Anda di halaman 1dari 52

BAB II

KEBIJAKSANAAN DAN KAJIAN TEORITIS

2.1 Kebijaksanaan Pengembangan Pariwisata


2.1.1 Arahan Kebijaksanaan Pengembangan Pariwisata Nasional
Kepariwisataan nasional adalah tatanan yang menyeluruh dari segala sesuatu
yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata yang mencakup berbagai aspek
kehidupan dalam upaya menunjang pencapaian cita-cita nasional, yaitu terwujudnya
masyarakat yang adil dan makmur. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, menunjukkan adanya kesungguhan dalam upaya pengembangan
kegiatan pariwisata secara nasional. Kepariwisataan nasional memiliki potensi besar
yang apabila pemanfaatannya dilakukan secara optimal dan dikelola dengan profesional
akan mampu menopang keberhasilan pembangunan nasional. Oleh karena itu
pembangunan objek dan daya tarik wisata tetap harus dilakukan dengan tetap
memperhatikan beberapa aspek berikut:

1. Kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan


2. kehidupan ekonomi dan sosial budaya;
3. Nilai-nilai agama, adat istiadat serta pandangan dan nilai-nilai yang
4. hidup dalam masyarakat;
5. Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup;
6. Kelangsungan usaha pariwisata itu sendiri.

Landasan normatif yang fundamental yang melandasi kebijakan pengembangan


pariwisata bersumber pada pasal 32 UUD 1945 yang membebani pemerintah dengan
tanggung jawab untuk memajukan kebudayaan nasional; pasal 33 ayat 2 yang
mengamanatkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara, dan pasal 33 ayat 3 yang menyatakan bahwa
bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Landasan normatif ini
menjiwai substansi pembangunan pariwisata yang diinterpretasikan sebagai upaya
untuk mengembangkan dan mengamanatkan objek dan daya tarik wisata yang

15
terwujud, antara lain, dalam bentuk kekayaan alam yang indah, keragaman flora dan
fauna, kemajemukan tradisi dan seni budaya, serta peninggalan sejarah purbakala yang
dimiliki bangsa Indonesia.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, pengembangan
kepariwisataan, memiliki kandungan makna sebagai berikut:

a. Makna politis, sebagai upaya memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa guna
menggalang persatuan dan kesatuan;
b. Makna ekonomis, sebagai upaya untuk memperkuat perekonomian negara;
c. Makna sosial budaya, sebagai upaya untuk mempertinggi kesadaran dan
kesediaan untuk mempertahankan kebudayaan dan kepribadian bangsa.

Oleh karena itu, hal-hal tersebut menjadi landasan terbentuknya sifat pengembangan
kepariwisataan nasional, yaitu:

a. Terbuka, dalam menyesuaikan diri terhadap perkembangan kemajuan zaman


tetapi tetap berkepribadian Indonesia;
b. Pragmatis, dikembangkan sesuai dengan kemampuan Negara dan Bangsa
Indonesia;
c. Menganut prinsip “Ambeg Paramarta”, yaitu mendahulukan kepentingan nasional
yang lebih tinggi;
d. Multi disiplin, multi upaya dan multi dimensi;
e. Selektif, hanya memilih yang tepat dan sesuai dengan kepentingan nasional;
f. Berwawasan internasional, tetapi tetap berkebudayaan nasional.

Dalam pengembangan kepariwisataan, ada asas-asas yang harus diperhatikan, yaitu:

a. Asas manfaat, bahwa pengembangan kepariwisataan harus dapat memberikan


manfaat sebesar-besarnya baik secara langsung maupun tidak langsung;
b. Asas usaha bersama dan kekeluargaan, artinya penyelenggaraan kepariwisataan
harus diarahkan dalam rangka pencapaian cita-cita dan aspirasi bangsa
dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat untuk kepentingan bersama dan
dijiwai semangat kekeluargaan;
c. Asas adil dan merata, pengembangan kepariwisataan nasional harus
menghasilkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat di pelosok tanah air;

16
d. Asas perikehidupan dan keseimbangan, kepariwisataan nasional harus dapat
mewujudkan perikehidupan yang seimbang materiil dan spiritual baik dalam
hubungan antara sesama manusia dengan lingkungan dan antara manusia
dengan Tuhannya;
e. Asas kepercayaan pada diri sendiri, kepariwisataan nasional harus mampu
meningkatkan dan menumbuhkan kepercayaan kepada diri sendiri, sehingga
secara keseluruhan dapat meningkatkan jati diri bangsa Indonesia.

Kebijakan pembangunan kepariwisataan nasional telah disusun pemerintah dalam


upaya mencapai target untuk menjadikan sektor pariwisata sebagai sektor penghasil
devisa terbesar, diatas sektor minyak dan gas bumi. Kebijakan-kebijakan dan strategi
yang telah dirumuskan untuk mencapai target sektor pariwisata, adalah sebagai
berikut:

1. Pemasaran
Strategi pemasaran diarahkan pada hal-hal berikut:
a. Peningkatan efektifitas promosi melalui kampanye promosi pariwisata pada
daerah asal wisatawan yang potensial, terutama di kawasan Asia Pasifik.
b. Peningkatan kegiatan promosi terpadu antara sektor pariwisata, perdagangan
dan investasi serta jasa tenaga kerja dalam wadah Badan Promosi Indonesia
serta peningkatan hubungan antar negara (bilateral, sub-regional dan regional).

2. Produk Wisata
Produk wisata diutamakan pada dua kegiatan berikut:
a. Pemantapan pengembangan produk wisata di daerah wisata Kawasan Barat
Indonesia dengan melakukan usaha-usaha ekstensifikasi, intensifikasi dan
konsolidasi produk.
b. Peningkatan daya saing produk wisata di pasar internasional, melalui inovasi
dan diversifikasi (misalnya pengembangan wisata bahari, agrowisata,
ecotourism, dan wisata minat khusus lainnya), upaya standarisasi dan
pemantauan mutu produk.

3. Prasarana dan Aksesibilitas


a. Peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana umum seperti jaringan jalan,
jaringan listrik, jaringan air bersih, dan jaringan telekomunikasi untuk

17
mempercepat pengembangan objek dan daya tarik wisata dan kawasan
pariwisata.
b. Peningkatan aksesibilitas (udara, laut, dan darat) ke dan dari negara sumber
wisatawan dan antar daerah di Indonesia melalui percepatan perluasan fasilitas
bandara, pelabuhan laut, dan terminal darat di lokasi tertentu melalui
kemitraan swasta.
c. Swastanisasi atau aliansi penerbangan nasional dengan penerbangan asing
untuk meningkatkan kapasitas tempat duduk.

4. Investasi
a. Pengarahan investasi pada pengembangan pariwisata ke Kawasan Timur
Indonesia melalui pemberian insentif dan kemudahan sesuai dengan kondisi
masing-masing daerah dengan tetap mendorong peningkatan investasi di
Kawasan Barat Indonesia, agar pengembangan pariwisata merata di setiap
kawasan.
b. Pengupayaan percepatan penyelesaian penataan ruang dan peruntukan tanah
yang pasti untuk mendukung kemudahan dan keamanan investasi pariwisata.

5. Perwilayahan
a. Penyesuaian pembangunan daerah tujuan wisata, dengan potensi masing-
masing dengan mempertimbangkan sasaran pasar utama yang akan diraih dan
pertimbangan terhadap tahap perkembangan daerah tujuan wisata, yaitu pada
tahap lemah, tumbuh, kuat dan terancam.
b. Pemantapan keterpaduan dan komplementaritas pengembangan antara daerah
yang satu dengan daerah lain, dan yang didukung oleh pengembangan jaringan
perhubungan.

6. Lingkungan
a. Pembangunan pariwisata mengacu pada peningkatan kualitas dan ramah
lingkungan serta melibatkan peranserta masyarakat setempat.
b. Penerapan ketentuan-ketentuan mengenai daya dukung lingkungan dalam
pengelolaan dan pembangunan sarana kepariwisataan.

18
7. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Peningkatan kualitas informasi kepariwisataan dan sistem pelayanan melalui
komputerisasi dan teknologi komunikasi serta pemanfaatan jaringan informasi
global (internet, computer reservation system, dan lain-lain)

8. Bina Masyarakat Sadar Wisata


Penggalangan kampanye nasional sadar wisata secara berkelanjutan guna
mendorong dan meningkatkan koordinasi dan peranserta masyarakat dalam
pembangunan kepariwisataan perlu terus dilakukan.

9. Sumberdaya Manusia
a. Peningkatan keterampilan profesionalisme tenaga kerja pariwisata melalui
diklat pariwisata dengan mengacu pada kurikulum yang standar, sertifikasi, dan
akreditasi.
b. Peningkatan kemampuan aparat pembina kepariwisataan di semua jajaran
pemerintah, khususnya di Kabupaten/Kota.
c. Peningkatan peran pihak swasta dalam usaha peningkatan sumber daya
manusia dalam penyelenggaraan diklat pariwisata.

10. Kelembagaan dan Pengaturan


a. Pemantapan sistem informasi dan manajemen disetiap unit untuk mendukung
efektivitas proses pengambilan keputusan.
b. Penyesuaian produk pengatuan berdasarkan perkembangan dan tantangan
yang akan dihadapi pada perekonomian terbuka dan perdagangan bebas pada
masa yang akan datang dengan berlakunya AFTA, APEC dan GATS/WTO.

Upaya pengembangan kepariwisataan nasional, adalah agar potensi wisata yang


dimiliki Negara Indonesia sebagai alternatif penunjang pembangunan nasional.
Upaya ini dijabarkan melalui Rencana Induk Pengembangan Pariwisata setiap
provinsi.

19
2.1.2 Arahan Kebijaksanaan Pengembangan Pariwisata Provinsi Sulawesi
Tenggara
Tujuan penataan ruang Provinsi Sulawesi Tenggara mendorong kegiatan
penataan ruang wilayah yang salahsatunya berbasis pada kegiatan pariwisata guna
mendukung peningkatan taraf hidup masyarakat dengan mempertimbangkan
pertumbuhan ekonomi yang merata di seluruh wilayah (RTRW Provinsi Sulawesi
Tenggara 2014-2034). Dalam hal ini, percepatan pengembangan kegiatan
pengembangan sektor kelautan (kegiatan wisata) yang berbasis kekayaan alam bahari
dan berkelanjutan dilakukan melalui upaya strategi sebagai berikut:

1. Menata dan mengalokasikan sumberdaya lahan secara proporsional melalui


berbagai pertimbangan pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan di
sektor kelautan dan perikanan guna mendukung kegiatan wisata.
2. Meningkatkan aksesibilitas dan pengembangan pusat-pusat kegiatan sektor
kelautan terhadap pusat-pusat kegiatan nasional, wilayah dan lokal melalui
pengembangan struktur ruang secara terpadu.
3. Menetapkan pusat kawasan pengembangan sektor perikanan dan kelautan
berupa kawasan pengembangan budidaya perairan dan kawasan wisata.
4. Melindungi dan mengelola sumberdaya kelautan untuk kebutuhan perlindungan
plasma nutfah, terumbu karang, dan sumberdaya hayati untuk kelangsungan
produksi dan pengembangan ekowisata; dan
5. Mengembangkan fasilitas pelayanan pendidikan dan latihan secara profesional
dan berkelanjutan.

Upaya tersebut sejalan dengan strategi yang dirumuskan oleh Kementerian


Kebudayaan dan Pariwisata RI (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata 2013), yakni:

1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan membuka kesempatan


berusaha dan lapangan kerja serta pemerataan pembangunan dibidang
pariwisata.
2. Mewujud¬kan pembangunan pariwisata yang berkesinambungan sehingga
memberikan manfaat sosial budaya, sosial ekonomi bagi masyarakat dan daerah,
serta terpeliharanya mutu lingkungan hidup.
3. Meningkatkan kepuasan wisatawan dan memperluas pangsa pasar.

20
4. Menciptakan iklim yang kondusif bagi pembangunan pariwisata Indonesia
sehingga berdayaguna, produktif dan transparan untuk melaksanakan fungsi
pelayanan kepada masyarakat dalam institusi yang merupakan amanah yang
dipertanggungjawabkan.

Kawasan strategis provinsi merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan


pertumbuhan ekonomi. Salah satu kawasan strategis Provinsi berdasarkan RTRW
terdiri atas kawasan strategis kelautan dan perikanan di Kabupaten Konawe Kepulauan.
Sesuai dengan Permendagri no. 90 tahun 2019 agar mengakomodir Pemanfaatan ruang
yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari beberapa jenis pemanfaatan ruang
diantaranya adalah pembangunan jalan guna akses pariwisata kendari- toronipa.
Permasalahan pariwisata di Sultra adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan destinasi dan industri pariwisata yang belum optimal


2. Pemasaran pariwisata yang belum efektif dan efisien
3. Belum optimalnya pengembangan SDM, regulasi dan kelembagaan
kepariwisataan
4. Intergrasi sektor dalam mendukung pembangunan kepariwisataan
5. Harmonisasi kebijakan pembangunan kepariwisataan di daerah

Untuk itu pengembangan potensi wisata di Provinsi Sulawesi Tenggara tidak


terlepas dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagaimana disebutkan
pada Lampiran (Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2016) Tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi dan
Kabupaten/Kota bahwa pembangunan kepariwisataan dikembangkan dengan
pendekatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat dan
pembangunan yang berorientasi pada pengembangan wilayah, bertumpu kepada
masyarakat, dan bersifat memberdayakan masyarakat yang mencakupi berbagai aspek.
Atas dasar peraturan tersebut maka pembangunan pariwisata di seluruh
kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara terutama pada wilayah perenacaan di Pantai
Kampa Kabupaten Konawe Kepulauan untuk mengutamakan kepentingan masyarakat,
lintas sektor, pemberdayakan masyarakat dan usaha kecil dan berwawasan pada
lingkungan dalam pengembangan objek wisata pesisir.
Berdasarkan RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara maka kawasan peruntukan
kawasan pariwisata nasional terdiri atas Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
21
sebagai kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk
pengembangan pariwisata nasional yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau
lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber
daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan. KSPN di
Sulawesi Tenggara adalah KSPN Wakatobi dan sekitarnya sedangkan Kawasan
Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN) meliputi KPPN Kendari dan sekitarnya,
KPPN Rawa Aopa Watumohai dan sekitarnya, dan KPPN Baubau dan sekitarnya.
Salah satu kawasan peruntukan wisata alam pada wilayah perairan laut terdapat
di Kota Kendari meliputi Pantai Toronipa, Pantai Nambo, Pantai Mayaria dan wisata
Teluk Kendari. Pantai Toronipa, Pulau Lanbengki dan Pulau Bukori menjadi daya tarik
wisata di Provinsi Sulawesi Tenggara, maka diharapkan Pantai Kampa menjadi destinasi
wisata yang baru di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Kawasan Peruntukan Pariwisata di Sulawesi Tenggara meliputi:
1. Kegiatan kepariwisataan yang dikembangkan harus memiliki hubungan fungsional
dengan kawasan industri kecil dan industri rumah tangga serta membangkitkan
kegiatan sektor jasa masyarakat.
2. Penyediaan prasarana dan sarana penunjang pariwisata.
3. Pemanfaatan Taman Wisata Alam untuk kegiatan pariwisata alam dilaksanakan
sesuai dengan asas konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
4. Pemanfaatan kawasan Taman Wisata Alam untuk sarana pariwisata alam
diselenggarakan dengan persyaratan sebagai berikut: - bentuk bangunan bergaya
arsitektur setempat; - tidak mengubah bentang alam yang ada; dan - tidak
mengganggu pandangan visual.
5. Jenis-jenis usaha sarana pariwisata alam yang dapat dilakukan dalam kawasan
Taman Wisata Alam meliputi kegiatan usaha: - akomodasi seperti pondok wisata,
bumi perkemahan, karavan dan penginapan; - makanan dan minuman; - sarana
wisata tirta; angkutan wisata; - cinderamata; dan - sarana wisata budaya.
6. Pemanfaatan lingkungan dan bangunan cagar budaya untuk kepentingan pariwisata
harus memperhatikan kelestarian lingkungan dan bangunan cagar budaya dan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan untuk pemanfaatan sempadan pantai berdasarkan RTRW Provinsi


Sulawesi Tenggara adalah sebagai berikut:

22
a) Ketentuan dan syarat penggunaan dan pemanfaatan tanah di sempadan pantai
antara lain:

 Tidak boleh menutup akses masyarakat untuk mencapai pesisir dan pantai.
 Harus menyediakan dan/atau meningkatkan kualitas sarana akses yang sudah
ada.
 Penggunaan dan pemanfaatan tanah yang menjorok ke laut seperti restoran,
cottage, resort dan lain-lain memenuhi ketentuan tidak boleh mematikan
usaha-usaha nelayan setempat, tidak boleh merusak ekosistem pantai seperti
terumbu karang, mangrove, dan biota laut lainnya, tidak boleh menimbulkan
polusi air, harus menyediakan sarana pencegahan abrasi dan erosi pantai
seperti pemecah gelombang, rekayasa vegetatif dan sebagainya.
b) Pengembangan kegiatan budidaya di sempadan pantai tidak boleh menimbulkan
dampak negatif terhadap fungsi pantai antara lain:

 Pembuangan limbah padat ke pantai.


 Pembuangan limbah cair tanpa pengolahan ke pantai.
 Budidaya pertanian tanpa pengolahan tanah secara intensif.
 Pembangunan tempat hunian atau tempat usaha tanpa Ijin Mendirikan
Bangunan (IMB).
c) Pengembangan kegiatan budidaya di sempadan pantai harus disertai dengan
kegiatan pengawasan pemanfaatan ruang seperti kegiatan eksploitasi sumberdaya
tambang

2.1.3 Arahan Kebijaksanaan Pengembangan Pariwisata Muna Barat

Pembangunan kepariwisataan diarahkan kepada peningkatan/pengembangan


usaha kepariwisataan agar menjadi sektor andalan yang turut menggerakkan kegiatan
ekonomi lainnya, lapangan kerja, pendapatan masyarakat dan pendapatan daerah lebih
meningkat. Arahan kebijakan pengembangan pariwisata daerah Kabupaten Muna barat
secara terperinci telah tertuang dalam rencana tata ruang dalam hal ini RTRW dan
dalam rencana pembangunan yang tertuang dalam wujud RPJPD Kabupaten Muna
Barat.

1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Muna Barat

23
Pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten Muna Barat tertuang dalam tujuan
penataan ruang Kabupaten Muna Barat yaitu untuk mewujudkan Kabupaten Muna
Barat yang harmonis dan berdaya saing dengan berbasis pada sektor perikanan,
pertanian, Industri dan Pariwisata dengan memperhatikan daya dukung dan daya
tampung lingkungan dan kelestarian sumberdaya alam. Selain itu pengembangan
sektor pariwisata juga tertuang dalam kebijakan penataan ruang Kabupaten Muna
Barat. Adapun Kebijakan Penataan Ruang Kabupaten Muna Barat adalah:

a. Pengembangan prasarana dan sarana perkotaan pada pusat – pusat


kegiatan;
b. Pengembangan prasarana dan sarana penunjang untuk mendukung
pengembangan sektor – sektor unggulan;
c. Pengembangan kawasan minapolitan untuk mendukung pengembangan
sektor perikanan;
d. Pengembangan kawasan agropolitan untuk mendukung pengembangan
sektor pertanian;
e. Pengembangan wilayah industri bertumpu pada potensi sumberdaya lokal;
f. Pengembangan sektor pariwisata alam dan budaya dengan tetap
memperhatikan kelestarian lingkungan;
g. Pengendalian kegiatan budidaya di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
dalam rangka menjaga fungsi konservasi perairan laut selat tiworo; dan
h. Penetapan dan pengembangan kawasan strategis kabupaten dari sudut
kepentingan ekonomi, sosial budaya dan fungsi serta daya dukung
lingkungan hidup.

Strategi pengembangan sektor pariwisata alam dan budaya dengan tetap


memperhatikan kelestarian lingkungan terdiri atas:
a. Mengembangkan wisata pantai dan bahari pada wilayah perairan Selat
Tiworo dengan eksotisme lokasi sebagai daya tarik wisata;
b. Mengembangkan kegiatan pariwisata di pulau-pulau kecil secara terbatas
dan terkendali yang disesuaikan dengan daya dukung dan daya tampung
lingkungan serta melibatkan masyarakat setempat;
c. Menjaga dan mengembangkan festival-festival budaya masyarakat lokal
sebagai daya tarik wisata budaya; dan
24
d. Menjaga dan mengembangkan kelestarian Benteng Tiworo sebagai daya
tarik wisata sejarah.

Dalam Draft RANPERDA RTRW Kabupaten Muna Barat juga dijelaskan mengenai
Kawasan Peruntukan Pariwisata dalam Rencana Pola Ruang Kabupaten Muna
Barat yaitu:
a. Kawasan pariwisata alam laut/bahari
Kawasan pariwisata alam laut/bahari berupa wisata pulau-pulau kecil
terdapat di Kecamatan Tiworo Utara dan Maginti;

b. Kawasan pariwisata alam pegunungan/hutan


Kawasan pariwisata alam pegunungan/hutan terdiri atas:
 Wisata hutan mangrove di Kecamatan Tiworo Utara dan Napano
Kusambi;
 Wisata alam mataair dan permandian terdiri atas;
o Mata Air Wakante di Kecamatan Lawa;
o Mataair Mata Kidi dan mataair Ambolo di Kecamatan Barangka;
o Mataair Fotuno Ghulu di Kecaatan Wadaga; dan
o Mataair Kaaghi di Kecamatan Wadaga.
 Rencana Pengembangan Daya Tarik Wisata Alam Lainnya berbasis
potensi keanekaragaman dan keunikan lingkungan alam di wilayah
daratan berupa pegunungan dan hutan alam, perairan sungai,
perkebunan, pertanian dan bentang alam.

c. Rencana pengembangan pariwisata buatan.


Rencana pengembangan pariwisata buatan terdiri atas:
 Wisata buatan eksisting berupa lokasi Festival Selat Tiworo di
Kecamatan Tiworo Utara dan Atraksi Perkelahian Kuda di Kecamatan
Lawa;
 Rencana wisata buatan lainnya terdapat di:
o Rencana Pagelaran Budaya Daerah di Laworo Kecamatan
Sawerigadi;
o Rencana Pembangunan Areal Pameran Pembangunan Kabupaten
di Laworo Kecamatan Sawerigadi;

25
 Rencana Pembangunan Gedung Sarana Olah Raga Kota Laworo di
Kecamatan Sawerigadi; dan
 Rencana Pengembangan daya Tarik Wisata lainnya hasil buatan
manusia

2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Muna Barat


Salah satu misi Kabupaten Muna Barat yang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjan (RPJP) adalah Mengelola dan mengembangkan
Potensi Pariwisata dan Kearifan Lokal. Adapun sasaran dari misi ini adalah:
a. Terpeliharanya nilai-nilai kearifan sosial budaya masyarakat dalam
pelaksanaan pembangunan dengan indikator pelaksanaan yaitu pelestarian
lingkungan sosial budaya sehingga nilai-nilai sosial budaya yang masih
tetap terjaga.
b. Tergalinya Potensi-potensi wisata yang handal sehingga dapat
dikembangkan dan dijaga kelestariannya dengan indikator pelaksanaan
sebagai berikut:
 Teridentifikasinya potensi-potensi pariwisata di Kabupaten Muna
Barat.
 Dilaksanakan Program Pariwisata berwawasan ekowisata.
 Meningkatnya jumlah orang yang berkunjung ke Kabupaten Muna
Barat.
 Tempat-tempat wisata potensial tergarap dengan baik.
 Tempat-tempat wisata potensial semakin banyak dikunjungi
terutama pada wisata bahari.

2.1.4 Kepariwisataan Kabupaten Muna Barat dalam Kebijakan Pembangunan


Keparawisataan Nasional

Dalam Rencana Pengembangan Pariwisata Nasional (RIPPARNAS) Tahun 2010-


2025 wilayah Negara Republik Indonesia telah dibagi dalam 50 Wilayah Pembangunan
Destinasi Pariwisata Nasional (DPN), 222 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional
(KPPN) dan 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).
Berdasarkan Lampiran II PP Nomor 50 Tahun 2010 Tentang RIPPARNAS Tahun
2010-2025 bahwa DPN Ke 42 adalah Destinasi Pariwisata Nasional Kendari-Wakatobi

26
dan Sekitarnya yang berada di Provinsi Sulawesi Tenggara yang terbagi menjadi 4
(empat) Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional yaitu:

1. KPPN Baubau dan Sekitarnya


2. KPPN Kendari dan Sekitarnya
3. KPPN Rawa Aopa Watumohai dan Sekitarnya
4. KPPN Wakatobi dan Sekitarnya

Berdasarkan uraian tersebut maka dengan jelas bahwa posisi Kebijakan


Pembangunan Pariwisata Kabupaten Muna Barat berada dalam Destinasi Pariwisata
Nasional Wilayah Kendari-Wakatobi dan Sekitarnya. Secara administratif maupun
kawasan, Kabupaten Muna Barat belum terzonasi dalam Kawasan Pengembangan
Pariwisata Nasional (KPPN) maupun dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional
(KSPN). Namun demikian, bukan berarti pengembangan kepariwisataan di Kabupaten
Muna Barat tidak akan didukung oleh pemerintah karena belum termuat dalam
Rencana Induk Pariwisata Nasional karena walaun belum masuk sebagai KPPN maupun
KSPN tetapi Kabupaten Muna Barat telah masuk dalam zona DPN Kendari-Wakatobi dan
Sekitarnya, sehingga menjadi penting dalam mendukung pengembangan pariwisata
Muna Barat agar mampu eksis dan masuk dalam jajaran KSPN yang terdapat di Sulawesi
Tenggara.

2.1.5 Visi dan Misi Kabupaten Kabupaten Muna Barat


Visi Pembangunan Daerah Kabupaten Muna Barat Tahun 2017-2022 adalah:

“Terwujudnya Masyarakat Muna Barat Yang Sejahtera, Demokratis, Produktif Dan


Berdaya Saing Dengan Dilandasi Oleh Nilai-Nilai Religius”

Sementara itu, dalam rangka mewujudkan visi pembangunan daerah Muna Barat
yang bersih, berdaya saing, bermartabat, dan sejahtera untuk semua, maka dapat
dilakukan melalui implementasi beberapa misi sebagai berikut:

1) Meningkatkan kualitas sumber Daya Manusia yang kreatif, sehat, produktif,


inovatif, berkarakter dan berbudi pekerti luhur
2) Meningkatkan ketersediaan infrastruktur dasar wilayah yang memadai dan
berkualitas
3) Mengembangkan ekonomi kerakyatan yang berbasis agropolitan dan minapolitan

27
4) Mengembangkan potensi wisata, Lingkungan Hidup yang Lestari, dan Keragaman
Budaya Daerah Sesuai dengan Kearifan Lokal
5) Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik dan Bersih melalui
penyelenggaraan pemerintahan yang aspiratif, efektif, partisipatif, transparan dan
bermartabat.

Berdasarkan hakekatnya, tujuan dan sasaran yang akan dicapai melalui kegiatan
pembangnan daerah Kabupaten Muna Barat merupakan arahan bagi pelaksanaan setiap
urusan pemerintahan daerah guna mendukung pelaksanaan misi dalam rangka
mewujudkan visi pembangunan Kabupaten Muna Barat tahun 2017- 2022. Hal itu
sebagaimana tema besar Pembangunan tahun 2020 untuk mendukung pelaksanaan
RPJMD yaitu Peningkatan Kualitas Layanan Infrastruktur Wilayah Perkotaan dan
Perdesaaan dengan meningkatkan pelayanan publik berdasarkan prinsip-prinsip
AKUIKO (Akuntabel, Kualitas, Inovatif, dan Kooperatif) untuk meningkatkan
produktivitas, daya saing, dan Kesejahteraan Masyarakat.

2.2 Kajian Teoritis


2.2.1 Pengertian-Pengertian
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
disebutkan, bahwa yang dimaksud dengan wisata adalah kegiatan perjalanan atau
sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara
untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.
Orang yang melakukan kegiatan wisata disebut wisatawan. Oka A. Yoeti
menyatakan bahwa istilah wisatawan harus diartikan sebagai seorang, tanpa
membedakan ras, kelamin, bahasa dan agama, yang memasuki wilayah suatu negara
yang mengadakan perjanjian yang lain daripada negara dimana orang itu biasanya
tinggal dan berada disitu kurang dari 24 jam dan tidak lebih dari 6 bulan, di dalam
jangka waktu 12 bulan berturutturut, untuk tujuan non migran yang legal, seperti
perjalanan wisata, rekreasi, olahraga, kesehatan, alasan keluarga, studi, ibadah
keagamaan atau urusan usaha (business).
Pariwisata, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk
pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang
tersebut (UU No. 10 Tahun 2009). Sedangkan pengertian pariwisata menurut (A. Hari
Karyono, 1997: 15) dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu secara:

28
1. Umum
Pariwisata, adalah keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha dan
masyarakat untuk mengatur, mengurus, dan melayani kebutuhan wisatawan.

2. Teknis
Pariwisata merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik
secara perorangan maupun kelompok didalam wilayah negara sendiri atau di
negara lain. Kegiatan tersebut dengan menggunakan kemudahan, jasa, dan faktor
penunjang lainnya yang diadakan oleh pemerintah dan atau masyarakat, agar
dapat mewujudkan keinginan wisatawan. Kemudahan dalam batasan pariwisata
maksudnya antara lain berupa fasilitas yang memperlancar arus kunjungan
wisatawan. Misalnya dengan memberikan bebas visa, prosedur pelayanan yang
cepat dipintu-pintu masuk dan keluar, tersedianya transportasi dan akomodasi
yang cukup. Faktor penunjangnya adalah prasarana dan utilitas umum, seperti
jalan raya, penyediaan air minum, listrik, tempat penukaran uang, pos dan
telekomunikasi, dsb.

Olehnya itu, Kepariwisataan, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan


penyelenggaraan pariwisata. Artinya semua kegiatan dan urusan yang ada kaitannya
dengan perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, pengawasan pariwisata baik yang
dilakukan pemerintah, pihak swasta dan masyarakat. Penyelenggaraan kepariwisataan
dilaksanakan berdasarkan asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan
merata, perikehidupan dalam keseimbangan, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Penyelenggaraan kepariwisataan bertujuan, untuk:
1. Memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan, dan meningkatkan mutu
objek dan daya tarik wisata;
2. Memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa;
3. Memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja;
4. Meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat;
5. Mendorong pendayagunaan produksi nasional.

29
Sementara itu, dari sisi penyediaan pariwisata terdiri dari empat komponen
yaitu (Clare A. G, 1979:69):

1. Informasi dan Promosi, motivasi untuk melakukan kunjungan wisata dapat


dimiliki seseorang tetapi mungkin saja ia tidak tahu cara melakukannya.
Sehingga pengetahuan terhadap daerah tujuan wisata sangat ditentukan oleh
ketersediaan informasi.
2. Fasilitas, ketersediaan fasilitas pelayanan berkaitan dengan daya tarik suatu
daerah tujuan wisata, seperti fasilitas transportasi yang akan membawanya dari
dan ke daerah tujuan wisata yang ingin dikunjunginya, fasilitas akomodasi yang
merupakan tempat tinggal sementara di tempat atau di daerah tujuan yang akan
dikunjunginya, fasilitas catering service yang dapat memberikan pelayanan
mengenai makanan dan minuman sesuai dengan selera masing-masing, fasilitas
perbelanjaan dimana wisatawan dapat membeli barang-barang souvenir khas
dari daerah wisata tersebut, dan termasuk juga infrastruktur yang baik.
3. Daya Tarik, suatu Objek wisata akan berkembang apabila mempunyai daya tarik.
Faktor daya tarik inilah yang akan mendorong wisatawan untuk
mengunjunginya. Daya tarik suatu daerah tujuan wisata dapat dikelompokkan
dalam tiga jenis yaitu sifat khas alam, wisata buatan, dan wisata budaya. Daya
tarik wisata ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya jenis atraksi wisata.
Atraksi wisata adalah suatu tempat atau area yang memiliki suatu karakteristik/
daya tarik tertentu dan fasilitas wisata yang dapat menarik para pengunjung atau
wisatawan untuk dapat berwisata atau berekreasi menikmatinya (Ben Hainin,
1998).
4. Aksesibilitas, jarak antara tempat tinggal dengan daerah tujuan wisata,
merupakan faktor yang sangat penting. Pengembangan pariwisata sangat
bergantung pada kemudahan pencapaian daerah tujuan wisata.

Objek wisata, adalah perwujudan ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya,
sejarah bangsa, keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan
(A. Hari Karyono, 1997: 27). Sedangkan objek dan daya tarik wisata berdasarkan UU No.
9 Tahun 1990, adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Secara teoritis
penentu kunjungan wisata adalah faktor lokasi dan faktor objek wisata. Pengaruh faktor
lokasi terhadap perkembangan pariwisata suatu wilayah dapat diungkapkan melalui

30
penilaian rute perjalanan wisata. Jenis pariwisata yang didasarkan pada Objek wisata
dapat dibedakan menjadi (Oka A. Yoeti, 1993: 114):

1. Cultural Tourism
Yaitu jenis pariwisata, dimana motivasi orang-orang untuk melakukan perjalanan
disebabkan karena adanya daya tarik dari seni budaya suatu tempat atau daerah.
Dalam hal ini, Objek yang daya tariknya bersumber pada kebudayaan, seperti
peninggalan sejarah, museum, atraksi kesenian, dan Objek lain yang berkaitan
dengan budaya. Jadi, Objek kunjungannya adalah warisan nenek moyang, benda-
benda kuno.

2. Recuperriational Tourism
Biasanya disebut sebagai pariwisata kesehatan. Tujuan daripada orang-orang
untuk melakukan perjalanan, adalah untuk menyembuhkan suatu penyakit
dengan kegiatan seperti mandi di sumber air panas, mandi di lumpur atau mandi
susu di Eropa, mandi kopi di Jepang yang katanya membuat orang menjadi awet
muda.

3. Commercial Tourism
Disebut sebagai pariwisata perdagangan, karena perjalanan wisata juga erat
hubungannya dengan kegiatan perdagangan baik nasional maupun internasional,
dimanamelalui event yang diselenggarakan berupa kegiatan pameran, seminar,
dan lain-lain turut berkontribusi dalam membrandingkan ataupun
mempromosikan wisata dari suatu daerah secara luas untuk menjadi populer.

4. Sport Tourism
Biasanya disebut dengan istilah pariwisata olahraga. Yang dimaksud dengan jenis
pariwisata ini ialah perjalanan orang-orang yang bertujuan untuk melihat atau
menyaksikan suatu pesta olahraga di suatu tempat atau negara tertentu. Seperti
Olympiade, All England, pertandingan tinju atau sepakbola.

5. Political Tourism
Biasanya disebut sebagai pariwisata politik, yaitu suatu perjalanan yang
tujuannya untuk melihat atau menyaksikan suatu peristiwa atau kejadian yang

31
berhubungan dengan kegiatan suatu negara, apakah ulang tahun atau peringatan
tertentu. Seperti, Hari Angkatan Perang Indonesia, Parade 1 Mei di Tiongkok atau
1 Oktober di Rusia.

6. Social Tourism
Pariwisata sosial jangan hendaknya diasosiasikan sebagai suatu peristiwa yang
berdiri sendiri. Pengertian ini hanya dilihat dari segi penyelenggaraannya saja
yang tidak menekankan untuk mencari keuntungan, seperti misalnya Study Tour,
Picnic atau Youth Tourism yang sekarang kita kenal dengan Pariwisata Remaja.

7. Religion Tourism
Yaitu jenis pariwisata dimana tujuan perjalanan yang dilakukan adalah untuk
melihat atau menyaksikan upacara-upacara keagamaan. Seperti, misalnya ikut
naik Haji Umroh bagi orang yang beragama Islam, kunjungan ke Lourdes bagi
orang beragama Katolik, ke Muntilan yang merupakan pusat pengembangan
agama Kristen di Jawa Tengah, atau agama Hindu-Bali di Sakenan Bali.

Untuk lebih jelasnya terdapat beberapa pandangan para ahli pariwisata


mengenai faktor pembentuk daya tarik wisata dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Faktor Pembentuk Daya Tarik Wisata Menurut Para Pakar Pariwisata

No
Ahli Pariwisata Faktor Daya Tarik
.
Keunikan, terdapatnya elemen monumental
1. Edy Abdurrahman Syahrir pendukung sebagai pembentuk citra dan identitas
visual
Aktraksi wisata, transportasi, akomodasi, fasilitas
2. Douglas G. Pearce
dan prasarana
Cuaca, pemandangan, fasilitas, sejarah dan
3. Robinson
budaya, aksesibilitas dan akomodasi
Sumber alam, prasarana, transportasi, sarana dan
4. Robert W. Mc Intosh
keramah tamahan
5. Charles Gearing Alam, sosial budaya, sejarah dan fasilitas rekreasi
Sumber: Rangkuman dari berbagai sumber

32
Pengembangan pariwisata, adalah suatu usaha didalam pendayagunaan potensi
sumber daya alam yang menjadikan daya tariknya sebagai objek wisata yang
diharapkan dapat mendorong pengembangan objek-objek wisata lain sehingga dapat
meningkatkan pendapatan daerah, serta dapat memperluas lapangan usaha bagi
masyarakat sekitar. Sedangkan menurut Depparpostel, pengembangan pariwisata,
merupakan kegiatan yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
wilayah lebih luas.
Pembangunan objek dan daya tarik wisata dilakukan dengan cara
mengusahakan, mengelola, dan membuat objek-objek baru sebagai objek dan daya tarik
wisata. Produk wisata, adalah seluruh unsur kepariwisataan baik berupa jasa atraksi
wisata maupun hasil kreasi yang dapat dinikmati wisatawan serta menjadi kenangan.
Usaha pariwisata, adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa
pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha
sarana pariwisata, dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut. Usaha pariwisata
digolongkan ke dalam:

1. Usaha jasa pariwisata


Usaha jasa pariwisata meliputi penyediaan jasa perencanaan, jasa pelayanan, dan
jasa penyelenggaraan pariwisata. Usaha jasa pariwisata dapat berupa jenis-jenis
usaha:
a. Jasa biro perjalanan wisata
b. Jasa agen perjalanan wisata
c. Jasa pramuwisata
d. Jasa konvensi, perjalanan insentif, dan pameran
e. Jasa impresariat
f. Jasa konsultan pariwisata
g. Jasa informasi pariwisata

2. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata


Pengusahaan objek dan daya tarik wisata, meliputi kegiatan membangun dan
mengelola objek dan daya tarik wisata beserta prasarana dan sarana yang
diperlukan atau kegiatan mengelola objek dan daya tarik wisata yang telah ada.
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata dikelompokkan ke dalam:
a. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam, meliputi:

33
 Pengelolaan dan pemanfaatan taman nasional
 Pembangunan dan pengelolaan taman wisata
 Pembangunan dan pengelolaan taman hutan raya
 Pengelolaan taman laut

b. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata budaya, meliputi:


 Pengelolaan peninggalan sejarah
 Pengelolaan dan/ atau pembangunan museum
 Pembangunan dan/ atau pengelolaan pusat-pusat kesenian dan
budaya
 Pembangunan dan pengelolaan taman rekreasi
 Pembangunan dan pengelolaan tempat hiburan
 Pembangunan dan pengelolaan taman satwa
 Pengelolaan monumen Pengelolaan peninggalan sejarah
 Pengelolaan dan/ atau pembangunan museum
 Pembangunan dan/ atau pengelolaan pusat-pusat kesenian dan
budaya
 Pembangunan dan pengelolaan taman rekreasi
 Pembangunan dan pengelolaan tempat hiburan
 Pembangunan dan pengelolaan taman satwa
 Pengelolaan monumen

c. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus


 Pengelolaan lokasi-lokasi wisata buru
 Pengelolaan wisata agro
 Pembangunan dan pengelolaan wisata tirta
 Pengelolaan lokasi-lokasi wisata petualangan alam
 Pembangunan dan pengelolaan wisata gua
 Pembangunan dan pengelolaan wisata kesehatan
 Pemanfaatan pusat-pusat dan tempat-tempat budaya, industri dan
kerajinan

3. Usaha sarana pariwisata

34
Usaha sarana pariwisata meliputi kegiatan pembangunan, pengelolaan dan
penyediaan fasilitas, serta pelayanan yang diperlukan dalam penyelenggaraan
pariwisata. Usaha sarana pariwisata dapat berupa jenis-jenis usaha berikut:
a. Penyediaan akomodasi
b. Penyediaan makan dan minum
c. Penyediaan angkutan wisata
d. Penyediaan sarana wisata tirta
e. Kawasan pariwisata

Kawasan pariwisata, adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau
disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata (UU RI No. 10, 2009). Menurut
Depparpostel kawasan pariwisata, adalah suatu lahan dengan batas tertentu, yang
sebagian atau seluruhnya diperuntukkan bagi pengembangan dan atau telah memiliki
kelengkapan prasarana dan sarana pariwisata serta sistem pengelolaannya
(Depparpostel, 1990:1).
Selain keunikan yang bernilai tinggi perlu diperhatikan kelengkapan prasarana
dan sarana wisata pada Objek wisata. Prasarana, adalah fasilitas yang memungkinkan
proses perekonomian berjalan dengan lancar sedemikian rupa, sehingga memudahkan
manusia untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Sedangkan sarana kepariwisataan,
adalah sarana-sarana yang memberikan pelayanan kepada wisatawan baik secara
langsung maupun tidak langsung dan hidup serta kehidupannya tergantung pada
kedatangan wisatawan. Untuk lebih jelasnya pendapat para ahli mengenai jenis
prasarana dan sarana pariwisata dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.2 Jenis Prasarana dan Sarana Menurut Para Ahli


No. Lothar A. Krack Salah Wahab Oka A. Yoeti

1. Prasarana Prasarana
a. Prasarana perekonomian a. Prasarana umum
 Pengangkutan b. Kebutuhan
 Prasarana komunikasi c. Prasarana
 Utilitas kepariwisataan
 Sistem perbankan  Receptive tourist
b. Prasarana sosial plant
 Sistem pendidikan  Residential tourist
 Pelayanan kesehatan plant
 Faktor keamanan  Recreative and
Petugas sportive plant
2. Sarana
a. Sarana pokok
35
kepariwisataan
b. Sarana pelengkap
kepariwistaan
c. Sarana penunjang
kepariwisataan
Sumber: Rangkuman dari berbagai sumber

Berdasarkan tabel tersebut diatas menurut Lothar A Krack (Oka A. Yoeti,


1985:172) dalam bukunya International Tourism membagi prasarana atas dua bagian,
yaitu:

1. Prasarana Perekonomian
a. Pengangkutan
Pengangkutan yang dapat membawa para wisatawan dari negara ia biasanya
tinggal, ke tempat atau negara yang merupakan daerah tujuan wisata.
Prasarana pengangkutan ini dapat meliputi bus, taksi, kereta api, kapal laut
dan transportasi udara.
b. Prasarana komunikasi
Dengan tersedianya prasarana komunikasi akan dapat mendorong para
wisatawan tidak akan ragu-ragu meninggalkan rumah dan anak-anaknya,
karena tersedianya prasarana komunikasi di negara yang dikunjungi. Yang
termasuk kelompok ini adalah radio, televisi, telepon, dan surat kabar.
c. Kelompok yang termasuk "Utilities"
Meliputi persediaan air minum, listrik, sumber energi, dan sistem irigasi.
d. Sistem perbankan
Yang termasuk kelompok ini, adalah bank dan money changer.

2. Prasarana Sosial
a. Sistem pendidikan
Adanya lembaga-lembaga pendidikan yang mengkhususkan diri dalam
pendidikan kepariwisataan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan
tidak hanya pelayanan bagi para wisatawan, tetapi juga untuk memelihara dan
mengawasi suatu badan usaha yang bergerak dalam kepariwisataan.
b. Pelayanan kesehatan

36
Apabila wisatawan yang menginap di suatu hotel, sebaiknya tersedia
pelayanan kesehatan untuk pertolongan pertama bila ada yang sakit. Oleh
karena itu di daerah tujuan wisata perlu tersedia pelayanan kesehatan.
c. Faktor keamanan
Perasaan tidak aman dapat terjadi di suatu tempat yang baru saja dikunjungi.
Perasaan ini timbul karena:
 Seringnya terjadi pencopetan, penjambretan, penodongan selama dalam
perjalanan atau di tempat yang dikunjungi
 Seringnya terjadi pencurian di hotel di mana ia menginap.
d. Petugas yang melayani wisatawan
Yang termasuk kedalam kelompok ini adalah petugas migrasi, petugas bea dan
cukai, petugas kesehatan, polisi dan petugaspetugas lain yang berkaitan
dengan
Pelayanan wisatawan.

Menurut Profesor Salah Wahab dalam bukunya Tourism Management (Oka A.


Yoeti, 1985:178) membagi prasarana atas tiga bagian:

1. Prasarana Umum
Yaitu prasarana yang menyangkut kebutuhan orang banyak yang pengadaannya
bertujuan untuk membantu kelancaran roda perekonomian. Meliputi
pembangkit tenaga listrik, sistem jaringan jalan, telekomunikasi, dan sistem
penyediaan air bersih.

2. Kebutuhan Masyarakat Banyak


Prasarana yang menyangkut kebutuhan orang banyak. Termasuk ke dalam RS,
apotik, bank, dan kantor.

3. Prasarana Kepariwisataan
a. Receptive Tourist Plan
Yaitu segala bentuk badan usaha atau organisasi yang kegiatannya khusus
untuk mempersiapkan kedatangan wisatawan pada suatu daerah tujuan
wisata. Seperti: travel agent, tour operator, dan Tourist Information Centre.
b. Residential Tourist Plant

37
Yaitu semua fasilitas yang dapat menampung kedatangan para wisatawan
untuk menginap dan tinggal untuk sementara waktu. Seperti: hotel, motel,
dan rumah makan.
c. Recreative and Sportive Plant
Yaitu semua fasilitas yang dapat digunakan untuk tujuan rekreasi dan
olahraga. Seperti: fasilitas main golf, main ski, dan kolam renang.

Sarana kepariwisataan menurut (Oka A. Yoeti dalam Pengantar Ilmu


Kepariwisataan Tahun 1985:184) terbagi dalam tiga bagian, yaitu:

1. Sarana pokok kepariwisataan


Sarana pokok kepariwisataan, adalah sarana yang hidup dan kehidupannya
sangat tergantung kepada arus kedatangan orang yang melakukan perjalanan
wisata, termasuk kelompok ini, adalah:
 Travel agent dan tour operator
 Perusahaan-perusahaan angkutan wisata
 Hotel dan jenis akomodasi lainnya
 Bar dan restoran

2. Sarana pelengkap kepariwisataan


Sarana ini adalah sarana untuk wisata yang fungsinya tidak hanya melengkapi
sarana pokok kepariwisataan, tetapi yang terpenting untuk membuat wisatawan
lebih lama tinggal. Yang termasuk pada kelompok ini, adalah:
a. Sarana Olahraga
 lapangan tenis
 lapangan golf
 kolam renang
b. Sarana Ketangkasan
 Bilyard
 Jackpot

3. Sarana penunjang kepariwisataan


Sarana yang disediakan agar wisatawan lebih banyak mengeluarkan atau
membelanjakan uangnya di tempat yang dikunjunginya, di antaranya untuk
keperluan klub malam, dan kasino.

38
Mandala wisata, adalah tempat yang disediakan untuk kegiatan penerangan
wisata serta peragaan kesenian dan budaya khas daerah. Sapta pesona merupakan
kondisi yang harus diwujudkan dalam rangka menarik minat wisatawan berkunjung ke
suatu daerah atau wilayah di negara kita. Sapta pesona terdiri dari 7 (tujuh) unsur yaitu
aman, tertib, sejuk, indah, ramah, tamah dan kenangan.

2.2.2 Metode Penelitian


1. Teknik Evaluasi Objek dan Daya Tarik Wisata
Daya tarik eksisting dan potensial suatu daerah harus secara sistematis dan
objektif diidentifikasi dan dievaluasi sebagai bagian dari tahapan survey dan analisis
dari proses perencanaan. Sementara pemilihan daya tarik yang akan dikembangkan dan
bentuk konsep perencanaan yang akan dilaksanakan untuk proses tersebut akan
dilaksanakan pada tahapan formulasi.
a. Identifikasi dan Deskripsi Daya Tarik Wisata
Langkah pertama yang dilakukan dalam mengidentifikasi daya tarik wisata,
adalah dengan melakukan penelitian secara seksama, wawancara dengan pihak
pemerintah dan wawancara dengan narasumber yang mengetahui seluk beluk
objek dan daya tarik wisata disertai dengan karakteristiknya merupakan informasi
yang dibutuhkan untuk melakukan evaluasi dengan kriteria-kriteria yang telah
ditetapkan.
Selanjutnya identifikasi terhadap objek dan daya tarik wisata dilakukan,
kemungkinan pada beberapa kasus kunjungan ini perlu dilakukan beberapa kali
karena adanya perbedaan karakteristik berdasarkan waktu yang berbeda.
Identifikasi daya tarik harus dilakukan secara sistematis dengan mengindikasikan
faktor-faktor pendukung dari suatu daya tarik. Faktor-faktor tersebut, adalah:
 Nama objek wisata
 Jenis daya tarik
 Lokasi
 Aksesibilitas
 Karakteristik khusus
 Pengembangan yang sudah dilakukan
39
 Keunggulan yang dimiliki
 Permasalahan yang dihadapi

Informasi tersebut disertai foto dan video sebagai pelengkap, dengan


informasi tersebut, maka dalam RIPPDA Kabupaten Muna Barat objek dan daya
tarik wisata dapat diplot dalam peta, sehingga selanjutnya dapat dianalisis
peluang maupun kendala yang dimiliki.
Selain itu, daya tarik yang ada perlu diperbandingkan kemampuannya untuk
menarik kunjungan wisatawan. Ada objek dan daya tarik wisata yang memiliki
skala internasional, nasional, provinsi atau bahkan lokal. Identifikasi ini dilakukan
untuk mengidentifikasi potensi pasar, aksesibilitas, daya dukung dan dampak yang
ditimbulkan akibat pembangunan yang akan dilakukan.

b. Matriks Evaluasi Penilaian ODTW


Matriks Evaluasi Penilaian ODTW, yaitu metoda untuk memberikan
penilaian evaluasi terhadap objek dan daya tarik wisata yang terdapat di wilayah
perencanaan. Dalam hal ini, Indikator yang digunakan sebagai faktor evaluasi
diantaranya, yaitu:
 Daya Tarik
Daya tarik merupakan salah satu penyebab wisatawan mengunjungi suatu
wilayah (Douglas, 1989). Daya tarik wisata merupakan kunci utama
suksesnya pengembangan pariwisata (Inskeep, 1991). Walaupun elemen-
elemen lain seperti transportasi, akomodasi dan promosi juga penting tetapi
tanpa suatu alasan untuk mengunjungi daerah tersebut, maka pariwisata
tidak akan berkembang (Tulung, 1984; 76 dalam Syaukan, 1999). Oleh
karena itu atraksi wisata merupakan salah satu faktor penentu dalam
pengembangan pariwisata.

 Fasilitas
Ketersediaan fasilitas pelayanan, baik yang terdapat di objek wisata maupun
di daerah sekitar objek akan mempengaruhi kedatangan wisatawan. Fasilitas
pelayanan bukan merupakan daya tarik utama dalam kepariwisataan, namun
kehadirannya diperlukan bila hendak mengembangkan kepariwisataan di
suatu daerah (Yoeti, 1982; 164 dalam Syaukan, 1999). Semakin lengkap jenis

40
dan jumlah fasilitas pelayanan yang dibutuhkan dan semakin baik
kualitasnya, akan meningkatkan kenyamanan wisatawan.

 Aksesibilitas
Aksesibilitas atau tingkat pencapaian Objek wisata dengan pusat pelayanan
merupakan faktor yang sangat penting. Pengembangan pariwisata sangat
bergantung pada kemudahan pencapaian objek wisata (Gunn, 1979; 222
dalam Syaukan, 1999). Suatu objek wisata tidak mempunyai daya tarik
efektif jika tidak ditunjang oleh kemudahan untuk mencapainya. Kemudahan
untuk mencapai objek wisata diasumsikan bahwa faktor jarak objek wisata
dari pusat pelayanan berpengaruh langsung terhadap pengembangan wisata.
Selain itu objek wisata tidak banyak dikunjungi oleh wisatawan jika tidak
ditunjang oleh sarana angkutan umum untuk mencapainya, karena
kemudahan untuk mencapai suatu objek dengan tersedianya angkutan
umum akan menguntungkan banyak orang.

 Dampak Ekonomi
Pembangunan pariwisata di suatu daerah pada dasarnya adalah untuk
meningkatkan perekonomian daerah tersebut, sehingga diharapkan dengan
adanya pembangunan pariwisata di daerah tersebut dapat meningkatkan
pendapatan daerah serta meningkatkan kehidupan perekonomian
masyarakatnya.

 Dampak Sosial Budaya


Dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan pariwisata terhadap
kehidupan sosial budaya masyarakat dapat bersifat negatif maupun positif.
Dampak positif dari kegiatan pariwisata dapat berupa pelestarian budaya
masyarakat seperti adat istiadat, sedangkan dampak negatif dari kegiatan
pariwisata dapat berupa menurunnya norma-norma kehidupan sosial
budaya masyarakat seperti perjudian, perdagangan narkotika, prostitusi dan
kriminalitas.

 Dampak Lingkungan

41
Dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh pembangunan pariwisata adalah
berupa polusi air, tanah, udara maupun visual serta rusaknya ekologi di
sekitar kawasan wisata.

Pada tahap selanjutnya masing-masing ODTW diberikan penilaian sesuai dengan


faktor evaluasi penilaian ODTW. Skala yang digunakan untuk memberikan
penilaian tersebut, adalah:

Tabel 2.3 Sistem Pembobotan dalam Penentuan Faktor evaluasi ODTW


Bobot/Skor Keterangan
5 Kriteria yang memiliki nilai bagus
3 Kriteria yang memiliki nilai sedang
1 Kriteria yang memiliki nilai rendah

Masing-masing indikator tersebut diangggap memiliki kepentingan yang


berbeda, sehingga dalam perhitungannya harus diberikan bobot penilaian. Hasil
penilaian yang dilakukan terhadap ODTW tersebut merupakan total nilai dari
indikator faktor evaluasi setelah dikalikan dengan bobot masing-masing,
kemudian diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu tinggi, sedang, rendah
sehingga dapat diketahui tingkat pengembanagn ODTW di wilayah perencanaan.
Setelah diketahui klasifikasi tingkat pengembangan ODTW di wilayah
perencanaan, tahap selanjutnya adalah menganalisis ODTW yang mempunyai
bobot tinggi untuk penentuan pembagian Satuan Kawasan Wisata (SKW). Tahap
selanjutnya adalah menilai SKW tersebut untuk mengetahui tingkat
pengembangan tiap-tiap SKW. Untuk menentukan strategi pengembangan
pariwisata menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Oportunities and
Threathening).

2. Daya Dukung Lingkungan


Analisis daya dukung lingkungan merupakan teknik dasar yang digunakan dalam
penyusunan rencana pengembangan pariwisata dan rekreasi. Analisis ini dilakukan
untuk menentukan secara sistematis batasan dari pengembangan pariwisata yang akan
dilakukan dan jumlah kunjungan optimal yang dapat ditampung. Batasan utama dari
42
daya dukung lingkungan ini, adalah jumlah maksimal orang yang dapat menggunakan
atau memanfaatkan suatu kawasan yang tidak akan menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan fisik atau sosial budaya atau apa yang dirasakan oleh wisatawan
itu sendiri dalam menikmati kunjungan yang mereka lakukan.

a) Kriteria Pengukuran Kapasitas Daya Dukung Lingkungan


Kriteria yang diungkapkan disini, adalah kriteria untuk menentukan kapasitas daya
dukung dari suatu kawasan wisata. Dalam menentukan kapasitas daya dukung
lingkungan terdapat dua aspek yang perlu dipertimbangkan, yaitu:

i. Keaslian dari lingkungan fisik dan sosial ekonomi


Hal ini mengacu pada kapasitas yang dapat dicapai tanpa menimbulkan
kerusakan fisik, permasalahan sosial ekonomi dari masyarakat dan menjaga
keseimbangan antara proses pembangunan dan konservasi. Dengan melewati
ambang batas yang telah ditentukan akan menimbulkan kerusakan fisik, sosial
ekonomi atau bahkan budaya.

ii. Citra pariwisata dan produk wisata


Hal ini mengacu terhadap kapasitas atau jumlah pengunjung yang dapat
merusak citra kawasan wisata, jenis lingkungan dan pengalaman budaya yang
wisatawan inginkan. Jika pengembangan pariwisata melewati ambang batas,
maka daya tarik yang dijadikan tujuan wisata akan mengalami penurunan
atau bahkan hancur. Hal ini mengakibatkan kualitas dan populasi daerah/
kawasan tujuan wisata tersebut akan menurun.

Dengan mengacu pada point i diatas, maka kriteria untuk menentukan


kapasitas optimum, adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan Fisik
 Tingkat penerimaan dan dari dampak visual serta kepadatan
 Nilai sistem ekologis yang dijaga sebelum terjadi kerusakan
 Konservasi kehidupan satwa liar dan vegetasi dari lingkungan darat dan
lingkungan laut
 Tingkat yang dapat diterima dari polusi air, udara dan kebisingan

b. Ekonomi

43
 Tingkat keberadaan pariwisata dalam memberikan manfaat ekonomi
secara optimum terhadap daerah perencanaan secara keseluruhan
 Tingkat kesesuaian kesempatan kerja pariwisata yang dapat diisi oleh
tenaga kerja lokal

c. Sosial Budaya
 Keberadaan pembangunan pariwisata yang dapat menyerap dengan tanpa
mengabaikan gaya hidup sosial budaya dan aktivitas dari masyarakat
 Tingkat kesesuaian sektor pariwisata untuk dapat menjaga “monumen-
monumen” budaya, kesenian, kerajinan, sistem kepercayaan, dan tradisi
dari dampak yang merusak

d. Prasarana
 Kesesuaan ketersediaan fasilitas transportasi dan pelayanan
 Kesesuaian ketersediaan utilitas seperti air bersih, tenaga listrik,
pengolahan limbah padat, pengolahan limbah cair dan telekomunikasi

Dengan mengacu pada point ii, maka kriteria untuk menentukan kapasitas
optimum, á dalah sebagai berikut:
a. Lingkungan Fisik
 Tingkat kebersihan secara keseluruhan dan minimalnya tingkat polusi dari
lingkungan daerah/ kawasan tujuan wisata
 Tidak adanya kesemerawutan dari lingkungan daerah tujuan wisata,
termasuk di dalamnya komponen daya tarik
 Tingkat daya tarik dari lansekap yang ada, termasuk di dalamnya kualitas
dan karakteristik dari desain arsitektur
 Pemeliharaan dari sistem ekologi, flara, fauna dan daya tarik alam lainnya

b. Ekonomi
 Biaya untuk liburan dan “value of money”

c. Sosial Budaya
 Daya tarik dari masyarakat asli dan budaya masyarakat setempat
 Kualitas seni, kerajinan, makanan dan penampilan budaya yang dimiliki
oleh daerah

44
 Keramahtamahan masyarakat lokal

d. Prasarana
 Tingkat penerimaan stá ndar dari fasilitas transportasi dan pelayanannya
 Tingkat penerimaan stá ndar dari pelayanan utilitas

b) Standar Kapasitas
Beberapa standar dari kapasitas daya dukung ditampilkan secara statistik seperti
dalam jumlah wisatawan yang terdapat dalam suatu kawasan/atraksi wisata, dan
kemampuan fasilitas dalam memberikan pelayanannya pada periode tertentu.
Standar ini dari suatu daerah ke daerah lain berbeda, hal ini bergantung pada
faktor-faktor berikut:
 Jenis pariwisata yang dikembangkan
 Karakteristik lingkungan lokal
 Jenis wisatawan yang dijadikan target
 Persepsi masyarakat lokal terhadap kesemerawutan suatu daerah

Beberapa standar yang telah ditetapkan oleh WTO pada tahun 1983 untuk aktivitas
rekreasi dan pariwisata pedesaan dinyatakan dalam pengunjung perhari perhektar,
adalah sebagai berikut:
 Kawasan hutan → 15 pengunjung/hari/ha
 Taman hutan di kawasan pedesaan/ pinggiran kota → 15 – 70
pengunjung/hari/ha
 Areal piknik padat → 300 – 600 pengunjung/hari/ha
 Areal piknik lenggang → 60 – 200 pengunjung/hari/ha
 Pertandingan olah raga → 100 – 200 pengunjung/hari/ha
 Golf → 10 – 15 pengunjung/hari/ha
 Aktivitas air: memancing → 5 – 30 pengunjung/hari/ha
 Speed boat → 5 – 10 pengunjung/hari/ha

3. Penilaian Kualitas Visual


Penilaian kualitas visual pada prinsipnya didasarkan pada hasil analisis kualitas
ekspresif dan analisis kualitas fungsional. Kualitas ekspresif berkaitan erat dengan
penampilan elemen-elemen fisik, sedangkan kualitas fungsional berkaitan dengan

45
kepadatan kegiatan visualnya. Kedua kualitas tersebut secara simultan mempengaruhi
potensi dasar visual suatu lingkungan.
Kondisi visual suatu lingkungan dikatakan baik apabila kualitas ekspresif dan
kualitas fungsional tampil secara serasi. Secara sederhana dapat dikatakan visual yang
baik adalah fungsi dari keserasian kualitas ekspresif dan kualitas fungsional.

KV = f (E, F)
Keterangan:
KV = Kualitas Visual
E = Kualitas Ekspresif
F = Kualitas Fungsional

Hasil observasi visual pada suatu lingkungan dapat:

 Memperkaya pengalaman pengamat dan;


 Menjadi masukan untuk penghimpunan aspirasi pengamat, bila pengamatan
dilakukan oleh beberapa orang (kelompok)

Analisis atau penilaian visual dapat dilakukan secara kualitatif maupun


kuantitatif. Metode kualitatif merupakan metode yang menguraikan kelebihan dan
kelemahan visual suatu lingkungan secara deskriptif, atau melalui grafis/ foto. Metode
kuantitatif merupakan alat bantu dalam menilai lingkungan visual secara lebih formal
dengan kriteria, tolok ukur, dan metode penilaian yang lebih objektif misalnya scoring,
perbandingan berpasangan, atau dengan rumus-rumus lainnya.
Pada umumnya, penilaian akhir visual dihasilkan secara kualitatif, misalnya
dengan membaginya dalam klasifikasi baik sekali, baik, sedang, kurang, dan buruk.
Klasifikasi tersebut dapat langsung dihasilkan dengan metode kualitatif, tetapi
subyektifitasnya tinggi sekali. Latar belakang dan kemampuan pengamat sangat
mempengaruhi hasil penilaian. Umumnya pihak lain akan kesulitan dalam mengikuti/
memahami proses penilaian pengamat secara rinci sampai akhirnya ia mengeluarkan
kesimpulan. Beberapa pengamat kemungkinan akan memberikan hasil penilaian yang

46
berbeda pada waktu menilai satu lingkungan secara visual akibat subyektifitasnya
penilaian pengamat.
Pada penilaian kuantitatif, meskipun umumnya hasil penilaian dikemukakan
secara kualitatif (baik sekali sampai dengan buruk sekali), tetapi dasar-dasar dan
langkah-langkah penilaian pengamat dapat diikuti dan dapat diuraikan secara rinci.
Meskipun angka-angka perhitungan yang digunakan berasal dari penilaian secara
kualitatif, tetapi perbandingan antar kondisi visual dapat dilakukan dengan lebih jelas
dan objektif. Metode ini juga berguna untuk mengurangi subjektifitas penilaian
pengamat, terutama jika penilaian dilakukan oleh beberapa orang/ pihak. Pada
dasarnya, metode kuantitatif ini hanya merupakan alat bantu saja yang hasilnya masih
harus ditafsirkan secara kualitatif.

4. Metode FGD
Metoda FGD (Focus Group Discussion) merupakan suatu metode untuk
mengumpulkan pendapat/ masukan secara intensif dari orang/ kelompok orang yang
terkait dengan permasalahan tertentu yang ingin dipecahkan atau perumusan sesuatu.
FGD dilakukan di lingkungan BAPEDA atau di lokasi pariwisata yang terpilih. Adapun
rincian stakeholders yang diundang dalam FGD, antara lain:

1. Tokoh Masyarakat
2. Swasta
3. Dinas Pariwisata
4. Dinas Pekerjaan Umum
5. Dinas Pertamanan dan Kebersihan
6. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
7. Dinas Lingkungan Hidup
8. Pemerintah Daerah
9. Wakil dari masing-masing desa
10. Wakil dari masing-masing kecamatan
11. Wakil dari pengelola Objek wisata, dll

Dalam kegiatan FGD, Dinas Pariwisata yang bertindak sebagai pramakarsa yang
dibantu oleh Team Tenaga Ahli sebagai pelaksana kegiatan.

2.2.3 Metode Analisis

47
1. Analisis SWOT
Analisis SWOT, adalah identifikasi dari berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika dan yang menjadi prinsip
utama dalam analisis SWOT, yaitu dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan
peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(weaknesses) dan ancaman (threats). Dalam rangka formulasi rencana strategi yang
mencerminkan perwujudan pandangan ideal dan hal-hal yang harus dicapai di masa
mendatang dan selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan
kebijakan maka diperlukan penganalisaan faktor-faktor strategis, dalam hal ini
penguasaan informasi eksternal. Proses analisis ini sering disebut sebagai Analisis
Situasi, model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT.
Analisis SWOT mempunyai keunggulan, antara lain:

 Dapat diaplikasikan di banyak bidang penelitian dan pekerjaan


 Mudah dimengerti dan sederhana aplikasinya
 Merupakan pendekatan kualitatif

Hasil analisis SWOT sangat tergantung pada tingkat pengetahuan dan


pemahaman penggunanya. Semakin detail pemahaman pengguna maka semakin tajam
pula hasil analisisnya. SWOT akan menghasilkan rumusan masalah dan bahan untuk
menentukan langkah-langkah penanganan selanjutnya. Sebagai model pendekatan yang
akan dilakukan dalam penyusunan RIPPDA ini, analisis SWOT memerlukan langkah-
langkah penyelesaian secara sistematis dengan menggunakan seluruh preferensi yang
dimiliki, baik berupa konsep maupun yang bersifat pengalaman. Dalam analisis kasus
yang bersifat strategis, tidak ada jawaban yang benar atau salah. Hal ini disebabkan
karena setiap kasus yang berhasil diselesaikan diikuti oleh pendekatan baru dan
pencarian masalah baru yang muncul dari permasalahan sebelumnya.

Adapun langkah-langkah dalam melakukan teknik analisis SWOT, adalah sebagai


berikut:

1. Pencermatan Lingkungan Internal dan Eksternal


Merupakan kegiatan penilaian faktor-faktor internal dan eksternal yang meliputi
pencermatan, pembobotan dan merating kekuatan internal, kelemahan internal,
peluang eksternal dan ancaman/tantangan eksternal. Dari kedua pencermatan ini

48
dapat diketahui peluang-peluang spesifik yang ada serta hal-hal yang mungkin
membahayakan.
 Identifikasi daftar kekuatan (strengths) internal (+)
 Identifikasi daftar kelemahan (weakness) internal (-)
 Identifikasi daftar peluang (opportunities) eksternal (+)
 Identifikasi daftar ancaman (threats) eksternal (-)

2. Kesimpulan Analisis Faktor Internal dan Eksternal (KAFI dan KAFE)


Merupakan daftar urutan prioritas faktor internal dan eksternal berdasarkan pada
hasil pencermatan lingkungan internal dan eksternal. Hasil dari KAFI dan KAFE
bermanfaat sebagai langkah awal panduan dalam merumuskan dan memilih
strategi yang sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada.

3. Analisis Pilihan Strategi


Menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman/tantangan
eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan
internal yang dimilikinya, sehingga dapat diketahui kemungkinan-kemungkinan
alternative strategy. Matriks SWOT ini bermanfaat dalam menentukan asumsi-
asumsi strategis yaitu strategi SO, ST, WO dan WT sebagaimana pada tabel berikut.
 Cocokkan kekuatan internal dan peluang eksternal (strategi so)
 Cocokkan kekuatan internal dan ancaman eksternal (strategi st)
 Cocokkan kelemahan internal & peluang eksternal (strategi wo)
 Cocokkan kelemahan internal & ancaman eksternal (strategi wt)

Tabel 2.3 Matriks SWOT

49
4. Penetapan Pilihan Strategi
Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap
kelangsungan suatu kegiatan, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua
informasi tersebut dalam model-model kuantitatif perumusan strategi melalui
pengurutan (merangking) asumsi strategis yang terdapat dalam matriks SWOT
dengan pembobotan yang dikaitkan dengan kepentingan/ kedekatan visi, misi dan
nilai-nilai. Ketentuannya adalah asumsi strategis yang mendapat nilai skor
tertinggi dapat diformulasikan untuk merumuskan rencana (tujuan, sasaran dan
strategi). Matriks SWOT tersebut diatas dapat menghasilkan empat set
kemungkinan alternatif strategi. Untuk lebih jelasnya lihat tabel berkut.

Tabel 2.4 Alternatif Strategi Berdasarkan Matriks SWOT

Kuadran : Merupakan situasi yang sangat menguntungkan, memiliki kekuatan


1 internal sehingga dapat memanfaatkan/meraih peluang sebesar-
besarnya yang ada diluar(eksternal). Strategi yang dipakai adalah
strategi agresif.

Kuadran : Meskipun menghadapi berbagai ancaman yang datang dari luar,


2 tetapi masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang
50
harus diterapkan, adalah menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi
diversifikasi atau strategi kompetitif.

Kuadran : Menghadapi peluang sangat besar yang ada diluar, tetapi dilain
3 pihak menghadapi beberapa kelemahan internal. Strategi yang
digunakan adalah strategi konservatif.

Kuadran : Merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, menghadapi


4 berbagai ancaman yang ada diluar dan mengurangi kelemahan
internal, maka strategi yang dipakai adalah defensif.

2. Metode AHP
Metode Analitical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Saaty (1980),
metode ini dapat digunakan untuk memilih prioritas dalam pengambilan keputusan
manajemen yang kompleks dengan memperhatikan variabel kualitatif. Kelebihan
metode AHP dengan variabel kualitatif dalam pengambilan keputusan terletak pada
kemampuannya dalam memecahkan masalah yang multi Objektif dan multi kriteria,
sedangkan analisis kuantitatif menekankan pada satu tujuan dengan multi kriteria.
Dalam metode AHP terdapat 4 buah aksioma yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Perbandingan kebalikan (Reciprocal Comparison), artinya pengambil keputusan


harus dapat membuat preferensi dan memenuhi syarat kebalikan, yaitu apabila A
lebih disukai daripada B dengan skala x, maka B lebih disukai dari A dengan
skala 1/x.
2. Homogen (Homogenity), artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan
dengan skala terbatas atau dengan perkataan lain elemen-elemennya dapat
dibandingkan satu samalainnya. Bila aksioma ini tidak dipenuhi maka harus
dibentuk kelompok elemen yang baru.
3. Bebas (Independence), artinya preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan
bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatifalternatif yang ada, melainkan
oleh tujuan (Objective) keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa pola
ketergantungan dalam AHP adalah searah, yaitu perbandingan antara elemen-
elemen dalam satu tingkat dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen
yang ada di atasnya.

51
4. Harapan (Expectation), artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur
hirarkhi diasumsikan lengkap, bila asumsi tidak dipenuhi maka pengambil
keputusan tidak memakai seluruh kriteria dan atau tujuan yang tersedia atau
diperlukan sehingga keputusan yang diambil tidak lengkap.

Penyusunan hirarki dilakukan dengan cara menguraikan realitas menjadi kluster


yang homogen dan menguraikannya lagi menjadi bagian yang lebih kecil dan
seterusnya, sehingga banyak informasi yang dapat diintegrasikan ke dalam struktur
suatu masalah dengan demikian dapat terbentuk sistem keseluruhan yang lengkap.
Proses penyusunan hirarki secara praktis, adalah sebagai berikut:

1. Melakukan identifikasi tujuan secara keseluruhan atau sering disebut sebagai


“Goal”;
2. Menentukan kriteria-kriteria yang diperlukan atau kriteria yang sesuai dengan
tujuan keseluruhan (syarat atau kendala yang dapat menunjang goal);
3. Melakukan identifikasi alternatif-alternatif lengkap dengan atributnya.

Proses pemilihan alternatif kebijakan dengan metode AHP meliputi 15 langkah,


sebagai berikut:

1. Rumuskan masalah;
2. Letakkan masalah dalam konteks yang lebih luas, bila diperlukan letakkan dalam
sistem yang lebih besar termasuk pelaku, tujuannya dan hasil (outcome);
3. Identifikasi kriteria yang mempengaruhi perilaku masalah;
4. Strukturkan hirarki kriteria-kriteria tersebut, juga sub kriteria, properti (ukuran)
alternatif serta alternatifnya sendiri.
5. Pada kelompok-kelompok masalah, tingkatan (level) berhubungan dengan
lingkungan, pelaku, tujuan dan kebijakan pelaku, dan hasil (outcomes), yang
nantinya akan diperoleh outcome gabungan;
6. Untuk menghilangkan arti yang mendua agar hati-hati dalam mendefinisikan
setiap elemen dalam hirarki;
7. Penyusunan prioritas kriteria utama dengan memperhatikan pengaruhnya
terhadap tujuan keseluruhan (goal) yang dinamakan fokus;

52
8. Rumuskan pertanyaan untuk menyandingkan pembanding dengan jelas pada
setiap matriks, perhatian penuh pada orientasi setiap pertanyaan, sebagai contoh
biaya turun, keuntungan naik;
9. Penyusunan prioritas sub kriteria dengan memperhatikan kriteria yang
bersangkutan;
10. Masukan pendapat untuk menyandingkan pembanding dan dorong ke dalam
hubungan kebalikannya;
11. Menghitung prioritas dilakukan dengan cara menambahkan elemen-elemen pada
setiap kolom dan membagi setiap yang masuk dengan jumlah pada kolom.
Ratakan baris dari matriks yang dihasilkan dan akan diperoleh vektor prioritas;
12. Pada kasus skenario kalibrasikan variabel-variabel dalam skala –8 ke +8,
sebagaimana mereka berbeda dari sekarang yang diasumsikan dengan angka nol;
13. Komposisikan bobot dalam hirarki untuk memperoleh prioritas gabungan dan
nilai gabungan variabel yang secara kolektif mendefinisikan outcome (hasil)
gabungan;
14. Dalam kasus pemilihan dari sekian banyak alternatif, agar dipilih alternatif yang
memiliki prioritas tertinggi;
15. Dalam kasus alokasi sumberdaya, alternatif-alternatif biaya yang dikeluarkan,
hitung B/C ratio dan alokasi yang bersangkutan, baik secara penuh maupun
proporsional. Dalam masalah prioritas biaya alokasikan sumberdaya secara
proporsional ke prioritas-prioritas.

Dalam metode AHP dilakukan proses pengisian persepsi dalam suatu matriks
perbandingan, yang berdasarkan pada aksioma kebalikan (reciprocal), dalam pengisian
matriks tidak perlu mengisi semua elemen-elemen akan tetapi hanya sebagian saja,
untuk matriks berukuran n, pengambil keputusan cukup memberikan penilaian pada
matriks sebanyak n (n-1)/2. Setelah matriks tersebut diisi dan diperbandingkan,
selanjutnya dilakukan perhitungan bobot prioritas setiap elemen dalam matriks dengan
metode eigenvektor dan eigenvalue. Eigenvektor, adalah sebuah vektor yang apabila
dikalikan dengan sebuah matriks maka hasilnya adalah vektor itu sendiri. Sedangkan
eigenvalue, adalah sebuah vektor yang dikalikan dengan bilangan skalar.
Cara menghitung bobot prioritas dengan metode normalisasi, yaitu dengan
membagi setiap angka dalam suatu kolom dengan jumlah kolom tersebut, hal yang sama
dilakukan terhadap kolom lainnya. Angka-angka baru yang dihasilkan tersebut
53
dijumlahkan menurut baris. Selanjutnya dilakukan pembagian dari setiap total elemen
menurut baris dengan jumlah totalnya agar didapatkan prioritas terakhir setiap elemen
sama dengan total bobot prioritas sama dengan satu. Hasil akhir dari perhitungan bobot
prioritas tersebut merupakan suatu bilangan desimal dibawah satu (0,01 - 0,99),
dengan total prioritas semua elemen sebesar 1 (satu).
Nilai rasio konsistensi menurut Saaty (1980) tidak lebih dari 10 %, bila lebih dari
10% perlu dilakukan penyesuaian mengingat inkonsistensi yang tinggi memberikan
adanya kesalahan atau kekurangpahaman ekspert dalam memberikan penilaian. Dalam
mengukur konsistensi melalui dua tahap, yaitu mengukur konsistensi setiap matriks
perbandingan dan mengukur konsistensi seluruh hirarki. Setelah semua matriks diisi
lengkap dan diperiksa konsistensinya, maka langkah selanjutnya menentukan sintesa
akhir, yang dilakukan berdasarkan operasi perkalian antara matriks dan vektor. Operasi
perkalian dimulai dengan mengalikan matriks gabungan vektor prioritas dari level
terbawah dengan level di atasnya, kemudian hasilnya dikalikan lagi dengan level di
atasnya lagi, sampai akhirnya dikalikan dengan level yang paling atas (goal), dengan
metode eigenvektor maka hasil akhir perkalian tersebut merupakan vektor kolom
sebagai vektor prioritas dari tujuan akhir hirarki.
Dalam menentukan skala intensitas pentingnya suatu kegiatan diatas kegiatan
yang lainnya dilakukan dengan skala perbandingan, yaitu dengan skala nilai 1 sampai
dengan 9, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.5.

2.2.4 Konsep-Konsep Pengembangan Pariwisata


Pengembangan pariwisata harus merupakan pengembangan yang berencana
secara menyeluruh, sehingga dapat diperoleh manfaat yang optimal bagi masyarakat,
baik dari segi ekonomi, sosial dan kultural. Perencanaan tersebut harus
mengintegrasikan pengembangan pariwisata ke dalam suatu program pembangunan
ekonomi, fisik, dan sosial dari suatu negara. Disamping itu, rencana tersebut harus
mampu memberikan kerangka kerja kebijaksanaan pemerintah, untuk mendorong dan
mengendalikan pengembangan pariwisata.

Tabel 2.4 Skala Perbandingan Urutan Kegiatan


Intensitas
Definisi Penjelasan
Pentingnya
Dua kegiatan memberi kontribusi
1 Sama pentingnya
yang sama terhadap tujuan/ sasaran
54
Intensitas
Definisi Penjelasan
Pentingnya
Pengalaman dan pendapat sedikit
Pentingnya lemah dari satu
3 menyukai satu kegiatan di atas yang
diatas yang lain
lainnya
Pengalaman dan pendapat kuat
Esensial atau pentingnya
5 menyukai satu kegiatan di atas yang
kuat
lainnya
Suatu kegiatan disukai sangat kuat
Sangat kuat atau pentingnya diatas yang lain, kegiatan tersebut
7
dipertunjukkan dalam praktek dipertunjukkan
secara dominan
Suatu fakta menyukai satu kegiatan
diatas yang lain merupakan
9 Pentingnya mutlak
perintah yang paling mungkin dari
penegasan
Nilai-nilai menengah
2,4,6,8 (intermediate) antara nilai Bila kompromi diperlukan
skala yang berdekatan
Bila kegiatan i mempunyai
satu diatas nomor bukan
Kebalikan
angka nol ditandai bila
dari Perkiraan/ asumsi yang masuk di
dibandingkan dengan
diatas bukan akal
kegiatan j, kemudian j
angka nol
mempunyai nilai kebalikan
bila dibandingkan dengan i
Bila konsistensi menjadi pendorong
Perbandingan timbul dari
Rasional dengan mencari nilai-nilai numerik
skala
untuk membuat matriks

Konsep pengembangan kegiatan pariwisata harus diintegrasikan ke dalam pola


dan program pembangunan semesta ekonomi, fisik dan sosial sesuatu Negara, karena
pengembangan pariwisata saling berkait dengan sektor lain. Pengembangan pariwisata
diarahkan sedemikian rupa, sehingga dapat membawa kesejahteraan ekonomi yang
tersebar luas dalam masyarakat. Pengembangan pariwisata harus sadar lingkungan,
sehingga pengembangannya mencerminkan ciri-ciri khas budaya dan lingkungan alam
suatu negara, bukan merusak lingkungan alam dan budaya yang khas. Konsep
pengembangan pariwisata akan mempertimbangkan beberapa hal, antara lain:

a. Posisi daya tarik (Positioning)

55
b. Sinergi daya tarik wisata
c. Keselarasan antar sektor
d. Keselarasan lingkungan

Pertimbangan utama yang harus mendayagunakan pariwisata sebagai sarana


untuk memelihara kekayaan budaya, lingkungan alam dan peninggalan sejarah,
sehingga masyarakat sendiri menikmatinya dan merasa bangga akan kekayaannya itu.
Pengembangan pariwisata harus diarahkan sedemikian rupa, sehingga pertentangan
sosial dapat dicegah seminimal mungkin, sedapat mungkin harus menampakkan
perubahanperubahan sosial yang positif. Keseimbangan antara ekonomi, kehidupan dan
alam diperlukan untuk:

a. Meningkatkan pendapatan (standar hidup)


b. Penggunaan sumberdaya yang efektif (energy saving, recycling, dll)
c. Menjaga dan memperkaya lingkungan
d. Pengarahan amenity (leisure, comfort, contact with nature, dll)

Berdasarkan hal tersebut, beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan


dalam perumusan konsep pengembangan kawasan wisata di Kabupaten Muna Barat,
adalah sebagai berikut:

 Perlunya pemisahan zoning antara kawasan wisata dengan kegiatan lainnya.


Tujuannya, adalah untuk menghindari kesalahan penafsiran dalam pelaksanaan
rencana tata ruang di masa datang.
 Lahan yang saat ini mempunyai ikatan dengan kehidupan dan adat istiadat
masyarakat setempat harus dipertahankan keberadaannya. Tujuannya, adalah
untuk menghindari timbulnya benturan kepentingan antara pihak pelaksana
pembangunan dengan masyarakat.
 Lahan yang ekologinya diperkirakan tidak stabil dan menimbulkan dampak bagi
daerah sekitarnya atau lahan yang memerlukan kelestarian lingkungan
dibebaskan dari peruntukan kegiatan pembangunan dan diusulkan sebagai
kawasan konservasi dan preservasi. Tujuannya, adalah untuk mencegah
timbulnya ketidakseimbangan (mempertahankan keseimbangan) ekologi di
seluruh kawasan perencanaan.

56
 Dalam pengembangan kawasan wisata sebaiknya digunakan teknik konservasi
budaya, artinya melalui pengembangan pariwisata secara langsung dapat
membantu pelestarian atau bahkan menghidupkan kembali musik dan tarian
misalnya kerajinan tangan, pakaian daerah, upacara adat dan gaya arsitektur
daerah yang hampir punah.
 Pengembangan kawasan wisata dilakukan secara bertahap sesuai perkembangan
pasar dan keseimbangan masyarakatnya.

Untuk mencapai optimalisasi pemanfaatan ruang sesuai dengan peranan dan


fungsi yang diharapkan, batasan serta potensi yang terdapat di kawasan perencanaan,
maka konsepsi pengembangannya sebagai kawasan wisata didasarkan pada kriteria-
kriteria berikut:

 Kesesuaian lahan dan kemampuan lahan dalam mendukung pengembangan


kawasan wisata;
 Kebutuhan ruang dan komponen dalam menampung perkembangan kegiatan
pariwisata;
 Tingkat kemudahan hubungan intensitas kegiatan dan kecenderungan
perkembangan.

Konsep pengembangan kepariwisataan Kabupaten Muna Barat ini terkait dengan


potensi dan permasalahan pengembangan kepariwisataan dan isu-isu strategis
pengembangan kepariwisataan yang dihadapi.

A. Konsep Zonasi
Konsep zonasi ini memiliki tujuan untuk menjaga kelestarian sumberdaya yang
ada di dalamnya dan turut serta memelihara lingkungan agar berkelanjutan. Berkaitan
dengan konsep diatas, fasilitas yang merupakan faktor pendukung utama suatu atraksi
memerlukan penempatan yang baik. Dengan menggunakan konsep zonasi yang sesuai
dapat menciptakan suatu pengembangan atraksi wisata yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan.
Menurut Inskeep (1991:432), zonasi diciptakan/ dibuat dengan maksud untuk
membatasi daerah-daerah dengan jenis penggunaan lahan yang berbeda-beda sehingga
kepentingan masing-masing penggunaan lahan tidak bertabrakan dan lebih dapat
dikendalikan serta diawasi. Selain itu juga zonasi diperlukan sebagai suatu usaha

57
peminimalan dampak kerusakan yang mungkin ditimbulkan sebagai akibat adanya
kunjungan. Zonasi ini berguna dalam membagi konsentrasi pengunjung, sehingga tidak
terjadi konsentrasi di satu tempat yang dapat mengakibatkan kenyamanan pengunjung
menjadi berkurang.

1. Zona Inti, merupakan main attraction suatu ODTW ditempatkan dan aktivitas
utama harus dilengkapi pula dengan fasilitas utama.
2. Zona Penyangga, (Buffer Zone), berfungsi memisahkan main attraction dengan
aktivitas dan fasilitas pendukung.
3. Zona Pelayanan, suatu area dimana seluruh aktivitas dan fasilitas pendukung
dikelompokkan seperti jaringan infrastruktur dasar, akses fasilitas, pelayanan
pengunjung dan sebagainya.

Lebih jelas mengenai visualisasi konsep zonasi tersebut diatas dapat lihat pada
Gambar berikut.

Gambar 2.1 Konsep Zonasi

B. Konsep Aktivitas Wisata


Aktivitas wisata didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan wisata, baik berupa
atraksi atau events yang ditawarkan atau tersedia di suatu Objek wisata maupun
berupa kegiatan yang dapat dilakukan oleh wisatawan yang berkunjung. Jenis aktivitas
dapat ditentukan berdasarkan bentuk daya tarik dan potensi yang dimiliki oleh Objek
wisata tersebut (Inskeep, 1991).
Salah satu dari beberapa aktivitas standar wisata yang berbasiskan air yang
dikemukakan oleh Baud-bovy dan Lawson (1977), bukan hanya aktivitas berenang saja
58
yang dapat diterapkan. Selain itu ada juga aktivitas-aktivitas lain (Standards for Land-
Based Outdoor Recreational Activities) seperti: Pickniking parks, playing fields, open
space, commonstrail activities such as: hiking, walking, bicycling, and hore riding.
Miscellaneous recreational activities such as; outdoor sports (individualor team
games), climbing, hunting, shooting ranges and sport centres combined with multiple
indoor sports.

C. Konsep Fasilitas Wisata


Secara definitif, menurut Witt-Moutinho (1994:338) fasilitas ODTW yang kadang
juga diterminologikan sebagai amenities, adalah "segala unsurunsur yang terdapat di
suatu daerah tujuan wisata, atau yang berhubungan dengannya, yang dimungkinkan
digunakan bagi para pengunjung yang tidak hanya untuk sekedar tinggal dan
menikmati saja, tapi juga ikut berpartisipasi dalam ODTW atau atraksi tersebut."
Karakteristik ODTW yang mass tourism dengan area kepadatan medium dan tinggi,
menurut Baud-Bovy (101:1977) harus dilengkapi dengan fasilitas- fasilitas, sebagai
berikut:

a. Fully equipped picnic sites with car parking;


b. Grassed area for rest, sunbathing, family groups;
c. Limited camp sites (day and weekend use and for organised youth dubs, etc);
d. Catering, recreational and cultural facilities, zoological gardens, natural history
and local culture museum, etc;
e. Where posssible rivers or reservoir for fishing, swimming and other permitted
waterbased activities;
f. At a later phase the park may include open or enclosed swimming pools and spot
is fields for shows and competitions.

Atraksi wisata yang berkualitas harus didukung pula dengan adanya berbagai
fasilitas. Fasilitas wisata yang tersedia di suatu kawasan wisata merupakan faktor
pendukung terhadap daya tarik wisata yang dimiliki, sehingga keberadaan fasilitas
wisata yang fungsional dan berkualitas merupakan kondisi mutlak dalam pengelolaan
suatu usaha atraksi wisata. Kemudian dalam diktat MAW (2000:13) standar yang
terdapat dalam fasilitas wisata sangat berkaitan dengan fasilitas fisik yang tersedia di

59
kawasan wisata seperti: jumlah, jenis, kondisi atau kualitas dan daya tampung/
kapasitas dari fasilitas wisata tersebut.
Penyediaan jenis dan jumlah fasilitas wisata di suatu atraksi wisata harus
mempertimbangkan beberapa faktor, sebagai berikut:

 Karakteristik atraksl wisata;


 Profil pengunjung/ wisatawan;
 Referensi dan permintaan pasar wisata;
 Aktivitas wisata yang akan dilaksanakan oleh para pengunjung/wisatawan;
 Tingkat pengembangan pariwisata yang direncanakan;
 Dana pengembangan yang tersedia.

Hal ini juga didukung oleh pendapat Inskeep di bawah ini:

“The basic approach for planning of natural tourist attractions is application of the
environmental planning approach which emphasizes conservation of the natural
environment as well as designing visitor facilities and organizing visitor use that fit well
into the environment and do not degrade it" (1991:272).
Menurut Inskeep pula bahwa konservasi ini diterminologikan sebagal
"Management Plan”, dimana hal tersebut memiliki konsep manajemen yang selalu
berkesinambungan sehingga pariwisata yang ada didalamnya dapat mendukung fungsl
konservasi dan diantara keduanya bisa saling terlaksana seiring sejalan (1991:272).
Mengacu pada prinsip-prinsip perencanaan, khususnya dalam perencanaan zonasi,
maka perlu dilakukan suatu penetapan perencanaan dan desain berbagai fasilitas yang
dibutuhkan atau sesuai dengan natural attraction resources.
Fasilitas yang disediakan di dalam suatu kawasan wisata sangat dibutuhkan
wisatawan/ pengunjung untuk mendukung aktivitas pengunjung selama pengunjung
menikmati atraksi wisata yang ada.

D. Konsep Pengembangan Daya Tarik Utama

Pengembangan daya tarik utama bagi para wisatawan diarahkan dengan


menjadikan pantai sebagai daya tarik utama (focus of interst) dengan didorong oleh
jenis-jenis produk lainnya seperti unsur penunjang (enrichment factor). Faktor yang
dapat dijadikan unsur penunjang, adalah sebagai berikut (lihat pada Gambar 2.2):

60
Gambar 2.2 Klasifikasi Wisata Berdasarkan UU No 10 Tahun 2009

E. Konsep Diversifikasi Daya Tarik


Di samping penetapan ciri daya tarik utama tersebut, dapat juga dikembangkan
suatu ciri daya tarik berbeda yang dimaksudkan sebagai diversifikasi produk.
Pengembangan ini dilakukan secara terbatas karena bukan merupakan bagian dari
konsentrasi pengembangan yang akan dijalankan. Melihat kondisi alam yang banyak
diantaranya masih asli, dapat diperkenalkan jenis wisata ekowisata. Jenis wisata ini
pada umumnya diminati oleh jumlah wisatawan yang terbatas jumlahnya.
Ekowisata adalah jenis kegiatan wisata yang lebih banyak mengandalkan kepada
daya tarik alam yang ada dan hanya sesedikit mungkin menampilkan segala sesuatu

61
yang sifatnya buatan manusia, baik untuk daya tariknya maupun fasilitas-fasilitas
wisata. Ekowisata dikembangkan menjadi daya tarik minor atau yang jumlahnya hanya
sedikit, dan disisi lain tidak perlu dilakukan banyak upaya untuk mengembangkan
kegiatan ini.

F. Konsep Struktur Tata Ruang


Sesuai dengan kaidah perencanaan yang baik, penataan suatu wilayah harus
mempertimbangkan unsur-unsur keterpaduan dan menyeluruh (holistik). Berdasarkan
hal itu, upaya pengembangan kegiatan pariwisata di Kabupaten Muna Barat harus
dilakukan dengan memandang Kabupaten Muna Barat sebagai suatu satuan wilayah
pengembangan. Implikasinya adalah semua komponen penunjang ditata sebagai satu
kesatuan yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Penetapan struktur ruang merupakan penjabaran spasial dari strategi
pengembangan yang diambil dan dimaksudkan untuk:

1. Memaksimalkan peluang kedatangan wisatawan melalui penciptaan


kemudahan kunjungan;
2. Mengefektifkan upaya pengembangan kegiatan pariwisata melalui aglomerasi-
aglomerasi kegiatan dan alokasi fasilitas penunjang secara efisien;
3. Meningkatkan citra daya tarik wisata Kabupaten Muna Barat melalui sediaan
produk yang menarik, serta pelayanan yang berkualitas;
4. Memberi kejelasan kepada berbagai pihak terkait dengan industri pariwisata
dan menyelaraskan dengan rencana pengembangan sektor-sektor kegiatan
lainnya.

Terdapat 3 unsur strategis yang ditetapkan untuk membentuk struktur ruang


kegiatan, yaitu:

1. Simpul-Simpul Pengembangan, yang merupakan cluster-cluster daya tarik


wisata, berfungsi sebagai suatu kesatuan wilayah pengembangan kegiatan
wisata dimana di dalamnya:
 Terdapat kumpulan berbagai objek/ daya tarik wisata
 Sebagai pusat pelayanan kepada wisatawan
 Sebagai tempat pengembangan usaha-usaha pariwisata

62
Sebagai pusat pelayanan kepada wisatawan, pada tiap Simpul Pengembangan
harus memiliki fasilitas pelayanan yang bersifat menunjang aktivitas wisata,
yaitu:
 Akomodasi
 Logistik
 Transportasi
 Informasi dan komunikasi
 Rekreasi

Simpul pengembangan dengan demikian merupakan suatu kutub pertumbuhan


kegiatan pariwisata dan suatu wilayah. Sebagai kutub pertumbuhan, tidak
diberikan suatu batasan wilayah yang tegas, sebaliknya diharapkan kutub
tersebut akan terus membesar sejauh hal itu memberi keuntungan kepada
wilayah secara keseluruhan. Simpul pengembangan juga bukan merupakan
suatu alokasi wilayah yang secara eksklusif hanya diperuntukan bagi
pengembangan kegiatan tertentu.

2. Pintu Gerbang Wilayah, sesuai dengan namanya, akan menjadi tempat keluar-
masuknya wisatawan dari dan ke suatu wilayah. Penetapan suatu titik sebagai
pintu gerbang adalah bersangkut-paut dengan ketersediaan prasarana
perhubungan antar wilayah serta posisi wilayah-wilayah luar yang akan
dipandang menjadi sumber wisatawan.
Pintu gerbang wilayah juga menjadi titik lokasi yang memberi kesadaran
kepada wisatawan mengenai identitas dari suatu wilayah yang akan dimasuki.
Dengan demikian pintu gerbang dapat juga berfungsi memberikan citra/
impresi mengenai suatu wilayah kepada wisatawan yang datang, sebagai "kesan
pertama" yang akan membantu wisatawan dalam mengapresiasi berbagai daya
tarik yang ada di dalam wilayah tersebut.

3. Koridor Penghubung, berfungsi menjadi jalur pergerakan wisatawan sejak


kedatangan dan pergerakan antar simpul pengembangan. Jika pada masing-
masing simpul pengembangan pergerakan wisatawan merupakan perjalanan
jarak pendek, yaitu dari tempat akomodasi ke berbagai lokasi objek wisata dan
daya tarik lainnya, maka pergerakan Wisatawan di Koridor Penghubung

63
merupakan suatu perjalanan jarak jauh. Perbedaan sifat perjalanan ini
memerlukan jenis pelayanan yang berbeda.

Gambar 2.3 Konsep Struktur Tata Ruang Pariwisata

G. Konsep Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan


Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan, adalah pembangunan yang
didukung secara ekologis dalam jangka panjang, sekaligus layak secara ekonomi, adil
secara etika dan sosial. Potensi sumber daya wisata Kabupaten Muna Barat sekaligus
potensi pasar wisatawan yang tersebar tidak merata di wilayah Muna Barat, serta
kondisi lingkungan fisik, sosial, budaya, maupun ekonomi yang beragam menyebabkan

64
pengembangan pariwisata yang sesuai dengan kerangka pembangunan berkelanjutan
menjadi tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Pengembangan kepariwisataan harus disesuaikan dengan daya dukung spesifik
untuk tiap-tiap wilayahnya. Pembangunan pariwisata Kabupaten Muna Barat yang
berkelanjutan berprinsip pada:

1. Terjaminnya keberlanjutan sumber daya wisata dan sumber daya pendukung


pembangunan pariwisata Muna Barat untuk kesejahteraan masyarakat;
2. Terintegrasinya pembangunan kepariwisataan Muna Barat dengan lingkungan
alam, budaya, dan manusia, serta menjamin perubahan yang terjadi akibat
pembangunan pariwisata dapat diterima oleh lingkungan;
3. Terpadunya perencanaan dan pengembangan pariwisata yang disusun
pemerintah dan otoritas yang berwenang dengan seluruh stakeholders
pariwisata Muna Barat.

H. Konsep Keterkaitan Antarsektor dalam Pengembangan Pariwisata


Pengembangan wilayah melihat sektor-sektor sebagai suatu sistem yang saling
berkaitan. Sektor ekonomi yang utama di suatu wilayah perlu dikembangkan dalam
kerangka saling melengkapi dan mendukung dengan sektor lain. Pariwisata sangat
multisektoral dan tidak dapat maju dan berkembang dengan sendirinya tanpa
dukungan dari sektor lain. Di lain pihak, sektor lain pun dapat memanfaatkan
pariwisata untuk bersinergi secara positif sehingga saling mendukung dan
menguntungkan. Dengan kreativitas dan inovasi perencanaan, pariwisata dapat
dikembangkan seiring dengan sektor lainnya tanpa harus memunculkan konflik. leh
karena itu pengembangan pariwisata Kabupaten Muna Barat, harus:

1. Dikaitkan dan diselaraskan dengan sektor ekonomi dasar yang berkembang atau
berpotensi di daerah yang bersangkutan, misalnya pengembangan wisata agro
perkebunan teh di kawasan kebun teh;
2. Secara kreatif menggali potensi, baik yang tangible (teraba) maupun intagible
(tak teraba) dari potensi sumber daya sektor-sektor di wilayah;
3. Bekerjasama dan berkoordinasi dengan sektor lain dalam berbagai tahapan
perencanaan, implementasi dan pengawasan pembangunan serta dengan jelas
menguraikan ’siapa melakukan apa’ di antara sektor-sektor yang ada dalam

65
pemerintahan, industri pariwisata, masyarakat, dan stakeholders pariwisata
lainnya.

Dengan konsep ini pariwisata menjadi alat pemersatu sektor-sektor


pembangunan wilayah dan mengurangi potensi konflik antar kepentingan.

I. Konsep Hirarki dan Penjenjangan Pariwisata


Kapasitas masyarakat untuk berpariwisata berbeda-beda karena adanya
perbedaan kemauan dan kemampuan (fisik, ekonomi), dan heterogenitas masyarakat
Indonesia pada umumnya. Dengan pertimbangan tersebut maka diperlukan konsep
stratifikasi atau penjenjangan, yang membagi pengembangan kawasan wisata menurut
jangkauan atau skala jangkauan, baik fisik maupun ekonomi. Konsep penjenjangan
dalam pengembangan pariwisata Muna Barat, dilakukan dengan:

1. Membagi skala pengembangan kawasan wisata menjadi skala lokal yang


melayani pengunjung lokal (recreationist), skala kabupaten/kota yang melayani
wisatawan luar kota weekenders dan/ atau liburan pendek, dan skala provinsi
serta skala nasional dan skala internasional untuk melayani wisatawan regional.
2. Membedakan bentuk pengembangan pariwisata suatu wilayah tergantung pada
karakteristik potensial untuk setiap skala yang dimiliki.

Dengan konsep penjenjangan ini maka pengembangan kawasan wisata akan


memiliki perbedaan skala dan prioritas pengembangan.

66

Anda mungkin juga menyukai