Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“SEJARAH DAN PERKEMBANGAN DESENTRALISASI”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Otonomi Daerah

Dosen pengampu : Qotrun Nida S. H.,M.H

DISUSUN OLEH :

1. Ghina Raudhatul Janah ( 1111200017 )


2. Nur Almi Amalia ( 1111200025 )
3. Muhammad Alfrido Husein ( 1111200040 )
4. Nabila Feranizar ( 1111200041 )

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah senantiasa melimpahkan Rahmat dan
Hidayah- Nya sehingga kita semua dalam keadaan sehat walafiat dalam menjalankan aktifitas
sehari-hari. Tidak lupa shalawat serta salam kami curahkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah kepada kita semua dan
syafaatnya yang kita nantikan kelak.

Penulis juga mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan dalam menyelesaikan makalah “Sejarah dan Perkembangan Desentralisasi”
sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan tepat waktu. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Otonomi Daerah di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Pada kesempatan ini, penulis berharap makalah ini dapat menambah informasi bagi pembaca.

Demikian yang dapat disampaikan, penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih
jauh dari sempurna karena masih banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, demi kesempurnaan
makalah ini.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tangerang, 08 Maret 2022

` Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

BAB I 3

PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penulisan 4
1.4 Metode Penulisan 5

BAB II 6

PEMBAHASAN 6
Definisi Desentralisasi 6
2.1.2 Definisi Desentralisasi Menurut Para Ahli 6
2.2 Bentuk Desentralisasi 7
2.3 Sejarah Desentralisasi 8
2.4 Perkembangan Desentralisasi Di Indonesia 11

BAB III 14

PENUTUP 14
3.1 Kesimpulan 14

DAFTAR PUSTAKA 15

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara kesatuan, atau dikenal dengan sebutan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) yang ditegaskan dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (1). Indonesia
menganut asas desentralisasi, dengan sistem otonomi daerah. Desentralisasi adalah
pembentukan daerah otonom dengan kekuasaan kekuasaan tertentu dan bidang-bidang
kegiatan tertentu yang diselenggarakan berdasarkan pertimbangan, inisiatif dan administrasi
sendiri sehingga akan dijumpai proses pembentukan daerah yang berhak mengatur
kepentingan daerahnya. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004,
desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan indonesia, Desentralisasi
akhir-akhir ini sering kali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya
desentralisasi sekarang menyebabkan paradigma pemerintahan di indonesia. dalam definisi
dari desentralisasi itu sendiri bahwa desentralisasi berhubungan dengan otonomi daerah.
Sebab otonomi daerah merupakan kewenangan suatu daerah untuk menyusun,mengatur dan
mengurus daerahnya sendiri tanpa ada campur tangan serta bantuan dari pemerintah pusat.
Lahirnya konsep desentralisasi merupakan upaya mewujudkan suatu pemerintahan yang
demokratis dan mengakhiri pemerintahan yang sentralistik. Pemerintah sentralistik menjadi
tidak populer karena telah dinilai tidak mampu memahami dan memberikan penilaian yang
tepat atas nilai-nilai yang hidup dan berkembang di daerah.
Desentralisasi dapat menumbuhkan demokrasi dan partisipasi warga dalam segenap
aktivitas pembangunan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesetaraan antar golongan,
memperluas keadilan sosial dan memperbaiki kualitas kehidupan rakyat, pembangunan
merupakan suatu masyarakat atau sistem sosial yang membawa perubahan dan peningkatan
keadaan dari yang memiliki corak sederhana ketingkatan yang lebih maju. Dengan adanya
desentralisasi dapat meringankan beban pekerjaan yang ada di pemerintah pusat, sehingga
pekerjaan dapat dialihkan kepada pemerintah daerah. Supaya dalam penyelenggaraan suatu
pemerintahan, tidak terjadi penumpukan kekuasaan pada salah satu pihak saja. Tujuan

3
desentralisasi itu agar terwujudnya suatu pemerintahan yang demokratis melalui pelayanan
masyarakat yang efektif, efisien dan ekonomis. Pemerintah pusat memang mempunyai
wewenang untuk menyerahkan sebagian dari kekuasaannya kepada pemerintah daerah,
namun, tanggung jawab akhir penyelenggaraan pemerintahan daerah tetap berada di tangan
pemerintah pusat sebagai pemegang kekuasaan. Negara kesatuan mempunyai dua bentuk,
yakni negara kesatuan yang menggunakan sistem sentralisasi, dan sistem desentralisasi.
Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi, bisa kita lihat apabila seluruh urusan negaranya
langsung dikendalikan dan diatur oleh pemerintah pusat, yang diikuti wilayah daerah.
Sementara itu, negara kesatuan dengan desentralisasi adalah pemerintahnya memberikan
kewenangan kepada daerah, untuk mengatur suatu rumah tangganya sendiri atau daerah
otonom.

1.2 Rumusan Masalah


Dengan pemaparan latar belakang diatas, maka dapat dibuat beberapa rumusan masalah
diantaranya yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan Desentralisasi?
2. Apa saja bentuk dari Desentralisasi itu sendiri?
3. Bagaimana Sejarah Desentralisasi di Indonesia?
4. Bagaimana Proses Perkembangan Desentralisasi di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun Tujuan penulisan dalam pembuatan makalah diantaranya yaitu:
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari Desentralisasi itu sendiri
2. Untuk mengetahui dan memahami bentuk- bentuk dari Desentralisasi
3. Untuk mengetahui dan memahami mengenai sejarah Desentralisasi di Indonesia
4. Untuk mengetahui dan memahami sejauh manakah perkembangan Desentralisasi
di Indonesia

4
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan penulis dalam makalah ini adalah metode menelaah
kepustakaan berupa jurnal dan menggunakan media internet. Yang mana hasil pencarian di
internet dan jurnal sebagai bahan referensi dimana penulis mencari literatur yang sesuai
dengan materi yang dikupas dalam makalah ini dan penulis menyimpulkannya dalam
bentuk makalah.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Desentralisasi


Menurut Pasal 1 UU No. 32 Tahun 2004, desentralisasi adalah penyerahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem NKRI. Sedangkan berdasarkan Pasal 1 UU No, 23 Tahun 2014,
desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah
otonom berdasarkan asas otonomi. Dari pasal di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
desentralisasi merupakan pelimpahan otoritas kepala daerah dari pemerintah pusat untuk
mengatur daerahnya sesuai UUD 1945.

Membahas tentang desentralisasi pastinya sudah dan akan berhubungan langsung


dengan transfer kekuasaan dan kewenangan dari level pemerintahan yang tinggi kepada
yang lebih rendah dalam suatu sistem pemerintahan. Selain itu desentralisasi juga dapat
dihubungkan dengan berbagai sektor serta mekanisme dari sebuah sistem pemerintahan,

Dengan demikian konsep desentralisasi secara umum diberi karakteristik sebagai


pemindahan tugas-tugas, dan kekuatan politik pada level menengah (regions) dan level yang
lebih rendah (communities) dalam kerangka hubungan yang sekooperatif mungkin1

2.1.2 Definisi Desentralisasi Menurut Para Ahli


Beberapa ahli juga memberikan pendapatnya mengenai Desentralisasi, diantaranya
sebagai berikut :

a) Irawan Soejipto
Menurut Irawan Soejipto, definisi desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan
pemerintah kepada pihak lain untuk dilaksanakan. Desentralisasi merupakan suatu
sistem yang digunakan dalam bidang pemerintahan merupakan kebalikan dari
sentralisasi.

1
Sait Abdullah, M. Pol Admin. 2005. “ Desentralisasi: Konsep, Teori dan Perdebatannya”. Jurnal Desentralisasi. Vol.6. No.4. Hlm. 58.

6
b)  Henry Maddick (1963)
Pengertian desentralisasi menurut pendapat dari Henry Maddick adalah
penyerahan kekuasaan secara hukum untuk dapat menangani bidang-bidang atau
fungsi-fungsi tertentu kepada daerah otonom.

c) Rondinelli, Nellis, dan juga Chema (1983)


Desentralisasi merupakan penciptaan atau penguatan, baik itu dari segi keuangan
maupun hukum, kepada unit-unit pemerintahan subnasional yang
penyelenggaraannya secara bersifat substansial berada diluar kontrol langsung
dari pemerintah pusat.

2.2 Bentuk Desentralisasi


Aneka bentuk desentralisasi pada dasarnya dapat dibedakan menurut tingkat peralihan
kewenangan. Kewenangan untuk merencanakan, memutuskan, dan mengatur dari
pemerintahan pusat ke lembaga-lembaga yang lain. Terdapat empat bentuk utama
desentralisasi, diantaranya yaitu :

⮚ Dekonsentrasi
⮚ Delegasi ke lembaga-lembaga semi-otonom atau antar daerah,
⮚ Pelimpahan kewenangan (devolusi) ke pemerintah daerah
⮚ Peralihan fungsi dari lembaga-lembaga negara ke lembaga swadaya masyarakat.

Pertama, dekonsentrasi mencakup redistribusi tanggung jawab administratif hanya di


dalam badan pemerintahan pusat. Kedua, delegasi kewenangan untuk mengambil
keputusan dan manajemen atas fungsi-fungsi khusus kepada lembaga-lembaga yang tidak
berada di bawah kontrol langsung kementerian pemerintah pusat. Ketiga, bentuk
desentralisasi yang lain berupaya menciptakan atau memperkokoh tingkat atau
satuan-satuan pemerintah independen melalui devolusi peran dan kewenangan.2 Dan yang
keempat Hal ini juga biasa disebut dengan privatisasi, yang berarti sebagai segala sesuatu

2
Ni’matul Huda, “Problematika Pembatalan Peraturan Daerah” Hlm 32

7
yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, serta tanggung jawab administrasi
tertentu diserahkan otoritas dan kekuasaannya kepada organisasi swasta.3

2.3 Sejarah Desentralisasi


Terdapat beberapa masa dimana Desentralisasi itu sendiri dapat terbentuk, yang akan
dijelaskan secara rinci diantaranya seperti dibawah ini :

a) Masa Kolonial

Akhir abad ke-19 keadaan daerah-daerah di Hindia Belanda diperhatikan oleh


pemerintah Belanda karena mereka sadar bahwa eksploitasi yang mereka lakukan
sangat menguntung bagi negerinya. Hindia Belanda diatur Belanda langsung dan
kebijakan yang berlaku saat itu bergantung pada kondisi politik Belanda. Karena
Hindia Belanda hanya sebagai komoditas yang menguntungkan, timbul ketakutan
akan lepasnya Hindia Belanda dari tangan Belanda dan harus diterapkan sistem
pemerintahan yang baru.

Sistem pemerintahan di Hindia Belanda diatur berdasarkan UU Belanda (Regerings


Reglement). 1 Mei 1855, beralaskan Pasal 71 RR pemerintah di Hindia Belanda
dijalankan secara sentralis, segala sesuatu diatur oleh pusat dan dijalankan oleh
pemerintah pusat bahkan masalah lokal yang bersifat sederhana tetap menjadi
kewenangan pusat. Karena tugas pusat membludak, daerah-daerah di Hindia Belanda
tidak mendapat perhatian dari pemerintah pusat di Batavia.

Perubahan sistem pemerintahan di Hindia Belanda menjadi daerah otonom selain


diusulkan para anggota parlemen Belanda juga berasal dari Hindia Belanda sendiri
karena kompleksnya urusan lokal dan sederhana karena adanya perubahan sistem
perekonomian yang awalnya diatur oleh pemerintah kemudian pada masa sistem
liberal pihak swasta diberikan kesempatan untuk menanamkan modal, memicu banyak
perusahaan swasta yang dibuka.

3
Sella Melati 2021. “Pengertian,tujuan serta kelebihan dan kekurangan desentralisasi”.
https://www.linovhr.com/desentralisasi/. Diakses pada 8 maret 2022 pukul 13.00 WIB

8
Menanggapi desakan diadakannya desentralisasi, dibuatlah RUU desentralisasi. Pada
tahun 1901 Ratu Wilhelmina merencanakan pelaksanaan Politik Etis di negeri jajahan,
Hindia Belanda bukan lagi daerah yang menguntungkan tetapi perlu dikembangkan
sehingga terpenuhi kebutuhannya. Terdapat dua perubahan administratif, pertama
tahun 1901 pemerintah Hindia Belanda mengizinkan Politik Etis sebagai UU baru di
koloni, memungkinkan perencanaan administrasi dan keruangan kota. Kedua
kemungkinan daerah di Hindia Belanda diberi otoritas sebagai Gemeente (kotamadya,
pemimpinnya burgemeester/walikota).

Pada tahun 1903, menteri koloni parlemen Belanda mengajukan RUU desentralisasi
yang sebelumnya selalu dijadikan perdebatan karena setting politik pada saat itu
sangat anti-desentralisasi. Lalu usulannya untuk diadakan perubahan terhadap Pasal
68 RR 1854 dengan menambah Pasal 68a-68c yang memberi kesempatan untuk
membentuk daerah otonom berhasil dan diterima. Pasal tersebut bermaksud untuk
memberikan kejelasan bahwa daerah otonom mengelola keuangan mandiri terpisah
dari pusat. Usulan UU` ini disebut sebagai Decentralisatie Wet 1903. Desentralisasi
mencakup tiga hal yaitu pendelegasian kekuasaan pemerintah pusat di Belanda ke
Hindia Belanda, menciptakan lembaga otonom yang mengatur urusan sendiri dan
memisahkan keuangan negara dengan keuangan pribadi.

Selain itu sejarah desentralisasi di Indonesia pun mengalami beberapa permasalahan


yang harus dihadapi, Sejak selesainya masa jabatan Presiden Soeharto pada tahun
1988, demokrasi telah menjadi isu besar di Indonesia. Pemisahan Timor-timur dari
wilayah NKRI, tuntutan kemerdekaan dari beberapa provinsi seperti Papua, Aceh dan
Riau telah membawa dampak yang sangat besar terhadap kebutuhan membentuk suatu
sistem pemerintahan yang demokratis.

Sistem desentralisasi terdahulu yang termuat dalam UU No. 5 tahun 1974 terwarnai
oleh ketidakseimbangan kekuasaan dan kewenangan antara pemerintah pusat dan
daerah. Pada waktu itu pemerintah pusat secara eksesif mengintervensi kebijakan
otonomi daerah tidak hanya pada tahapan formulasi dan implementasi tapi juga
tahapan evaluasi kebijakan.

9
Mengikuti era transisi pemerintahan, pergerakan kemerdekaan dari beberapa propinsi
dan tuntutan dari pemerintah daerah atas otoritas yang lebih luas, pemerintah
Indonesia mengeluarkan kebijakan otonomi daerah yang tertera dalam UU No
22/1999. Kebijakan otonomi daerah yang secara efektif diterapkan pada tahun 2001
tersebut, pada prinsipnya memberikan peranan yang lebih luas kepada pemerintah
daerah dalam mengelola urusan pemerintahan dan pelayanan publik kecuali
urusan-urusan pertahanan-keamanan, politik luar negeri, kebijakan-kebijakan fiskal
dan moneter, kejaksaaan dan agama yang sebagaimana tercantum pada UU No. 22
Tahun 1999.

Menurut Undang-Undang N0. 22 Tahun 1999 Tujuan utama dari kebijakan otonomi
daerah adalah untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, membentuk potensi dan
kreativitas masyarakat dan untuk meningkatkan partisipasi publik dalam
pembangunan daerah. Terlebih tujuan otonomi daerah untuk membawa pemerintah
lebih dekat kepada publik sehingga pelayanan publik oleh pemerintah daerah lebih
efektif dan efisien dan untuk mengembalikan kodrat daerah yang selama ini telah
terlalu didominasi pemerintah pusat.4

b) Masa Pendudukan Jepang

Politik Desentralisasi diterapkan per kekuasaan wilayah di Indonesia ke dalam


wilayah kekuasaan militer, adanya Osamu Seirei atau UU No. 27 Tahun 1941
mengatur tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah.5

4
Sait Abdullah, M. Pol Admin. 2005. “ Desentralisasi: Konsep, Teori dan Perdebatannya”. Jurnal Desentralisasi. Vol.6.
No.4. Hlm. 57.
5
Hestiliani, T. (2019). Decentralisatie Wet van nederland indies 1903. ISTORIA: Jurnal Pendidikan Dan Ilmu Sejarah,
15(2). https://doi.org/10.21831/istoria.v15i2.27389

10
2.4 Perkembangan Desentralisasi Di Indonesia
Kemudian Desentralisasi mengalami beberapa perkembangan diantaranya yaitu :

a) Masa Kemerdekaan

Pasal 18 UUD 1945 menyatakan bahwa daerah Indonesia terbagi dalam daerah
bersifat otonom. Ketua PPKI Ir. Soekarno dalam pengantarnya tentang pasal
pemerintahan daerah berkata “Tentang pemerintahan daerah, di sini hanya ada satu
pasal yang berbunyi pemerintah daerah disusun dalam Undang-Undang”. Dasar-dasar
yang telah digunakan untuk negara itu harus dipakai untuk pemerintahan daerah juga,
harus bersifat permusyawaratan, harus ada DPD dan daerah-daerah istimewa
diindahkan dan dihormati.

b) Serikat

Beberapa daerah menunjukan eksistensi kedaerahan yang mengancam Indonesia


sesuai dengan rencana Belanda. Pasca kembali dalam kesatuan, pemerintah pusat
menggabungkan Aceh dengan provinsi Sumatera Utara yang berbeda. Menjadi
kekecewaan awal yang membuat Aceh mengkonsolidasi diri dalam bentuk tuntutan
merdeka (berhubungan dengan GAM).

c) Masa Orde Baru

Politik lebih stabil, peraturan menggunakan UU No. 5 Tahun 1974 yang walaupun
menegaskan bahwa Indonesia desentralis namun dasarnya menerapkan sentralis.
Daerah-daerah yang memiliki kekhususan yaitu DKI Jakarta, DI Nanggroe Aceh
Darussalam dan DI Yogyakarta. Penyebutan daerah istimewa didasarkan UU
pembentukan masing-masing daerah di tahun 1950.

11
d) Era Pasca 1998

Perubahan arus demokrasi dan reformasi hubungan pusat-daerah, desentralisasi tidak


bisa dipisahkan dengan demokrasi. Agar proses demokrasi dapat berlangsung harus
dilakukan dengan memberikan ruang bagi daerah untuk mewujudkan visi misi
daerahnya.6

Setelah mundurnya Soeharto, pemerintahan daerah diatur dalam UU No. 22 Tahun


1999 yang diterapkan pada tahun 2000. Banyak kalangan yang menilai sebagai suatu
era kebangkitan kembali otonomi daerah di Indonesia demi terwujudnya local
accountability namun pembentukan UU No. 22 tahun 1999 tidak sesuai lagi dengan
tuntutan perkembangan sistem pemerintahan Indonesia. Permasalahan dihadapkan
pada konsepsi otonomi daerah UU No. 32 2004 yang mirip dengan UU No. 5 Tahun
1974 dan sangat berbeda dengan UU yang sedang berlaku.

Berbeda dengan UU No. 22 Tahun 1999 dimana UU ini berpaham dengan pembagian
urusan, pada undang-undang No.32 Tahun 2004 kewenangan daerah hanya sebatas
urusan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan bertambah
apabila ada penyerahan dari pemerintah. Kewenangan daerah bertambah hanya jika
ada penyerahan urusan, lagi-lagi mirip model undang-undang No.5 Tahun 1974.

Pandangan terhadap kebijakan otonomi daerah UU No.32 Tahun 2004 memang


kebijakan otonomi daerah yang protektif dan tampaknya lebih dominan dibangun
pandangan politik. Tidak tertutup kemungkinan semangat otonomi daerah dari UU
No. 32 Tahun 2004 dibangun atas pandangan UU No.22 Tahun 1999 dipahami
sebagai berjiwa federalis.

6
Kurniawan, B. A. (2008). Desentralisasi Asimetris di Indonesia - Bayu Dardias Kurniadi. Retrieved March 8, 2022, from
https://bayudardias.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/2008/06/Desentralisasi-Asimetris-di-Indonesia-LAN-Bdg-2611
2012.pdf

12
Untuk sekarang, Undang-undang yang digunakan adalah UU No. 24 Tahun 2014 dan
telah mengalami beberapa perubahan.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Di Dalam sistem desentralisasi, terdapat pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat
ke daerah, dan daerah yang menerima pelimpahan kewenangan tersebut disebut daerah
otonom. Di dalam otonomi, hubungan kewenangan antara pusat dan daerah, antara lain
bertalian dengan cara pembagian urusan penyelenggaraan pemerintah atau cara
menentukan urusan rumah tangga daerah.
Desentralisasi dan otonomi daerah memiliki arti penting dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang efektif dan efisien. Keduanya merupakan alternatif pilihan terhadap
kegagalan praktik pemerintahan sentralistis. Pilihan sistem ini kemudian melahirkan
intensitas pembicaraan tentang dinamika pemerintahan daerah secara lebih komprehensif
dan mendalam akan eksistensinya dalam suatu negara.
Desentralisasi dan otonomi daerah seringkali dipadupadankan dalam konteks
pembicaraan mengenai peralihan paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari yang
terpusat menjadi menyebar. Desentralisasi lebih dekat dengan aspek administratif
sementara otonomi daerah lebih dekat dengan aspek politik. Keduanya sebagai instrumen
yang memiliki tujuan dan manfaat bagi suatu negara. Adapun tujuan dan manfaat yang
dikembangkan tersebut tidaklah baku antara satu negara dengan negara yang lainnya.
Seringkali berdasarkan pada skala prioritas atau kebutuhan penerapan sistem ini pada
negara tersebut. Namun kesemuanya mengerucut pada pengentasan kemiskinan atau
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Tujuan desentralisasi yang dikembangkan pada umumnya adalah mengakomodasi
kepentingan. pemerintah pusat dan kepentingan pemerintah daerah dalam rangka
mencapai tujuan utama berbangsa dan bernegara, melalui pelayanan publik yang lebih
baik, lebih. demokratis serta mempererat kesatuan nasional menuju pada pencapaian
kesejahteraan masyarakat. Dari beragam konsep yang dikemukakan para ahli menunjukan
desentralisasi dan otonomi daerah selalu berkembang terus mengikuti dinamika sosial
masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bukanlah sebagai sebuah konsep yang final.

14
DAFTAR PUSTAKA

Sait Abdullah, M. Pol Admin. 2005. “ Desentralisasi: Konsep, Teori dan Perdebatannya”.
Jurnal Desentralisasi. Vol.6. No.4. Hlm. 58.

Ni’matul Huda, “Problematika Pembatalan Peraturan Daerah” Hlm 32

Sella Melati 2021. “Pengertian,tujuan serta kelebihan dan kekurangan desentralisasi”.


https://www.linovhr.com/desentralisasi/. Diakses pada 8 maret 2022 pukul 13.00 WIB

Sait Abdullah, M. Pol Admin. 2005. “ Desentralisasi: Konsep, Teori dan Perdebatannya”.
Jurnal Desentralisasi. Vol.6. No.4. Hlm. 57.

Hestiliani, T. (2019). Decentralisatie Wet van nederland indies 1903. ISTORIA: Jurnal
Pendidikan Dan Ilmu Sejarah, 15(2). https://doi.org/10.21831/istoria.v15i2.27389

Kurniawan, B. A. (2008). Desentralisasi Asimetris di Indonesia - Bayu Dardias Kurniadi.


Retrieved March 8, 2022, from
https://bayudardias.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/2008/06/Desentralisasi-Asimetris-
di-Indonesia-LAN-Bdg-26112012.pdf

Otonomi Daerah pasca revisi UU nomor 22 Tahun 1999: Tantangan dalam mewujudkan local
accountability. Universitas Bung Hatta. (2004, October 29). Retrieved March 10, 2022,
from
https://bunghatta.ac.id/artikel-79-otonomi-daerah-pasca-revisi-uu-nomor-22-tahun-1999-t
antangan-dalam-mewujudkan-local-accountability.html

15
16

Anda mungkin juga menyukai