling berhubungan dan bentuk pelayanannya ditujukan
untuk masyarakat, baik yang menggunakan fasilitas penginapan atau yang hanya sekedar
menggunakan jasa atau produksi tertentu dari hotel tersebut.
Adapun beberapa pengertian mengenai Industri hospitality secara etimologi berasal dari
bahasa latin “Hospitare” yang berarti “menerima tamu”.nAdapun yang dikutip menurut
beberapa ahli adalah seperti berikut :
1. Hospitality is a harmonious mixture of food, beverage and/or shelter, physical
environment and the behavior and attitude of people (Reuland and Cassee, 1983).
2. Hospitality is the people business of providing, security, physical and psychological
comfort for reward (Lockwood and Jones, 1984)
3. The hospitality industry consists of all those businesses that give their customers any
combination of the three core services of food, drink and accommodation, at an appropriate
service level, within a physical and social needs (Litteljohn, 1990)
4. Keramah-tamahan, kesukaan/kesediaan menerima tamu (kamus Inggris-indonesia, John
M.Echols dan Hassan Shadily).
5. Hospitality memiliki arti keramah tamahan, kesopanan, keakraban, rasa saling
menghormati. Jika dikaitkan dengan industri pariwisata, dapat diibaratkan bahwa hospitality
merupakan roh, jiwa, semangat dari pariwisata. Tanpa adanya hospitality dalam pariwisata,
maka seluruh produk yang ditawarkan dalam pariwisata itu sendiri seperti benda mati yang
tidak memiliki nilai untuk dijual (S.Pendit, 2007 : 152)
6. Sikap bersahabat dan ramah tamah terhadap tamu atau orang asing,
ketulusan/kesediaan menerima tamu.(H. Kodhyat dan Ramaini, Kamus Pariwisata dan
Perhotelan, 1992, Grassindo, Jakarta).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat dirumuskan beberapa kata kunci berikut
1. Must be some interaction between the customer and service provider à without the
customer, hospitality cannot be delivered dapat diartikan hospitality adalah interaksi dari
penyedia jasa dan konsumen.
2. Hospitality consists of a complex mix of tangible and intangible products - food, drink,
entertainment and accommodation hospitality terdiri dari gabungan produk nyata (dapat
dirasakan dengan indera, dilihat, diraba dan sebaganya) dengan produk tidak nyata yaitu
service berupa rasa aman, nyaman, bahagia dan lain-lain.
Hospitality pada umumnya menunjukkan hubungan antara tamu dengan tuan rumah yang
penuh dengan keramah-tamahan. Banyak juga orang yang mengartikannya sebagai perilaku
atau sikap yang penuh dengan keramhan dalam memberikan pelayanan maupun perhatian
dan kebaikan kepada siapapun yang memerlukan. Bahkan ada juga yang menekankan
bahwa hospitality selalu berkaitan erat dengan pekerjaan di hotel, restoran, catering dan
industry sejenis yang berhubungan erat dengan wisatawan. Keramahan yang ditunjukkan
berkaitan denganm fungsinya, yaitu sebagai tuan rumah yang baik yang selalu dapat
menciptakan suasana yang menjadikan tamu mendapat kesan yang sangat baik. Kesan ini
sedemikian tinggi nilainya karena dengan begitu para tamunya akan dating kembali secara
berkelanjutan.
B. SPIRIT HOSPITALITY
Menurut Lashley dan Morrison (2000), Hospitality adalah suatu cara untuk
memberikan apa yang tamu butuhkan sebagai fokus utama dalam hubungan antara tuan
rumah dan tamu. Karakter hubungan tuan rumah dari tamu adalah adanya
keramahtamahan yang dimulai oleh tuan rumah kepada tamunya dan kemudian dibalas
oleh tamu
Keramahtamahan itu termasuklah cara penyambutan dan kondisi lingkungan
sekitar. Saat seseorang itu sakit, ia harus menghadapi dua stressor sulit sekaligus, pertama
karena sakitnya, kedua karena mereka harus berada di lingkungan rumah sakit yang baru
yang sama sekali. Pada situasi seperti ini sangat penting sekali adanya “hospitality” dalam
rumah sakit untuk menghilangkan stress pada pasien. Hal ini, dengan kata lain, rumah sakit
harus bisa mengobati penyakit yang dideritanya dan penyakit gangguan stress psikologis
karena berada di lingkungan baru yang tidak dikenalnya.
Hospitality ini diadopsi oleh rumah sakit dan menjadi salah satu strategi dalam
pemasaran rumah sakit. Strategi ini baru diterapkan beberapa tahun belakangan ini di
rumah sakit-rumah sakit di Asia seperti di Month Elizabeth, Singapura dan Bangkok Hospital,
Thailand Sedangkan Negara-negara Amerika dan Eropa telah menerapkan strategi ini
berpuluh tahun yang lalu. Strategi ini dipilih karena mampu menguatkan rumah sakit ini di
pasar regional dan internasional.
Hospitality ini sangat penting terutama bagi rumah sakit yang selalu menjadi pusat
rujukan, bukan saja rujukan lokal namun juga internasional. Hal ini sangat penting karena
hospitality terhadap pasien akan sangat mempengaruhi performa dari rumah sakit itu
sendiri. Terkadang ada pasien yang sengaja berangkat ke luar negeri untuk berobat sambil
berwisata. Rumah Sakit sebagai tempat berobat harus bisa menangkap sinyal ini, bahwa
pasien yang berobat tersebut ingin diperlakukan di rumah sakit layaknya mereka sedang
berwisata. Rumah Sakit juga harus siap memberikan pelayanan setara seperti hotel
berbintang dengan tidak mengurangi standar pelayanan kesehatan yang diberikan. Dengan
adanya pelayanan yang berbasis hospitality ini, maka diharapkan para pasien akan
merasakan pengalaman yang menarik selama perawatan dan akhirnya Rumah sakit tersebut
menjadi Rumah Sakit rujukan dan pilihan bagi para wisatawan.
D. DEFINISI PELAYANAN
Pelayanan merupakan proses interaksi antara seseorang yang berupaya memenuhi
kebutuhan dengan seseorang yang ingin terpenuhi kebutuhannya. yaitu antara pelanggan /
tamu / klien / nasabah / pasien dan para petugas / karyawan / pegawai.
Pertama sekali kita harus memahami definisi dari kata pelayanan itu
sendiri. Pelayanan :Suatu tindakan yang dilakukan guna memenuhi keinginan customer
(pelanggan) akan suatu produk/jasa yang mereka butuhkan, tindakan ini dilakukan untuk
memberikan kepuasan kepada pelanggan/customer untuk memenuhi apa yang mereka
butuhkan tersebut.
Dibawah ini akan diurai dengan ilustrasi tentang pengertian pelayanan. Pelayanan dalam
bahasa Inggris disebut Service, yang masing masing huruf dapat diuraikan sebagai berikut :
S Smile for everyone : selalu tersenyum pada setiap orang.
E Excellence in everything we do : selalu melakukan yang terbaik dalam bekerja.
R Reaching out to every guest with hospitality: menghadapi setiap tamu dengan penuh
keramahan.
V Viewing every guest as special: melihat setiap tamu sebagai orang yang istimewa.
I Inviting guest to return : mengundang tamu untuk datang kembali ke prusahaan kita.
C Creating a warm atmosphere : menciptakan suasana hangat saat berhadapan dengan
tamu
E Eye contact that shows we care : kontak mata dengan tamu untuk menunjukkan
bahwa kita penuh perhatian terhadap tamu.
Lebih dalam untuk membantu memahami apa yang dimaksud pelayanan, marilah kita coba
kaji dua difinisi di bawah ini :
1. Kamus Besar Bahasa Indonesia:
Pelayanan adalah perihal atau cara melayani, kemudahan yang diberikan sehubungan
dengan jual-beli barang atau jasa.
2. Valarie A. Zeithaml & Mary Jo Bitner (1996:5)
“…services are deeds, processes, and performances.”
Jadi apakah pelayanan itu? Hubungan dengan tamu dalam transaksi bisnis adalah
hubungan antara pembeli/tamu dengan penjual/pegawai. Pembeli/tamu membeli
perlakuan, kesopansantunan, kehangatan dan persahabatan yang dibutuhkannya dari orang
yang melayaninya. Dengan demikian kebutuhan berkaitan dengan kepuasan tamu. Bila kita
akan memahami kebutuhan yang ada dalam diri tamu, pertama-tama kita perlu
mempelajari teori A.H. Maslow yang mengemukakan bahwa setiap individu memiliki tingkat
kebutuhan tertentu, dari yang terendah sampai yang tertinggi, dan bila salah satu
kebutuhan tingkat rendah terpenuhi, maka kebutuhan lain yang lebih tinggi akan mengikuti
untuk dipenuhi. Kebutuhan tersebut sebagai berikut :
a. Kebutuhan pisiologis, seperti lapar, haus, sex, udara dll.
b. Kebutuhan rasa aman,
c. Kebutuhan sosial,
d. Kebutuhan harga diri,
e. Kebutuhan perwujudan diri.
Sifat-sifat pelayanan dan sekaligus membedakan dengan sifat-sifat benda menurut Bitner
(1996 : 19-21) adalah sebagai berikut:
G O O D S SERVICES
1. Tangible 1. Intangible
2. Standardised 2. Heterogeneous.
3. Production seperate from 3. Simultaneous production and
consumption consumption
4. Nonperishable 4. Perishable.
Dalam buku lain Zeithaml juga mengemukakan sifat-sifat lain dari pelayanan, yaitu:
1. Mutu pelayanan lebih sukar dinilai dari pada mutu benda (barang)
2. Pelanggan tidak menilai mutu pelayanan semata-mata sebagai hasil layanan, mereka
juga memperhatikan cara menyampaikan layanan itu.
3. Satu-satunya kriteria yang diperhatikan dalam menilai, ditentukan oleh pelanggan,
hanya pelangganlah yang mempertimbangkan mutu pelayanan.
Dimensi Kualitas Pelayanan
Berikut ini akan diuraikan secara ringkas dari 10 dimensi kualitas pelayanan: reliabilitas,
kerelaan melayani, kompetensi, kemampuan untuk didekati, kesopan santunan, komunikasi,
kemampuan untuk dipercaya, keamanan, pengertian, hal-hal yang dapat dilihat.
1. Reliabilitas (Reliability), meliputi prestasi yang konsisten dan dapat
dipertanggungjawabkan (dependability). Hal ini perusahaan berarti melaksanakan jasa yang
betul atau cocok pada kali pertama. Hal ini juga berarti bahwa perusahaan memenuhi
perjanjian-perjanjian (promises). Secara spesifik hal ini meliputi : - ketepatan dalam
perhitungan tagihan, - mengarsipkan catatan catatan yang benar dan tepat, - melaksanakan
jasa tepat pada waktu yang disetujui.
2. Kerelaan Melayani ( Responsiveness), berkait dengan kerelaan atau kesiapsediaan
para karyawan untuk menyediakan jasa. Hal ini meliputi bertepatan waktu (timeliness0 dari
jasa: - mengirim bukti transaksi segera, -menelepon kembali kepada pelanggan (customer)
secepat mungkin, - memberikan jasa secara cepat dan tepat (yaitu, membuat janjian secara
cepat)
3. Kompetensi (Competence), berarti pemilikan ketrampilan-ketrampilan dan
pengetahuan yang diperlukan untuk melaksanakan jasa. Hal ini meliputi: - pengetahuan dan
ketrampilan dari tenaga kerja yang berkontak dengan konsumen (contact personnel),
-pengetahuan dan ketrampilan dari tenaga kerja yang mendukung operasi dari belakang, -
kemampuan membuat penelitian tentang organisasi.
4. Kemampuan Untuk Didekati (Access), meliputi kemampuan para konsumen untuk
mendekati para karyawan serta kemudahan berkontak. Hal ini berarti : - jasa dapat didekati
dengan mudah lewat telpon (barisan telpon tidak sibuk dan para konsumen tidak diminta
menunggu lama), - lamanya waktu tunggu untuk menerima pelayanan tidak terlalu lama, -
jam kerja atau jam kantor tidak menyusahkan (convenient), - lokasi fasilitas jasa yang tak
menyusahkan.
BAB III
BIRO PERJALANAN WISATA DAN TRAVEL AGENT
A. BIRO PERJALANAN WISATA
1. Domestik tour
Domestik tour dapat diartikan sebagai perjalanan wisata dengan ruang lingkup masih di
dalam suatu negara yang sama (contoh : perjalanan wista yang dilakukan dari Balikpapan ke
Bali ). Jika dievaluasi secara global maka bentuk perjalanan ini tidak banyak membawa
dampak kepada Negara yang bersangkutan karena perjalanan tersebut bersifat lokal atau
masih berada di dalam Negara itu sendiri.
2. Inbound tour
Inbound tour adalah kegiatan perjalanan wisata dimana dilakukan oleh wisatawan asing
yang datang mengunjungi Indonesia (contoh : perjalanan wisata yang dilakukan oleh
seorang wisatawan asal Belanda ke Indonesia).
Adapun dampak dari inbound tour adalah sebagai berikut :
1. Dampak positif :
- Penerimaan devisa Negara
- Pembukaan lapangan pekerjaan di Negara yang dikunjungi
- Mendorong investor untuk berinvestasi
- Meningkatkan popularitas dari keberadaan daerah tujuan wisata
- Pertukaran budaya antar bangsa
- Tumbuh kesadaran akan pentingnya memelihara budaya bangsa.
-
2. Dampak negatif :
- Terjadinya inflasi
- Menurunkan hasil produksi pertanian
- Menurunnya peran tempat ibadah karena dijadikan obyek kunjungan wisata
- Terjadinya degradasi moral
- Komersialisasi budaya maupun adat
- Pelanggaran keimigrasian
3. Outbound tour
Outbound tour adalah suatu perjalanan wisata yang dilakukan wisatawan asal Indonesia
yang melakukan perjalanan ke luar negri ( contoh : perjalanan wisata yang dilakukan oleh
wisatawan Indonesia ke Singapura ).
Adapun dampak yang ditimbulkan outbound tour adalah :
1. Dampak positif :
· Menciptakan lapakan kerja
· Meningkatkan wawasan tentang budaya dan adat bangsa – bangsa di dunia
· Menumbuhkan toleransi
· Terjalinnya pertukaran budaya antar bangsa
2. Dampat negatif :
· Mengurangi devisa Negara
· Mengurangi rasa nasionalisme ( bagi kalangan tertentu )
· Terjadinya degradasi moral
· Perubahan gaya hidup yang bertentangan dengan budaya lokal.
a. Mempunyai badan hukum yang melindungi biro usaha tersebut. Badan Hukum tersebut
berupa PT (perseroan terbatas).
b. Setelah kita memilki badan hukum untuk biro perjalanan kita, kita harus melakukan
pengajuan izin usaha biro perjalanan yang akan kita buat kepada pemerintah setempat
dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
c. Setelah izin dari pemerintah sudah kita kantongi, kita juga perlu mengajukan izin untuk
bergabung ke dalam ASITA yaitu Asosiasi biro perjalanan wisata seluruh Indonesia. ASITA ini
mempunyai perwakilan di masing-masing daerah dan kita bias mendaftar di daerah tempat
kita akan mendirikan biro perjalanan wisata tersebut.
B. TRAVEL AGENT
1. Definisi Trevel Agent
Menjual tiket atau karcis ,sarana angkutan dan lain-lain. Mengadakan pemesnan sarana
wisata . Mengurus dokumen –dokumen perjalanan sesuai peraturan.
2. Fungsi Travel Agent
1. Fungsi umum
ü Merupakan badan usaha yang memberikan penerangan atau informasi tantang segala
sesuatau yang berhubungan dengan dunia perjalanan pada umumnya dan perjalanan wisata
khususnya.
2. Fungsi khusus
ü“Broker” -> bertindak atas nama perusahaan lain dan menjual jasa - jasa perusahaan yang
diwakilinya.
üMerencanakan dan menyelenggarakan tours dengan tanggung jawab dan resikonya
sendiri.
üPengorganisasian -> Aktif melakukan kerjasama dengan perusahaan lain.
Peranan Perantara
Perantara menjual produk atau jasa yang penjualnya banyak persaingan.
Perantara mengkonsentrasi dirinya dengan menawarkan jasanya secara cepat dan mudah .
Perantara menyediakan jasa – jasa yang diingikan oleh langganannya.
Perantara memperhatikan kegiatan promosi.
BAB IV
RESTORAN
A. SEJARAH RESTORAN
Asal-usul penggunaan nama restaurant bisa ditelurusi ke abad ke-16, ketika istilah ini
pertama kali ditemukan di Prancis. sampai zaman Romawi Kuno kuno (abad ke-2). Berasal
dari kata Prancis restaurer atau restore yang artinya pembangkitkan tenaga. Spesifiknya
istilah ini dipakai untuk sajian sup yang sarat kaldu.
Cerita tersebut sungguh berbeda dengan arti kata restaurant yang berkembang pada akhir
abad ke-18. Di masa ini, resto diartikan sebagai ruang kecil di sebuah pondokan (tavern),
tempat para pelancong mengisi perut. Makanan yang disajikan merupakan hidangan
sederhana dengan bahan baku dari sekitar pondokan.
Terobosan konsep terjadi sekitar tahun 1782, ketika restoran yang terletak di Rue De
Richelieu, Paris, menulis daftar makanan dalam menu. Makanan kemudian disajikan dalam
porsi personal dan setiap tamu dilayani satu per satu. Menu yang dikeluarkan pun tidak
sekaligus, melainkan bertahap.
Perkembangan pesat terjadi justru karena Revolusi Prancis. Waktu itu berbagai guild —
semacam serikat para tukang dan perajin yang mengatur perizinan kerja dan usaha—
dibubarkan, memudahkan orang untuk membuka restoran.
Peluang ini ditangkap oleh para pelayan dan koki kaum bangsawan yang kehilangan
majikannya yang dipancung atau melarikan diri. Untuk menghidupi diri, mereka membuka
restoran sendiri. Perkembangan restoran pun didukung oleh urbanisasi dan munculnya
kelas menengah yang terdiri dari para profesional dan orang bisnis.
Kini restoran berkembang menjadi dua jenis, yakni restoran kasual yang menyajikan
makanan sehari-hari untuk para pekerja yang tak sempat pulang ke rumah untuk makan.
Dan, fine dining yaitu restoran dengan tampilan eksklusif dan makanan yang disajikan lebih
artistik menggunakan peralatan makan mewah.
Jenis restoran kasual di dunia termasuk di Prancis sendiri banyak dipengaruhi oleh gaya
hidup Amerika. Contohnya, cafetaria (kantin di perkantoran atau sekolah), rest-stop
restaurant (resto di pinggir jalan tol), fast food restaurant (resto cepat saji), hingga bistro
(resto kecil yang punya bar dan memberi pelayanan cepat).
Restoran telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Menurut situs inventors.about.com,
restoran pertama kali hadir ke dunia pada tahun 1765. A Boulanger adalah nama restoran
pertama di dunia itu. Restoran ini berdiri di kota Paris. Dengan berdirinya restoran ini, Paris
menjadi memiliki sejarah penting bagi kelahiran restoran dan bisnis kuliner di dunia. Jangan
dibayangkan A Boulanger sudah seperti restoran zaman sekarang. Tidak banyak menu yang
disajikan di restoran ini. A Boulanger tidak memiliki daftar menu seperti layaknya restoran di
masa kini. Dia hanyalah menyediakan menu tunggal berupa sup. Tapi dari sinilah bisnis
restoran mulai berkembang dan banyak menu lain yang kemudian dijadikan komoditas
usaha kuliner tersebut.
Setelah bisnis restoran dimulai di Paris, berikutnya muncul kafetarian pertama di dunia
yang dipercaya hadir di Kansas City. Kafetarian ini bernama YWCA dan berdiri tahun 1891.
Kafetaria ini dianggap sebagai konsep varian dari restoran. Ruangan yang disediakan
kafetaria lebih sederhana dibanding restoran, dan menunya pun lebih banyak berupa
makanan ringan. Dari sinilah kemudian bisnis restoran berkembang dalam berbagai konsep
hingga saat ini. Ada restoran tradisional, restoran cepat saji, kafe, dan sebagainya. Saat ini,
restoran telah menjadi bisnis besar yang menghadirkan banyak pengusaha terkemuka. Tak
hanya menjalankan bisnis konvensional, restoran juga kemudian berkembang menjadi
waralaba yang mendunia.
B. DEFINISI RESTORAN
Menurut Sulartiningrum (2003 : 77) : “Restoran adalah suatu tempat yang identik dengan
jajaran meja - meja yang tersusun rapi, dengan kehadiran orang, timbulnya aroma semerbak
dari dapur dan pelayanan pramusaji, berdentingnya bunyi-bunyian kecil karena persentuhan
gelas-gelas kaca, porselin, menyebabkan suasana hidup di dalamnya”.
Pendapat lain menyatakan : “Restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang di kelola
secara komersial, yang menyelenggarakan pelayanan yang baik kepada semua tamunya baik
berupa makanan maupun minuman”.(Marsum, 2005 : 7)
Menurut Arief (2005 : 31) bahwa : ”Restoran adalah suatu industri yang tak terbatas, yaitu
industri yang melayani makanan dan minuman kepada semua
orang yang jauh dari rumahnya, maupun dekat dari rumahnya.”Richard C. Ireland dalam
bukunya The Profressional Waitress, Industri Penyajian Makanan dan Minuman
adalah suatu industri “People to people” yaitu industri yang berhubungan dengan manusia,
suatu industri yang melayani kebutuhan orang lain yang jauh dari rumah atau kantor.
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa restoran adalah suatu tempat
atau bangunan yang dikelola secara komersil yang menyediakan pelayanan yang baik
kepada tamu, baik berupa pelayanan makanan atau minuman dengan fasilitas yang
memadai, menyebabkan suasana hidup di dalamnya.
Coffee House yang pertama didirikan pada tahun 1763 oleh Boulanger dengan nama
Restoratives.
Perkembangan Income saat ini bagi usaha restaurant dikarenakan :
1. Table Service
Yaitu cara penyajian makanan dengan meja, adalah merupakan jenis pelayanan yang tertua
dan umum dipergunakan di restaurant. Table service ini banyak ragamnya, mulai dari formal
service, semi formal dan non formal service yang pelayanannya cepat.
2. Counter Servic
Merupakan service informal seperti Coffee Shop, Snack Bar, Foutain Bar dsb.
3. Tray Service
Merupakan service informal, misalnya kita dapatkan pada Airline, Hospital, Cafetaria dsb.
4. Self Service
Yaitu service yang biasanya dilakukan di daerah-daerah ramai, dimana tamu mengambil
hidangan sendiri, dan hidangan dihidangkan di atas counter serta tamu membayar hidangan
yang diambil pada cashier. Umumnya hidangan diberi harga menurut apa yang diambil oleh
tamu.
1. Klasfikasi restoran
Menurut Soekresno ( 2000 ), dilihat dari pengelolaan dan sistem penyajian, restoran dapat
diklasifikasikan menjadi 3 ( tiga ) yaitu :
1. Restoran Formal
Pengertian restoran formal adalah industri jasa pelayanan makanan dan minuman yang
dikelola secara komersial dan professional dengan pelayanan yang eksklusif. Contoh :
member restoran, Gourmet, Main dining room, Grilled Restoran, exsekutive restoran dan
sebagainya.
2. Restoran Informal
Restoran informal adalah industry jasa pelayanana makanan dan minuman yang dikelola
secara komersial dan professional dengan lebih mengutamakan kecepatan pelayanan,
kepraktisan, dan percepatan frekuensi yang silih berganti pelanggan. Contoh : café,
cafeteria, fast food restoran, coffe shop, bistro, canteen, tavern, family restaurant, pub,
service corner, burger corner, snack bar.
3. Specialities Restoran
Specialities Restoran adalah industry jasa pelayanan makanan dan minuman yang dikelola
secara komersial dan professional dengan menyediakan makanan khas dan diikuti dengan
sistem penyajian yang khas dari suatu Negara tersebut.Contoh : Indonesian food restaurant,
Chinese food restaurant, Japanesse food restaurant etc.
Ciri ciri specialities restaurant :
· Menyediakan sistem pemesanan tempat
· Menyediakan menu khas suatu Negara tertentu, popular dan disenangi banyak
pelanggan secara umum
· Sistem penyajian disesuaikan dengan budaya Negara asal dan dimodifikasi dengan
budaya internasional
· Hanya dibuka untuk menyediakan makan siang dan atau makan malam
· Menu ala carte dipresentasikan kepada pelanggan
· Biasanya menghadirkan musik/hiburan khas Negara asal
· Harga makanan relative tinggi di banding informal restaurant dan lebih rendah
disbanding formal restaurant
· Jumlah tenaga service sedang, dengan standar kebutuhan 1 pramusaji untuk melayani
8 -12 pelanggan
BAB VIII
AKOMODASI / LODGING AND HOTEL
A. DEFINISI LODGING AND HOTEL
1. Lodging
Pengertian Lodging merupakan jenis usaha yang bergerak dalam bidang penyediaan
sarana penginapan. (Kodhyat. H dan Ramaini. Kamus Pariwisata dan Perhotelan, 1992,
Gramedia, Jakarta )
Lodging House, Yaitu sejenis rumah ynag menyediakan tmpat menginap untuk satu
malam saja atau untuk waktu kurang dari satu minggu sekali datang menginap, jadi
disewakan hanya harian dan paling lama satu minggu. Lodging (or a holiday
accommodation) is a type of residential accommodation. People who travel and stay away
from home for more than a day need lodging for sleep, rest, safety, shelter from cold
temperatures or rain, storage of luggage and access to common household functions.
Lodgings may be self catering in which case no food is laid on but cooking facilities are
available. Lodging is done in a hotel, hostel or hostal, a private home (commercial, i.e. a bed
and breakfast, a guest house, a vacation rental, or non-commercially, with members
of hospitality services or in the home of friends), in a tent, caravan/camper (often on
a campsite). In addition there are makeshift solutions.
Cottage
Sejenis akomodasi yang berlokasi di sekitar pantai atau danau dengan bentuk
bangunan – bangunan terpisah, disewakan untuk keluarga, serta dilengkapi dengan fasilitas
rekreasi.
In modern usage, a cottage is usually a modest, often cozy dwelling, typically in
arural or semi-rural location. However there are cottage-style dwellings in cities, and in
places such as Canada the term exists with no connotations of size at all
(cf. vicarageor hermitage). In the United Kingdom the term cottage also tends to denote
rural dwellings of traditional build, although it can also be applied to dwellings of modern
construction which are designed to resemble traditional ones ("mock cottages")
In certain places (e.g. Eastern Canada, Scandinavia and Russia) the term "cottage" (in
Finnish mökki; in Estonian suvila; in Swedish stuga; in Norwegian hytte [from the German
word Hütte], in Russian дача (dacha)) can refer to a vacation/summer home, often located
near a body of water. However, in the USA generally this is more commonly called a "cabin",
"chalet", or even "camp".
2. Hotel
Hotel adalah suatu bentuk bangunan, lambang, perusahaan atau badan usaha
akomodasi yang menyediakan pelayanan jasa penginapan, penyedia makanan dan minuman
serta fasilitas jasa lainnya dimana semua pelayanan itu diperuntukkan bagi masyarakat
umum, baik mereka yang bermalam di hotel tersebut ataupun mereka yang hanya
menggunakan fasilitas tertentu yang dimiliki hotel itu. Pengertian hotel ini dapat
disimpulkan dari beberapa definisi hotel seperti tersebut di bawah ini :
· Salah satu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau keseluruhan bagian
untuk jasa pelayanan penginapan, penyedia makanan dan minuman serta jasa lainnya bagi
masyarakat umum yang dikelola secara komersil (Keputusan Menteri Parpostel no Km
94/HK103/MPPT 1987)
· Bangunan yang dikelola secara komersil dengan memberikan fasilitas penginapan
untuk masyarakat umum dengan fasilitas sebagai berikut :
1) Jasa penginapan
2) Pelayanan makanan dan minuman
3) Pelayanan barang bawaan
4) Pencucian pakaian
5) Penggunaan fasilitas perabot dan hiasan-hiasan yang ada di dalamnya.
(Endar Sri,1996:8)
· Sarana tempat tinggal umum untuk wisatawan dengan memberikan pelayanan jasa
kamar, penyedia makanan dan minuman serta akomodasi dengan syarat pembayaran
(Lawson, 1976:27)
B. CIRI – CIRI HOTEL
Berdasarkan tamu yang menginap, hotel dapat digolongkan menjadi beberapa jenis.
Secara dominan tamu yang menginap adalah keluarga, official, group, walk-in, traveller,
wisatawan, businessman, individual, incentive, long staying, dan short staying.
1. Hotel Keluarga
adalah hotel yang kebanyakan tamunya adalah keluarga. Hotel seperti ini biasanya
dilengkapi dengan berbagai sarana rekreasi, restoran dengan konsep keluarga, tempat tidur
yang lega, serta berbagai macam sarana untuk aktivitas semua anggota keluarga. Sang ayah
bisa ke business center dan fitness, ibu mengikuti kegiatan erobik dan satai di tepi kolam
renang. sementara anak-anak bermain di Kiddy Club atau sarana permainan lainnya.
Kebanyakan hitel tipe ada di resor, tetapi ada juga yang di tengah kota tetapi menggunakan
konsep resor.
2. Official Hotel
adalah hotel yang kebanyakan tamunya adalah orang-orang dari instansi pemerintah atau
swasta, dari dinas atau jawatan tertentu. Kebanyakan berupa guest house atau hotel khusus
yang dimiliki Pemerintah Daerah, Perusahaan Jawatan, Badan Umum Milik Negara, maupun
perusahaan swasta.
2. Walk-in Hotel.
Ada hotel yang tamunya tidak perlu melakukan reservasi terlebih dahulu. Hotel semacam
ini disebut dengan walk-in hotel. Orang datang ke konter Front Office, bertanya apakan
masih ada kamar, fasilitas, kondisi, dan harga kamar. Jika tamu sepakat dengan tarif dan
kondisi kamar maka tamu dapat langsung check-in. Hotel ini biasanya tidak berbintang, atau
setidaknya bukan hotel berbintang lima. Letaknya bisa di dalam kota, tidak terlalu besar,
dengan harga yang relatif lebih murah karena layanan dan fasilitasnya yang terbatas.
3. Traveller Hotel.
Tamu hotel ini adalah orang-orang yang sedang melakukan suatu rangkaian perjalanan, baik
untuk bisnis, keperluan pribadi, maupun hanya untuk istirahat sebentar. Ada yang
menyebutkannya sebagai hotel transit, karena hanya untuk beristirahat sebentar sebelum
melanjutkan perjalanan. Hotel ini memiliki fasilitas yang tidak lengkap, walau memiliki
standar kelengkapan minimal di kamar. Tamu mungkin tidak merasa perlu untuk duduk
santai dan berlama-lama di bar. Tenaga mereka simpan untuk berburu target perjalanan.
4. Hotel Wisatawan,
yang kebanyakan resor, walau mungkin juga berada di dalam kota. tergantung jenis wisata
yang ada di sekitar hotel. Sarana yang diberikan hotel ini bervariasi, mulai dari yang paling
sederhana, hanya menyediakan akomodasi saja, ada yang akomodasi dan makan pagi
sederhana, roti atau telur dengan teh atau kopi, sampai ke resort hotel berbintang lima yang
dilengkapi dengan fasilitas mewah dan rekreatif.
5. Businessman Hotel,
yang kebanyakan tamunya datang untuk berbisnis. Kebanyakan berada di tengah kota
besar, kota metropolitan, kota dagang, dan di area yang memungkinkan orang menjalankan
bisnis dengan lancar. Karakteristik hotel ini bervariasi, mulai yang sederhana (sekelas hotel
melati), yang sedang seperti traveller hotel, sampai business hotel berbintang empat atau
lima. Yang membedakan adalah fasilitas, besar-kecilnya hotel, prestise, layanan, dan tarif.
6. Individual Hotel
adalah hotel yang kebanyakan tamunya adalah individu, bukan grup atau keluarga. Hotel
semacam ini mirip traveller hotel, business hotel, atau city hotel. Biasa digunakan oleh para
pedagang, salesman, atau orang yang sedang melakukan perjalanan dan singgah untuk
beristirahat. Yang dimaksud individu tidak berarti sendiri, tetapi menunjukkan bahwa
mereka melakukan reservasi sendiri, terkadang walk-in. Tamu yang datang bisa memerlukan
satu, dua, atau tiga kamar tetapi belum mencapai angka lima belas, yang diorganisasikan
dengan itinerary atau ciri khas dari tamu rombongan.
7. Incentive Hotel
adalah hotel yang kebanyakan tamunya adalah para karyawan atau anggota organisasi yang
mendapatkan semacam hadiah atau bonus untuk melakukan tour, wisata, atau kunjungan
ke perusahaan yang ada di kota lain.
C. KLASIFIKASI HOTEL
Menurut keputusan direktorat Jendral Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi
no 22/U/VI/1978 tanggal 12 Juni 1978 (Endar Sri, 1996 : 9), klasifikasi hotel
dibedakan dengan menggunakan simbol bintang antara 1 '/d 5. Semakin banyak
bintang yang dimiliki suatu hotel, semakin berkualitas hotel tersebut. Penilaian
dilakukan selama 3 tahun sekali dengan tatacara serta penetapannya dilakukan oleh
Direktorat Jendral Pariwisata.
Sesuai dengan dengan Surat Keputusan Menteri Perhubungan No.
PM.10/PW. 301/Pdb - 77 tentang usaha dan klasifikasi hotel, ditetapkan bahwa
penilaian k1asifikasi hotel secara minimum didasarkan pada :
Ø Jumlah Kamar
Ø Fasilitas
Ø Peralatan yang tersedia
Ø Mutu pelayanan
Hotel-hotel yang tidak bisa memenuhi standar kelima kelas tersebut, ataupun
yang berada di bawah standar minimum yang ditentukan oleh Menteri Perhubungan
disebut Hotel Non Bintang.
Tujuan umum daripada penggolongan kelas hotel adalah:
Ø Untuk menjadi pedoman teknis bagi caJon investor (penanam modal) di
bidang usaha perhotelan.
Ø Agar caJon penghuni hotel dapat mengetahui fasilitas dan pelayanan
yang akan diperoleh di suatu hotel, sesuai dengan golongan kelasnya
Ø Agar tercipta persaingan (kompetisi) yang sehat antara pengusahaan hotel.
Ø Agar tercipta keseimbangan antara permintaan (demand) dan penawaran (supply) dala
m usaha akomodasi hotel.
Pada tahun 1970-an sampai dengan tahun 2001, penggolongan kelas hotel
bintang 1 sampai dengan bintang 5 lebih mengarah ke aspek bangunannya seperti
luas bangunan, jumlah kamar dan fasilitas penunjang hotel dengan bobot penilaian
yang tinggi. Tetapi sejak tahun 2002 berdasarkan Keputusan Menteri Kebudayaan
dan Pariwisata No. KM 3/HK. 001/MKP 02 tentang penggolongan kelas hotel, bobot
penilaian aspek mutu pelayanan lebih tinggi dibandingkan dengan aspek fasilitas
bangunannya. Walaupun demikian seorang perencana dan perancang bangunan
yang ingin membuat sebuah Hotel khususnya Hotel Ressort dapat mengacu pada
Ketentuan dan Kriteria K.lasifikasi Hotel yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Pariwisata tahun 1995. Akan tetapi untuk jumlah kamar tidak diharuskan sesuai
dengan golongan kelas hotel asalkan seimbang dengan fasilitas penunjang serta
seimbang antara pendapatan dan pengeluaran dari hotel tersebut .
berdasarkan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor. KM 3/HK.
001/MKP/02. Pembagian klasifikasi hotel berdasarkan kelas dapat dijabarkan dengan
melihat dari fasilitas-fasilitasnya seperti berikut:
1. Klasifikasi hotel berbintang satu (*)
a. Jumlah kamar standar, minimum 15 kamar.
b. Kamar mandi di dalam
c. Luas kamar standar, minimum 20m2•
2. Klasifikasi hotel berbintang dua (**)
a. Jumlah kamar standar, minimum 20 kamar.
b. Kamar suite , minimum 1 kamar dengan luas minimum 44 m2•
c. Kamar mandi di dalam.
d. Luas kamar standar, minimum 22m2
3. Klasifikasi hotel berbintang tiga (***)
a. Jumlah kamar standar, minimum 30 kamar
b. Kamar suite , minimum 2 kamar dengan luas minimum 48m2
c. Kamar mandi di dalam.
d. Luas kamar standar, minimum 24m2•
4. Klasifikasi hotel berbintang empat (****)
a. Jumlah kamar standar, minimum 50 kamar.
b. Kamar suite , minimum 3 kamar dengan luas minimum 48m2•
c. Kamar mandi di dalam.
d. Luas kamar standar, minimum 24m2•
5. Klasifikasi hotel berbintang lima(*****)
a. Jumlah kamar standar, minimum 100 kamar.
b.
•
Kamar suite, minimum 4 kamar dengan luas minimum 52 m2
c. Kamar mandi di dalam.
d. uas kamar standar, minimum 26m2•
D. JENIS – JENIS HOTEL
Hotel dilihat dari lokasi hotel
1. City Hotel : Hotel yang berlokasi di perkotaan, biasanya diperuntukkan bagi masyarakat
yang bermaksud untuk tinggal sementara (dalam jangka waktu pendek). City Hotel disebut
juga sebagai transit hotel karena biasanya dihuni oleh para pelaku bisnis yang
memanfaatkan fasilitas dan pelayanan bisnis yang disediakan oleh hotel tersebut.
2. Residential Hotel : Hotel yang berlokasi di daerah pinngiran kota besar yang jauh dari
keramaian kota, tetapi mudah mencapai tempat-tempat kegiatan usaha. Hotel ini berlokasi
di daerah-daerah tenang, terutama karena diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin
tinggal dalam jangka waktu lama. Dengan sendirinya hotel ini diperlengkapi dengan fasilitas
tempat tinggal yang lengkap untuk seluruh anggota keluarga.
3. Resort Hotel : Hotel yang berlokasi di daerah pengunungan (mountain hotel) atau di tepi
pantai (beach hotel), di tepi danau atau di tepi aliran sungai. Hotel seperti ini terutama
diperuntukkan bagi keluarga yang ingin beristirahat pada hari-hari libur atau bagi mereka
yang ingin berekreasi.
4. Motel (Motor Hotel) : Hotel yang berlokasi di pinggiran atau di sepanjang jalan raya
yang menghubungan satu kota dengan kota besar lainnya, atau di pinggiran jalan raya dekat
dengan pintu gerbang atau batas kota besar. Hotel ini diperuntukkan sebagai tempat
istirahat sementara bagi mereka yang melakukan perjalanan dengan menggunakan
kendaraan umum atau mobil sendiri. Oleh karena itu hotel ini menyediakan fasilitas garasi
untuk mobil.
5. Mountain Hotel, yaitu hotel yang berlokasi di daerah pegunungan
6. Beach Hotel, yaitu hotel yang berlokasi di dekat pantai
7. Bandara hotel : Mereka berada di dekat bandar udara utama, terutama ketika mereka
jauh dari pusat perkotaan untuk melayani. Para pelanggan utama penumpang transit masuk
atau keluar tanpa waktu yang cukup untuk pindah ke kota dan maskapai penerbangan
Crews. Tetap biasanya sangat singkat. Menjadi populer karena kedekatannya dengan
bandara dan menyesuaikan layanan mereka kepada pelanggan, khususnya eksekutif.
Berdasarkan Sistem penetapan tarif kamar (room rate)
· Full American Plan (FAP), yaitu hotel yang menganut sistem dimana harga kamar
sudah termasuk tiga kali makan
· Modified American Plan (MAP), yaitu hotel yang menganut sistem dimana harga
kamar sudah termasuk makan dua kali
· Continental Plan, yaitu hotel yang menganut sistem dimana harga kamar sudah
termasuk makan pagi (continental breakfast)
· Bermuda Plan, hotel dengan sistem harga kamar sudah termasuk makan pagi
(American Breakfast)
· European Plan, yaitu hotel dengan sistem dimana harga kamar tidak termasuk makan
(room rate only)
Berdasarkan ukuran dan jumlah kamar
· Hotel kecil, jumlah kamar sampai dengan 25 kamar
· Hotel menengah, memiliki jumlah kamar antara 25 sampai 100
· Hotel sedang, jumlah kamar antara 100 sampai 300
· Hotel besar, yaitu hotel yang mempunyai jumlah kamar diatas 300
Berdasarkan jenis atau tipe tamu
· Family hotel, yaitu hotel yang sebagian besar tamunya terdiri dari keluarga
· Business hotel, sebagian besar tamunya merupakan orang–orang yang sedang
melakukan tugas/usaha
· Tourist hotel, yaitu hotel yang sebagain besar tamunya adalah wisatawan
· Transit hotel, yaitu hotel yang sebagian besar tamunya adalah mereka yang akan
melanjutkan perjalanan (hotel hanya sebagai tempat persinggahan sementara saja)
· Cure Hotel, yaitu hotel yang sebagian besar tamunya adalah dengan tujuan
pengobatan
Segi Jumlah Kamar Hotel
Menurut Tarmoezi (Tarmoezi,2000:3), dari banyaknya kamar yang disediakan, hotel dapat
dibedakan menjadi :
a. Small Hotel : Jumlah kamar yang tersedia maksimal sebanyak 28 kamar.
b. Medium Hotel : Jumlah kamar yang disediakan antara 28- 299 kamar.
c. Large Hotel : Jumlah kamar yang disediakan sebanyak lebih dari 300 kamar.
BAB IX
MICE
A. EDEFINISI MICE
B. BENTUK MICE
a. Meeting
Meeting adalah istilah bahasa inggris yang berarti rapat, pertemuan atau persidangan.
Meeting merupakan suatu kegiatan yang termasuk di dalam MICE.
Menurut Kesrul (2004:8), Meeting Suatu pertemuan atau persidangan yang diselenggarakan
oleh kelompok orang yang tergabung dalam asosiasi, perkumpulan atau perserikatan
dengan tujuan mengembangkan profesionalisme, peningkatan sumber daya manusia,
menggalang kerja sama anggota dan pengurus, menyebarluaskan informasi terbaru,
publikasi, hubungan kemasyarakatan.
Menurut Kesrul (2004:3), “Meeting adalah suatu kegiatan kepariwisataan yang aktifitasnya
merupakan perpaduan antara leisure dan business, biasanya melibatkan orang secara
bersama-sama”.
b. Incentive
Undang-undang No.9 tahun 1990 yang dikutip oleh Pendit (1999:27), Menjelaskan bahwa
perjalanan insentive merupakan suatu kegiatan perjalanan yang diselenggarakan oleh suatu
perusahaan untuk para karyawan dan mitra usaha sebagai imbalan penghargaan atas
prestasi mereka dalam kaitan penyelenggaraan konvensi yang membahas perkembangan
kegiatan perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Kesrul (2004:18), bahwa insentive merupakan hadiah atau penghargaan yang
diberikan oleh suatu perusahaan kepada karyawan, klien, atau konsumen. Bentuknya bisa
berupa uang, paket wisata atau barang. Menurut Any Noor (2007:5) yang dikutip dari SITE
1998 dalam Rogers 2003, juga memberikan definisi mengenai incentive adalah incentive
travel is a global management tool that uses an exceptional travel experience to motivate
and/or recognize participants for increased levels of performance in support of the
organizational goals.
c. Conference
Menurut (Pendit,1999:29), Istilah conference diterjemahkan dengan konferensi dalam
bahasa Indonesia yang mengandung pengertian sama. Dalam prakteknya, arti meeting sama
saja dengan conference, maka secara teknis akronim mice sesungguhnya adalah istilah yang
memudahkan orang mengingatnya bahwa kegiatan-kegiatan yang dimaksud sebagai
perencanaan, pelaksanaan dan penyelenggaraan sebuah meeting, incentive, conference dan
exhibition hakekatnya merupakan sarana yang sekaligus adalah produk paket-paket wisata
yang siap dipasarkan. Kegiatan-kegiatan ini dalam industri pariwisata dikelompokkan dalam
sati kategori, yaitu mice.
Menurut Kesrul, (2004 :7), Conference atau konferensi adalah suatu pertemuan yang
diselenggarakan terutama mengenai bentuk-bentuk tata karena, adat atau kebiasaan yang
berdasarkan mufakat umum, dua perjanjian antara negara-negara para penguasa
pemerintahan atau perjanjian international mengenai topik tawanan perang dan
sebagainya.
d. Exhibition
Exhibition berarti pameran, dalam kaitannya dengan industri pariwisata, pameran termasuk
dalam bisnis wisata konvensi. Hal ini diatur dalam Surat Keputusan Menparpostel RI Nomor
KM. 108 / HM. 703 / MPPT-91, Bab I, Pasal 1c, yang dikutip oleh Pendit (1999:34) yang
berbunyi “Pameran merupakan suatu kegiatan untuk menyebar luaskan informasi dan
promosi yang ada hubungannya dengan penyelenggaraan konvensi atau yang ada kaitannya
dengan pariwisata.
Menurut Kesrul (2004:16), exhibition adalah ajang pertemuan yang dihadiri secara bersama-
sama yang diadakan di suatu ruang pertemuan atau ruang pameran hotel, dimana
sekelompok produsen atau pembeli lainnya dalam suatu pameran dengan segmentasi
pasar yang berbeda.
C. PERKEMBANGAN MICE
1. Perkembangan di Dunia
2. Perkembangan di Indonesia
Dewasa ini Indonesia telah mulai diperhitungkan oleh pasar wisata MICE sebagai salah satu
tempat diselenggarakannya event MICE. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah kegiatan besar
bertaraf internasional yang mulai diselenggarakan di Indonesia sebagai bentuk kepercayaan
masyarakat dunia terhadap Indonesia. Wisata MICE di Indonesia semakin berkembang
karena keadaan pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik dan keamanan yang kian membaik.
Keadaan ini menyebabkan meningkatnya ketertarikan investor asing maupun lokal untuk
berinvestasi dalam menyelenggarakan event maupun hanya sekedar berpartisipasi sebagai
peserta dalam suatu event MICE (DitjenPen, 2011).
Industri MICE merupakan salah satu indikator perkembangan ekonomi suatu negara di
mana pada tiap penyelenggaraan sebuah event baik yang bertaraf nasional maupun
bertaraf internasional memerlukan dukungan perangkat keras berupa infrastruktur fisik, dan
perangkat lunak yang meliputi dukungan sumber daya manusia yang ahli yang memiliki
mentalitas pelayanan kelas utama. Agar Indonesia dapat lebih diperhitungkan oleh pasar
wisata MICE maka dukungan infrastruktur seperti akses udara, jalan atau rel kereta
api, convention center serata sarana akomodasi yang berkualitas sangatlah penting. Selain
dukungan infrastruktur yang memadai faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan karena
dapat meningkatkan nilai tambah suatu destinasi adalah keatraktifan destinasi itu sendiri,
adanya jaringan pemasaran yang baik serta terdapat professional conference
organizer (PCO) nasional/lokal yang ahli dan berkualitas (DitjenPen, 2011).
Pemerintah Indonesia juga merumuskan kebijakan untuk mendukung perkembangan wisata
MICE di Indonesia. Dalam kebijakan tersebut pemerintah telah menetapkan 10 kota utama
dan 3 kota yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai tujuan MICE di Indonesia. Sepuluh
kota utama tujuan wisata MICE di Indonesia,yaitu: Medan, Padang/Bukit Tinggi, Batam,
Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Makasar dan Manado. Sedangkan
3 daerah yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai tujuan wisata MICE adalah
Palembang, Lombok dan Balikpapan. Selain kota-kota yang telah disebutkan tersebut, tidak
menutup kemungkinan bagi kota-kota lain di Indonesia untuk dapat menjadi daerah tujuan
wisata MICE di mana Pemerintah Daerah memiliki peran yang sangat penting dalam upaya
untuk mengembangkan wisata MICE di daerah masing-masing. Perkembangan wisata MICE
di Indonesia juga didukung oleh perkembangan agresif industri perhotelan yang
memungkinkan adanya hotel disetiap ibukota provinsi sehingga kegiatan MICE berskala
nasional bahkan internasional dapat diselenggarakan di ibukota-ibukota provinsi (DitjenPen,
2011).
Trend perkembangan wisata MICE di Indonesia kedepannya akan semakin membaik
mengingat trend meeting internasional yang cenderung terus meningkat,dimana
kegiatan meeting masih didominasi oleh bidang medis (ICCA, 2012). Peningkatan trend MICE
di Indonesia juga dipengaruhi oleh kegiatan MICE nasional yang telah menunjukkan
perkembangan yang cukup baik. Keadaan ini dikarenakan tidak hanya pelaku bisnis, asosiasi
dan dunia pendidikan yang meramaikan kegiatan MICE nasional akan tetapi juga
pemerintah serta partai politik (DitjenPen, 2011). Berdasarkan data ICCA Statistics
Report bahwa terlihat ada peningkatan trend MICE yang terjadi diberbagai negara dari
tahun 2001 sampai dengan 2010.
Dalam kurun waktu 2001 – 2010 tersebut Indonesia telah mengalami pertumbuhan jumlah
pertemuan (meeting) sebesar 10,57%, yaitu dari 24 meeting pada tahun 2001 menjadi
64 meeting pada tahun 2010. Dari tabel tersebut juga terlihat bawah trend
pertumbuhan meeting di negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia
mengalami pertumbuhan yang signifikan jika dibandingkan dengan negara-negara
yang sudah berkembang seperti Amerika Serikat (DitjenPen, 2011).
Untuk mendukung perkembangan wisata MICE Indonesia, berbagai langkah strategis telah
dilakukan, antara lain: melakukan pendekatan Co-Marketing dengan para pelaku
industri, dan pendekatan komunitas yaitu dengan mendukung kegiatan yang dilakukan oleh
kominitas tersebut serta memanfaatkan public figures sebagai ambasador untuk
mempromosikan MICE dan pariwisata Indonesia (DitjenPen, 2011). Pada Rencana
Pemasaran Pariwisata (Tourism Marketing Plan) 2011 yang diluncurkan oleh Menteri
Pariwisata pada akhir tahun 2010, wisata MICE diharapkan dapat menyumbang setengah
dari penerimaan pariwisata yang diharapkan tahun 2011 yaitu sekitar 8,3 miliar dolar.
Setengah dari penerimaan pariwisata ini dapat dicapai karena berdasarkan informasi
di Jakarta Post, bahwa sekitar 600 event MICE diselenggarakan di Indonesia pada tahun
2011 yang menunjukkan perkembangan dan kontribusi penting wisata MICE terhadap
pendapatan pariwisata di Indonesia (Business Monitor International, 2012).
Akan tetapi trend pertumbuhan wisata MICE di Indonesia bukanlah tanpa halangan karena
terdapat beberapa kendala yang dapat menghambat laju pertumbuhan Industri MICE di
Indonesia, seperti: (DitjenPen, 2011)
1. Masih rendahnya kesadaran suatu destinasi wisata akan pentingnya kegiatan MICE dan
kurangnya promosi MICE.
2. Belum adanya database MICE yang dirangkum secara online dan komprehensif.
3. Aksesibilitas seperti penerbangan langsung yang masih terbatas ke daerah yang menjadi
tujuan kegiatan MICE serta kurangnya kemudahan dan insentif bagi penyelenggara kegiatan
MICE seperti mengkategorikan barang pameran dan souvernir bagi para peserta insentif
tour ke dalam kategori impor sehingga mengurangi keinginan untuk berkunjung ke
Indonesia.
Kendala-kendala di atas perlu segera ditangani dengan baik guna memastikan keberlanjutan
pertumbuhan wisata MICE di Indonesia.
Dari segi kota penyelenggaraan event MICE, Indonesia memiliki tiga kota utama yang
meliputi Bali, Jakarta dan Bandung. Akan tetapi berdasarkan tabel data yang dikeluarkan
oleh ICCA (dalam DitjenPen, 2011), kota-kota di Indonesia masih tertinggal dari kota-kota
lain yang berada di dalam satu kawasan Asia Tenggara yaitu kota Singapura, Kuala Lumpur
dan Bangkok yang berada pada posisi 5, 23 dan 39 secara berurutan, sedangkan
tiga destinasi MICE utama di Indonesia seperti Bali, Jakarta dan Bandung hanya berada pada
posisi 67, 113 dan 311.
Walaupun ketiga kota utama di Indonesia masih terpaut jauh dari beberapa kota lain di
kawasan Asia Tenggara, akan tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan bagi ketiga kota
tersebut dan kota-kota lainnya di Indonesia untuk mengembangkan wisata MICE karena
Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan industri MICE.
Sumber daya manusia di bidang MICE dibutuhkan dengan kualifikasi yang memenuhi
standard kompetensi sebagai berikut :
E. CORPORATE
Corporate adalah suatu istilah yang sering di dengar dalam lingkungan pasar modal, namun
demikian tidak semua orang paham mengenai pengertian corporate action. Pengertian
corporate action menurut Darmadji dan Fakhruddin (2001 : 123) adalah corporate action
merupakan aktifitas emiten yang dapat mempengaruhi baik jumlah saham yang beredar
ataupun harga yang bergerak di pasar.
Corporate action merupakan yang umumnya yang menyedot perhatian pihak-pihak yang
terkait di pasar modal khususnya para pemegang saham. Keputusan corporate action harus
disetujui dalam suatu rapat umum, baik Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau Rapat
Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Hal ini penting karena kebijakan yang akan
diambil disamping akan mempengaruhi jumlah saham yang ada di pasar juga akan
mempengaruhi para pemegang sahamnya, sehingga persetujuan pemegang saham mutlak
agar suatu aksi dapat berjalan efektif (www.e-bursa.com).
Beberapa kebijakan umum yang dilakukan dalam corporate action adalah right issue, stock
split, pembagian bonus shares, dan pembagian deviden baik dalam bentuk stock yang
selanjutnya disebut stock devidend maupun dalam bentuk kas yang biasa disebut dengan
cash devidend. Kebijakan tersebut dapat dilakukan secara terpisah ataupun terkait satu
dengan yang lainnya tergantung dari keputusan pemegang saham tersebut.
Tujuan Corporate
Keputusan emiten untuk melakukan right issue dalam rangka untuk memenuhi tujuan-
tujuan tertentu seperti meningkatkan modal kerja perusahaan, ekspansi usaha,
meningkatkan likuiditas saham, pembayaran utang, dan tujuan lainnya. Corporate action
pada umumnya mengacu pada kebijakan right issue, stock split, stock / cash devidend, IPO,
private placement, warrant atau penerbitan obligasi.
Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2001 : 123) menyatakan bahwa corporate action
berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang di ambil oleh perusahaan seperti pembagian
deviden baik dalam bentuk deviden saham maupun deviden tunai, stock split serta right
issue. Di samping jenis tersebut, terdapat jenis corporate action lainnya yaitu initial public
offering, dan additional listing seperti private placement konversi saham baik dari warrant,
right ataupun obligasi. Perbedaannya dengan kelompok sebelumnya, yaitu pada kelompok
kedua corporate action jenis ini tidak berpengaruh terhadap harga yang terjadi di pasar
kecuali berupa pencatatan penambahan saham baru. Pada umumnya, corporate action
berpengaruh signifikan terhadap perubahan harga saham, jumlah saham yang beredar,
komposisi kepemilikan saham. Dengan demikian, para pemegang saham harus mencermati
dampak akibat corporate action tersebut untuk mendapatkan keuntungan dari pengambilan
keputusan yang tepat.
BAB V
RESORT DAN REKRASI
A. RESORT
1. DEFINISI RESORT
Hotel Resort didefinisikan sebagai hotel yang terletak dikawasan wisata, dimana sebagian
pengunjung yang menginap tidak melakukan kegiatan usaha. Umumnya terletak cukup jauh
dari pusat kota sekaligus difungsikan sebagai tempat peristirahatan. Dari definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa hotel resort secara total menyediakan fasilitas untuk berlibur,
rekreasi dan olah raga. Juga umumnya tidak bisa dipisahkan dari kegiatan menginap
bagi pengunjung yang berlibur dan menginginkan perubahan dari kegiatan sehari-hari.
(Dirjen Pariwisata, Pariwisata Tanah air Indonesia, hal. 1November, 1988)
Resort adalah tempat wisata atau rekreasi yang sering dikunjungi orang
dimana pengunjung datang untuk menikmati potensi alamnya.
Resort adalah suatu perubahan tempat tingga untuk sementara bagi
seseorang di luar tempat tinggalnya dengan tujuan antara lain untuk mendapatkan
kesegaran jiwa dan raga serta hasrat ingin mengetahui sesuatu. Dapat juga dikaitkan
Resort adalah sebuah tempat menginap dimana mempunyai fasilitas khusus
untuk kegiatan bersantai dan berolah raga seperti tennis, golf, spa, tracking, dan
jogging, bagian concierge berpengalarnan dan mengetahui betullingkungan resort,
bila ada tarnu yang mau hitch-hiking berkeliling sarnbil menikmati keindahan alarn
sekitar resort ini.
3. KEUNGULAN RESORT
a. Persyaratan Hotel Resort
Motivasi utama wisatawan yang menginap di hotel adalah berlibur dan berekreasi. Berlibur
dapat diartikan sebagai kegiatan beristirahat, menghindari kegiatan rutin, serta
mengembalikan kesegaran badan dan pikiran. Berekreasi diartikan sebagai kegiatan
rekreatif, terutama yang menimbulkan rasa senang, kegembiraan dan kesegaran, untuk
rileks dan santai. Adapun kecenderungan yang dituntut hotel resort adalah :
o Penyediaan macam rekreasi luar/dalam bangunan yang sesuai dengan kondisi/potensi
daerah pariwisatanya dan tujuan kedatangannya.
o Dalam jarak cepat, cukup dekat dari objek-objek rekreasi/pariwisata lain (kontinuitas
objek pariwisata).
o Tersedianya media kontak antar wisatawan.
o Menjamin faktor aman, privacy, confort, dan air bersih.
o Ketentuan setiap fasilitas yang disediakan termasuk dalam tarif hotel.
o Sifat operasi, pelayanan, dan pengawasan dalam ruang lengkap/bangunan dan site
dengan tata cara yang tidak resmi.
B. REKRASI
1. Definisi Rekrasi
Rekreasi berasal dari bahasa latin yaitu “ creature “ yang berarti mencipta, lalu diberi
awalan “ re “ yang sehingga berarti “ pemulihan daya cipta atau penyegaran daya cipta”.
Kegiatan rekreasi biasanya dilakukan diwaktu senggang (leasuretime). Leasure berasal dari
kata “licere” (latin) yang berarti diperkenankan menikmati saat-saat yang bebas dari
kegiatan rutin untuk memulihkan atau menyegarkan kembali.
a. Rekreasi dapat diartikan sebagai kegiatan penyegaran kembali tubuh dan pikiran;
sesuatu yang menggembirakan hati dan menyegarkan seperti hiburan; piknik. Sedangkan
rekreatif berarti bersifat reasi
b. Rekreasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyegarkan kembali fisik dan mental
dari kehidupan sehari-hari, sehingga dapat mempertinggi daya kreasi manusia dalam
mencapai keseimbangan bekerja dan beristirahat.
c. Rekreasi adalah kegiatan yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan kesenangan dan
kepuasan.
d. Rekreasi merupakan kegiatan yang dilakukan secara berkala, sebagai kegiatan yang
merupakan perubahan bentuk rutinitas dan kewajiban seperti dalam kegiatan bekerja
e. Rekreasi merupakan proses memenfaatkan kegiatan selama waktu luang dengan
seperangkat perilaku yang memungkinkan peningkatan waktu luang.
f. Rekreasi adalah penyegaran bagi kekuatan dan semangat setelah bekerja keras.
g. Rekreasi adalah kegiatan di waktu luang atau santai.
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian rekreasi adalah “
aktivitas yang dilakukan pada waktu senggang (lapang) yang bertujuan untuk membentuk,
meningkatkan kembali kesegaran fisik, mental, pikiran dan daya rekreasi (baik secara
individual maupun secara kelompok) yang hilang akibat aktivitas rutin sehari-hari dengan
jalan mencari kesenangan, hiburan dan kesibukan yang berbeda dan dapat memberikan
kepuasan dan kegembiraan yang ditujukan bagi kepuasan lahir dan batin manusia.
3. Tujuan Rekrasi
Adapun tujuan rekreasi antara lain :
· Menciptakan dan membina hubungan manusia
· Mempertahankan kelestarian alam
· .Mempertahankan nilai-nilai budaya
· Kesenangan dan kepuasan karena dapat memenuhi rasa ingin tahu/ bertualang.
· .Memulihkan kesehatan jasmani dan rohani
BAB VII
ATRACTION AND ENTERTAIMEN
A. ATRAKSI
1. Definisi Atreksi
Istilah atraksi wisata adalah sebagai terjemahan dari Attraction dalam bahasa Inggris, yang
berarti segala sesuatu yang memiliki daya tarik, baik benda yang berbentuk fisik maupun
non-fisik. Pengertian atraksi seing diartikan sempit yakni “pertunjukan”. Sedangkan
attraction diterjemahkan dengan “obyek” wisata.
a. Atraksi Wisata
Atraksi wisata bersifat dinamis, mencerminkan adanya gerak, tidak terikat tempat (dapat
berpindah) dan tidak dapat dijamah (intangible).
Contoh, atraksi asli (ada atau tidak ada tourist akan berlangsung seperti apa adanya): seperti
adat istiadat, pakaian traditional, arsitektur khas/daerah, kebiasaan dan pola hidup, gaya
hidup, bahasa, suasana keakraban dan keramahan masyarakat, seni budaya yang melekat
pada kehidupan masyarakat, seni batik, seni ukir, seni pahat, seni lukis, seni tari & gamelan,
seni musik, upacara ritual keagamaan, upacara perkawinan, upacara menyambut kelahiran
anak, upacara kraton, acara 17-an (Agustus), dsb.
Contoh, atraksi pentas: Pementasan seni budaya (tari, gamelan, musik, wayang, dll),
pameran lukisan, pameran pahatan, pameran ukiran, peragaan busana, dll.
b. Jenis-jenis atraksi wisata :
· Atraksi alam
· Pemandangan
· Laut
· Pantai
· Pegunungan
· Sinar matahari
· Flora
· Fauna
· Atraksi sosial budaya
· Atraksi sejarah.
· Atraksi kesenian
· Cara hidup masyarakat
· Yang berkaitan dengan kehidupan politik
· Yang berkaitan dengan antropologi
· Yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan
· Yang berkaitan dengan keagamaan
c. Atraksi yang berkaitan dengan pendidikan
· Kebudayaan umum
· Kehidupan dan mempelajari ilmu di perguruan
· Mengikuti seminar
d. Atraksi perdagangan , berupa :
· Berbelanja ( shopping)
· Mengunjungi pameran, pekan raya
· Konferensi, rapat, pertemuan, seminar, dll.
2. DEFINII ODTW
Salah satu unsur yang sangat menentukan berkembangnya industri pariwisata adalah
obyek wisata dan atraksi wisata. Secara pintas produk wisata dengan obyek wisata serta
atraksi wisata seolah-olah memiliki pengertian yang sama, namun sebenarnya memiliki
perbedaan secara prinsipil. (Yoeti, 1996 : 172) menjelaskan bahwa di luar negeri terminolgi
obyek wisata tidak dikenal, disana hanya mengenal atraksi wisata yang mereka sebut
dengan nama Tourist Attraction sedangkan di Negara Indonesia keduanya dikenal dan
keduanya memiliki pengertian masing-masing.
Adapun pengertian Obyek Wisata, yaitu : semua hal yang menarik untuk dilihat
dan dirasakan oleh wisatawan yang disediakan atau bersumber pada alam saja.
Sedangkan pengertian dari pada Atraksi Wisata, yaitu : sesuatu yang menarik untuk
dilihat, dirasakan, dinikmati dan dimiliki oleh wisatawan, yang dibuat oleh manusia dan
memerlukan persiapan terlebih dahulu sebelum diperlihatkan kepada wisatawan.
Mengenai pengertian obyek wisata, maka dapatlah dilihat beberapa sumber acuannya,
antara lain :
1. Peraturan Pemerintah No. 24/1979 menjelaskan bahwa obyek wisata adalah :
perwujudan dari ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat
keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi.
2. SK. MENPARPOSTEL No.: KM. 98 / PW.102 / MPPT-87 menjelaskan bahwa obyek wisata
adalah : tempat atau keadaan alam yang memiliki sumber daya wisata yang dibangun dan
dikembangkan sehingga mempunyai daya tarik dan diusahakan sebagai tempat yang
dikunjungi wisatawan.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa obyek wisata dan atraksi wisata
adalah sama, sedangkan menurut Yoeti, 1996 : 172 dalam bukunya yang berjudul Pengantar
Ilmu Pariwisata menjelaskan bahwa obyek wisata dan atraksi wisata memiliki perbedaan
yang asasi.
Yang dimaksud obyek wisata adalah : kita dapat mengatakan sesuatu sebagai obyek wisata
jika kita melihat obyek itu tidak dipersiapkan sebelumnya dengan kata lain obyek tersebut
dapat dikatakan tanpa bantuan orang lain. Dan yang dikatakan atraksi wisata adalah :
atraksi itu merupakan sinonim dari pengertian entertainment, yaitu sesuatu yang
dipersiapkan terlebih dahulu agar dapat dilihat, dinikmati dengan melibatkan orang lain.
Namun pada dasarnya obyek wisata dan atraksi wisata adalah segala sesuatu yang ada di
daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung
ke tempat itu.
Suatu daerah untuk menjadi DTW (Daerah Tujuan Wisata) yang baik harus dikembangkan 3
(tiga) hal agar daerah itu menarik untuk dikunjungi, yaitu :
1. Adanya something to see
Maksudnya adalah sesuatu yang menarik untuk dilihat.
2. Adanya something to buy
Maksudnya adalah sesuatu yang menarik dan khas untuk dibeli.
3. Adanya something to do
Maksudnya adalah sesuatu aktivitas yang dapat dilakukan di tempat itu.
Ketiga hal di atas merupakan unsur-unsur yang kuat untuk daerah tujuan wisata sedangkan
untuk pengembangan suatu daerah tujuan wisata harus ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, antara lain :
1. Harus mampu bersaing dengan obyek wisata yang ada dan serupa dengan objek wisata
di tempat lain.
2. Harus tetap, tidak berubah dan tidak berpindah-pindah kecuali dari bidang
pembangunan dan pengembangan.
3. Harus memiliki sarana dan prasarana yang memadai serta mempunyai ciri-ciri khas
tersendiri.
4. Harus menarik dalam pengertian secara umum (bukan pengertian dari subjektif) dan
sadar wisata masyarakat setempat. (Editor : N. Raymond Frans),
B. ENTERTAIMENT
1. Definisi Entertaiment
An activity that is diverting and that holds the attention The act of receiving as host,
or of amusing, admitting, or cherishing; hospitable reception; also, reception or treatment,
in general
Hiburan adalah segala sesuatu – baik yang berbentuk kata-kata, tempat, benda,
perilaku – yang dapat menjadi penghibur atau pelipur hati yang susah atau sedih.Pada
umumnya hiburan dapat berupa musik, film, opera, drama,ataupun
berupa permainan bahkan olahraga. Berwisata juga dapat dikatakan sebagai upaya hiburan
dengan menjelajahi alam ataupun mempelajari budaya. Mengisi kegiatan di waktu
senggang seperti membuat kerajinan, keterampilan, membaca juga dapat dikatagorikan
sebagai hiburan
Bagi orang tertentu yang memiliki sifat workaholic, bekerja adalah hiburan dibandingkan
dengan berdiam diri. Selain itu terdapat tempat-tempat hiburan atau klab malam (night
club) sebagai tempat-tempat untuk melepas lelah, umumnya berupa rumah makan atau
restoran yang dilengkapi hotel serta sarana hiburan seperti musik, karaoke, opera. Ada pula
yang menyediakan permainan seperti bilyar hingga sarana perjudian. Bagi kalangan
tertentu, permainan judi (gambling) dianggap sebagai hiburan atau sarana membuang sial.
Selain itu, di beberapa negara ada juga klab-klab malam yang diperuntukkan untuk
pertemuan keluarga yang tentunya berbeda dengan klab klab malam pada umumnya.
Entertainment. Modern day consumers look for adventures and are constantly
looking for new concepts. On the Internet they can find chatboxes, portals for music, on-line
games, dating, sex, festivals, sport, hotel and restaurants, travel agencies and everything
they can imagine.
The opportunities the Internet offers to the travel industry appear to be without
frontiers. While the tourism bussines volume that was conducted electronically was 3 billion
Euro in the year 2000, researchers forecast a