Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Otonomi Daerah
DISUSUN OLEH :
FAKULTAS HUKUM
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah senantiasa melimpahkan Rahmat dan
Hidayah- Nya sehingga kita semua dalam keadaan sehat walafiat dalam menjalankan aktifitas
sehari-hari. Tidak lupa shalawat serta salam kami curahkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah kepada kita semua dan
syafaatnya yang kita nantikan kelak.
Penulis juga mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan dalam menyelesaikan makalah “Sejarah dan Perkembangan Desentralisasi”
sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan tepat waktu. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Otonomi Daerah di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Pada kesempatan ini, penulis berharap makalah ini dapat menambah informasi bagi pembaca.
Demikian yang dapat disampaikan, penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih
jauh dari sempurna karena masih banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, demi kesempurnaan
makalah ini.
` Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I 3
PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penulisan 4
1.4 Metode Penulisan 5
BAB II 6
PEMBAHASAN 6
Definisi Desentralisasi 6
2.1.2 Definisi Desentralisasi Menurut Para Ahli 6
2.2 Bentuk Desentralisasi 7
2.3 Sejarah Desentralisasi 8
2.4 Perkembangan Desentralisasi Di Indonesia 11
BAB III 14
PENUTUP 14
3.1 Kesimpulan 14
DAFTAR PUSTAKA 15
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
desentralisasi itu agar terwujudnya suatu pemerintahan yang demokratis melalui pelayanan
masyarakat yang efektif, efisien dan ekonomis. Pemerintah pusat memang mempunyai
wewenang untuk menyerahkan sebagian dari kekuasaannya kepada pemerintah daerah,
namun, tanggung jawab akhir penyelenggaraan pemerintahan daerah tetap berada di tangan
pemerintah pusat sebagai pemegang kekuasaan. Negara kesatuan mempunyai dua bentuk,
yakni negara kesatuan yang menggunakan sistem sentralisasi, dan sistem desentralisasi.
Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi, bisa kita lihat apabila seluruh urusan negaranya
langsung dikendalikan dan diatur oleh pemerintah pusat, yang diikuti wilayah daerah.
Sementara itu, negara kesatuan dengan desentralisasi adalah pemerintahnya memberikan
kewenangan kepada daerah, untuk mengatur suatu rumah tangganya sendiri atau daerah
otonom.
4
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan penulis dalam makalah ini adalah metode menelaah
kepustakaan berupa jurnal dan menggunakan media internet. Yang mana hasil pencarian di
internet dan jurnal sebagai bahan referensi dimana penulis mencari literatur yang sesuai
dengan materi yang dikupas dalam makalah ini dan penulis menyimpulkannya dalam
bentuk makalah.
5
BAB II
PEMBAHASAN
a) Irawan Soejipto
Menurut Irawan Soejipto, definisi desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan
pemerintah kepada pihak lain untuk dilaksanakan. Desentralisasi merupakan suatu
sistem yang digunakan dalam bidang pemerintahan merupakan kebalikan dari
sentralisasi.
1
Sait Abdullah, M. Pol Admin. 2005. “ Desentralisasi: Konsep, Teori dan Perdebatannya”. Jurnal Desentralisasi. Vol.6. No.4. Hlm. 58.
6
b) Henry Maddick (1963)
Pengertian desentralisasi menurut pendapat dari Henry Maddick adalah
penyerahan kekuasaan secara hukum untuk dapat menangani bidang-bidang atau
fungsi-fungsi tertentu kepada daerah otonom.
⮚ Dekonsentrasi
⮚ Delegasi ke lembaga-lembaga semi-otonom atau antar daerah,
⮚ Pelimpahan kewenangan (devolusi) ke pemerintah daerah
⮚ Peralihan fungsi dari lembaga-lembaga negara ke lembaga swadaya masyarakat.
2
Ni’matul Huda, “Problematika Pembatalan Peraturan Daerah” Hlm 32
7
yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, serta tanggung jawab administrasi
tertentu diserahkan otoritas dan kekuasaannya kepada organisasi swasta.3
a) Masa Kolonial
3
Sella Melati 2021. “Pengertian,tujuan serta kelebihan dan kekurangan desentralisasi”.
https://www.linovhr.com/desentralisasi/. Diakses pada 8 maret 2022 pukul 13.00 WIB
8
Menanggapi desakan diadakannya desentralisasi, dibuatlah RUU desentralisasi. Pada
tahun 1901 Ratu Wilhelmina merencanakan pelaksanaan Politik Etis di negeri jajahan,
Hindia Belanda bukan lagi daerah yang menguntungkan tetapi perlu dikembangkan
sehingga terpenuhi kebutuhannya. Terdapat dua perubahan administratif, pertama
tahun 1901 pemerintah Hindia Belanda mengizinkan Politik Etis sebagai UU baru di
koloni, memungkinkan perencanaan administrasi dan keruangan kota. Kedua
kemungkinan daerah di Hindia Belanda diberi otoritas sebagai Gemeente (kotamadya,
pemimpinnya burgemeester/walikota).
Pada tahun 1903, menteri koloni parlemen Belanda mengajukan RUU desentralisasi
yang sebelumnya selalu dijadikan perdebatan karena setting politik pada saat itu
sangat anti-desentralisasi. Lalu usulannya untuk diadakan perubahan terhadap Pasal
68 RR 1854 dengan menambah Pasal 68a-68c yang memberi kesempatan untuk
membentuk daerah otonom berhasil dan diterima. Pasal tersebut bermaksud untuk
memberikan kejelasan bahwa daerah otonom mengelola keuangan mandiri terpisah
dari pusat. Usulan UU` ini disebut sebagai Decentralisatie Wet 1903. Desentralisasi
mencakup tiga hal yaitu pendelegasian kekuasaan pemerintah pusat di Belanda ke
Hindia Belanda, menciptakan lembaga otonom yang mengatur urusan sendiri dan
memisahkan keuangan negara dengan keuangan pribadi.
Sistem desentralisasi terdahulu yang termuat dalam UU No. 5 tahun 1974 terwarnai
oleh ketidakseimbangan kekuasaan dan kewenangan antara pemerintah pusat dan
daerah. Pada waktu itu pemerintah pusat secara eksesif mengintervensi kebijakan
otonomi daerah tidak hanya pada tahapan formulasi dan implementasi tapi juga
tahapan evaluasi kebijakan.
9
Mengikuti era transisi pemerintahan, pergerakan kemerdekaan dari beberapa propinsi
dan tuntutan dari pemerintah daerah atas otoritas yang lebih luas, pemerintah
Indonesia mengeluarkan kebijakan otonomi daerah yang tertera dalam UU No
22/1999. Kebijakan otonomi daerah yang secara efektif diterapkan pada tahun 2001
tersebut, pada prinsipnya memberikan peranan yang lebih luas kepada pemerintah
daerah dalam mengelola urusan pemerintahan dan pelayanan publik kecuali
urusan-urusan pertahanan-keamanan, politik luar negeri, kebijakan-kebijakan fiskal
dan moneter, kejaksaaan dan agama yang sebagaimana tercantum pada UU No. 22
Tahun 1999.
Menurut Undang-Undang N0. 22 Tahun 1999 Tujuan utama dari kebijakan otonomi
daerah adalah untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, membentuk potensi dan
kreativitas masyarakat dan untuk meningkatkan partisipasi publik dalam
pembangunan daerah. Terlebih tujuan otonomi daerah untuk membawa pemerintah
lebih dekat kepada publik sehingga pelayanan publik oleh pemerintah daerah lebih
efektif dan efisien dan untuk mengembalikan kodrat daerah yang selama ini telah
terlalu didominasi pemerintah pusat.4
4
Sait Abdullah, M. Pol Admin. 2005. “ Desentralisasi: Konsep, Teori dan Perdebatannya”. Jurnal Desentralisasi. Vol.6.
No.4. Hlm. 57.
5
Hestiliani, T. (2019). Decentralisatie Wet van nederland indies 1903. ISTORIA: Jurnal Pendidikan Dan Ilmu Sejarah,
15(2). https://doi.org/10.21831/istoria.v15i2.27389
10
2.4 Perkembangan Desentralisasi Di Indonesia
Kemudian Desentralisasi mengalami beberapa perkembangan diantaranya yaitu :
a) Masa Kemerdekaan
Pasal 18 UUD 1945 menyatakan bahwa daerah Indonesia terbagi dalam daerah
bersifat otonom. Ketua PPKI Ir. Soekarno dalam pengantarnya tentang pasal
pemerintahan daerah berkata “Tentang pemerintahan daerah, di sini hanya ada satu
pasal yang berbunyi pemerintah daerah disusun dalam Undang-Undang”. Dasar-dasar
yang telah digunakan untuk negara itu harus dipakai untuk pemerintahan daerah juga,
harus bersifat permusyawaratan, harus ada DPD dan daerah-daerah istimewa
diindahkan dan dihormati.
b) Serikat
Politik lebih stabil, peraturan menggunakan UU No. 5 Tahun 1974 yang walaupun
menegaskan bahwa Indonesia desentralis namun dasarnya menerapkan sentralis.
Daerah-daerah yang memiliki kekhususan yaitu DKI Jakarta, DI Nanggroe Aceh
Darussalam dan DI Yogyakarta. Penyebutan daerah istimewa didasarkan UU
pembentukan masing-masing daerah di tahun 1950.
11
d) Era Pasca 1998
Berbeda dengan UU No. 22 Tahun 1999 dimana UU ini berpaham dengan pembagian
urusan, pada undang-undang No.32 Tahun 2004 kewenangan daerah hanya sebatas
urusan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan bertambah
apabila ada penyerahan dari pemerintah. Kewenangan daerah bertambah hanya jika
ada penyerahan urusan, lagi-lagi mirip model undang-undang No.5 Tahun 1974.
6
Kurniawan, B. A. (2008). Desentralisasi Asimetris di Indonesia - Bayu Dardias Kurniadi. Retrieved March 8, 2022, from
https://bayudardias.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/2008/06/Desentralisasi-Asimetris-di-Indonesia-LAN-Bdg-2611
2012.pdf
12
Untuk sekarang, Undang-undang yang digunakan adalah UU No. 24 Tahun 2014 dan
telah mengalami beberapa perubahan.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di Dalam sistem desentralisasi, terdapat pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat
ke daerah, dan daerah yang menerima pelimpahan kewenangan tersebut disebut daerah
otonom. Di dalam otonomi, hubungan kewenangan antara pusat dan daerah, antara lain
bertalian dengan cara pembagian urusan penyelenggaraan pemerintah atau cara
menentukan urusan rumah tangga daerah.
Desentralisasi dan otonomi daerah memiliki arti penting dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang efektif dan efisien. Keduanya merupakan alternatif pilihan terhadap
kegagalan praktik pemerintahan sentralistis. Pilihan sistem ini kemudian melahirkan
intensitas pembicaraan tentang dinamika pemerintahan daerah secara lebih komprehensif
dan mendalam akan eksistensinya dalam suatu negara.
Desentralisasi dan otonomi daerah seringkali dipadupadankan dalam konteks
pembicaraan mengenai peralihan paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari yang
terpusat menjadi menyebar. Desentralisasi lebih dekat dengan aspek administratif
sementara otonomi daerah lebih dekat dengan aspek politik. Keduanya sebagai instrumen
yang memiliki tujuan dan manfaat bagi suatu negara. Adapun tujuan dan manfaat yang
dikembangkan tersebut tidaklah baku antara satu negara dengan negara yang lainnya.
Seringkali berdasarkan pada skala prioritas atau kebutuhan penerapan sistem ini pada
negara tersebut. Namun kesemuanya mengerucut pada pengentasan kemiskinan atau
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Tujuan desentralisasi yang dikembangkan pada umumnya adalah mengakomodasi
kepentingan. pemerintah pusat dan kepentingan pemerintah daerah dalam rangka
mencapai tujuan utama berbangsa dan bernegara, melalui pelayanan publik yang lebih
baik, lebih. demokratis serta mempererat kesatuan nasional menuju pada pencapaian
kesejahteraan masyarakat. Dari beragam konsep yang dikemukakan para ahli menunjukan
desentralisasi dan otonomi daerah selalu berkembang terus mengikuti dinamika sosial
masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bukanlah sebagai sebuah konsep yang final.
14
DAFTAR PUSTAKA
Sait Abdullah, M. Pol Admin. 2005. “ Desentralisasi: Konsep, Teori dan Perdebatannya”.
Jurnal Desentralisasi. Vol.6. No.4. Hlm. 58.
Sait Abdullah, M. Pol Admin. 2005. “ Desentralisasi: Konsep, Teori dan Perdebatannya”.
Jurnal Desentralisasi. Vol.6. No.4. Hlm. 57.
Hestiliani, T. (2019). Decentralisatie Wet van nederland indies 1903. ISTORIA: Jurnal
Pendidikan Dan Ilmu Sejarah, 15(2). https://doi.org/10.21831/istoria.v15i2.27389
Otonomi Daerah pasca revisi UU nomor 22 Tahun 1999: Tantangan dalam mewujudkan local
accountability. Universitas Bung Hatta. (2004, October 29). Retrieved March 10, 2022,
from
https://bunghatta.ac.id/artikel-79-otonomi-daerah-pasca-revisi-uu-nomor-22-tahun-1999-t
antangan-dalam-mewujudkan-local-accountability.html
15
16