HUKUM KEPARIWISATAAN
Pengertian
UU No. 10 Tahun 2009, kepariwisataan adalah keseluruhan yang terkait dengan
pariwisata dan bersifat multidimensi serta multi disiplin sebagai wujud kebutuhan setiap
orang dan negara secara interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama
wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah dan penguasa.
Sebelum masuk ke dalam kewenangan pemerintah baik dari pusat dan daerah, perlu kita
ketahui dasar hukum kewenangannya secara general dan acuan dalam sektor pariwisata
yang diatur Undang-undanng No. 10 tahun 2009. Dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pasal 10, pemerintah pusat dan daerah mendorong penanaman modal dalam
negeri dan penanaman modal asing di bidang kepariwisataan dengan rencana
induk pembangunan kepariwisataan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
2. Pasal 16, pemerintah pusat dan daerah dapat menunda atau meninjau
pendaftaran usaha pariwisata apabila tidak sesuai dengan ketentuan tata cara
sebagaimana dimaksud dalam pasal 15.
3. Pasal 17, pemerintah pusat dan daerah wajib mengembangkan dan melindungi
usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata
dengan cara:
a. Membuat kebijakan pencadangan usaha pariwisata untuk usaha mikro,
kecil, menengah, dan koperasi.
b. Memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi
dengan usaha skala besar.
4. Pasal 18, pemerintah pusat dan daerah mengatur dan mengelola urusan
kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
a. Ayat 1, pemerintah pusat dan daerah berkewajiban:
b. Menyediakan informasi kepariwisataan, perlindungan hukum, serta
keamanan dan keselamatan kepada wisatawan.
c. Menciptakan iklim yang kondusif untuk perkembangan usaha pariwisata
yang meliputi terbukanya kesempatan yang sama dalam berusaha,
memfasilitasi, dan memberikan kepastian hukum.
d. Memelihara, mengembangkan, dan melestarikan aset nasional yang
menjadi daya tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali.
e. Mengawasi dan mengendalikan kegiatan kepariwisataan dalam rangka
mencegah dan menanggulangi berbagai dampak negatif bagi masyarakat
luas.
5. Pasal 29, pemerintah provinsi berwenang:
a. Menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan
provinsi.
b. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kepariwisataan di wilayahnya.
c. Melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha
pariwisata.
d. Menetapkan destinasi pariwisata provinsi.
e. Menetapkan daya tarik wisata provinsi.
f. Memfasilitasi promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata yang
berada di wilayahnya.
g. Memelihara aset provinsi yang menjadi daya tarik wisata provinsi.
h. Mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
6. Pasal 30, pemerintah kabupaten/kota berwenang:
a. Menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan
kabupaten/kota.
b. Menetapkan destinasi pariwisata kabupaten/kota.
c. Menetapkan daya tarik wisata kabupaten/kota.
d. Melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha
pariwisata.
e. Mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan kepariwisataan di
wilayahnya.
f. Memfasilitasi dan melakukan promosi destinasi pariwisata dan produk
pariwisata yang berada di wilayahnya.
g. Memfasilitasi pengembangan daya tarik wisata baru.
h. Menyelenggarakan pelatihan dan penelitian kepariwisataan dalam
lingkup kabupaten/kota.
i. Memelihara dan melestarikan daya tarik wisata yang berada di
wilayahnya.
j. Menyelenggarakan bimbingan masyarakat sadar wisata.
k. Mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
Kewenangan pemerintah pusat dalam mengurus sektor kepariwisataan diatur pada Pasal
28 Undang-undang No. 10 Tahun 2009, kewenangannya adalah:
- Menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan
nasional.
- Mengkoordinasikan pembangunan kepariwisataan lintas sektor dan lintas provinsi.
- Menyelenggarakan kerja sama internasional dibidang kepariwisataan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Menetapkan daya tarik wisata nasional.
- Menetapkan destinasi pariwisata nasional.
- Menetapkan norma, standar, pedoman, prosedur, kriteria, dan sistem pengawasan
dalam penyelenggaraan kepariwisataan.
- Mengembangkan kebijakan pengembangan sumber daya manusia di bidang
kepariwisataan.
- Memelihara, mengembangkan, dan melestarikan aset nasional yang menjadi daya
tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali.
- Melakukan dan memfasilitasi promosi pariwisata nasional.
- Memberikan kemudahan yang mendukung kunjungan wisatawan.
- Memberikan informasi dan/atau peringatan dini yang berhubungan dengan
keamanan dan keselamatan wisatawan.
- Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan potensi wisata yang dimiliki
masyarakat.
- Mengawasi, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan kepariwisataan.
- Mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemerintah pusat membuat kerangka
hukum dan tata cara sebagai pedoman pemerintah daerah dalam mengurus daerah
otonominya. Dalam hal ini fungsi pemerintah pusat akan fokus terhadap pengarahan,
pembinaan dan fasilitas perencanaan juga kerjasama luar negeri dan masih banyak lagi.
Peningkatan zona pariwisata selain menghasilkan devisa bagi negara, juga menjadi
sumber pendapatan daerah, menyediakan lapangan pekerjaan, menambah pendapatan
masyarakat terutama yang berdomisili sekitar objek wisata, meningkatkan
pembangunan daerah dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
Lalu untuk urusan kepariwisataan, pemerintah daerah memiliki Dinas Budaya dan
Pariwisata, ditegaskan dalam Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia No. 21
Tahun 2019 Bab III Pasal 6 ayat 1. Pemimpin daerah harus dapat mengambil keputusan
secara inisiatif untuk pembangunan pariwisatanya. Karena penulis adalah warga
masyarakat Tangerang dan Serang, maka kami akan set perimeter di pemerintahan
daerah Tangerang dan Serang.
Sesuai pada Bab V Pasal 6 Peraturan Daerah Kota Tangerang No. 7 Tahun 2016,
kewenangan Pemda Tangerang yaitu:
- menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan.
- menetapkan destinasi pariwisata.
- menetapkan daya tarik wisata.
- melaksanakan pendaftaran, pencatatan dan pendataan pendaftaran usaha
wisata.
- Mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan kepariwisataan.
- Memfasilitasi pengembangan daya tarik dan penelitian kepariwisataan.
- Memelihara dan melestarikan daya tarik wisata.
- Menyelenggarakan bimbingan masyarakat sadar wisata.
- Mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
Dasar-dasar pengelolaan tanah diatur dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1960 UUPA
dan berlakunya hukum agraria nasional. Pasal 19 UUPA menyebutkan bahwa untuk
menjamin kepastian hukum, oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh
wilayah RI. Dengan itu maka pelimpahan wewenang untuk melaksanakan hak
penguasaan dari negara atas tanah itu adalah Medebewind (tugas pembantuan).
Wewenang dalam bidang agraria merupakan sumber keuangan bagi daerah, lampiran
huruf J dan Z pada UU No. 23 Tahun 2014 juga memberikan kewenangan kepada
pemerintah daerah untuk melakukan pengelolaan kawasan strategis pariwisata dan
pengadaan tanah.
Adanya Pasal 25 ayat 6 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pemerintah
daerah menetapkan RTRW, kebijakan tata ruang diimplementasikan melalui kegiatan
penataan ruang, di mana aspek perencanaan tata ruang dengan produknya berupa
RTRW (RTRWN, RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota) menjadi acuan bagi
pemanfaatan ruang (dan sumber daya alam lingkungan yang ada di dalamnya) dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
(sumber: https://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/viewFile/57/pdf)