Anda di halaman 1dari 4

Aplikasi Pakan Mandiri dari Kampar

Komoditas Lain Memulai bisnis pembenihan ikan patin pada 2002, kini bidang usaha
Safrudin merambah ke pabrik mini pakan mandiri di Desa Sawah
Baru, Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar Provinsi Riau.
Pembudidaya yang  memproduksi benih patin 200 ribu – 250 ribu
ekor/siklus ini mengaku merasa terpanggil mengembangkan pabrik
pakan mandiri karena melihat pembudidaya ikan di wilayahnya
banyak yang butuh pakan pelet berkualitas dengan harga terjangkau.

Menurutnya, hampir 80 % biaya produksi berasal dari pakan. “Kalau


mengandalkan pakan pabrikan margin keuntungan bagi pembudidaya
pembesaran patin tipis, malah bisa rugi,” ungkap Safrudin kepada
TROBOS Aqua. Di sisi lain sekitar 30 % produksi ikan air tawar di
Kampar merupakan hasil budidaya patin, bagi Safrudin ini
merupakan peluang pasar yang cukup besar.

Alasan lainnya pada 2012, pria yang punya latar belakang pendidikan
teknik mesin ini melihat ada sejumlah mesin pengolah pakan bantuan
dari pemerintah daerah yang terbengkalai. Ia pun berkoordinasi
dengan pemerintah daerah untuk mencoba mengoperasikan kembali
mesin-mesin ini. Mengandalkan kemampuannya dibidang teknik
mesin dan modal sendiri, akhirnya ia mulai mampu memproduksi
pakan ikan meski masih skala kecil.

Pakan Murah Berkualitas  

Tiap tahun produksi pakan buatan Safrudin terus meningkat. Kini per
hari ia mampu memproduksi pakan 1-3 ton untuk memenuhi
kebutuhan pembudidaya pembesaran patin wilayah Kampar.
“Produksi pakan kami selalu habis diserap pembudidaya, tidak
pernah yang sampai harus disimpan ber hari-hari. Peluang untuk
meningkatkan produksi masih terbuka,” ungkap pengusaha pakan
mandiri yang punya omset sekitar Rp 150 juta per bulan ini.

Dengan mempekerjakan 6 orang tenaga produksi pakan di pabrik


mininya, ia mampu menjual pakan dengan harga Rp 5.700 per kg.
Melalui pendampingan ilmu nutrisi pakan dari Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) sejak 2013,
meski tergolong murah namun kualitas pakan yang dihasilkan
Safrudin sudah berstandar SNI (Standar Nasional Indonesia).

Menurut Safrudin, setelah diujicobakan di pembudidaya pakan yang


dihasilkan  tersebut,  FCR (konversi pakan) mencapai 1,2-1,5.
Komposisi protein untuk pakan patin pun tak kalah dengan pakan
pabrikan yaitu 28–30% untuk fase pertumbuhan (2 bulan ke atas).
Lalu protein antara 30–32% untuk fase pedederan patin.

Dijelaskan Ahli Nutrisi Pakan Balitbang KP, Dr Mas Tri Djoko


Sunarno MS, jika dulu pembudidaya pembesaran patin di daerah
kampar yang hanya mengandalan campuran ikan busuk dengan
dedak, FCR-nya bisa 2 sampai 2,5, dengan pakan buatan ini FCR-nya
bisa 1,2 - 1,3 saja. “Dengan mengunakan pakan buatan, untuk
mengejar bobot panen patin ukuran 200 gram per ekor cukup 2
bulan, sebelumnya 4 bulan. Lalu untuk sampai ukuran 600 gram per
ekor cukup 5 bulan, biasanya 7 bulan,” papar peneliti yang ikut
membina usaha pakan Safrudin ini.

Lebih lanjut Tri Djoko menjelaskan, ada 8 jenis bahan baku yang
digunakan dalam formulasi pakan ikan mandiri ini. Jika dihitung
modal bahan baku untuk 1 kg pakan sekitar Rp 4 ribu. Modal
tersebut belum termasuk listrik, tenaga kerja, dan biaya operasional
lainnya. Jika ditotal modal pakan yang dibuat sekitar Rp 4.700 per
kg. “Jadi kalau pakan dijual dengan harga sekitar Rp 5.500 saja
sudah dapat margin keuntungan yang cukup besar,” ungkap Tri
Djoko.

Sementara menurut Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Kampar


Riau, Usman Amin, untuk budidaya pembesaran patin di Kampar
umumnya menggunakan pakan pabrikan dari benih sampai umur 2
bulan, seterunya menggunakan pakan buatan. Hal ini karena harga
pakan pabrikan cukup tinggi sampai Rp 9.500 per kg, sementara
harga pakan buatan hanya sekitar Rp 5 ribu per kg. Harga jual patin
di level pembudidaya sekitar Rp 15 ribu per kg, ukuran di atas 600
gram per ekor.

Aplikasi Sederhana
 

Dalam memproduksi pakan buatannya, Safrudin menerapkan aplikasi


teknologi formulasi dan pengolahan pakan yang sederhana. Ia
menjelaskan, jenis bahan baku yang digunakan antara lain bungkil
kedelai, jagung, tepung ikan, dedak, tapioka, terigu, bungkil kelapa
sawit, vitamin, mineral, dan minyak ikan.

Menurut Safrudin, semua bahan baku pakan tersebut merupakan


bahan baku lokal. Seperti bungkil sawit banyak disuplai dari pabrik
pengolahan sawit yang ada di sekitar Kampar. Sementara untuk
bahan baku ikan yang diolah jadi tepung ikan biasanya berasal dari
Sumatera Barat, Palembang, Lampung,dan daerah lainnya.

Lebih lanjut Safrudin menjelaskan, kualitas bahan baku dilihat


melalui uji proksimat yang dilakukan di laboratorium milik Balitbang
KP di Bogor. Komposisi tepung ikan dalam setiap 100 kg adonan
pakan sekitar 50 %, sisanya campuran bahan baku lainnya. Melalui
pendampingan Balitbang KP, Safrudin diajarkan bagaimana
memilihdan mengolah formulasi bahan baku yang kualitasnnya tidak
selalu sama. “Jika kondisi kualitas ikan kurang bagus maka untuk
mempertahankan kadar protein penggunaan tepung kedelai yang
ditinggikan, begitu sebaliknya,” kata Safrudin.

Menurutnya, jika kadar protein yang dihasilkan bagus maka


penggunannya dalam komposisi campuran pakan bisa ditekan,
sehingga menurunkan biaya produksi. “Semakin tinggi kandungan
protein bahan baku, maka harga pakan semakin murah,” ungkap
Safrudin.

Ia membuat sendiri tepung ikan yang digunakan dalam campuran


komposisi pakan. Saat muasim kemarau proses pengolahan tepung
ikan bisa lebih cepat dilakukan, sementara saat musim hujan agak
terkendala. Oleh karena itu kini Safrudin tengah membangun ruang
oven untuk mengeringkan ikan, sehingga nantinya tidak perlu
tergantung lagi proses penjemuran.

Lebih lanjut ia memaparkan proses pembuatan pakan mandirinya.


Proses pertama ikan masuk ke mesin penghancur, lalu jemur di
bawah terik matahari biasanya 1 hari. Setelah kering ikan dibuat
tepung dengan mesin penepung untuk kemudian besoknya dicampur
sebagai bahan baku pelet.

Proses pembuatan pelet dimulai dengan membuat campuran adonan


dari berbagai bahan baku pakan. Adonan dicampur menggunakan
mesin pencampur yang ditambahkan sedikit air. Standar kadar air
maksimal 10–12%. Setelah jadi adonan kemudian dicetak
menggunakan mesin pencetak pelet, kemudian dianginkan sebentar
sebelum dimasukan dalam karung. “Pelet yang sudah dikarungkan
bisa disimpan 2-3 bulan,” kata Safrudin.

Selengkapnya baca di majalah TROBOS Aqua Edisi-33/ 15 Feb


2014 - 15 Mar 2015

Anda mungkin juga menyukai