Anda di halaman 1dari 4

Sejarah dan perkembangan desentralisasi

Pengertian
Pasal 1 UU No. 32 Tahun 2004, desentralisasi adalah penyerahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem NKRI.
Pasal 1 UU No, 23 Tahun 2014, desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan
oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi.

Dari pasal di atas, menurut saya, desentralisasi adalah pelimpahan otoritas kepala
daerah dari pemerintah pusat untuk mengatur daerahnya sesuai UUD 1945.

Lalu, bagaimana sejarahnya?


Kembali pada masa kolonial. Akhir abad ke-19 keadaan daerah-daerah di Hindia
Belanda diperhatikan oleh pemerintah Belanda karena mereka sadar bahwa eksploitasi
yang mereka lakukan sangat menguntung bagi negerinya. Hindia Belanda diatur
Belanda langsung dan kebijakan yang berlaku saat itu bergantung pada kondisi politik
Belanda. Karena Hindia Belanda hanya sebagai komoditas yang menguntungkan,
timbul ketakutan akan lepasnya Hindia Belanda dari tangan Belanda dan harus
diterapkan sistem pemerintahan yang baru.

Sistem pemerintahan di Hindia Belanda diatur berdasarkan UU Belanda (Regerings


Reglement). 1 Mei 1855, beralaskan Pasal 71 RR pemerintah di Hindia Belanda
dijalankan secara sentralis, segala sesuatu diatur oleh pusat dan dijalankan oleh
pemerintah pusat bahkan masalah lokal yang bersifat sederhana tetap menjadi
kewenangan pusat. Karena tugas pusat membludak, daerah-daerah di Hindia Belanda
tidak mendapat perhatian dari pemerintah pusat di Batavia.

Perubahan sistem pemerintahan di Hindia Belanda menjadi daerah otonom selain


diusulkan para anggota parlemen Belanda juga berasal dari Hindia Belanda sendiri
karena kompleksnya urusan lokal dan sederhana karena adanya perubahan sistem
perekonomian yang awalnya diatur oleh pemerintah kemudian pada masa sistem liberal
pihak swasta diberikan kesempatan untuk menanamkan modal, memicu banyak
perusahaan swasta yang dibuka.

Menanggapi desakan diadakannya desentralisasi, dibuatlah RUU desentralisasi. Pada


tahun 1901 Ratu Wilhelmina merencanakan pelaksanaan Politik Etis di negeri jajahan,
Hindia Belanda bukan lagi daerah yang menguntungkan tetapi perlu dikembangkan
sehingga terpenuhi kebutuhannya. Terdapat dua perubahan administratif, pertama tahun
1901 pemerintah Hindia Belanda mengizinkan Politik Etis sebagai UU baru di koloni,
memungkinkan perencanaan administrasi dan keruangan kota. Kedua kemungkinan
daerah di Hindia Belanda diberi otoritas sebagai Gemeente (kotamadya, pemimpinnya
burgemeester/walikota).

Pada tahun 1903, menteri koloni parlemen Belanda mengajukan RUU desentralisasi
yang sebelumnya selalu dijadikan perdebatan karena setting politik pada saat itu sangat
anti-desentralisasi. Lalu usulannya untuk diadakan perubahan terhadap Pasal 68 RR
1854 dengan menambah Pasal 68a-68c yang memberi kesempatan untuk membentuk
daerah otonom berhasil dan diterima. Pasal tersebut bermaksud untuk memberikan
kejelasan bahwa daerah otonom mengelola keuangan mandiri terpisah dari pusat.
Usulan UU` ini disebut sebagai Decentralisatie Wet 1903. Desentralisasi mencakup tiga
hal yaitu pendelegasian kekuasaan pemerintah pusat di Belanda ke Hindia Belanda,
menciptakan lembaga otonom yang mengatur urusan sendiri dan memisahkan keuangan
negara dengan keuangan pribadi.

Hestiliani, T. (2019). Decentralisatie Wet van nederland indies 1903. ISTORIA: Jurnal
Pendidikan Dan Ilmu Sejarah, 15(2). https://doi.org/10.21831/istoria.v15i2.27389
(Masa pendudukan Jepang, politik desentralisasi diterapkan per kekuasaan wilayah di
Indonesia ke dalam wilayah kekuasaan militer, adanya Osamu Seirei atau UU No. 27
Tahun 1941 mengatur tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah.)

-Notes: gue galau ini perlu dimasukin atau enggak. Ada yang bilang kalau pas
Jepang, indonesia balik ke sentralisasi dan militerisasi, ada yang bilang kalau
mereka gak gitu ikut campur. Tapi local raad (dewan) dibubarkan sama Jepang).

Perkembangan desentralisasi Indonesia


Kemerdekaan
Pasal 18 UUD 1945 menyatakan bahwa daerah Indonesia terbagi dalam daerah bersifat
otonom. Ketua PPKI Ir. Soekarno dalam pengantarnya tentang pasal pemerintahan
daerah berkata “Tentang pemerintahan daerah, di sini hanya ada satu pasal yang
berbunyi pemerintah daerah disusun dalam Undang-Undang”. Dasar-dasar yang telah
digunakan untuk negara itu harus dipakai untuk pemerintahan daerah juga, harus
bersifat permusyawaratan, harus ada DPD dan daerah-daerah istimewa diindahkan dan
dihormati.

Serikat
Beberapa daerah menunjukan eksistensi kedaerahan yang mengancam Indonesia sesuai
dengan rencana Belanda. Pasca kembali dalam kesatuan, pemerintah pusat
menggabungkan Aceh dengan provinsi Sumatera utara yang berbeda. Menjadi
kekecewaan awal yang membuat Aceh mengkonsolidasi diri dalam bentuk tuntutan
merdeka (berhubungan dengan GAM).

Orba
Politik lebih stabil, peraturan menggunakan UU No. 5 Tahun 1974 yang menegaskan
bahwa Indonesia desentralis namun dasarnya menerapkan sentralis. Daerah-daerah yang
memiliki kekhususan yaitu DKI Jakarta, DI Nanggroe Aceh Darussalam dan DI
Yogyakarta. Penyebutan daerah istimewa didasarkan UU pembentukan masing-masing
daerah di tahun 1950.
Pasca 1998
Perubahan arus demokrasi dan reformasi hubungan pusat-daerah, desentralisasi tidak
bisa dipisahkan dengan demokrasi. Agar proses demokrasi dapat berlangsung harus
dilakukan dengan memberikan ruang bagi daerah untuk mewujudkan visi misi
daerahnya.

Kurniawan, B. A. (2008). Desentralisasi Asimetris di Indonesia - Bayu Dardias


Kurniadi. Retrieved March 8, 2022, from
https://bayudardias.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/2008/06/Desentralisasi-Asim
etris-di-Indonesia-LAN-Bdg-26112012.pdf

Anda mungkin juga menyukai