Sindrom Nefrotik Refrat
Sindrom Nefrotik Refrat
Sindroma Nefrotik
PENDAHULUAN
1
Ilmu Kesehatan Anak
Sindroma Nefrotik
Epidemiologi
Secara keseluruhan prevalensi nefrotik syndrome pada anak berkisar 2-5 kasus
per 100.000 anak. Prevalensi rata-rata secara komulatif berkisar15,5/100.000.3 Sindrom
nefrotik primer merupakan 90% dari sindrom nefrotik pada anak sisanya merupakan
sindrom nefrotik sekunder. Prevalensi sindrom nefrotik primer berkisar 16 per 100.000
anak. Prevalensi di indonesia sekitar 6 per 100.000 anak dibawah 14 tahun. Rasio antara
laki-laki dan perempuan berkisar 2:1. dan dua pertiga kasus terjadi pada anak dibawah 5
tahun.2
Di amerika insidens nefrotik sindrom dilaporkan 2-7 kasus pada anak per 100.000
anak per tahun. Pada dewasa biasanya menderita glomerulopaty yang bersifat sekunder
dari penyakit sistemik yang dideritanya, dan jarang merupakan sindrom nefrotik primer
atau idiopatik1. Pada pasien sindrom nefrotik angka mortalitas berhubungan langsung
dengan proses penyakit primernya, tapi bagaimanapun sekali menderita sindrom nefrotik,
prognosisnya kurang baik karena1:
1. sindrom nefrotik meningkatkan insiden terjadinya gagal ginjal dan komplikasi
sekunder (trombosis, hiperlipidemia, hypoalbuminemia).
2. pengobatan berkaitan dengan kondisi; peningkatan insidens infeksi karena
pemakaian steroid, dan dyscaria darah karena obat imunosupresif lain.
Sindrom nefrotik 15 kali lebih sering pada anak dibanding dewasa, dan
kebanyakan kasus nefrotik sindrom primer pada anak merupakan penyakit lesi
minimal1,3.Prevalensi penyakit lesi minimal berkurang secara proprosional sesuai dengan
umur onset terjadinya penyakit. Fokal segmental glomerosclerosis (FSGS) merupakan
sub kategori nefrotik sindrom kedua tersering pada anak dan frekuensi kejadiannya
cenderung meningkat. Membrano proloferatif glomerulonephritis (MPGN) merupakan
sub kategori sindrom nefrotik yang biasanya terjadi pada anak yang lebih besar dan
adolescent. Kurang lebih 1 % dari sindrom nefrotik pada anak dan adolescent dan
kelainan ini dihubungkan dengan hepatitis dan penyakit virus lain.3
2
Ilmu Kesehatan Anak
Sindroma Nefrotik
TINJAUAN PUSTAKA
Etiologi
Nefrotik sindrom dapat bersifat primer, sebagai bagian dari penyakit sistemik,
atau sekunder karena beberapa penyebab.
Penyebab primer diantaranya1:
1. post infeksi
2. Colagen vaskular disease (SLE, rheumatoid arthritis, polyarteritis nodosa)
3. Henoch-Schönlein purpura
4. Hereditary nephritis
5. Sickle cell disease
6. Diabetes melitus
7. Amyloidosis
8. Malignancy (leukemia, lymphoma, Wilms tumar, pheochromocytoma)
9. Toxin (sengatan lebah, racun ular)4
10. obat-obatan (probenecid, fenoprofen, catopril, lithium, wafarin, penicilamine,
mercury, gold, trimethadione, para metadione, AINS) 4
11. Penggunaan Heroin
Penyebab sekunder berhubungan dengan keadaan post infeksi mencakup1:
1. Group A beta-hemolytic streptococcus
2. syphilis
3. Malaria
4. Tuberkulosis
5. infeksi virus (varicella, hepatitisB, HIV tipe1, infeksi mononukleosis)
Kebanyakan (90%) anak yang menderita sindrom nefrotik mempunyai beberapa
bentuk sindrom nefrotik idiopatik, diantaranya ; penyakit lesi minimal sekitar 85%,
proliferasi mesangium 5%, dan sklerosis setempat 10%. Pada 10% anak sisanya
menderita nefrosis. Sindrom nefrotik sebagian besar diperantarai oleh beberapa bentuk
glomerulonefritis dan yang tersering adalah membranosa dan membranoproliferatif.5
3
Ilmu Kesehatan Anak
Sindroma Nefrotik
Patofisiologi
Proteinuria merupakan gejala utama sindrom nefrotik, proteinuria yang terjadi
lebih berat dibandingkan proteinuria pada penyakit ginjal yang lain. Jumlah protein
dalam urin dapat mencapi 40mg/jam/ m2 luas permukaan tubuh (1gr/ m2/hari) atau 2-
3,5gram/ 24 jam. Proteinuria yang terjadi disebabkan perubahan selektifitas terhadap
protein dan perubahan pada filter glomerulus.
Perubahan selektifitas terhadap protein dan perubahan filtrasi glomerulus
begantung pada tipe kelainan glomerulus. Tetapi secara garis besar dapat diterangkan
bahwa, pada orang normal filtrasi plasma protein berat molekul rendah bermuatan
negatif pada membran basal glomerulus normalnya dipertahankan oleh muatan negatif
barier filtrasi. Muatan negatif tersebut terdiri dari molekul proteoglikan heparan sulfat.
Pada orang dengan nefrotik sindrom, konsentrasi heparan sulfat mucopoly sakarida pada
membrana basal sangat rendah. Sehingga banyak protein dapat melewati barier. Selain itu
terjadi pula terjadi perubahan ukuran celah (pori-pori) pada sawar sehingga protein
muatan netral dapat melalui barier.
Pada Sindrom Nefrotik terjadi hipoproteinemia terutama albumin, hal ini
disebabkan oleh meningkatnya eksresi albumin dalam urin dan meningkatnya degradasi
dalam tubulus renal yang melebihi daya sintesis hati. Gangguan protein lainnya didalam
plasma adalah menurunnya α-1 globulin. Sedangkan α-2globulin, β-globulin dan
fibrinogen meningkat secara relatif atau absolut. α-2globulin meningkat disebabkan oleh
retensi selektif protein dengan berat molekul tinggi oleh ginjal sedangkan laju sintesisnya
relatif normal.
Ada 2 teori mengenai patofisiologi edema pada sindrom nefrotik; teori underfilled
dan teori overfille. Pada teori underfill di jelaskan pembentukan edema terjadi karena
menurunnya albumin (hipoalbuninemia), akibat kehilangan protein melalui urin.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, yang
memungkinkan transudasi cairan dari ruang inervaskular keruangan intersisial.
Penurunan volume intravakular menyebabkan penurunan tekanan perfusi ginjal, sehingga
terjadi pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang merangasang reabsorbsi
natrium ditubulus distal. Penurunan volume intravaskular juga merangsang pelepasan
hormon antideuritik yang mempertinggi penyerapan air dalam duktus kolektivus. Karena
4
Ilmu Kesehatan Anak
Sindroma Nefrotik
tekanan onkotik kurang maka cairan dan natrium yang telah direabsorbsi masuk kembali
ke ruang intersisial sehingga memperberat edema.
Kelainan Glomerulus
Albuminuria
Hipoalbuminemia
Volume plasma ↓
Edema
Pada teori overfill dijelaskan retensi natrium dan air diakibatkan karena
mekanisme intra renal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik perifer. Serta
adanya agen dalam sirkulasi yang meningkatkan permeabilitas kapiler diseluruh tubuh
serta ginjal. Retensi natrium primer akibat defek intra renal ini menyebabkan ekspansi
cairan plasma dan cairan ekstraseluler. Edema yang terjadi diakibatkan overfilling cairan
ke dalam ruang interstisial.
5
Ilmu Kesehatan Anak
Sindroma Nefrotik
Kelainan Glomerulus
Volume plasma ↑
Edema
Dengan teori underfill dapat diduga terjadi kenaikan renin plasma dan aldosteron
sekunder terhadap adanya hipovolemia, tetapi hal tersebut tidak terdapat pada semua
penderita Sindroma nefrotik. Sehingga teori overfill dapat di pakai untuk menerangkan
terjadinya edema pada sindrom nefrotik dengan volume plama yang tinggi dan kadar
renin, aldosteron menurun terhadap hipovolemia.
Pada Sindroma nefrotik hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid
meningkat. Paling tidak ada dua faktor yamg mungkin berperan yakni: (1)
hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati termasuk
lipoprotein. (2) katabolisme lemak menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase
plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.
Manifestasi Klinik
Gejala awal dari sindroma nefrotik meliputi;menurunnya nafsu makan, malaise,
bengkak pada kelopak mata dan seluruh tubuh, nyeri perut, atropy dan urin berbusa.
Abdomen mungkin membesar karena adanya akumulasi cairan di intraperitoneal (Asites),
dan sesak napas dapat terjadi karena adanya cairan pada rongga pleura (efusi pleura)
ataupun akibat tekanan abdominal yang meningkat akibat asites. Gejala lain yang
mungkin terjadi adalah bengkak pada kaki, scrotum ataupun labia mayor. Pada keadaan
asites berat dapat terjadi hernia umbilikasis dan prolaps ani.2
6
Ilmu Kesehatan Anak
Sindroma Nefrotik
Klasifikasi
Subkategori atau klasifikasi nefrotik sindrom primer bedasarkan deskripsi
histologi dan dihubungkan dengan patologi klinis kelainan yang sebelumnya telah
diketahui.3 Tetapi bagaimanapun pengetahuan mengenai penyebab spesifik sindrom
nefrotik sangat terbatas, varians nefrotik sindrom akan diketahui manifestasi klinisnya
dengan memastikan proses histopatologinya. Tipe histopatologi juga menentukan dalam
hal respon terapi, dan prognosis dari penyakit.
Klasifikasi kelainan histopatologis glomerulus pada sindroma nefrotik yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi komisi internasional (1982). Kelainan glomerulus
ini sebagian besar ditegakan dengan pemeriksaan mikroskop cahaya, ditambah dengan
pemeriksaan mikroskop elektron dan imunoflorosensi. Dibawah ini tabel klasifikasi
7
Ilmu Kesehatan Anak
Sindroma Nefrotik
glomerulus pada sindrom nefrotik primer sesuai laporan ISKDC (1970) dan Habib,
kleinknecht (1971).
Kelainan minimal (KM)
Glomerulosklerosis (GS)
Glomeruloskerosis fokal segmental (GSFS)
Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif
Glomerulonefritis kresentik (GNK)
Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)
GNMP tipe I dengan deposit subendotelial
GNMP tipe II dengan deposit intra membran
GNMP tipe III dengan deposit transmembran/ subepitelial
Glomerulopati membranosa (GM)
Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)
Komplikasi
1. Infeksi
Infeksi merupakan komplikasi utama dari sindrom nefrotik, komplikasi ini akibat
dari meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri selama kambuh.
Peningkatan kerentanan terhadap infeksi disebabkan oleh5:
- penurunan kadar imunoglobulin
kadar IgG pada anak dengan sindrom nefrotik sering sangat menurun,
dimana pada suatu penelitian didapkan rata-rata 18% dari normal.
Sedangkan kadar IgM meningkat. Hal ini menunjukan kemungkinan ada
kelainan pada konversi yang diperantarai sel T pada sintesis IgG dan IgM
- cairan edema yang berperan sebagai media biakan.2
- defisiensi protein,
- penurunan aktivitas bakterisid leukosit,
- imunosupresif karena pengobatan,
- penurunan perfusi limpa karena hipovolemia,
- kehilangan faktor komplemen (Faktor properdin B) dalam urin yang meng
oponisasi bakteria tertentu.
8
Ilmu Kesehatan Anak
Sindroma Nefrotik
9
Ilmu Kesehatan Anak
Sindroma Nefrotik
3. Pertumbuhan abnormal
Pada anak dengan sindrom nefrotik dapat terjadi gangguan pertumbuhan (failure
to thrive), hal ini dapat disebabkan anoreksia hypoproteinemia, peningkatan
katabolisme protein, atau akibat komplikasi penyakit infeksi, mal absorbsi karena
edem saluran gastrointestinal.1,2
Dengan pemberian kortikosteroid pada sindrom nefrotik dapat pula menyebabkan
gangguan pertumbuhan. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan dalam jangka
waktu yang lama, dapat menghambat maturasi tulang dan terhentinya
pertumbuhan linier; terutama apabila dosis melampaui 5mg/m2/hari. Walau
selama pengobatan kortikosteroid tidak terdapat pengurangan produksi atau
sekresi hormon pertumbuhan, tapi telah diketahui bahwa kortikosteroid
mengantagonis efek hormon pertumbuhan endogen atau eksogen pada tingkat
jaringan perifer , melalui efeknya terhadap somatomedin.
4. Perubahan hormon dan mineral
Pada pasien Sindrom nefrotik berbagai gangguan hormon timbul karena protein
pengikat hormon hilang dalam urin. Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG)
dalam urin pada beberapa pasien Sindrom nefrotik dan laju eksresi globulin
umumnya berkaitan dengan beratnya proteinemia. Hipo kalsemia pada sindrom
nefrotik berkaitan dengan disebabkan oleh albumin serum yang rendah dan
berakibat menurunnya kalsium terikat, tetapi fraksi trionisasi tetap normal dan
menetap.2
5. Anemia
Anemia ringan hanya kadang-kadang ditemukan pada pasien sindrom nefrotik.
Anemianya hipokrom mikrositik, karena defisiensi besi yang tipikal, namun
resisten terhadap prefarat besi. Pada pasien dengan volume vaskular yang
bertambah anemia nya terjadi karena pengenceran. Pada beberapa pasien terdapat
transferin serum yang sangat menurun, karena hilangnya protein ini dalam urin
dalam jumlah besar.
Diagnosis
10
Ilmu Kesehatan Anak
Sindroma Nefrotik
Penatalaksanaan
1. Terapeutik
Obat yang digunakan dalam penatalaksan nefrotik sindrom mencakup
kortikosteroid, levamisone, cyclosphospamid, dan cyclosporine. Respon terhadap
pengobatan dengan kortikosteroid berhubungan dengan tipe histopatologi sindrom
nefrotik.
ISKDC melaporkan sekitar 91,8% pasien yang bererpon terhadap kotikosteroid
mempunyai kelainan minimal glomeruloneprithis, dibandingkan dengan 25%
pasien yang tidak respon. Pada pasien yang tidak berespon terhadap
kortikosteroid dan berusia dibawah 6 tahun, 50 % merupakan kelainan minimal
glomerulonepritis. Dan pada usia lebuh dari 6 tahun hanya 3,6% yang mempunyai
kelainan minimal glomerulonepritis. The Southwest Pediatric Nephrology Study
Group melaporkan sekitar 63% pasien dengan diffuse membranous
hypercellularity, dan 30% pasien dengan focal glomeruralscerosis berespon
terhadap kortikosteroid. 1
11
Ilmu Kesehatan Anak
Sindroma Nefrotik
12
Ilmu Kesehatan Anak
Sindroma Nefrotik
13
Ilmu Kesehatan Anak
Sindroma Nefrotik
Prognosis
Pronosis pasien nefrotik sindrom bervariasi bergantung tipe kelainan
histopatologi. Prognosis untuk nefrotik sindrom kongenital adalah buruk, pada banyak
kasus dalam 2-18 bulan akan terjadi kematian karena gagal ginjal. Sedangkan prognosis
untuk anak dengan kelainan minimal glomerulus sangat baik. Karena pada kebanyakan
anak respon tehadap terapi steroid; sekitar 50% mengalami 1-2 kali relaps dalam 5 tahun
dan 20% dapat relaps dalam kurun waktu 10 tahun setelah didiagnosis. Hanya 30 % anak
yang tidak pernah relaps setelah inisial episode. Setidaknya sekitar 3% anak yang respon
14
Ilmu Kesehatan Anak
Sindroma Nefrotik
terhadap steroid menjadi steroid resisten. Progresif renal insufisiensi terjadi pada kurang
dari 1% pasien, dan kematian pada pasien kelainan minimal biasanya disebabkan oleh
infeksi dan komplikasi ekstra renal.
Hanya sekitar 20% pasien sindrom nefrotik dengan fokal segmental
glomerulonefritis sklerosis, yang mengalami remisi derajat protenurianya, banyak pasien
yang mengalamai relaps menjadi steroid dependen atau resisten. Penyakit renal stadium
akhir terjadi pada 25-30% pasien dalam lima tahun, dan 30-40% dalam sepuluh tahun.
Lima puluh persen pasien dengan difuse mesangial proliferation mengalami
remisi komplit dari proteinuria dengan steroid terapi, sekitar 20% terjadi delayed remisi.
Dua puluh persen menjadi proteinuria yang berlanjut dan sekitar 6% menjadi renal
isufisiensi yang progresif. Prognosis pada pasien dengan membranoproliferatif
glomerulonephropaty umumnya kurang baik, dan keuntungan terapi steroid tidak begitu
jelas. Pada beberapa study dinyatakan, tidak ada perbedaan evidence hasil antara
pemberian pengobatan dengan tampa pengobatan pada pasien ini, karena sekitar 30%
pasien akan menjadi penyakit renal stadium akhir dalam 5 tahun. 1
15
Ilmu Kesehatan Anak
Sindroma Nefrotik
KESIMPULAN
16
Ilmu Kesehatan Anak
Sindroma Nefrotik
17
Ilmu Kesehatan Anak
Sindroma Nefrotik
KEPUSTAKAAN
18