Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas dan
morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Di
Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda dibanding Eropa dan Amerika disertai
dengan tampilan klinis yang lebih berat. Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks
dimana seorang pasien harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang
tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi cairan
(kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau
fungsi jantung saat istrahat (PERKI, 2015).
Di negara seperti di Australia, slandia baru, amerika serikat, dan inggris insiden dan
prevalensi gagal jantung terus meningkat dengan cepat dibandingkan gangguan kardiovaskuler
lain. Keadaan ini terjadi kendati terdapat penurunan angka mortalitas berdasarkan usia akibat
penyakit koronaria di negara tersebut. Gagal jantung kronis diperkirakan mengenai 1% dari
populasi umum. Hal ini berarti bahwa 3-5 % penduduk diatas usia 65 tahun dan 10% dari mereka
yang berusia diatas 75 tahun akan mengalami gagal jantung.
Prevalensi penyakit gagal jantung berdasarkan diagnosis dan gejala tertinggi di Nusa
Tenggara Timur (0,8%), di ikuti dengan Sulawesi tengah (0,7%), sementara itu Sulawesi selatan
dan papua sebesar (0,5%). Berdasarkan dengan data, didapatkan bahwa kejadian gagal jantung di
Sulawesi utara menurut diagnosis dokter sebesar 0,14% dan menurut diagnosis/gejala sebesar
0,4% (Pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI, 2013). Penyakit gagal jantung
meningkat seiring bertambahnya umur, tertinggi pada umur 65-74 tahun (0,5%) untuk
terdiagnosis, menurun sedikit pada umur ≥75 tahun (0,4%) tetapi untuk gejala tertinggi pada
umur ≥75 tahun (1,1%) (Riskesdas, 2013). Penyebab umum gagal jantung adalah rusaknya atau
berkurangnya massa otot jantung karena iskemi akut atau kronik, peningkatan resistensi vaskuler
karena hipertensi, atau karena takiaritmia (misalnya fibrilasi atrial). Pada dasarnya semua kondisi
yang menyebabkan perubahan struktur ataupun fungsi ventrikel kiri merupakan predisposisi
untuk gagal jantung (Imaligy, 2014).
Gagal jantung bisa menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung, hipervolemi, dan
intoleransi aktivitas. Sehingga, peran perawat sangatlah penting dalam proses pemberian asuhan
keperawatan dengan tujuan untuk mengatasi masalah keperawatan yang didapatkan pada klien
dengan diagnose medis Chongestive Heart Failure (CHF).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka yang menjadi rumusan masalah adalah :
1. Bagaimanakah asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan penyakit Chongestive
heart failure?
2. Bagaimanakah asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien Tn P.K dengan penyakit
Chongestive heart failure ?

C. Tujuan
1. Diketahui asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan penyakit Chongestive heart
failure
2. Diketahui asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien Tn. P.K dengan penyakit
Chongestive heart failure
BAB 3
Pembahasan Kasus

A. Pengkajian

Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 23 september 2019 pukul 07.05 di Ruang
Perawatan F Jantung Irina F RSUP PROF DR. R. D KANDOU MANADO menggunakan
tahap wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan catatan medis klien. Sehingga
didapatkan bahwa klien berinisial Tn. P.K, berumur 76 tahun, berjenis kelamin laki-laki,
beragama Kristen protestan dan bertempat tinggal di desa Sea, jaga I, kec. Pineleng, kab.
Minahasa. Ketika pengumpulan data dilakukan, didapatkan keluhan yaitu klien
mengatakan merasa sesak, lelah, bengkak pada tungkai bawah dan mengeluh lelah saat
beraktivitas. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan TD : 100/70 mmhg, N : 62 x/menit, RR : 16 x/menit, SB : 35,5 ⁰C, tampak
lemah, kulit tampak pucat, CRT < 3detik, edema pada tungkai , pitting edema 2+, BJ I-II
ireguler, batas jantung kanan : melebar ke lateral kanan, batas jantung kiri: melebar ke
lateral kiri, EKG: normo axis, LBBB, Slight ST depression II,III, avR, Inferted V3-V6,
foto thorax: kardiomegali, JVP 5 + 2 cm, Hb: 11.9 (menurun), Hematokrit: 12.3
(menurun), echocardiography (19/09/2019): dilatasi semua ruang jantung, LVH (+)
eksentik dengan peningkatan LVEP. Fungsi sistolik LV menurun LVEK 17% (simpsm’s
BP). Analisis segmental LV akinetik di basal mid anterolateral, mid inferoseptal, basal
apikoseptal, apikoanterior, apikolateral, hipokinesik segmen lainnya. AR nivial, MR
moderate ec dilatasi anulus.

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan masalah keperawatan pada Tn. P.K yaitu
Penurunan curah jantung, Hipervolemi dan Intoleransi aktivitas.

B. Diagnosa Keperawatan

Data yang didapatkan dari hasil pengkajian kemudian diidentifikasi, diolah, dianalisa
dan dirumuskan dalam diagnose keperawatan. Adapun diagnosa keperawatan yang
ditemukan penulis pada Tn P.K adalah Penurunan curah jantung b.d perubahan preload,
Hipervolemi b.d gangguan mekanisme regulasi, Intoleransi aktivitas b.d
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Menurut Nurarif dan Hardi (2015) dalam buku Asuhan Keperawatan berdasarkan
diagnosa medis dan Nanda NIC NOC diagnosa yang mungkin muncul pada pasien yang
mengalami gagal jantung kongestif adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas,
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan disfungsi neuromuskular dan sindrom
hipoventilasi, gangguan pertukaran gas , nyeri akut, risiko penurunan perfusi jantung,
kelebihan volume cairan, intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan atau dispnea
akibat turunnya curah jantung, kerusakan integritas kulit ketidak seimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, defisit perawatan diri, ansietas berhubungan dengan
kesulitan nafas dan kegelisahan akibat oksigenasi yang tidak adekuat.
C. Intervensi dan Implementasi
Berdasarkan uraian diatas penulis berpendapat bahwa tidak ada kesenjangan
masalah keperawatan saat perumusan diagnosa keperawatan karena pada saat pengkajian
penulis menemukan masalah yang ditemukan berdasarkan teori yang berkaitan tersebut.
Intervensi yang ditetapkan oleh penulis untuk diagnosa penurunan curah jantung
berhubungan dengan perubahan preload berdasarkan buku standar diagnosa keperawatan
Indonesia dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia oleh PPNI (2016) yaitu
Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi dispnea, kelelahan,
edema, ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, peningkatan CVP), Identifikasi
tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi peningkatan berat badan,
hepatomegali, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit
pucat), monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika perlu), Monitor
intake dan output cairan, monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama.monitor
saturasi oksigen, monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas, lokasi, radiasi, durasi,
presivitasi yang mengurangi nyeri), monitor EKG 12 sadapan, monitor aritmia (kelainan
irama dan frekuensi), monitor nilai laboratorium jantung (mis. elektrolit, enzim jantung,
BNP, NTpro-BNP), monitor fungsi alat pacu jantung, periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan sesudah aktivitas, periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
sebelum pemberian obat (mis. beta blocker, ACE inhibitor, calcium channel blocker,
digoksin). Tindakan terapeutik: posisikan pasien semi-Fowler atau Fowler dengan kaki
ke bawah atau posisi nyaman, berikan diet jantung yang sesuai (mis. batasan asupan
kafein, natrium, kolestrol dan makanan tinggi lemak), gunakan stocking elastic atau
pneumatic intermiten, sesuai indikasi, fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat, berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika perlu, berikan
dukungan emosional dan spiritual, Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen >94%. Tindakan Edukasi: anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi. anjurkan
beraktivitas fisik secara bertahap, anjurkan berhenti merokok, ajarkan pasien dan
keluarga mengukur berat badan harian, ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan
output cairan harian. Tindakan kolaborasi: Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu,
rujuk ke program rehabilitasi jantung.
Penanganan masalah keperawatan penurunan curah jantung penulis telah melakukan
implementasi keperawatan berdasarkan intervensi yang telah disusun diatas yakni
mengidentifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung, mengidentifikasi
tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung, memonitor EKG 12 lead, memposisikan
pasien semi fowler dengan kaki kebawah atau posisi nyaman, memberikan oksigen bila
perlu, Berkolaborasi pemberian obat pada pasien ini diberikan Concor 1,25 mg,
Spironolactone 25 mg, Ramipril 5 mg.
Hasil evaluasi akhir pada tanggal 25 Oktober 2019 menunjukkan klien sudah tidak sesak,
Saturasi O2 99%, tidak ada edema pada tungkai bawah, pitting edema (-), kulit pucat,
asites (-), ronchi (-), batuk (-) tidak ada sianosis, capillary Refil Time <3 detik, normo
axis, LBBB, Slight ST depression II,III, avR, Inferted V3-V6. Sesuai dengan tujuan yang
ditargetkan masalah pasien teratasi, intervensi dihentikan karena pasien direncanakan
pulang.
Diagnosa kedua yaitu Hipervolemi berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi. Intervensi yang sesuai dengan kasus yaitu Periksa tanda dan gejala hipervolemi,
Monitor status hemodinamik, Monitor intake dan output cairan, Monitor tanda hemo
konsentrasi, Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma, Monitor kecepatan infus
secaraketat, Monitor efek samping diuretic, Timbang berat badan pada waktu yang sama,
Batasi asupan cairan dan garam, Tinggikan kepala tempat tidur 30°-40°, Ajarkan cara
membatasi cairan dan garam, Anjurkan melapor jika berat badan bertambah >1kg
BB/hari, Anjurkan melapor jika haluaran urine <0.5 ml/Kg/Jam, Kolaborasi pemberian
diuretic, Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibatdiuretik.
Dalam tahap pelaksanaan asuhan keperawatan penulis tidak melaksanakan semua
rencana keperawatan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat dan semua
pelaksanaan keperawatan didokumentasikan dalam catatan perkembangan keperawatan.
Pada diagnosa Hipervolemi berhubungan dengan gangguan mekanis meregulasi,
semua intervensi keperawatan yang di rencanakan pada pasien Gagal Jantung sebagian
dapat dilaksanakan antara lain : Memeriksa tanda dan gejala hipervolemi, memonitor
intake dan output cairan, membatasi asupan cairan dan garam, mengajarkan cara
mengukur dan mencatat asupan dan haluaran cairan, berkolaborasi pemberian diuretik
Dalam diagnosa keperawatan Intolerasi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen. Dirumuskan perencanaan tindakan keperawatan untuk pasien
dengan congestive hearth failure diantaranya : Identifikasi ganguan fungsi tubuh yang
mengaktifkan, Monitor kelelahan fisik dan emosional,Monitor pola dan jam
tidur,Monitor lokasi ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas, Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah stimulus, Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif,
Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan , Anjurkan tirah baring, Anjurkan
melakukan secara bertahap, Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang, Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan, dan
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan. Dengan tujuan
Setelah dilakukan intervensi selama 3x8 jam maka toleransi aktivitas meningkat adapun
hasil yang ingin di capai yaitu Keluhan lelah menurun, perasaan lemah menurun serta
dispnea saat aktivitas / setelah aktivitas juga menurun.
Implementasi yang dilakukan yaitu Mengidentifikasi ganguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan, Memonitor pola dan jam tidur, Menyediakan lingkungan
nyaman dan rendah stimulus, Memberikan latihan rentang gerak aktif sambil di berikan
latihan nafas dalam (deep breathing exercise) , Menganjurkan melakukan secara bertahap
seperti : dudukterlebih dahulu di tempat tidur sebelum berjalan(Misalnya ke toilet), jika
tidak mampu minta bantuan orang lain untuk ke toilet dan berkolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan makanan dimana dalam kasus ini klien diberi diet
jantung rendah lemak, rendah garam dengan Bentuk makan oral, kebutuhan energi 1950
kkal : protein 73 gr, lemak 54 gr, karbohidrat 293 gr. Implementasi dilakukan selama 3
hari dalam rentang waktu 8 jam.
Hasil evaluasi akhir tanggal 25 oktober 2019 menunjukkan klien sudah mampu
melakukan aktivitas sesuai toleransi, sehingga tujuan telah tercapai. dengan demikian
tindakan yang telah di berikan memberikan manfaat yang baik terhadap toleransi
aktivitas klien.
DAFTAR PUSTAKA
Riset Kesehatan Dasar. (2013). Dimuat dalam www.litbang.depkes.go.id. diakses tanggal 24
oktober 2019.
PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Jakarta
Jayanti, N. 2010. Gagal Jantung Kongestif. Dimuat dalam
http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-jantung-kongestif/ (diakses pada
22 Oktober 2019)
Imaligy. 2014. Gagal Jantung Pada Geriatri. Bandung: CDK

Anda mungkin juga menyukai