Anda di halaman 1dari 27

BERFIKIR DAN DISPOSISI MATEMATIK:

APA, MENGAPA, DAN BAGAIMANA DIKEMBANGKAN


PADA PESERTA DIDIK

Utari Sumarmo, FPMIPA UPI


Tahun 2010

ABSTRAK
Artikel ini membahas pengertian dan ciri-ciri berfikir dan disposisi matematik
disertai dengan rasional mengapa dan saran untuk dikembangkan pada peserta
didik. Uraian didasarkan atas analisis terhadap: (1) hakekat matematika: (2) visi
matematika masa kini dan masa datang; (3) pengertian berfikir dan disposisi
matematik dan saran mengembangkannya, (4) contoh butir tes berfikir dan
disposisi matematik serta hasil studi mengenai pembelajaran berfikir matematik.
Beberapa studi menemukan bahwa: (1) berfikir matematik tingkat tinggi tergolong
sukar untuk sebagian peserta didik, namun kemampuan tersebut perlu dipelajari
oleh peserta didik, (2) berbagai pendekatan pembelajaran matematika yang inovatif
berhasil meningkatkan kemampuan berfikir matematik tingkat tinggi peserta didik
lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran biasa; (3) peserta didik aktif belajar
menemukan kembali dan belajar bekerjasama; (4) peserta didik dan guru/dosen
memberikan respons positif terhadap berbagai pendekatan pembelajaran yang
inovatif; (5) pembelajaran mendorong tumbuhnya disposisi matematik.pada peserta
didik.
Istlah kunci: hakekat matematika, berfikir matematik, daya matematik, kegiatan
matematik, keterampilan matematik, berfikir kritis, berfikir kreatif,
disposisi matematik; berfikir efektif, human passion, discourse;
scaffolding, probing.

A. Hakekat dan Visi Matematika


Istilah matematik memiliki beberapa pengertian bergantung pada cara
pandang orang yang melaksanakannya. Coba kita ajukan pertanyaan: Apa
yang dimaksudkan dengan matematika, kepada sejumlah orang yang beragam
profesinya. Kita akan memperoleh jawaban yang bervariasi bergantung pada
bagaimana orang tersebut memandang dan memanfaatkan matematika dalam
kegiatan hidupnya. Apabila kita cermati, setiap orang dalam kegiatan hidupnya
akan terlibat dengan matematika, mulai dari bentuk yang sederhana dan rutin
sampai pada bentuknya yang sangat kompleks. Misalnya, menghitung dan
membilang, dua contoh kegiatan matematika rutin dan sederhana, hampir
dikerjakan oleh setiap orang. Dua contoh kegiatan matematika lainnya,
“mathematical problem solving” dan “mathematical reasoning” dikerjakan oleh
sekelompok orang tertentu saja. Keadaan tersebut melukiskan karakteristik
matematika sebagai suatu kegiatan manusia atau “mathematics as a human
activity”. Sejalan dengan sifat kegiatan manusia yang tidak statis, pandangan
tadi memuat makna matematika sebagai suatu proses yang aktif, dinamik, dan
generatif.
Karakteristik lainnya adalah matematika sebagai bahasa yang memiliki
beberapa kesamaan dengan bahasa lainnya antara lain, mereka memiliki
aturan dan istilah tertentu. Misalnya, dalam bahasa Inggris berlaku aturan
(hukum) MD (menerangkan-diterangkan) dalam bahasa Indonesia berlaku
hukum DM (diterangkan- menerangkan) seperti pada contoh “negative number”
dan “bilangan negatif”. Contoh lain dalam matematika misalnya, dalam segitiga

Utari Sumarmo, Januari 2010– Hal : 1


siku-siku berlaku aturan, sifat, atau hukum Pithagoras. Dalam bahasa Indonesia
ada istilah “sinonim” yang berarti “sama arti”. Dalam matematika juga terdapat
istilah yang memiliki nama dan makna tertentu, misalnya bentuk 3 + 4x dan
1
56,2 – /5 dinamakan “ekspresi”, bentuk x = 2 dan bentuk 3x + y < 50 dinamakan
“kalimat”. Beberapa contoh lainnya misalnya simbol =, ~, dan ≅ merupakan “kata
kerja” (Usiskin, dalam Elliott dan Kenney, 1996). Perbedaan matematika dengan
bahasa lainnya, di antaranya adalah matematika merupakan bahasa yang
khusus dengan sifat-sifatnya yang unik. Sebagai bahasa yang sifatnya unik,
matematika mempunyai beberapa nama, misalnya matematika sebagai
“extention language” atau matematika sebagai “fomal language” atau sebagai
“symbolic language”. (Usiskin, dalam Elliott dan Kenney, 1996)
Seperti dalam bahasa lainnya, dalam matematika terdapat pula sejumlah
simbol yang diadopsi dari bahasa lainnya misalnya, dalam aljabar digunakan
huruf Latin, dalam trigonometri diadopsi simbol φ, θ, dan ∂ dari Yunani. Demikian
pula terdapat sejumlah kata atau istilah yang dipinjam dari bahasa lainnya
seperti elips, parabola, dan hiperbola diambil dari Yunani, kata aljabar, dan
algoritma diambil dari bahasa Arab, dan “circle”, “radius” dari bahasa Latin.
(Usiskin, dalam Elliott dan Kenney, 1996). Selain terdapat kesamaan antara
matematika dengan bahasa lainnya seperti di atas, terdapat pula perbedaan
antara matematika dengan bahasa lainnya. Perbedaan itu antara lain,
matematika memiliki simbol, gambar, atau pola yang bersifat efisien dan padat
makna. Simbol, gambar dan pola tersebut bukan merupakan gambar material
baik konkrit atau abstrak dari benda yang bersangkutan, melainkan menyatakan
perumpamaan dari elemen, operasi, relasi, dan atau fungsi dalam kerangka
ruang dan waktu. Keunggulan dari simbol, gambar, atau pola matematika dari
yang lainnya adalah terletak pada sifatnya yang tetap yang memiliki idea
tertentu. Sebagai contoh, kita mengenal simbol bilangan “2”. Simbol ini
merupakan konsep yang abstrak, tidak tampak, tidak dapat diraba, atau tidak
dapat diindera dan tidak termuat dalam benda yang bersangkutan secara
langsung, namun maknanya tetap. Pada contoh ini, makna bilangan “2” dapat
divisualisasikan melalui benda-benda konkrit tetapi bukan benda konkrit itu
sendiri. Dalam bidang lain terdapat juga simbol atau pola yang melukiskan
sesuatu yang abstrak, namun simbol atau pola matematika memiliki keunggulan
tertentu. Keunggulan ini terlukis pada kutipan Baron (Sumarmo, 1987, h.35) dari
A Mathematician Apology: “A Mathematician, like a painter or a poet, is a maker
of patterns. If his are more permanent than theirs, it is because they are made
of ideas”. Ungkapan tersebut melukiskan betapa pentingnya pemahaman
terhadap simbol, gambar, atau pola matematika, dalam belajar matematika.
Karakteristik matematika pada paragraf ini, melukiskan matematika yang
memiliki bahasa simbol yang efisien, sifat keteraturan yang indah dan
kemampuan analisis kuantitatif, yang akan membantu menghasilkan model
matematika yang diperlukan dalam pemecahan masalah berbagai cabang ilmu
pengetahuan dan masalah kehidupan sehari-hari. Keunggulan matematika pada
pernyataan di atas juga melukiskan karakteristik matematika sebagai ilmu
bantu dalam masalah kehidupan sehari-hari dan ilmu-ilmu lainnya..
Karakteristik matematika lainnya adalah sifatnya yang menekankan pada
proses deduktif yang memerlukan penalaran logis dan aksiomatik, yang diawali
dengan proses induktif yang meliputi penyusunan konjektur, model matematika,
analogi dan atau generalisasi, melalui pengamatan terhadap sejumlah data.
Karakteristik berikutnya, ditinjau dari segi susunan unsur-unsurnya, matematika
dikenal pula sebagai ilmu yang terstruktur dan sistimatis dalam arti bagian-
bagian matematika tersusun secara hierarkhis dan terjalin dalam hubungan
fungsional yang erat.
Uraian mengenai karakteristik matematika di atas, mengarahkan visi
matematika pada dua arah pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan
masa kini dan kebutuhan masa datang. Visi pertama mengarahkan
pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep dan idea matmatika yang
kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu
pengetahuan lainnya. Visi kedua dalam arti yang lebih luas dan mengarah ke
masa depan, matematika memberi peluang berkembangnya kemampuan
menalar yang logis, sistimatik, kritis dan cermat, kreatif, menumbuhkan rasa
percaya diri, dan rasa keindahan terhadap keteraturan sifat matematika, serta
mengembangkan sikap obyektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam
menghadapi masa depan yang selalu berubah.

B. Berfikir Matematik: Apa dan Mengapa perlu Dikembangkan

Terdapat beberapa istilah yang berelasi dengan istilah berfikir matematik


(mathematical thinking), di antaranya adalah: kegiatan matematik (doing math),
tugas matmematik (mathematical task), keterampilan matematik (mathematical
ability), daya matematik (mathematical power), dan penalaran matematik
(mathematical reasoning), Dalam beberapa pembahasan, penggunaan istilah-
istilah tersebut kadang-kadang dipertukarkan karena mereka memuat beberapa
kegiatan yang serupa. Istilah kegiatan matematik (doing math) diartikan sebagai
kegiatan yang berkaitan dengan proses, konsep, sifat, dan idea matematika,
mulai dari yang paling sederhana sampai dengan yang kompleks. Sedang istilah
tugas matematik (mathematical task) merupakan soal atau tugas berkenaan
dengan doing math. Istilah keterampilan atau kemampuan matematik
(mathematical abilities) diartikan sebagai keterampilan melaksanakan doing
math atau menyelesaikan mathematical task. Misalnya proses menghitung
merupakan doing math yang sederhana, sedang membuktikan tergolong pada
doing math yang kompleks atau tinggi. Contoh lain misalnya, soal bentuk ∫ sinx
dx memuat doing math yang rendah dan tergolong pada mathematical task
tingkat rendah untuk siswa SMA.
NCTM (1999) menyatakan, daya matematik adalah kemampuan untuk
mengeksplorasi, menyusun konjektur; dan memberikan alasan secara logis;
kemampuan untuk menyelesaikan masalah non rutin; mengomunikasikan ide
mengenai matematika dan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi;
menghubungkan ide-ide dalam matematika, antar matematika, dan kegiatan
intelektual lainnya. Ditinjau dari karakteristik di atas, istilah daya matematik
memuat kemampuan pemahaman, pemecahan masalah, koneksi, komunikasi,
dan penalaran matematik yang lebih tinggi dari doing math yang juga termuat
dalam kurikuklum matematika sekolah tahun 2006. Sebagai implikasinya, daya
matematik merupakan kemampuan yang perlu dimiliki siswa yang belajar
matematika pada jenjang sekolah manapun (Sumarmo, 2005).
Selain adanya pandangan keserupaan karakteristik dalam istilah-istilah
yang berelasi dengan istilah berfikir matematik, terdapat pandangan yang
mengidentifikasi bahwa istilah berfikir matematik mempunyai cakupan yang lebih
luas dibandingkan dengan istilah-istilah lainnya yang berelasi. Misalnya, dalam
statistika, del Mas (2002) membedakan berfikir statistik (statistical thinking) dan
penalaran statistik (statistical reasoning) sebagai berikut. Penalaran statistik
memuat kemampuan menjelaskan mengapa dan bagaimana suatu hasil
diperoleh atau mengapa dan bagaimana cara menarik kesimpulan dari data
yang tersedia. Sedangkan istilah berfikir statistik menunjukkan kemampuan
menyelesaikan masalah nyata disertai dengan kritik, evaluasi dan generalisasi.
Mengacu pada pengertian kedua istilah berfikir dan penalaran di atas,
mengindikasikan bahwa istilah berfikir statistik mempunyai cakupan yang lebih
luas dan memuat proses penalaran statistik.
Istilah berfikir matematik (mathematical thinking) diartikan sebagai cara
berfikir berkenaan dengan proses matematika (doing math) atau cara berfikir
dalam menyelesaikan tugas matematik (mathematical task) baik yang sederhana
maupun yang kompleks. Merujuk pengertian di atas, maka istilah mathematical
ability, dapat diartikan juga sebagai kemampuan melaksanakan mathematical
thinking. Selanjutnya, ditinjau dari kedalaman atau kekompleksan kegiatan
matematik yang terlibat, berfikir matematik dapat digolongkan dalam dua jenis
yaitu yang tingkat rendah (low order mathematical thinking atau low level
mathematical thinking ) dan yang tingkat tinggi (high order mathematical thinking
atau high level mathematical thinking). Merujuk pernyataan NCTM (1999), maka
daya matematik. tergolong pada kemampuan berfikir matematik tingkat tinggi.
Selain itu, dengan mengacu pendapat del Mas (2002) pengertian berfikir
matematik dipandang lebih luas cakupannya dibandingkan dengan penalaran
matematik atau dapat dikatakan berfikir matematik memuat komponen penalaran
matematik.
Selanjutnya, berdasarkan jenisnya berfikir matematik dapat diklasifikasikan
dalam lima kompetensi utama dengan indikator sebagai berikut.

(1) Pemahaman matematika (mathematical understanding)


Secara umum indikator pemahaman matematika meliputi; mengenal,
memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan idea matematika.
Polya (Pollatsek et al, 1981) merinci kemampuan pemahaman pada empat
tahap yaitu:
a) Pemahaman mekanikal yang dicirikan oleh mengingat dan menerapkan
rumus secara rutin dan menghitung secara sederhana. Kemampuan ini
tergolong pada kemampuan berfikir matematik tingkat rendah.
b) Pemahaman induktif: menerapkan rumus atau konsep dalam kasus
sederhana atau dalam kasus serupa. Kemampuan ini tergolong pada
kemampuan berfikir matematik tingkat rendah namun lebih tinggi dari pada
pemahaman mekanikal.
c) Pemahaman rasional: membuktikan kebenaran suatu rumus dan teorema.
Kemampuan ini tergolong pada kemampuan berfikir matematik tingkat
tinggi.
d) Pemahaman intuitif: memperikirakan kebenaran dengan pasti (tanpa ragu-
ragu) sebelum menganalisis lebih lanjut. Kemampuan ini tergolong pada
kemampuan berfikir matematik tingkat tinggi.
Berbeda dengan Polya, Pollatsek (1981) menggolongkan pemahaman
dalam dua jenis yaitu:
a) Pemahaman komputasional: menerapkan rumus dalam perhitungan
sederhana, dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik. Kemampuan
ini tergolong pada kemampuan berfikir matematik tingkat rendah.
b) Pemahaman fungsional: mengkaitkan satu konsep/prinsip dengan
konsep/prinsip lainnya, dan menyadari proses yang dikerjakannya.
Kemampuan ini tergolong pada kemampuan berfikir matematik tingkat
tinggi.
Serupa dengan Pollatsek, Skemp (Pollatsek et al, 1981) menggolongkan
pemahaman dalam dua tahap yaitu:
a) Pemahaman instrumental: hafal konsep/prinsip tanpa kaitan dengan yang
lainnya, dapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana, dan
mengerjakan perhitingan secara algoritmik. Kemampuan ini tergolong pada
kemampuan berfikir matematik tingkat rendah.
b) Pemahaman relasional: mengkaitkan satu konsep/prinsip dengan
konsep/prinsip lainnya. Kemampuan ini tergolong pada kemampuan tingkat
tinggi.
Mirip pendapat Pollatsek dan Skemp, Copeland (1979) menggolongkan
pemahaman dalam dua jenis yaitu:
a). Knowing how to: mengerjakan suatu perhitungan secara rutin/ algoritmik.
Kemampuan ini tergolong pada kemampuan tingkat rendah.
b) Knowing: mengerjakan suatu perhitungan secara sadar. Kemampuan ini
tergolong pada kemampuan berfikir matematik tingkat tinggi..

(2) Pemecahan masalah matematik (mathematical problem solving),


Pemecahan masalah matematik mempunyai dua makna yaitu:
a) Pemecahan masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran, yang
digunakan untuk menemukan kembali (reinvention) dan memahami materi,
konsep, dan prinsip matematika. Pembelajaran diawali dengan penyajian
masalah atau situasi yang kontekstual kemudian melalui induksi siswa
menemukan konsep/prinsip matematika
b) Pemecahan masalah sebagai kegiatan yang meliputi:
• Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah
• Membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah sehari-hari
dan menyelesaikannya.
• Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah
matematika dan atau di luar matematika
• Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalah asal,
serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban
• Menerapkan matematika secara bermakna
Secara umum pemecahan masalah bersifat tidak rutin, oleh karena itu
kemampuan ini tergolong Kemampuan ini tergolong pada kemampuan berfikir
matematik tingkat tinggi.

(3) Penalaran matematik (mathematical reasoning)


Secara garis besar penalaran dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu
penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif diartika sebagai
penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau khusus berdasarkan data yang
teramati. Nilai kebenaran dalam penalaran induktif dapat bersifat benar atau
salah. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran induktif di antaranya
adalah:
a) Transduktif: menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu
diterapkan pada yang kasus khusus lainnya.
b) Analogi: penarikan kesimpulan berdasarkan keseruapaan data atau proses
c) Generalisasi: penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang
teramati
d) Memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan: interpolasi dan
ekstrapolasi
e) Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang
ada
f) Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan menyusun
konjektur
Pada umumnya penalaran transduktif tergolong pada kemampuan berfikir
matematik tingkat rendah sedang yang lainnya tergolong berfikir matematik
tingkat tinggi.
Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan
yang disepakati. Nilai kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar
atau salah dan tidak keduanya bersama-sama. Penalaran deduktif dapat
tergolong tingkat rendah atau tingkat tinggi. Beberapa kegiatan yang tergolong
pada penalaran deduktif di antaranya adalah:
a) Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu.
b) Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas
argumen, membuktikan, dan menyusun argumen yang valid
c) Menyusun pembukltian langsung, pembukltian tak langsung dan pem-buktian
dengan induksi matematika.
Kemampuan pada butir a) pada umumnya tergolong berfikir matematik tingkat
rendah, dan kemampuan lainnya tergolong berfikir matematik tingkat tinggi.

(4) Koneksi matematik (mathematical connection)


Kegiatan yang tergolong pada koneksi matematik di antaranya adalah:
a) Mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur.
b) Memahamai hubungan antar topik matematika.
c) Menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehar-
hari.
d) Memahami representasi ekuivalen suatu konsep.
e) Mencari hubungan satu prosedur dengan prosedur lain dalam represntasi
yang ekuivalen.
f) Menerapkan hubungan antar topik matematika dan antara topik matematika
dengan topik di luar matematika.
Kemampuan ini dapat tergolong pada kemampuan berfikir matematik
tingkat rendah atau tingkat tinggi bergantung pada kekompleksan hubungan
yang disajikan.

(5) Komunikasi matematik (mathematical communication).


Kegiatan yang tergolong pada komunikasi matematik di antaranya
adalah:
a) Menyatakan suati situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam
bahasa, simbol, idea, atau model matematik
b) Menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan
c) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika
d) Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis
e) Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragrap matematika dalam
bahasa sendiri
Kemampuan di atas dapat tergolong pada kemampuan berfikir matematik
rendah atau tingkat tinggi bergantung pada kekompleksan komunikasi yang
terlibat.

Dalam menghadapi era informasi dan suasana bersaing yang semakin


ketat, dalam mempelajari kompetensi matematik di atas, siswa dan mahasiswa
perlu memiliki kemampuan berfikir matematik tingkat tinggi, sikap kritis, kreatif
dan cermat, obyektif dan terbuka, menghargai keindahan matematika, serta rasa
ingin tahu dan senang belajar matematika. Apabila kebiasaan berfikir
matermatik dan sikap seperti di atas berlangsung secara berkelanjutan, maka
secara akumulatif akan tumbuh disposisi matematik (mathematical disposition)
yaitu keinginan, kesadaran, kecenderungan dan dedikasi yang kuat pada diri
siswa atau mahasiswa untuk berpikir dan berbuat secara matematik.dengan
cara yang positif Polking (1998), mengemukakan bahwa disposisi matematik
menunjukikan (1) rasa percaya diri dalam menggunakan matematika,
memecahkan masalah, memberi alasan dan mengkomunikasikan gagasan, (2)
fleksibilitas dalam menyelidiki gagasan matematik dan berusaha mencari
metoda alternatif dalam memecahkan masalah; (3) tekun mengerjakan tugas
matematik; (4) minat, rasa ingin tahu ( curiosity), dan dayatemu dalam
melakukan tugas matematik; (5) cenderung memonitor, merepleksikan
performance dan penalaran mereka sendiri; (6) menilai aplikasi matematika ke
situasi lain dalam matematika dan pengalaman sehari-hari; (7) apresiasi
(appreciation) peran matematika dalam kultur dan nilai, matematika sebagai
alat, dan sebagai bahasa.
Hampir serupa dengan pendapat Polking (1998), Standard 10 (NCTM,
2000) mengemukakan bahwa disposisi matematik menunjukkan: rasa percaya
diri, ekspektasi dan metakognisi, gairah dan perhatian serius dalam belajar
matematika, kegigihan dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah, rasa
ingin tahu yang tinggi, serta kemampuan berbagi pendapat dengan orang lain.
Disposisi matematik disebut juga productive disposition (sikap produktif), yakni
tumbuhnya sikap positif serta kebiasaan untuk melihat matematika sebagai
sesuatu yang logis, berguna dan berfaedah (Kilpatrick, Swafford, & Findell,
2001). Memperhatikan kekuatan kognitif dan afektif yang termuat dalam berfikir
dan disposisi matematik di atas, adalah rasional bahwa dalam belajar
matematika siswa dan mahasiswa perlu mengutamakan pengembangan
kemampuan berfikir dan disposisi matematik. Pengutamaan tersebut menjadi
semakin penting manakala dihubungkan dengan tuntutan kemajuan IPTEKS dan
suasana bersaing yang semakin ketat terhadap lulusan semua jenjang
pendidikan.

C. Lima Inti Berfikir Efektif


Selain kemampuan berfikir dan disposisi matematik seperti yang telah
diuraikan, pada individu yang belajar matematika juga perlu dikembangkan
kemampuan berfikir efektif (effective thinking). Pada dasarnya kemampuan
berfikir efektif tidak dapat diamati secara langsung, namun dapat dianalisis
melalui efek yang dihasilkannya antara lain dalam fikiran dan kegiatan yang
produktif. Costa dan Garmston (Costa, Ed. 2001) mengklasifikasi fikiran dan
kegiatan yang produktif tersebut dalam lima keunggulan manusia (human
passion) yang merupakan inti berfikir efektif. Kelima keunggulan tersebut
adalah: (1) kemampuan dan kemandirian dalam mengontrol diri dan rasa
percaya diri (efficacy), (2) keluwesan (flexibility), (3) kepakaran atau kemahiran
(craftsmanship), (4) kesadaran (consciousness), dan (5) rasa saling
bergantungan (interdependence).
Individu dengan efficacy yang rendah bersikap menyalahkan diri sendiri,
cemas, dan merasa tidak mampu menghadapi masalah. Dalam belajar
matematika, kondisi seperti itu terlukis pada individu yang merasa tidak mampu,
cemas, dan merasa akan gagal ketika ia menghadapi persoalan matematika
yang kompleks, tidak rutin dan atau berbeda dari contoh atau pengalaman
belajar sebelumnya. Sebaliknya, individu dengan efficacy yang tinggi mampu
mengontrol diri secara internal, menghasilkan pengetahuan yang baru,
berkeinginan belajar secara berkelanjutan, berani menghadapi masalah dan
berusaha mencari solusinya, bersikap optimis, percaya diri dan mampu
memodifikasi diri. Mereka juga bersemangat dalam bekerja, mempunyai daya
tahan, memandang masalah sebagai suatu tantangan dan peluang, dapat
mengatasi kecemasannya, serta menyadari yang tidak diketahuinya dan
berusaha belajar secara kontinu. Sebagai contoh, individu dengan efficacy yang
tinggi, ketika belajar matematika ia merasa tertantang dan optimis dapat
menyelesaikan persoalan yang kompleks, yang berbeda dari pengalaman
sebelumnya. Ia berusaha keras, pantang menyerah mencari solusi dengan
memanfaatkan data, prinsip, aturan, teorema, dan atau sumber-sumber
matematika lainnya.
Berkaitan dengan dimensi kedua, individu yang luwes, menunjukkan rasa
empati, menghargai dan dapat menerima beragam pendapat atau pandangan,
bersikap terbuka dan mantap menghadapi ketidakpastian atau keraguan.
Individu yang luwes memiliki rasa humor, mampu mengubah alur fikirannya
dengan adanya tambahan data, mampu bekerja dalam kegiatan yang beragam
secara simultan. Demikian pula ia menunjukkan rasa percaya diri, mempunyai
sikap toleran terhadap ketidak pastian, dan mampu bekerja kreatif dan produktif.
Sebagai ilustrasi, individu yang luwes dalam belajar matematika terutama
dalam menghadapi masalah matematika yang open-ended, kompleks, tidak
lengkap, dan atau suasana yang berbeda, ia mampu mempertimbangkan
alternatif solusi, dan ia sadar dan tahu kapan ia harus mengubah alur fikirannya
dari alur yang satu ke alur lainnya dengan cara memperluas perbendaharaan
matematikanya secara berkelanjutan.
Sifat mahir atau ahli dalam berfikir merupakan salah satu subinti berfikir
efektif lainnya. Individu yang memiliki kemahiran dalam berfikir akan bekerja
secara eksak, teliti, tepat, dan tuntas. Ia menggunakan bahasa yang tepat untuk
menggambarkan kegiatannya. Ia memiliki visi dan tujuan yang jelas, menarik
kesimpulan yang lengkap dan rasional terhadap kegiatan yang dilakukannya,
disertai kegiatan pengujian dan revisi berkelanjutan dalam mencapai tujuannya.
Contoh situasi individu yang mahir dalam belajar matematika, tergambar pada
individu yang mampu menggambarkan kegiatan matematika yang dilakukannya
dengan menggunakan bahasa secara hati-hati, tepat, dan eksak. Demikian pula
individu yang mahir matematika dapat memahami konsep, mengidentifikasi
perbedaan dan keserupaan atau kesamaan proses matematika, serta memiliki
semangat belajar yang kuat dan berkelanjutan untuk mencapai standar belajar
yang tinggi.
Karakteristik keempat dari berfikir efektif adalah sifat sadar atau paham
terhadap sesuatu yang dikerjakan. Individu yang memiliki kesadaran dalam
berfikir dikatakan juga ia berfikir metakognitif. Ia tahu apa yang difikirkannya dan
ia paham akan dampak kegiatannya terhadap orang lain atau lingkungan
sekitarnya. Dalam belajar matematika, individu yang memiliki kesadaran mampu
menyusun solusi yang benar, menjelaskan atau memberikan alasan yang
rasional terhadap langkah-langkah solusi dan atau memberikan argumen
berkenaan dengan rumus, prinsip, dan atau teorema yang diterapkannya dalam
solusi masalahnya.
Karakteristik kelima yaitu rasa ketergantungan berfikir, menggambarkan
bahwa dalam kehidupan nyata atau dalam suasana belajar, individu sebagai
anggota masyarakat yang saling bergantung dengan individu lainnya. Ini berarti
bahwa individu saling membutuhkan invidu lainnya. Individu yang memiliki rasa
ketergantungan memiliki rasa sebagai anggota masyarakat, menunjukkan ke-
kitaan selain keakuannya, dan ia mengambil peran sebagai bagian dari
keseluruhan, ia berpandangan bahwa keseluruhan lebih efisien dari pada
individu masing-masing. Pentingnya peran rasa ketergantungan tampak pada
implikasi teori belajar Vygotski, bahwa perkembangan intelektual individu
dipengaruhi oleh interaksi individu yang bersangkutan dengan individu lain dan
atau lingkungannya. Individu yang memiliki rasa ketergantungan berfikir tidak
akan kehilangan rasa keakuannya, namun ia menginterpretasikan konflik
sebagai sesuatu yang berguna dalam mencari solusi masalah, pendekatan baru
atau alternatif solusi lainnya.

D. Berfikir Kritis dan Kreatif Matematik

1. Berfikir Kritis matematik


Berfikir kritis tidak ekuivalen dengan keterampilan berfikir tingkat tinggi
Dalam berfikir kritik termuat semua komponen berfikir tingkat tinggi, namun juga
memuat disposisi yang tidak termuat dalam berfikir tingkat tinggi.. Ennis (Baron,
dan Sternberg, (Eds), 1987) mendefinisikan berfikir kritis sebagai berfikir reflektif
yang beralasan dan difokuskan pada penetapan apa yang dipercayai atau yang
dilakukan. Berfikir kritis berelasi dengan lima idea kunci yaitu: praktis, reflektif,
masuk akal, kepercayaan, dan aksi. Selain kelima kata kunci di atas, berfikir
kritis juga memiliki empat komponen yaitu: kejelasan (clarity), .dasar (bases),
inferensi (inference), dan interaksi (interaction). Kemudian, Glaser (2000)
menyatakan bahwa berfikir kritis matematik memuat kemampuan dan disposisi
yang dikombinasikan dengan pengetahuan, kemampuan penalaran matematik,
dan strategi kognitif yang sebelumnya, untuk menggeneralisasikan,
membuktikan, mengases situasi matematik secara reflektif. Di bawah ini
disajikan satu contoh tugas berfikir kritis matematik sebagai berikut.
Terdapat dua kotak karton berisi sejumlah bola. Karton pertama memuat 3
bola merah dan 7 bola biru. Karton kedua berisi 4 bola merah dan 6 bola
biru. Kemudian kita ambil 1 bola dari karton pertama dan dimasukan ke
karton kedua. Setelah karton kedua dikocok, kita ambil satu bola dan kita
masukan ke karton pertama. Berapa probabilitas terambil bola merah dari
karton kedua? (Setyabudhi, 2007)
Penulis lain, Langrehr (2003) menyatakan bahwa berfikir kritis merupakan
berfikir evaluatif yang melibatkan kriteria yang relevan dalam mengases
informasi disertai dengan ketepatan (accuracy), relevansi (relevancy),
kepercayaan (reliability), ketegapan, (consistency), dan bias (bias). Serupa
dengan pendapat Langrehr, Bayer (Hassoubah, 2004) mengemukakan bahwa
berfikir kritis memuat kemampuan menetapkan sumber yang dapat dipercaya,
membedakan antara sesuatu atau data yang relevan dan yang idak relevan,
mengidentifikasi dan menganalisis asumsi, mengidentifikasi bias dan
pandangan, dan mengases bukti. Dalam melaksanakann berfikir kritis, terlibat
disposisi berfikir yang dicirikan dengan: bertanya secara jelas dan beralasan,
berusaha memahami dengan baik, menggunakan sumber yang terpercaya,
mempertimbangkan situasi secara keseluruhan, berusaha tetap mengacu dan
relevan ke masalah pokok, mencari berbagai alternatif, bersikap terbuka, berani
mengambil posisi, bertindak cepat, bersikap atau berpandangan bahwa sesuatu
adalah bagian dari keseluruhan yang kompleks, memanfaatkan cara berfikir
orang lain yang kritis, dan bersikap sensisif terhadap perasaan orang lain (Ennis,
dalam Baron dan Sternberg, (Eds), 1987). Selain aspek afektif tersebut, dalam
berfikir kritis juga termuat sejumlah kemampuan yaitu: memfokuskan diri pada
pertanyaan, menganalisis dan mengklarifikasi pertanyaan, jawaban, dan
argumen, mempertimbangkan sumber yang terpercaya, mengamati dan
menganalisis deduksi, menginduksi dan menganalisis induksi, merumuskan
eksplanatori, kesimpulan dan hipotesis, menarik pertimbangan yang bernilai,
menetapkan suatu aksi, dan berinteraksi dengan orang lain. (Ennis, dalam Baron
dan Sternberg, (Eds), 1987)

2. Berfikir kreatif matematik


Penggunaan istilah berfikir kreatif dan kreativitas seringkali tertukarkan.
Kedua istilah tersebut berelasi secara konseptual, namun keduanya tidak
identik. Kreativitas merupakan konstruk payung sebagai produk kreatif dari
individu yang kreatif, memuat tahapan proses berfikir kreatif, dan lingkungan
yang kondusif untuk berlangsungnya berfikir kreatif (Puccio dan Murdock dalam
Costa, ed., 2001). Berfikir kreatif memuat aspek keterampilan kognitif, afektif,
dan metakognitif. Keterampilan kognitif tersebut antara lain kemampuan:
mengidentifikasi masalah dan peluang, menyusun pertanyaan yang baik dan
berbeda, mengidentifikasi data yang relevan dan yang tidak relevan, masalah
dan peluang yang produktif; menghasilkan banyak idea (fluency), idea yang
berbeda (flexibility), dan produk atau idea yang baru (originality), memeriksa dan
menilai hubungan antara pilihan dan alternatif, mengubah pola fikir dan
kebiasaan lama, menyusun hubungan baru, memperluas, dan memperbaharui
rencana atau idea. Keterampilan afektif yang termuat dalam berfikir kreatif
antara lain: merasakan masalah dan peluang, toleran terhadap ketidakpastian,
memahami lingkunagn dan kekreatifan orang lain, bersifat terbuka, berani
mengambil resiko,membangun rasa percaya diri, mengontrol diri, rasa ingin
tahu, menyatakan dan merespons perasaan dan emosi, dan mengantisipasi
sesuatu yang tidak diketahui. Kemampuan metakognitif yang termuat dalam
berfikir kreatuif antara lain: merancang strategi, menetapkan tujuan dan
keputusan, mempredikasi dari data yang tidak lengkap, memahami kekreatifan
dan sesuatu yang tidak dipahami orang lain, mendiagnosa informasi yang tidak
lengkap, membuat pertimbangan multipel, mengatur emosi, dan memajukan
elaborasi solusi masalah dan rencana.
Alvino (Cotton, 1991) menyatakan bahwa berfikir kreatif memuat empat
komponen yaitu: kelancaran (fluency), fleksibel (flexibility), keaslian (originalit),
and elaborasi (elaboration). Papu (2001) menyatakan bahwa kreativitas memuat
empat proses utama yaitu: eksplorasi, menemukan, memilih, dan
menerapkan..Yudha (2004) mengemukakan empat langkah dalam berfikir kreatif
yaitu: orientasi masalah, merumuskan masalah, mengidentifikasi komponen
masalah, menyiapkan pengumpulan informasi sesuai masalah, inkubasi
beristirahat sejenak ketika penyelesaian masalah buntu, iluminasi mencari idea
dan pandangan untuk penyelesaian masalah, verifikasi menguji dan menilai
solusi secra kritik. Apa bila seseorang gagal menyelesaikan masalah tersebut, ia
hendaknya kembali ke lima langkah tadi untuk mencari idea abru atau yang lebih
tepat.
Coleman dan Hammen (Yudha, 2004) menyatakan bahwa berfikir kreatif
merupakan cara berfikir yang menghasilkan konsep, temuan, seni yang baru.
Sukmadinata (2004) keaslian (originality), pandangan yang tajam (sharp insight),
dan proses generatif. Beberapa stepnya adalah: . mengajukan pertanyaan,
memprtimbangkan informasi dalam pandangan baru dan open minded, mencari
hubungan antar sesuatu yang berbeda, melihat antara yang satu dengan yang
lainnya, menerapakn pendapanya untuk mengghasilkan sesuatu yang baru dan
berbeda, dan mempertimbangkan intuisi. Saran lain untuk menjadi pemikir yang
kreatif dikemukakan Marzano (Hassoubah, 2004) sebagai berikut:
1. Bekerja dengan kemampuan yang tinggi, dengan rasa percaya diri yang
kuat, dan merasa tertantang untuk menyelesaikan masalah meskipun belum
belum menguasainya dengan baik.
2. Mempertimbangkan idea sendiri dari sudut pandang yang lain sehingga
ditemukan idea yang lebih baik.
3. Mengerjakan semua tugas dengan didasari internal motif dan buikan karena
eksternal motif, bersifat proaktif, dan tidak menjadi individu yang reaktif. .
4. Berfikir secara divergen, mampu mempertimbangkan sesuatu dari sudut
pandang yang berbeda, mengajukan berbagai alternatif solusi, bersikap
terbuka dan fleksible.
5. Berfikir lateral, imajinatif, tidak hanya dari yang tampak tapi juga dari yang tak
tampak, dan berfikir vertical. Melalui berfikir vertical individu dapat berfikir
melompat, namun dengan berfikir lateral Berfikir lateral, juga bersifat
generatif dan provokatif, mampu berfikir melompat dan mengajukan idea
yang bagus. Namun, dengan berfikir lateral akan mampu berfikir generatif
dan provokatif, dan memperoleh idea yang lebih bagus.
Kemudian Balka (Mann, 2005) mengemukakan bahwa berfikir kreatif
memuat kemampuan berfikir konvergen dan divergen, yang meliputi kemampuan
sebagai berikut:: 1) merumuskan hipotesis matematik berdasarkan hubungan
sebab akibat terhadap situasi matematik, 2) menentukan pola matematik, 3)
mengajukan solusi baru ketika menghadapi kebuntuan berfikir 4) mengajukan
idea yang tidak biasa dan menilai konsekuensinya, 5) mengidentifikasi informasi
yang hilang, 6) merinci masalah umum ke dalam masalah yang lebih rinci.
Musbikin (2006) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan menyusun
idea, mencari hubungan baru, menciptakan jawaban baru atau yang tak terduga,
merumuskan konsep yang tidak mudah diingat, menghasilkan jawaban baru dari
masalah asal, dan mangajukan pertanyaan baru. Kemudian, Nicholl (2006)
menyarankan beberapa langkah agar individu menjadi kreatif yaitu: kumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya, berfikir dari empat arah, ajukan beragam idea,
cari kombinasi yang terbaik, dan sadari aksi yang berlangsung. Sejalan dengan
Alvino, Zizhao and Kiesswetter (Meissner, 2006) mengidentifikasi individu yang
kreatif sebagai individu yang memiliki rasa percaya diri (self confident) mampu
mengatur diri sendiri (self regulated), menghasilkan sesuatu yang asli
(originality), dan berfikir secara fleksible (flexibility thinking). Kemudian, Meissner
(2006) menyarankan agar guru memperhatikan perkembangan individual dan
sosial, menyajikan masalah yang menantang atau masalah berkenaan dengan
penalaran., serta mendorong siswa mengajukan idea secara spontan. .
Memperhatikan karakteristik yang termuat dalam berfikir kreatif, maka
dapat dipahami banwa berfikir kreatif dalam matematika dan dalam bidang
lainnya merupakan bagian keterampilan hidup yang perlu dikembangjkan
terutama dalam menghadapi era informasi dan suasana bersaing semakin ketat.
Individu yang diberi kesempatan berfikir kreatif akan tumbuh sehat dan mampu
menghadapi tantangan. Sebaliknya, individu yang tidak diperkenankan berfikir
kreatif akan menjadi frustrasi dan tidak puas.

E. Kebiasaan Alur Berfikir


Dalam menjalani kehidupannya, manusia selalu berhadapan dengan
beragam persoalan mulai dari tingkat sederhana sampai dengan yang sangat
kompleks. Dalam upaya merespons dan mencari solusi masalah terutama
masalah yang kompleks diperlukan disposisi yang kuat dan perilaku cerdas.
Costa (Costa, Ed., 2001) menamakan disposisi yang kuat dan perilaku cerdas
dengan istilah kebiasaan berfikir (habit of minds). Ia mengidentifikasi enambelas
kebiasaan berfikir, ketika individu merespons masalah.secara cerdas. Keenam
belas kebiasaan tersebut adalah sebagai berikut.
1) Bertahan atau pantang menyerah, Ketika menghadapi masalah yang
kompleks, berusaha menganalisa masalah, kemudian mengembangkan
sistem, struktur, atau strategi untuk memecahkan masalah tersebut. Ketika
gagal menerapkan suatu strategi, segera dapat mencari alternatif solusi
lainnya. Individu yang tidak memiliki sifat bertahan, ketika menghadapi
masalah, mudah frustrasi, merasa tidak berdaya, dan tidak mampu
menyelesaikan masalah tadi.
2) Mengatur kata hati. Individu yang dapat mengatur kata hatinya akan berfikir
reflektif dan dapat menyelesaikan masalah secara berhati-hati. Ia akan
berfikir sebelum bertindak, menyusun rencana kegiatan, berusaha
memahami petunjuk, dan merancang strategi untuk mencapai tujuan,
mempertimbangkan beragam alternatif dan konsekuensinya sebelum ia
bertindak, mengumpulkan informasi yang relevan, dan mendengarkan
pandangan alternatif lainnya.
3) Mendengarkan pendapat orang lain dengan rasa empati. Kebiasaan
memahami orang lain dan berempati merupakan satu bentuk perilaku yang
cerdas. Pendengar yang baik bukan berarti bahwa ia selalu harus setuju
dengan pendapat orang lain tetapi ia mencoba memahami pendapat orang
lain.
4) Berfikir luwes. Individu yang berfikir luwes dan reflektif tetap menunjukkan
rasa percaya diri, namun ia bersifat terbuka dan mampu mengubah
pandangannya ketika memperoleh informasi tambahan.
5) Berfikir metakognitif yang berarti berfikir apa yang sedang difikirkan. Individu
yang berfikir metakognitif memahami apa yang diterahui dan yang tidak
diketahuinya, memperkirakan secara komparatif, menilai kesiapan kegiatan
yang beragam, dan memonitor fikirannya, persepsinya, keputusannya dan
perilakunya.
6) Berusaha bekerja teliti dan tepat. Individu dengan karakteristik ini akan
menghargai pekerjaan orang lain, bekerja teliti, berusaha mencapai standar
yang tinggi, dan belajar berkelanjutan. Ia mereviu dan berusaha memperbaiki
semua yang dikerjakannya untuk memperoleh hasil yang tepat.
7) Bertanya dan mengajukan masalah secara efektif. Misalnya, meminta data
pendukung, penjelasan, dan atau informasi terhadap kesimpulan yang
dibuat.
8) Memanfaatkan pengalaman lama untuk membentuk pengetahuan baru,
Misalnya melakukan analogi dan berusaha mengaitkan pengalaman lama
terhadap kasus serupa yang dihadapi
9) Berfikir dan berkomunikasi secara jelas dan tepat. Misalnya, berkomunikasi
dan mendefinisikan istilah dengan hati-hati, menggunakan bahasa yang
tepat, nama yang benar, menghindar generalisasi yang berlebihan, dan
distorsi.
10) Memanfaatkan indera dalam mengumpulkan dan mengolah data. Misalnya,
dengan memanfaatkan indera yang tajam seseorang dapar berfikir intuitif
dan memperkirakan solusi sebelum tugas diselesaikan secara analitik.
11) Mencipta, berkayal, dan berinovasi. Misalnya, memandang solusi masalah
dari sudut pandang yang berbeda, termotivasi dari dalam dan bekerja
karena merasa ada tantangan yang menarik dan bukan karena ada hadiah
12) Bersemangat dalam merespons. Misalnya, bekerja dengan penuh
semangat, tidak hanya mengungkapkan rasa saya mampu tetapi juga saya
senang melakukannya.
13) Berani bertanggung jawab dan menghadapi resiko. Individu yang memiliki
karakteristik tersebut, tidak takut gagal, dan dapat menerima ketidakpastian
karena berdasarkan pengalaman sebelumnya resiko sudah diperkirakan.
14) Humoris. Individu yang humoris memandang situasi yang dihadapi sebagai
sesuatu yang penting, dan memberikan apresiasi ke pada orang lain.
15).Berfikir saling bergantungan. Manusia sebagai mahluk sosial selalu
berberhubungan dengan manusia lainnya,. saling membutuhan satu dengan
yang lainnya, saling memberi dan menerima, dan lebih berpandangan
kekitaan dari pada keakuan.
16)Belajar berkelanjutan. Sejalan dengan pandangan belajar sepanjang hayat,
manusia akan belajar berkelanjutan, mencari sesuatu yang baru dan lebih
baik, berusaha meningkatkan diri, dan memandang masalah, situasi,
tekanan, konflik, dan lingkungan sebagai peluang yang baik dalam belajar.
F. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika pada dasarnya menganut: prinsip belajar
sepanjang hayat, prinsip siswa belajar aktif, dan prinsip “learning how to learn”.
Prinsip siswa belajar aktif, merujuk pada pengertian belajar sebagai sesuatu
yang dilakukan oleh siswa, dan bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa.
Pernyataan tersebut menganut pandangan konstruktivisma bahwa siswa
sebagai individu yang aktif membangun pengetahuan dan bukan sekadar
penerima informasi yang sudah jadi. Dalam pandangan konstruktivisme belajar
merupakan suatu proses, situasi, dan upaya yang dirancang guru sedemikian
rupa sehingga membuat siswa belajar sesuai dengan prinsip learning how to
learn. Dengan kata lain, dalam pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator,
motivator, dan manajer belajar bagi siswanya. Tugas guru adalah memilih
informasi/tugas/masalah baru yang berkaitan dengan pengetahuan awal siswa,
dan menciptakan lingkungan belajar (peran sebagai fasilitator) agar terjadi
interaksi antara informasi baru dengan pengetahuan awal (kondisi tak
seimbang). Kemudian guru membantu siswa agar melalui akomodasi dan
asosiai terjadi keseimbangan baru (peran sebagai motivator) sehingga terbentuk
pengetahuan baru pada siswa. Kegiatan guru memilih informasi (tugas) baru,
menciptakan lingkungan, dan memotivasi mahasiswa secara keseluruhan
menggambarkan peran guru sebagai manager belajar
UNESCO merinci prinsip learning how to learn pada empat pilar pendidikan
sebagai berikut.
1) Belajar memahami (Learning to know)
Belajar memahami pengetahuan matematika (konsep, prinsip, idea,
teorema, dan hubungan di antara mereka).
2) Belajar berbuat atau melaksanakan ( Learning to do)
Belajar melaksanakan proses matematika (sesuai dengan kemampuan
dasar matematika jenjang sekolah yang bersangkutan)
3) Belajar menjadi diri sendiri (Learning to be)
Belajar menjadi dirinya sendiri, belajar memahami dan menghargai produk
dan proses matematika dengan cara menunjukkan sikap kerja keras, ulet,
disiplin, jujur, mempunyai motif berprestasi dan disposisi matematik
4) Belajar hidup dalam kebersamaan (Learning to live together).
Belajar memahami orang lain, bekerja sama, menghargai dan memahami
pendapat yang berbeda, serta saling menyumbang pendapat.

1. Saran dalam Pembelajaran Matematika


Adalah rasional bahwa tak ada satu pembelajaran yang paling sesuai
untuk mengembangkan semua kemampuan dan poses matematika. Namun
demikian, untuk jenis proses matematik manapun, pembelajaran apapun, dan
strategi pembelajaran yang manapun, yang perlu mendapat perhatian adalah
ketercapaian belajar bermakna pada pebelajar. Untuk itu, pebelajar perlu
mengetahui pengetahuan awal dan tingkat pemahaman, yang dimilikinya..
Sebagai modifikasi pendapat NCTM (Webb dan Coxford, Eds, 1993)
dalam pembelajaran matematika, dikemukakan beberapa saran, antara lain:
memilih tugas matematik yang tepat, mendorong berlangsungnya belajar
bermakna (meaningful learning), mengatur diskursus (discourse), dan
berpartisipasi aktif dalam pembelajaran sehingga tercipta suasana belajar yang
kondusif.
a) Memilih tugas hendaknya memperhatikan: topik-topik matematika yang
relevan, pemahaman, minat, dan pengalaman belajar siswa yang
sebelumnya, dan mendorong tercapainya belajar bermakna,
b) Pemilihan tugas ditujukan untuk: mengembangkan pemahaman dan
keterampilan matematik, menstimulasi tersusunnya hubungan matematik
(mathematical connection), mendorong untuk formulasi masalah,
pemecahan masalah (mathematical problem solving), dan penalaran
matematik (mathematical reasoning), memajukan komunikasi matematik
(mathematical communication), menggambarkan matematika sebagai
kegiatan manusia (mathematics as human activity), mendorong tumbuhnya
disposisi matematik (mathematical disposition)
c) Pengaturan diskursus diarahkan untuk menemukan kembali dan
mengembangkan idea matematika.
• berusaha memperkenalkan notasi dan bahasa matematika yang tepat ke
pada guru, dosen, dan siswa lain.
• berusaha menyajikan informasi, menjelaskan isu, membuat model,
memimpin siswa, dan memberi kesempatan kepada guru, dosen, dan
siswa lain untuk mengatasi kesulitannya.
• mendorong partisipasi guru, dosen, dan siswa lain
• selama diskursus pebelajar berpartisipasi dalam menciptakan suasana
kelas yang kondusif
• mendengarkan, merespon, dan bertanya kepada guru, dosen atau
sesama siswa
• menggunakan berbagai cara untuk bernalar, membuat koneksi,
menyelesaikan masalah, dan saling berkomunikasi
• mengajukan pertanyaan dan permasalahan
• mengajukan konjektur dan penyelesaiannya.
• mencari contoh dan lawan contoh untuk menemukan konjektur.
• berusaha meyakinkan diri dalam representasi, penyelesaian, konjektur,
dan jawaban
• menetapkan keabsahan berdasarkan kejadian dan argumen matematika

d) Berpartisipasi dalam suasana belajar yang mendorong pengembangan daya


matematik pebelajar dengan cara:
• berusaha mengajukan idea dan masalah yang sesuai
• berusaha menyajikan masalah kontekstual
• berusaha menghargai idea, cara berfikir dan disposisi matematik sesama
pebelajar
• bekerja individual atau kolaboratif
• berusaha mengajukan pertanyaan dan menyusun konjektur

e) Menganalisis partisipasi belajar


Pebelajar merefleksi partisipasi belajarnya, melalui: introspeksi terhadap apa
yang telah dipelajari, memeriksa pekerjaan tugas, ketercapaian belajar
berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan dan disposisi matematik.
Upaya tersebut dilakukan agar tercapai belajar bermakna,: pebelajar merasa
tertantang dalam belajar, dan berusaha mencapai standar yang tinggi..
2. Beberapa Pendekatan untuk Mengembangkan Berfikir Matematik
Sejumlah studi telah mencobakan beragam pendekatan pembelajaran
matematik yang inovatif di tingkat sekolah menengah dan tingkat perguruan
tinggi. Pendekatan inovatif yang diterapkan berpandangan pada falsafah
konstruktivisma yang mengutamakan siswa belajar aktif dan bermakna,
bertujuan mengembangkan kemampuan berfikir matematik yang diawali dengan
penalaran induktif untuk menemukan kembali konsep matematika, mendorong
peserta didik mengembangkan diri mencapai kemampuan berfikir dan disposisi
matematik yang lebih tinggi. Beberapa pendekatan tersebut di antaranya adalah:
1) Pembelajaran tak langsung dan langsung untuk siswa SMP (Suryadi, 2005,
Sumarni, 2005). dan untuk SMA (Maya, 2005), dan pendekatan induktif-
deduktif untuk mahasiswa (Dewanto, 2003). Kedua pendekatan ini hampir
serupa yang diawali dengan menyajikan kasus atau masalah yang
kontekstual kemudian secara bertahap siswa dibimbing menemukan konsep
secara bermakna yang dilanjutkan dengan pemecahan masalah yang lebih
kompleks.
2) Pembelajaran berbasis masalah, penemuan, dan investigasi untuk siswa SMP
(Herman, 2005) untuk siswa SMA (Permana, 2004, Ratnaningsih, dan
Herman, 2006, Syaban, 2008, Wardani, 2009), dan untuk mahasiswa
(Dewanto, 2006, Dwiyanto, 2006, Juandi, 2008, Yaniawati, 2006). Kedua
pendekatan di atas juga hampir serupa dengan pendekatan pada Butir 1)
yang diawali dengan penyajian masalah yang tertutup dan yang open-ended.
3) Pendekatan metakognitif untuk siswa SMP (Rochaeti, 2006), siswa SMA
(Muin.2005, Nindiasari, 2004) dan pendekatan diskursif untuk mahasiswa
PGSD (Mayadiana, 2004). Dalam pendekatan ini kepada peserta didik
diajukan sejumlah pertanyaan yang bukan sekadar hafalan namun yang
mendorong peserta didik memberikan jawaban disertai dengan alasannya.
4) Berbagai strategi belajar kooperatif untuk siswa SMP dan SMA (Kariadinata,
2004, Mudzakir, 2004, Sugandi, 2004, Wardani, 2004). Dalam strategi ini
siswa belajar menelaah bahan ajar yang didiskusikan dalam kelompok kecil,
kemudianmasing-masing membuat laporan berdasarkan hasil diskusi.
5) Pembelajaran berbasis teori APOS untuk mahasiswa (Arnawa, 2004, Dasari,
2009, Nurlaelah, 2009). Pembelajaran ini mengikuti siklus ADL (Aksi, Diskusi,
dan Latihan) yang dikemas menggunakan bahasa pemrograman dan
modifikasinya.
6) Pembelajaran dengan memanfaatkan ICT untuk siswa SMA (Kariadinat,
2005, Rohendi, 2009, Yaniawati, 2005). Bahan ajar dalam pembelajaran ini
dikemas dengan memanfaatkan fasilitas ICT dan menggunakan bahasa
pemograman tertentu atau disajikan dalam website yang dapat diakses
peserta didik di kelas atau di laboratori7um komputer.
7) Strategi abduktif-deduktif untuk mahasiswa (Kusnandi, 2008). Pendekatan ini
dirancang untuk mengembangkan kemampuan membuktikan yang diawali
dengan memahami pembuktian lebih dahulu, kemudian dilanjutkan pada
pembuktian yang tidak terlalu formal dan secara bertahap mahasiswa
dibimbing memahami dan dapat melaksanakan pembuktian secara formal.
3. Beberapa Contoh Butir Tes Matematik
Berikut ini disajikan beberapa contoh butir tes yang mengukur
kemampuan matematik tertentu.

Contoh 1: Butir tes mengukur kemampuan membuktikan untuk mahasiswa


(Kusnandi, 2008)

Perhatikan pernyataan di bawah ini.


Misalkan a, b, c, d, dan n1 dan n2 adalah bilangan bulat. Jika ab ≡ cd (mod n1)
dan b ≡ d (mod n2) maka a ≡ c (mod n) di mana n = pppb (n1, n2) dengan n dan
b relatif prima
a. Tuliskan premis-premis dari pernyataan di atas beserta implikasinya.
b. Tuliskan konklusi dari pernyataan di atas, kemudian gunakan definisiatau
teorema yang anda ketahuiuntuk menentukan suatu kondisiagar anda
menghasilkan konklusi di atas.

Contoh 2: Butir tes mengukur kemampuan membaca bukti untuk


mahasiswa (Kusnandi, 2008)

Perhatikan pernyataan berikut:


“Jika a dan b adalah bilangan bulat dengan ppb(a, b) = 1 maka
ppb(2a + b, a + 2b) ≠ 2”

Bukti dari pernyataan itu adalah sebagai berikut: Andaikan ppb(2a + b, a


+ 2b) = 2, maka berdasarkan definisi ppb, 2 | (2a+b) dan 2 | (a+2b). Ini
mengakibatkan, 2 | (2(2a+b) – (a+2b)) dan 2 | ((2a+b)-2(a+2b)), atau 2 | 3a
dan 2 | 3b. Karena 2 | 3 maka 2 | a dan 2 | b. Dengan demikian, 2 merupakan
pembagi persekutuan dari a dan b, dan akibatnya 2 ≤ ppb(a, b). Tetapi
ppb(a, b) = 1, sehingga diperoleh 2 ≤ 1 yang merupakan sesuatu hal yang tidak
mungkin terjadi. Ini berarti bahwa pengandaian ppb(2a + b, a + 2b) = 2 adalah
salah, seharusnya ppb(2a + b, a + 2b) ≠ 2.

Dengan menggunakan argumentasi serupa, buktikan pernyataan berikut ini:


“ Jika a dan b adalah bilangan bulat dengan ppb(a, b) = 1, maka
ppb(2a + 3b, 3a + 2b) ≠ 3 “

Contoh 3: Butir tes mengukur kemampuan penalaran statistik untuk


mahasiswa (Dasari, 2009)
Berdasarkan data pada tahun lalu, proporsional banyaknya mahasiswa pada
kelas reguler, kelas paruh waktu, dan kelas esksekutif program sebesar: 6:3:1. .
Dalam data terakhir banyaknya mahasiswa pada kelas reguler, kelas paruh
waktu, dan kelas esksekutif program berturut-turut sebanyak 125 orang, 50
orang dan 30 orang. Apakah komposisi banyaknya mahasiswa tahun ini serupa
dengan keadaan tahun lalu? Ujilah jawaban anda dengan menggunakan taraf
signifikansi 10%.
Contoh 4: Butir tes mengukur kemampuan pemahaman statistika untuk
mahasiswa (Dasari, 2009)

Bacalah dengan cermat pesan yang tertera pada sebuah kemasan obat.

Perhatian: Penggunaan krem ini pada permukaan kulit, sebesar 15 % mungkin


kulit akan terbakar. Bila terjadi seperti itu, hubungi dokter secepatnya.
Pilih satu pernyataan yang merupakan interpretasi terbaik dari pesan di atas.
a. Jangan gunakan obat ini pada permukaan kulit, karena akan membakar kulit
anda.
b. Untuk menggunakan obat ini, gunakan 15 % dari dosis yang dianjurkan
dokter
c. Bila kulit anda terbakar, maka akan terjadi pada 15% dari kulit anda.
d. Sekitar 15 dari 100 orang yang menggunakan obat ini kulitnya terbakar.
e. Bila seseorang menggunakan krim ini, probabilitas kulitnya akan terbakar
sangat tinggi.

Contoh 5: Butir tes mengukur dayamatematik untuk mahasiswa


(Nurlaelah, 2009)

Set 3 dan 12 adalah subgroup normal dari Z (himpunan bilangan bulat).


3 3
a. Sajikan semua elemen . Apakah ≅ Z 4 ? Buktikan.
12 12
8
b. Dengan cara yang sama , sajikan semua elemen . Apakah
48
8
≅ Z 6 ? Buktikan!
48
c. Berdasarkan kedua kasus di atas, jika <n> dan <k> adalah subgroup
normal dari Z dan Zm adalah himpunan bilangan bulat modulo m, tulis
pernyataan secara umum yang menghubungkan n, k dan Zm dimana n, k
n
dan m bilangan bulat positif sehingga ≅ Z m . Syarat apa yang
k
diperlukan oleh n, k dan m?

Contoh 6: Butir tes mengukur kemampuan berfikir kritis untuk mahasiswa


calon guru SD (Mayadiana, 2004)

Pak Adam sedang menghitung biaya produkksi membuat gantungan kunci. Tiap
gantungan kunci memuat dua huruf yang berbeda tanpa mempertimbangkan
urutan huruf. Beberapa contoh banyaknya huruf dan banyaknya gantungan
kunci yang dapat dibuat tercantum pada tabel berikut..
Banyaknya Banyaknya
huruf gantungan kunci
4 12
5 20
6 30
7 42
8 56

Berdasarkan data di atas, pak Adam mengestimasi bahwa dari 50 huruf yang
berbeda ia akan mendapat 2450 buah gantungan kunci.
Estimasi pak Adam adalah (pilih salah satu jawaban dan berikan penjelasanmu)
a. Pasti benar It is absolutely true c. Data tidak cukup
b. Mungkin benar d. Mungkin salah
e. Pasti salah
Penjelasan ………………………………. .................................................

Contoh 7. Butir tes mengukur kemampuan berfikir kreatif matematik siswa


SMA (Wardani, 2009)

Adik mempunyai beberapa kartu berbentuk persegi dan segitiga. Kartu persegi
memuat satu gambar ayam dan empat gambar burung, dan kartu segitiga
memuat dua gambar ayam dan satu gambar burung. Berapa banyak kartu
persegi dan segitiga yang harus disediakan agar termuat 25 gambar ayam dan
51 gambar burung ?
a). Buatlah model matematika untuk menghitung banyaknya kartu persegi dan
kartu segitiga yang harus disediakan.
b). Hitunglah banyaknya kartu persegi dan kartu segitiga yang harus disediakan
dengan beberapa cara.
c). Hitung kembali banyaknya kartu persegi dan kartu segitiga yang harus
disediakan menurut cara kamu sendiri.
d). Dari data yang ada buat pertanyaan matematik lain dan kemudian jawablah
pertanyaan tersebut.

Contoh 8: Butir tes mengukur kemampuan analogi siswa SMA (Permana,


2004)

Dari Jakarta ke Bandung ada dua rute perjalanan bis, dan dari Bandung ke
Semarang ada tiga rute bis. Relasi antara banyknya rute bis dari Jakarta ke
Semarang melalui Bandung dengan bilangan 6,
Relasi antara banyaknya pasangan celana panjang dan
Serupa kemeja (putih, biru, dan hitam) dan dua kemeja berwarna
dengan (kuning dan merah) dan bilangan :
a. 2 b. 3 c. 5 d. 6 e. 8

Jelaskan idea matematik apa yang termuat dalam relasi di atas.


Contoh 9.: Butir tes mengukur kemampuan penalaran analogi matematik
siswa SMA
. Perhatikan gambar kubus di bawah ini!
H G Kedudukan
mempun
E 2x – 3y
F yang mem

A. 3x - 2y
D C B. 3y = 2x
A
B C. 2x = 3y
D. 2x + 3y = 10
Kedudukan garis BE dengan
garis GH pada kubus
ABCD.EFGH di atas,

Berikan penjelasan tentang keserupaan konsep dalam soal di atas.

Contoh 10: Butir tes mengukur kemampuan pemecahan masalah statistika


siswa SMA (Muin, 2005)

Toko Laris akan memilih kemasan jus jeruk yang volumenya relatif sama.
Pemilik toko mendata beberapa contoh dari dua perusahaan (A dan B) yang
disajikan pada tabel dibawah ini:
Perusahaan A 75 80 74 83 86
Perusahaan B 86 80 69 71 94
Hasil perhitungan menetapkan bahwa pemilik toko akan memilih kemasan jus
dari perusahaan A. Periksalah apakah kebijakan yang diambil pemilik toko
sudah tepat? Berikan penjelasan!

Contoh 11: butir tes mengukur kemampuan penalaran matematik siswa


SMA (Maya, 2005)

Dari data 100 orang warga yang akan membuat KTP di suatu Kecamatan,
dicatat jenis kelamin dan pendidikannya. Hasil yang diperoleh: dari 58 laki-laki,
10 orang berpendidikan SD (Sekolah Dasar), 20 orang berpendidikan SM
(Sekolah Menengah), dan sisanya berpendidikan PT (perguruan tinggi).
Sedangkan 20 orang wanita berpendidikan SM, 10 orang berpendidikan PT,
dan sisanya berpendidikan SD.
a) Nyatakan situasi tersebut dalam suatu tabel yang sesuai.
b) Dari 100 orang warga, diambil secara acak seorang warga. Hitunglah
peluang warga tersebut adalah wanita, bila diketahui pendidikannya PT.
Contoh 12 : Butir tes mengukur kemampuan representasi multipel untuk
siswa SMP (Mudzakir, 2005)

Perhatikan diagram batang yang menggambarkan perbandingan antara jarak


tempuh dan banyak bensin yang diperlukan berikut ini:
a. Rumuskan persamaan yang
28
30 variabel Y dari diagram batang
Jarak (km)

25 tersebut.
20
14 b. Ungkapkan makna persamaan yang
15
kamu peroleh dengan kata-katamu
10 7
sendiri.
5
c. Suatu tempat dapat dikunjungi
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
dalam waktu 3 jam dengan
Bensin (Liter)
kecepatan rata-rata kendaraan 80
km/jam. Jika persediaan bensin 50
liter, jelaskan apa yang akan terjadi
dalam perjalanan tersebut!

Contoh 13: Butir tes tentang kemampuan berfikir kreatif siswa SMP,
(Rochaeti, 2008)

Gambarlah 3 buah titik A, B, dan C yang tidak segaris dalam sebuah diagram
kartesius. Kemudian tentukan sebuah titik D sehingga ABCD merupakan
sebuah jajaran genjang! Jelaskan cara memperoleh titik D tersebut!

Contoh 14.:butir tes mengukur kemampuan berfikir kritis matematik siswa


SMP (Rochaeti, 2008)

Tiga puluh lima orang siswa kelas V SDN Harapan mengunjungi sebuah
pameran buku. Di tempat itu sedang ada obral besar 50 buah buku cerita. Di
antara buku cerita tersebut terdapat 12 buah buku cerita orang dewasa dan
sisanya merupakan buku cerita anak-anak. Para siswa tertarik untuk membeli
buku cerita anak-anak tersebut. Untuk membeli 5 buah buku cerita anak-anak
maka para siswa harus membayar Rp 37.500,00. Namun jika SDN Harapan
akan memborong seluruh buku cerita anak-anak tersebut untuk para siswanya
maka cukup membayar Rp 190.000,00. Cara pembelian mana yang
menurutmu lebih baik dipilih? Jelaskan alasannya!
Contoh 15. butir skala disposisi matematik (Wardani, 2009)

Pilihah jawaban paling sesuai dengan pendapatmu


SS : sangat setuju S: Setuju TS: Tidak setujku STS: sangat tidak setuju

No Pernyataan Respons
SS S TS STS
1 Belajar matematika menjadikan saya percaya diri
2 Saya suka belajar matematika dari berbagai
sumber
3 Saya percaya saya akan dapat menyelesaikan
semua tugas
4 Belajar matematika mendorong saya berfikir bebas
5 Belajar matematika itu membosankan
6 Saya percaya mampu menyelesaikan soal yang
komplekls
7 Soal yang kompleks bagus menantang saya untuk
menunjukkan kemampuan saya
8 Belajar matematika membuat saya cemas

G. Beberapa Studi tentang Pembelajaran Berfikir Matematik Tingkat Tinggi


Sejumlah studi (Aminah, 2002, Basuki, 2000, Hendriana, 2002, Kadir, 2000,
Rahayu 2001, Sugandi 2001, Sudrajat, 2002, Wardani, 2002, dan Yaniawati,
2001) dengan subyek sampel siswa SMU dan MA, menemukan hasil belajar
matematika dalam aspek keterampilan yang tidak rutin, tergolong antara cukup
dan baik. Demikian pula beberapa studi (Afgani, 2003, Ansari, 2004, Hamzah,
2003, Hudiono, 2005, Pomalingo, 2005, Suryadi, 2005, dan Wihatma, 2003)
dengan subyek siswa SMP, dan beragam pendekatan pembelajaran,
memperoleh hasil bahwa siswa yang mendapat pembelajaran yang
mengutamakan siswa belajar aktif, mencapai hasil belajar yang lebih baik dan
tergolong antara cukup dan baik dibandingkan dengan siswa yang mendapat
pembelajaran biasa.
Basuki (2000) melaporkan bahwa pemahaman konsep matematika siswa
MA yang belajar dengan peta konsep lebih baik dari pemahaman mereka yang
belajar dengan ekspositori biasa. Kadir (2000) meneliti kemampuan siswa
dalam "problem posing" matematika. Tes dalam studi ini merupakan
serangkaian informasi (data), kemudian siswa diminta menyusun pertanyaan
yang relevan. Studi menemukan setelah pembelajaran, kualitas kemampuan
"problem posing" matematika siswa menjadi lebih baik.. Selain temuan di atas,
studi menyimpulkan pula bahwa untuk meningkatkan kemampuan "problem
posing" matematika, diperlukan pelatihan atau pembelajaran dengan cara
khusus di antaranya dengan mengajukan "probing" atau "scaffolding" yang
tepat..
Demikian pula Rahayu (2001) melalui belajar kooperatif dalam kelompok
kecil tipe STAD, melaporkan siswa memperoleh hasil belajar analogi
matematika yang baik. Melalui pendekatan yang berbeda dengan studi-studi di
atas,. Yaniawati (2001), dengan pendekatan “open-ended” melaporkan adanya
pandangan siswa yang positif terhadap pembelajaran matematika dan adanya
peningkatan kemampuan koneksi matematika siswa SMU yang cukup tinggi.
Sugandi (2001) dengan pembelajaran kooperatif tipe TAI, Hendriana (2002)
dengan model pembelajaran berbalik dengan "probing" dan "scaffolding, dan
Wardani (2002) dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw melaporkan siswa
SMU berinteraksi lebih aktif, menunjukkan senang belajar, dan mencapai hasil
belajar pemecahan masalah matematika yang baik. Demikian pula Sudrajat
(2002) melalui pembelajaran tipe SQRT melaporkan hasil belajar siswa SMU
dalam komunikasi Matematika yang tergolong baik. Aminah (2002) dengan
pembelajaran menggunakan “porto-folio” melaporkan bahwa siswa SMU
mencapai hasil belajar matematika yang tergolong baik, sedang Dilaporkan pula
bahwa hasil belajar siswa tergolong baik dan terdapat korelasi positif antara
kemampuan menyusun peta konsep dan hasil belajar matematika siswa. Afgani
(2003) melaporkan bahwa siswa SMP yang mendapat pendekatan
pembelajaran secara induktif mencapai kemampuan pemahaman, dan
penalaran matematik yang lebih baik (klasifikasi baik) dibandingkan
kemampuan siswa yang memperoleh pemebaljaran matematika biasa.
Sejumlah studi (Arnawa, 2004, Dasari (2009), Dewanto, 2003, 2007,
Dwiyanto, 2006, Juandi, 2008, Kusnandi, 2008, Nurlaelah, 2009, Rochaminah,
2008) terhadap mahasiswa melaporkan temuan yang serupa dengan studi-studi
terhadap siswa SM Dewanto (2003) melaporkan kemampuan pemodelan
matematik, representasi multipel, dan pemecahan masalah mahasiswa yang
belajar dengan pendekatan induktif-deduktif lebih baik dari mereka yang belajar
dalam kelas konvensional. Arnawa (2004), Dasari (2009) dan Nurlaelah, (2009)
berturut-turut melaporkan kemampuan penalaran matematik, penalaran statistik
dan kemampuan berfikir kreatif serta daya matematik mahasiswa yang dengan
pembelajaran berbasis Teori APOS dan modifikasin ya lebih baik dari
kemampuan mahasiswa pada kelas konvensional. Demikian pula mahasiswa
yang belajar dengan problem based learning mencapai hasil lebih baik dalam
kemampuan pemodelan matematik, pemecaham masalah matematik dan daya
matematik dari mahasiswa yang belajar dalam kelas konvensional (Dewanto,
2007, Dwiyanto, 2006, Juandi, 2008). Namun, Yaniawati (2006) menemukan
tidak ada perbedaan kemampuan berfikir matematika tingkat tinggi antara
mahasiswa calon guru yang belajar dengan e-learning dengan yang belajar
secara konvensional.
Dua studi lain dengan subyek mahasiswa Kusnandi (2008) dan
Rochaminah (2008), menemukan hasil yang serupa dengan studi lainnya.
Dasari (2009) dan Nurlaelah (2009) dengan pembelajaran berbasis teori APOS
Kusnandi (2008) melaporkan mengenai kemampuan membaca bukti dan
membuktikan mahasiswa yang belajar dengan pendekatan abduktif-deduktif
lebih baik dari kemampuan mahasiswa yang belajar dengan pemebalajaran
biasa. Demikian pula Rochaminah (2008) melaporkan kemampuan berfikir kritis
mahasiswa yang belajar dengan penemuan lebih baik dari mahasiswa yang
belajar dengan pendekatan biasa.
Temuan-temuan di atas menunjukkan pembelajaran yang memperhatikan
tugas yang relevan, memberi peluang siswa dan mahasiswa lebih banyak
diskusi dan berkomunikasi dengan sesama temannya, memberikan hasil belajar
dalam aspek kognitif terutama pada kemampuan berfikir matematik tingkat
tinggi dan aspek afektif yang lebih baik dari hasil belajar dengan pembelajaran
ekspositori biasa. Pendekatan pemebelajaran dan jenis tugas yang diberikan
ternyata memberi peluang tumbuhnya daya dan disposisi matematika pada
siswa dan mahasiswa Rasional ini, mendukung upaya peningkatan kualitas
hasil belajar dan proses pembelajaran matematika untuk mengembangkan
kemampuan berfikir matematik tingkat tinggi siswa dan mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA
Afgani, J. D. (2004). Meningkatkan kemampuan penalaran dan pemahaman
matematika siswa SLTP melalui pendekatan open-ended. Disertasi pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia . Tidak
dipublikasi.
Aminah, M. (2002). Penerapan Asesmen Portofolio dalam Pembelajaran untuk
Mengembangkan Kemampuan dan Pemahaman Matematika siswa SMU.
Tesis pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia .
Tidak dipublikasi.
Ansyari. B. (2004), Menumbuhkembangkan kemampuan pemahaman dan
komunikasi matematik siswa SMU melalui strategi Think-talk-write.
Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia .
Tidak dipublikasi.
Arnawa, I.M. (2005), Mengembangkan Kemampuan Penalaran Matematik
Mahasiswa melalui Pembelajaran Berbasis Teori APOS. Disertasi pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia . Tidak
dipublikasi.
Baron, J. B. dan Sternberg, R.J. (Editor), (1987) Teaching Thinking Skill. New
York: W.H. Freeman and Company
Basuki, T. (2000). Pembelajaran Matematika di Madrasah Aliyah disertai
dengan Peta Konsep untuk Meningkatkan Pemahaman konsep Siswa.
Tesis pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia .
Tidak dipublikasi.
Bell, F.H. (1978). Teaching and Learning Mathematics. Iowa: WCB
Chamot, A.U. (1993) “Effective Instructional Practice Enhance Student
Achievement”. Forum vol 16 no. 4 May 1993
Cooney, T.J., Shanchez, W.B, dan Ice, N.F (2001). Interpreting Teachers’
Movement toward Reform in Mathematics. The Mathematics Educator.
Vol.11-No.1 Winter 2001
Davidson, J.E., Dueser, R. dan Stemberg, R.J. (1994) “The Role of
Metakognition in Problem Solving”. Melcafe & Shimamura (eds)
Metakognition (207-226) Cambribrige, MIT Press.
Darta (2003).“Kesulitan Mahasiswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika”.
Metalogika , Vol.6, no. 2. Juli 2003.
Dewanto, S.P.(2003). Meningkatkan Kemampuan Matematik Tingkat Tinggi
Mahasiswa melalui Pendekatan Induktif – deduktif: Tesis pada pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia . tidak dipublikasi.
Dewanto, S.P. and Sumarmo U. (2004). “Improving the Ability of Mathematical
Higher Order Thinking Through Inductive-Deductive Learning Approach – A
Study in Third Year University’s Student” Transaction of Mathematical
Education for College and university Vol.9 No.2 Japan Society of
Mathematics Education, Division for College and University
Dewanto, P.S. (2007). Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel
Mahasiswa melalui Belajar Berbasis Masalah. Disertasi pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia . tidak dipublikasikan
Dwiyanto.. (2007). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan
Komputer terhadap pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah dan
Berfikir Kreatif. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasikan.
Fisher, Kw. (1980) “A theory of Cognitive Development: The control and
Construction of hierarchies of Skills”. Psychology Review, 87, 477-531
Fisher, K.W. and Bullock, D. (1981) Patterns of Data: Sequence, Synchrony and
Constraint in Cognitive Development, Fisher, K.W. (Ed). New Direction for
Child Development: Cognitive Development. San Fransisco: Jossey-Bass.
Fisher, K.W. and Pipp, S.L. (1984). Processes of Cognitive Development:
Optimal level and Skill Acquisition. In Sternberg, R.J. (Ed), Mechanism of
cognitive Development. New York: W.H. Freeman.
Hamzah, (2003). Kemampuan pengajuan masalah dan pemecahan masalah
siswa SMU melalui teknik probing. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Hendriana, H. (2002) Kemampuan Pengajuan dan Pemecaham Masalah
Matematika siswa melalui Pembelajaran Terbalik. Tesis pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia . Tidak dipublikasi.
Henningson, M, and Stein M.K. (1997) “Mathematical Task and Student
Cognition Classroom-Bassed Factors that Support and inhibit High-Level
Mathematical thinking and Reasoning”. Journal for Research in
Mathematics Education, 28, 524-549
Herman, T. (2006) . Pengembangan Kemampuan Pemecahan Masalah,
Penalaran, dan Komunikasi Matematik Siswa SLTP melalui Pembelajaran
Berbasis Masalah. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Heuvel-Panhuizen, M. (2000) Realistic Mathematics Education (work in
Progress) Freudenthal Instituut
Kadir (2000), Alternatif Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan
Kemampuan Problem Posing Siswa Madrasah Aliyah. Tesis pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Kariadianata, R (2001). Peningkatan Pemahaman dan Kemampuan Analogi
matematika siswa SMU melalui pembelajaran kooperatif. Tesis pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Kariadianata, R (2006). Pengembangan berfikir matematik tingkat tinggi siswa
SMU melalui pembelajaran dengan multimedia Disertasi pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Kusnandi, (2008) Pembelajaran Matematika dengan strategi Abduktif-deduktif
untuk Menumbuhkembangkan Kemampuan Membuktikan pada
Mahasiswa. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia, tidak dipublikasi.
Mayadiana, D. (2004). Pembelajaran dengan Pendekatan Diskursif untuk
Mengembangkan Kemampuan Berfikir Kritis Matematika Mahasiswa Calon
Guru Sekolah Dasar. Tesis pada Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Maya, R. (2005). Tesis pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia, tidak dipublikasi.
Nindiasari, H. (2004). Pembelajaran Metakognitif untuk Meningkatkan
Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa SMU Ditinjau dari Tahap
Perkembangan Kognitif Siswa. Tesis pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Petterson, P.L. (1992) “Teaching for Higher-Order Thinking in Mathematics: The
Challence for Next Decade”. In Grouws D.A. (Ed) Effective Mathematics
Teaching. (pp 2 – 26). National Council of Teacher of Mathematics.
Permana, Y. (2004). Pengembangan Kemampuan Penalaran dan Koneksi
Matematis Siswa SMA melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Ratnaningsih, N. and Herman, T. (2006): “Developing the Mathematical
Reasoning of High School Students through Problem Based Learning”.
Transaction of Mathematical Education for College and university Vol.9
No.2 Japan Society of Mathematics Education, Division for College and
University
Rochaminah, S. (2008). Pengaruh Pembelajaran Penemuan terhadap
Kemampuan Berfikir Kritis Mahasiswa calon Guru.. Disertasi pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Rohaeti E. E, (2004), Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode
IMPROVE untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi
Matematik siswa SLTP. Tesis pada Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Romberg, T.A (Chair, 1993). Curriculum and Evaluation Standards for School
Mathematics. NCTM: Reston, Virginia.
Sudrajat (2002) Penerapan SQ3R pada Pembelajaran Tindak Lanjut untuk
Penigkatan Kemampuan Komunikasi dalam Matematika Siswa SMU.
Tesis pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak
dipublikasi.
Sugandi, A.I. (2001) Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika melalui
Model Belajar Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) pada
Siswa Sekolah Menengah Umum Tesis pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Suryadi, D. (2005). Penggunaan variasi pendekatan pembelajaran langsung
dan tak langsung dalam rangka meningkatkan kemampuan berfikir
matematik tingkat tinggi siswa SLTP. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Syaban, M. (2008). Menumbuhkan daya dan disposisi siswa SMA melalui
pembelajaran investigasi. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Wardani, S. (2002) Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematka melalui
Model Kooeratif Tipe Jigsaw. Tesis pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia,. tidak dipublikasi.
Wardani, S. (2009) Meningkatkan kemampuan berfikir kreatif dan disposisi
matematik siswa SMA melalui pembelajaran dengan pendekatan model
Sylver. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia, tidak dipublikasi
Webb, N.L. and Coxford, A.F. (Eds. 1993). Assessment in the Mathematics
Classroom. Yearbook. NCTM. Reston, Virginia
Williams, G. (2002). “Identifying Tasks that Promote Creative Thinking in
Mathematics: A Tool” . Mathematical Education Research Group of
Australia Conference. Aukland New Zealand, July , 2002
Yaniawati, P (2001), Pembelajaran dengan pendekatan open-ended dalam
upaya meningkatkan kemampuan koneksi matematika siswa. Tesis pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.
Yaniawati, P. (2006) Pengembangan Daya Matematik mahasiswa calon guru
melalui E-Learning. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.

Anda mungkin juga menyukai