Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH SISTEM INTEGUMEN II

ASUHAN KEPERAWATAN
PEMFIGUS VULGARIS

Disusun oleh kelompok 5:


1. Faisal Nurseha
(121.0035)
2. Fitri Lailiyah
(121.0039)
3. Geovani Anggasta Lidyawati
(121.0041)
PRODI S1-KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
TAHUN AJARAN 2014 – 2015
i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini untuk mata
kuliah Sistem Integumen II ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pemfigus
Vulgaris”.
Adapun tujuan penulisan ini adalah sebagai salah satu metode pembelajaran
bagi mahasiswa-mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya.
Terselesaikannya penulisan makalah ini tak lepas dari tangan-tangan mulia, untuk
inilah penulis ingin menyampaikan ribuan terima kasih dengan setulusnya dan doa
kepada Dosen Pembimbing serta sahabat-sahabat kami.
Kami sebagai manusia yang jauh dari kesempurnaan, tentunya sadar akan
segala kekurangan dalam pembuatan makalah ini dan kami akan sangat bangga
apabila makalah yang kami susun ini mendapatkan saran maupun kritik yang
bersifat membangun. Kami berharap semoga karya ini menjadi pelajaran dan
sumber inspirasi serta motivasi bagi para pembaca.

Surabaya, 24 Maret 2015

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
BAB 1: PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................1
1.3.1 Tujuan Umum..............................................................................1
1.3.2 Tujuan Khusus.............................................................................2
1.4 Manfaat Penulis.....................................................................................2
BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1 Konsep dasar penyakit...........................................................................3
2.1.1 Pengertian.....................................................................................3
2.1.2 Etiologi..........................................................................................3
2.1.3 Patofisiologi.................................................................................3
2.1.4 Tanda dan gejala...........................................................................5
2.1.5 Web Of Caution............................................................................5
2.1.6 Penatalaksanaan............................................................................6
2.1.7 Kompliasi.....................................................................................6
2.2 Asuhan Keperawatan.............................................................................7
2.2.1 Pengkajian.....................................................................................7
2.2.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................7
2.2.3 Intervensi.......................................................................................8
2.2.4 Implementasi...............................................................................12
2.2.5 Evaluasi.......................................................................................13
BAB 3: TINJAUAN KASUS................................................................................14
3.1 Kasus....................................................................................................14
3.2 Pengkajian............................................................................................14
3.3 Diagnosa Keperawatan........................................................................21
3.4 Intervensi..............................................................................................21
3.5 Implementasi........................................................................................23

ii
3.6 Evaluasi................................................................................................24
BAB 4: PENUTUP................................................................................................25
4.1 Kesimpulan..........................................................................................25
4.2 Saran.....................................................................................................25
Daftar Pustaka........................................................................................................26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pemphigus vulgaris merupakan penyakit autoimun dengan manifestasi
berupa kondisi lepuhan pada permukaan kulit dan atau mukosa. Hal ini dapat
terjadi karena kerusakan atau hilangnya adhesi intersel akibat autoantibodi
IgG, kadang-kadang IgA dan IgM terutama terhadap desmoglein 3, dapat
juga pada desmoglein 1, sehingga menyebabkan pelepasan sel epitel yang
dikenal dengan akantolisis. Perluasan ulserasi yang diikuti ruptur pada
lepuhan dapat menyebabkan rasa sakit, kehilangan cairan dan elektrolit.
Pemphigus vulgaris berpotensi mengancam jiwa.
Penyakit ini dapat melemahkan kondisi pasien dan sering menyebabkan
kematian. Apabila tidak dirawat dengan tepat, maka lesi akan menetap dan
semakin meluas, menyebabkan kerusakan kulit dan membran mukosa
sehingga dapat terjadi kehilangan cairan dan ketidakseimbangan elektrolit,
infeksi, bahkan sepsis.
Pemfigus tersebar diseluruh dunia, dapat mengenai semua ras, frekuensi
hampir sama pada laki- laki dan perempuan. Pemfigus vulgaris merupakan
bentuk yang sering dijumpai kira- kira 70% dari semua kasus pemfigus.
Biasanya pada usia 50 – 60 tahun dan jarang pada anak – anak. Insiden
pemfigus vulgaris bervariasi antara 0,5 – 3,2 kasus per 100.000 dan pada
keturunan yahudi khususnya Ashkenazi Jewish insidennya meningkat. 
Pengobatannya meliputi pengendalian nyeri, perawatan luka, pemberian
cairan intravena, dan pemberian antibiotik yang sesuai. Pilar utama terapi
jangka panjang adalah kortikosteroid sistemik, yang telah menurunkan
tingkat kematian dari 95% menjadi kurang dari 10%. Penyakit yang ringan
dapat diobati dengan uji coba kortikosteroid topikal atau prednison dosis
rendah.

iv
1.2 Rumusan masalah
a. Bagaimana konsep dasar pada penyakit pemfigus vulgaris?
b. Bagaimana asuhan keperawatan pada pemfigus vulgaris?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang konsep dasar
pada penyakit pemfigus vulgaris serta mampu mengaplikasikan
asuhan keperawatan pada klien dengan pemfigus vulgaris.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian secara langsung pada
klien dengan pemfigus vulgaris
b. Mahasiswa dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa
keperawatan pada klien dengan pemfigus vulgaris
c. Mahasiswa dapat membuat perencanaan keperawatan pada klien
dengan pemfigus vulgaris
d. Mahasiswa mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan
mampu mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada klien
dengan pemfigus vulgaris

1.4 Manfaat penulisan


Secara teoritis, mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang
konsep dasar tentang pemfigus vulgaris, serta secara praktis, mahasiswa
dapat melakukan dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien
dengan pemfigus vulgaris.

v
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dasar penyakit


2.1.1 Pengertian
Pemfigus berasal dari kata Yunani pemphix yang berarti
gelembung atau melepuh. Pemfigus menggambarkan sekelompok
penyakit bulosa kronis yang awalnya dideskripsikan oleh Wichman
tahun 1791. Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit
yang ditandai oleh timbulnya bula (lepuh) dengan berbagai ukuran
pada kulit yang tampak normal dan membrane mukosa (misalnya,
mulut, vagina).

2.1.2 Etiologi
Pemfigus vulgaris merupakan penyakit autoimun, karena pada
serum penderita ditemukan autoantibodi, juga dapat sebabkan obat
misalnya D-penisilamin dan Kaptopril. Pemfigus yang diinduksi oleh
obat dapat berbentuk pemfigus foliaseus atau pemfigus vulgaris.
Pemfigus foliaseus lebih sering timbul dibandingkan dengan pemfigus
vulgaris. Pada pemfigus tersebut secara klinis dan histologik
menyerupai pemfigus yang sporadik, pemeriksaan imunofluoresensi
langsung pada kebanyakan kasus positif, sedangkan pemeriksaan
imunofluoresensi tidak langsung hanya kira-kira 70% yang positif.
Pemfigus dapat menyertai penyakit neoplasma baik yang jinak
maupun yang maligna, dan diaebut sebagai pemfigus paraneoplastik.
Pemfigus juga dapat ditemukan bersama-sama dengan penyakit
autoimun yang lain, misalnya lupus eritematosus sistemik, pemfigus
bulosa, miastenia gravis, dan anemia pernisiosa.

2.1.3 Patofisiologi
Pemfigus vulgaris adalah suatu penyakit imun yang jarang terjadi
yang meliputi terbentuknya lepuh mukokutaneus. Antibodi

vi
immunoglobulin G (IgG) ditargetkan melawan desmoglem-3, suatu
protein adhesi utama ini pada epidermis. Hasilnya adalah akantolisis
(separasi antara keratinosit), terbentuknya lepuh suprabasilar, dan
infiltrat inflamatoris dermal superfisial ringan. Mekanisme yang pasti
masih kontroversial.
Pemfigus vulgaris adalah bentuk pemfigus yang paling umum.
Jenis utama innya meliputi pemfigus foliaseus dan pemfigus
paraneoplastik. Frekuensi meningkat pada orang keturunan
Mediterania atau Yahudi. Usia rata-rata saat onset adalah 50-60 tahun.
Jumlah yang terkena pemfigus vulgaris sebanding antara laki-laki dan
perempuan.
Bukti yang ada menunjukkan bahwa pemfigus merupakan penyakit
autoimun yang melibatkan IgG suatu immunoglobulin. Diperkirakan
bahwa antibody pemfigus ditujukan langsung kepada antigen
permukaan sel yang spesifik dalam sel-sel epidermis. Bulla terbentuk
akibat reaksi ringan antigen antiboi. Kadar antibody dalam serum
merupakan petunjuk untuk memprediksikan intensitas penyakit.
Faktor-faktor genetic dapat memainkan peranan dalam perkembangan
penyakit. Kelainan ini biasanya terjadi pada laki-laki dan wanita
dalam usia pertengahan, serta akhir usia dewasa. Komplikasi yang
paling sering pada pemfigus vulgaris terjai ketika proses penyakit
tersebut menyebar luas. Sebelum ditemukannya kortikosteroid dan
terapi immunosupresif, pasien sangat rentan terhadap infeksi bateri
sekunder. Bakteri kulit relative mudah mencapai bula karena bula
mengalami perembean cairan, pecah, dan meninggalkan aerah-daerah
terkelupas yang terbuka terhadap ingkungan. Gangguan eseimbangan
cairan dan elektrolit terjadi aibat-akibat ehilangan cairan, serta protein
ketika bula mengalami rupture. Hipoalbuminemia lazim dijumpai
kalau proses penyakitnya mencakup daerah permukaan kulit tubuh
dan membrane mukosa yang luas.

vii
2.1.4 Tanda dan gejala
Sebagian besar pasien pada mulanya ditemukan dengan lesi oral
yang tampak sebagai erosi yang bentuk ireguler terasa nyeri, mudah
berdarah dan sembuhnya lambat. Bula pada kulit akan membesar,
pecah dan meninggalkan daerah-daerah erosi yang lebar serta nyeri
yang disertai dengan pembentukan kusta dan rembesan cairan. Bau
yang menusuk dan khas memancar dari bula dan serum yang
merembes keluar. Kalau dilakukan penekanan yang minimal akan
terjadi pembetukan lepuh atau pengelupasan kulit yang normal (tanda
nikolsky) kulit yang erosi sembuh dengan lambat sehingga akhirnya
daerah tubuh yang terkena sangat luas, super infeksi bakteri sering
terjadi.

2.1.5 Web of caution

viii
2.1.6 Penatalaksanaan
Pengobatannya meliputi pengendalian nyeri, perawatan luka,
pemberian cairan intravena, dan pemberian antibiotik yang sesuai.
Pilar utama terapi jangka panjang adalah kortikosteroid sistemik, yang
telah menurunkan tingkat kematian dari 95% menjadi kurang dari
10%. Penyakit yang ringan dapat diobati dengan uji coba
kortikosteroid topikal atau prednison dosis rendah.
Obat utama adalah kortikosteroid karena bersifat imunosupresif.
Yang sering digunakan adalah prednison dan deksametason. Dosis
prednison bervariasi tergantung pada berat dan ringannya penyakit
yakni 60-150 mg/hari. Adapula menggunakan 3 mg/kgBB/hari bagi
pemfigus yang berat. Pada dosis yang tinggi sebaiknya diberikan
dexametason via IM atau IV sesuai dengan equivalennya, karena lebih
praktis.
Jika belum ada perbaikan, yang berarti masih timbul lesi baru
setelah 5 sampai 7 hari dengan dosis inisial, maka dosis akan
dinaikkan 50%. Kalau ada perbaikan dosis diturunkan secara bertahap.
Biasanya 5 sampai 7 hari diturunkan 10-20 mg tergantung pada respon
masing-masing. Cara pemberian kortikosteroid yang lain dengan
terapi denyut. Caranya bermacam-macam yang lazim digunakan ialah
dengan methyl prenidosolon sodium succinate (solumedrol) melalui
IV selama 2-3 jam, diberikan jam 8 pagi untuk 5 hari. Dosis sehari
250-1000 mg (10-20 mg/kgBB).
Jika pemberian prednison melebihi 40 ml/hari harus disertai
dengan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.

2.1.7 Komplikasi
Pemfigus vulgaris yang tidak bisa diobati bersifat fatal sebagian besar
pasien akibat penyebaran penyakit, sepsis, malnutrisi, dehidrasi,
debilisasi, tromboebolisme.

ix
2.2 Asuhan keperawatan pemfigus vulgaris
2.2.1 Pengkajian
Gangguan kenyamanan yang konstan dan distress yang dialami
pasien dan bau lesi yang amis membuat pengkajian, serta
penatalaksanaan keperawatan yang efektif menjadi suatu tantangan.
Sebagian besar pasien pada mulanya ditemukan dengan lesi oral yang
tampak sebagai erosi yang bentuknya ireguler yang terasa nyeri,
musah berdarah, dan sembuhnya lambat. Bulla pada kulit akan
membesar, pecah, dan meninggalkan daerah-daerah erosi yang lebar,
serta nyeri yang disertai dengan pembentukan krusta dan perembesan
cairan. Bau yang menusuk dan khas akan memancar dari bula dan
serum yang merembes keluar. Kalau dilakukan penekanan yang
minimal akan terjadi pembentukan lepuh atau pengeupasan kuit yang
normal (tanda Nikkolsky). Kulit yang erosi akan sembuh dengan
lambat sehingga akhirnya aerah tubuh yang terkena sangat uas. Paa
kondisi klinik, pasien yang mengalami pemvigus vulgaris sering
berlanjut pada kondisi sepsis.
Aktivitas penyakit dipantau secara klinis dengan memeriksa kulit
untuk mendeteksi timbulnya bula yang baru biasanya berdinding
tegang dan tidak mudah pecah. Kulit kepala, dada, dan daerah-daerah
kulit di sekitarnya harus diperiksa untuk menemukan bula. Daerah-
daerah tempat kesembuhan sudah terjadi dapat memperlihatkan tanda-
tanda hiperpigmentasi. Perhatian yang khusus harus diberikan untuk
mengkaji tanda-tanda dan gejala infeksi.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Risiko tinggi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d
hilangnya cairan pada jaringan, penurunan intake-cairan,
pengeluaran cairan berlebih dengan peningkatan terbntuknya bula
dan rupture bula.

x
2. Risiko tinggi infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de
entrée pada lesi.
3. Nyeri b.d kerusakan jaringan lunak, erosi jaringan lunak
4. Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan reaksi inflamasi local

2.2.3 Intervensi
Diagnosa 1
Risiko tinggi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d hilangnya
cairan pada jaringan , penurunan intake-cairan, pengeluaran cairan
berlebih dengan peningkatan terbntuknya bula dan rupture bula.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam diharapkan tidak terjadi syok
hipovolemik.
Kriteria hasil:
1. Tidak terdapat tanda-tanda syok: pasien tidak pusing, TTV dalam
batas normal, kesadaran optimal, urine >600 ml/hari
2. Membran mukosa lembap, turgor kulit normal, CRT <2 detik
3. Laboratorium nilai elektrolit normal, nilai hematokrit dan protein
serum meningkat, BUN/kreatinin menurun
Intervensi:
1) Identifikasi factor penyebab, awitan (onset) spesifikasi usia dan
adanya riwayat penyakit lain
Rasional: Parameter dalam menentukan intervensi kedaruratan.
Adanya usia anak atau lanjut usia memberikan tingkat keparahan
dari kondisi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
2) Kolaborasi skor dehidrasi
Rasional: Menentukan jumlah cairan yang aan diberikan sesuai
dengan dehidrasi dari individu
3) Lakukan rehidrasi oral
Rasional: Pemberian cairan oral dapat diberikan apabila tingkat
tolransi pasien masih baik
4) Lakukan pemasangan intravenous fluid drops (IVFD)

xi
Rasional: Apabila kondisi diare dan muntah berlanjut, maka
lakukan pemsangan IVFD. Pemberian cairan intravena
disesuaikan dengan serajat dehidrasi
5) Dokumentasi dengan akurat tentan input dan output cairan
Rasional: Sebagai evaluasi penting dari intervensi hidrasi dan
mencegah terjadinya over hidrasi
6) Bantu pasien apabila muntah
Rasional: Aspirasi muntah dapat terjadi terutama pada usia lanjut
dengan perubahan kesadaran. Perawat menekatkan tempat
muntah dan memebrikan masase ringan pada pundak untuk
membantu menurunkan respons nyeri dan muntah

Diagnosa 2
Risiko tinggi infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de entrée
pada lesi.
Tujuan: Dalam waktu 7x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi,
terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak
Kriteria evaluasi:
1. Lesi akan menutup pada hari ke-7 tanpa adanya tanda-tanda
infeksi dan peradangan pada area lesi
2. Leukosit dalam batas normal, TTV dalam batas normal
Intervensi:
1) Kaji kondisi lesi, banyak dan besarnya bula, serta apakah adanya
order khusus ari tim dokter dalam melakukan perawatan luka
Rasional: Mengidentifikasi kemajuan atas penyimpangan dari
tujuan yang diharapkan
2) Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering
Rasional: Kondisi bersih dan kering akan menghindari
kontaminasi komensal, serta akan menyebabkan respons
inflamasi local dan akan memperlambat penyembuhan luka
3) Lakukan perawatan luka setiap hari

xii
Rasional: Perawatan luka sebaiknya dilakukan setiap hari untuk
membersihkan debris dan enurunkan ontak kuman masuk ke
dalam lesi. Intervensi dilakukan dalam konisi steri sehingga
mencegah kontaminasi kuman ke lesi pemfigus
4) Kolaborasi penggunaan antibiotic
Rasional: Antibiotik infeksi diberikan untuk mencegah aktivasi
kuman yang bias masuk. Peran peran perawat mengakaji adanya
reaksi dan riwayat alergi antibiotic serta memberikan antibiotic
sesuai pesanan dokter

Diagnosa 3
Nyeri b.d kerusakan jaringan lunak, erosi jaringan lunak
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam diharapkan nyeri berkurang dan
hilang atau teradaptasi
Kriteria evaluasi :
1. Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat
diadaptasi. Skala nyeri 0-1 (0-4)
2. Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri
3. Pasien tidak gelisah
Intervensi:
1) Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST
Rasional: Menjadi parameter dasar untuk mengetahui sejauh
mana intervensi yang diperlukan dan sebagai evaluasi
keberhasilan dari intervensi manajemen nyeri keperawatan.
2) Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan noninvasive
Rasional: Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
nonfarmakologi ainnya telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri
3) Atur posisi fisiologis

xiii
Rasional: Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O 2 ke
jaringan yang mengalami peradangan subkutan. Pengaturan posisi
idealnya adaah pada arah yang berlawanan dengan letak lesi
pemfigus. Bagian tubuh yang mengalami inflamasi local
dilakukan imobilisasi untuk menurunkan respons peradangan dan
meningkatkan kesembuhan.
4) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Rasional: Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan
nyeri sekunder ari peradangan
5) Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
Rasional: Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
produksi internal dengan mekanisme peningkatan produksi
endofrin dan enkefalin ke korteks serebri sehingga menurunkan
persepsi nyeri.
6) Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberikan analgetik
Rasional: Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan
berkurang
7) Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian antibiotic
Rasional: Terapi antibiotik sistemik ang dipilih berdasarkan
pemeriksaan sensitivitas umumnya diperlukan. Preparat oral
penisilin dan eritomisin juga efektif untuk mengatasi selulitis.

Diagnosa 4
Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan reaksi inflamasi local
Tujuan: Dalam 5x24 jam integritas kulit membaik secara optimal
Kriteria evaluasi:
Pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik,
pengeluaran pus pada luka tidak ada lagi, luka menutup
Intervensi:
1) Kaji kerusakan jaringan lunak yang terjadi pada klien

xiv
Rasional: Menjadi data dasar untuk memberikan informasi
intervensi perawatan luka, alat apa yang akan dipakai dan jenis
larutan apa yang akan digunakan
2) Lakukan perawatan bula
Rasional: Sesudah kulit pasien dimandikan, kulit tersebut
dikeringkan dengan hati-hati dan ditaburi bedak yang cukup
banyak agar pasien dapat bergerak lebih bebas di atas tempat
tidurnya.
3) Lakukan perawatan luka dengan teknik steril
Rasional: Perawatan luka dengan teknik steril data mengurangi
ontaminasi kuman langsung ke area luka.

2.2.4 Implementasi
Diagnosa 1
1. Mengidentifikasi factor penyebab, awitan (onset) spesifikasi usia
dan adanya riwayat penyakit lain
2. Mengkolaborasi skor dehidrasi
3. Melakukan rehidrasi oral
4. Melakukan pemasangan intravenous fluid drops (IVFD)
5. Mendokumentasi dengan akurat tentan input an output cairan.
6. Membantu pasien apabila muntah

Diagnosa 2
1. Mengkaji kondisi lesi, banyak dan besarnya bula, serta apakah
adanya order khusus dari tim dokter dalam melakukan perawatan
luka
2. Membuat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering
3. Melakukan perawatan luka setiap hari
4. Menkolaborasi penggunaan antibiotic

Diagnosa 3
1. Mengkaji nyeri dengan pendekatan PQRST

xv
2. Menjelaskan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan noninvasive
3. Mengatur posisi fisiologis
4. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
5. Mengajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
6. Mengkolaborasikan dengan dokter untuk pemberian antibiotic
7. Mengkolaborasikan dengan dokter untuk pemberikan analgetik

Diagnosa 4
1. Mengkaji kerusakan jaringan lunak yang terjadi pada klien
2. Melakukan perawatan bula
3. Melakukan perawatan luka dengan teknik steril

2.2.5 Evaluasi
1. Tidak terjadi syok hipovolemik
2. Tidak terjadi infeksi
3. Terjadi penurunan nyeri
4. Peningkatan intgritas jaringan kult

xvi
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 KASUS
1. Ny. S berumur 45 tahun datang dengan keluhan nyeri pada daerah
yang lecet di sekitar bibir. Nyeri dirasakan meningkat apabila luka
tersebut terkena gesekan kain dan apabila disentuh. Nyeri
dirasakan hilang timbul. Klien mengatakan sejak kurang lebih 1
minggu sebelum masuk RS timbul bercak-bercak yang terasa gatal
pada bibir dan sekitarnya yang sebelumnya tidak ada dan bercak-
bercak itu makin bertambah luas. Tiga hari SMRS klien berobat ke
IGD RSHS, karena keluhan dirasakan tidak mengalami perbaikan,
klien diberi obat poedusin 32 mg dan kompres dengan larutan
Nacl, tetapi tidak ada perbaikan. Klien juga mengatakan kurang
lebih 6 minggu yang lalu klien pernah dirawat di RS X selama 12
hari, klien didiagnosa mengalami infeksi saluran pernafasan dan
sariawan, klien pulang dengan perbaikan. Riwayat sariawan sejak
5 bulan yang lalu. Klien tidak mempunyai riwayat alergi terhadap
makanan dan obat. Klien dan keluarganya mengatakan tidak ada
yang mempunyai penyakit yang serupa dengan klien. Tidak ada
yang menderita penyakit keturunan seperti DM, jantung,
hipertensi, asma, tidak ada yang sedang atau pernah menderita
penyakit infeksi. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan hasil: Suhu

36,7 C, Nadi 84 x/menit, Tekanan darah 120/70 mmHg dan RR 22

x/menit.

3.2 PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama :  Ny.  S
Umur                     :  45 Tahun

xvii
Jenis Kelamin       :  Perempuan
Status marital        :  Kawin
Pendidikan              :  SLTP
Pekerjaan              :  Ibu Rumah Tangga
Agama             :  Islam
Suku Bangsa      :  Jawa
Tanggal masuk RS  : 26 Maret 2015
Tanggal Pengkajian :  26 Maret 2015
No RM              :  04xxxx
Diagnosa Medis       :  Pemfigus vulgaris
Alamat                   :  Surabaya
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama                      :  Tn.A
Umur                  :  52 Tahun
Jenis Kelamin        :  Laki - laki
Pekerjaan               :  PNS
Alamat                   :  Surabaya

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada daerah yang lecet di sekitar bibir. Nyeri
dirasakan meningkat apabila luka tersebut terkena gesekan kain
dan apabila disentuh. Nyeri dirasakan hilang timbul.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan sejak kurang lebih 1 minggu sebelum masuk RS
timbul bercak-bercak yang terasa gatal pada bibir dan sekitarnya
yang sebelumnya tidak ada dan bercak-bercak itu makin bertambah
luas. Tiga hari SMRS klien berobat ke IGD RSHS, karena keluhan
dirasakan tidak mengalami perbaikan, klien diberi obat poedusin 32
mg dan kompres dengan larutan Nacl, tetapi tidak ada perbaikan.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu

xviii
Klien mengatakan kurang lebih 6 minggu yang lalu klien pernah
dirawat di RS X selama 12 hari, klien didiagnosa mengalami
infeksi saluran pernafasan dan sariawan, klien pulang dengan
perbaikan. Riwayat sariawan sejak 5 bulan yang lalu. Klien tidak
mempunyai riwayat alergi terhadap makanan dan obat.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dan keluarganya mengatakan tidak ada yang mempunyai
penyakit yang serupa dengan klien. Tidak ada yang menderita
penyakit keturunan seperti DM, jantung, hipertensi, asma, tidak ada
yang sedang atau pernah menderita penyakit infeksi.

3. Pemeriksaan Fisik
2. Tanda-tanda vital

Suhu : 36,7 C

Nadi : 84 x/menit
Tekanan darah : 120/70 mmHg
RR : 22 x/menit
3. Pemeriksaan Persistem
1. Pernafasan (B1: Breathing)
Bentuk hidung simetris, tidak terdapat lesi, tidak ada
pernapasan cuping hidung, tidak ada cyanosis, tidak ada secret
pada hidung, tidak ada deviasi septum, Pergerakan dada
simetris, tidak ada deviasi trekea, tidak ada retraksi
interkostalis,. Suara nafas murni reguler. Pada saat diperkusi
suara paru terdengar resonan, frekuensi nafas 22 x/menit
2. Cardiovaskuler (B2: Bleeding)
Konjungtiva berwarna merah muda, tidak ada peningkatan
JVP, akral teraba hangat tidak ada cyanosis pada ujung-ujung
ekstrimitas, tidak terdapat clubbing finger, CRT kembali
dalam 3 detik, tidak ada pembesaran KGB, KGB kiri sulit
diraba karena ada massa. Bunyi jantung murni dan regular,

xix
point of maksimal impuls antara ICS 4 dan 5 Mid klavikula
kiri. Nadi 84 x/menit tekanan darah 120/70 mmHg.
3. Persarafan (B3: Brain)
Kesadaran kompos mentis GCS 456
Test fungsi cranial
- N I ( olfaktorius )
Klien dapat membedakan bau kayu putih dan kopi
- N II ( optikus)
Klien dapat membaca papan nama perawat dalam jarak
kurang lebih 30 cm dengan mengunakan kaca mata
- N III,IV,VI (okulomotoris, trokhealis, abdusen )
Respon cahaya terhadap pupil + Bola mata dapat digerakan
kesegala arah , tidak terdapat nistagmus atau diplopia
- N V (trigeminus )
Mata klien berkedip pada saat pilinan kapas diusapkan
pada kelopak mata, klien merasakan sentuhan saat kapas
diusapkan kemaksila dengan mata tertutup
- N VII ( Fasialis )
Klien dapat membedakan rasa manis dan asin, klien dapat
mengerutkan dahi, wajah klien tampak simetris saat klien
tersenyum.
- N VIII (auditorius )
Kien dapat menjawab pertanyaan perawat dengan baik
tanpa harus diulang
- N IX, X ( glosofaringeus, vagus )
Uvula bergetar simetris saat kien mengatakan “Ah”, reflek
menelan bagus,
- N XI (asesorius )
Klien dapat menoleh kekanan dan kekiri
- N XII ( hipoglosus )
Lidah klien dapat digerakan secara bebas kesegala arah
4. Perkemihan (B4: Bladder)

xx
Tidak ada pembesaran ginjal, tidak ada nyeri tekan. Pada saat
diraba blass teraba kosong, klien dapat BAK kekamar mandi
klien mengatakan tidak ada keluhan saat BAK.
5. Pencernaan (B5: Bowel)
Sclera  putih, bentuk bibir simetris, mukosa bibir kering,
tedapat stomatitis, bibir klien terlihat pecah-pecah, tidak
terpasang gigi palsu, tidak terdapat caries, warna gigi putih
agak kuning, bentuk lidah simetris, tidak ada keluhan pada saat
menelan. Abdomen tampak datar pada saat klien terlentang,
bising usus 8-12 x/menit, pada saat diperkusi terdengar
timpani, pada saat dipalpasi tidak ada nyeri tekan dan nyeri
lepas.
6. Muskuloskeletal (B6 : Bone)
Bentuk tualng sesuai dengan struktur, tidak ada pembengkakan
pada sendi, tidak ada kontraktur, reflek bisep ++/++, reflek
trisep ++/++, reflek patella ++/++ reflek babinski
--/--ekstrimitas atas dan bawah dapat digerakan secara bebas.
7. Sistem Integumen
Kulit kepala tampak bersih, rambut tidak lengket, distribusi
rambut merata, tidak mudah dicabut.  Terdapat
hiperpigmentasi pada kedua tangan, kedua kaki, bagian perut
dan punggung, bula (+) didaerah bibir, terdapat lecet-lecet,
masih terdapat luka yang  masih basah. Kuku tangan dan kaki
pendek dan bersih, badan segar dan bersih.
8. Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembengkakan pada klenjar tiroid, tidak teraba
kelenjar getah bening.

4. Pola Aktivitas Sehari-hari


NO AKTIVITAS SEBELUM SAKIT SETELAH SAKIT
1. Nutrisi:
a. Makan Frekuensi2 x/hari Baik, 3 x/hari
Nafsu Makan 1 porsi habis Baik, 1 porsi habis
Jenis Nasi, lauk pauk, sayuran Bubur, telur, sayuran dan

xxi
daging
b. Minum Air putih dan air teh
Jenis 5 – 6 gelas/hari Air putih
Jumlah 7 – 8 gelas /hari
2 Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 1 x/hari 2 x/hari
Konsistensi Lembek Lembek
Warna Kuning Kuning

b. BAK
Frekuensi 6 x/hari 6 x/hari
Warna Kuning jernih Kuning jernih
3 Istirahat tidur
a. Siang Kadang-kadang tidak2-3 jam / hari
tidur siang

b. Malam 6-7 jam / hari 7-8 jam / hari


4 Personal hygine
a. Mandi 2 x/ hari Selama di Rs baru mandi 2x
karena luka klien jangan
terkena air, dengan cara di
spon.

b. Keramas 2 x / minggu 1 x / minggu

c. Gosok gigi 2 x / hari 3 x / hari

4. Data Penunjang 
Pemeriksaan labolatorium:
1. Gula Darah
- Glukosa puasa : 84 mg/dl (70-110 mg/dl)
- Glukosa 2 jam pp : 112 mg/dl (< 140 mg/dl)
2. Urine
- BJ            : 1,005               (1.01-1.025)
- PH                             : 6,0                   (4,8-7,5)
- Protein  : Negatif 
3. Glukosa urine
- Billirubin               : Negatif
- Urobilirubinogen     : 0,2 mg/dl           (<1 mg/dl)
- Nitrit     : Negatif                       

xxii
- Keton                : Negatif
- Eritrosit              : Negatif            (< 1 /lpb)
- Leukosit                : 1-2                   (<6 /lpb)
4. Hematologi
- BJ plasma   : 1.039             (1.023-1.03)

5. Terapi dan Lain-lain


NO. NAMA OBAT DOSIS KEGUNAAN
1. Salep Gentasolon 2-3 x 5 g / hari Pengobatan
topikal
dermatosis
2. Klindamicin 2 x 300 mg Pengobatan
infeksi serius
3. Methylprednisolone 1 x 250 mg Pengobatan
anti inflamasi
4. Obat kumur betadine 3 x / hari Pengobatan
anti septik
5. Ciprofloxacin 2 x 500 mg Pengobatan
untuk infeksi
disebabkan
oleh kuman
patogen
6. Asam mefenamat 3 x 300 mg Pengobatan
anti nyeri

6. Analisa Data
NO DATA PENYEBAB MASALAH
1. DS : Adanya erosi pada kulit Nyeri Akut
 Klien mengeluh nyeri (perih)
pada bagian tubuh yang
masih luka dan pada bagian
bibir.
P: Nyeri dirasakan
meningkat apabila luka
tersebut terkena gesekan kain

xxiii
dan apabila disentuh.
Q: Tajam
R: Pada bagian bibir
S: 5 (sedang)
T: Hilang Timbul
DO :
 Klien terlihat meringis
menahan nyeri
 Bibir klien tampak pecah-
pecah
 Mukosa bibir klien kering
 Klien mengalami stomatitis
 TTV :
TD = 120/70 mmhg
N = 84 x/menit

S = 36,7 C

RR = 22 x/menit

2. DS :
 Klien mengatakan terasaRupture bula dan kulit yangKerusakan integritas
gatal-gatal didaerah bibir. terkelupas kulit
DO :
 Terdapat bula (+) didaerah
mukosa bibir
 Terdapat lecet-lecet didaerah
bibir
 Mukosa bibir kering
 Masih terdapat luka yang 
masih basah disekitar daerah
bibir

xxiv
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d adanya erosi pada kulit
2. Kerusakan integritas kulit b.d rupture bula dan kulit yang terkelupas

3.4 INTERVENSI

No. Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional


keperawatan hasil

1. Nyeri b.d Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri dengan 1. Menjadi parameter


adanya erosi asuhan keperawatan pendekatan PQRST dasar untuk
pada kulit dalam waktu 1x24 P: Nyeri dirasakan mengetahui sejauh
jam diharapkan meningkat apabila mana intervensi
nyeri berkurang dan luka tersebut yang diperlukan
hilang atau terkena gesekan dan sebagai
teradaptasi, dengan kain dan apabila evaluasi
kriteria hasil. disentuh. keberhasilan dari
Kriteria Hasil: Q: Tajam intervensi
1. Klien melaporkan R: Pada bagian manajemen nyeri
nyeri berkurang bibir keperawatan.
dengan skala S: 5 (sedang)
nyeri ringan (0-3) T: Hilang Timbul
2. Klien tidak 2. Pendekatan dengan
terlihat meringis 2. Jelaskan dan bantu menggunakan
menahan nyeri pasien dengan relaksasi dan
3. Bibir klien tidak tindakan pereda nonfarmakologi
tampak pecah- nyeri ainnya telah
pecah nonfarmakologi menunjukkan
4. Mukosa bibir dan noninvasive keefektifan dalam
klien lembab mengurangi nyeri
3. Atur posisi 3. Posisi fisiologis
fisiologis akan meningkatkan
asupan O2 ke
jaringan yang
mengalami
4. Ajarkan teknik peradangan
relaksasi nafas subkutan.
dalam 4. Meningkatkan
asupan O2 sehingga
5. Ajarkan teknik akan menurunkan
distraksi pada saat nyeri sekunder dari

xxv
nyeri peradangan

5. Distraksi
(pengalihan
perhatian) dapat
menurunkan
produksi internal
6. Kolaborasikan dengan mekanisme
dengan dokter peningkatan
untuk pemberikan produksi endofrin
analgetik dan enkefalin ke
korteks serebri
7. Kolaborasikan sehingga
dengan dokter menurunkan
untuk pemberian persepsi nyeri.
antibiotic 6. Analgetik
memblok lintasan
nyeri sehingga
nyeri akan
berkurang
7. Terapi antibiotik
sistemik ang
dipilih berdasarkan
pemeriksaan
sensitivitas
umumnya
diperlukan.
Preparat oral
penisilin dan
eritomisin juga
efektif untuk
mengatasi selulitis.

2. Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji kerusakan 1. Menjadi data dasar


integritas kulit asuhan keperawatan jaringan lunak yang untuk memberikan
b.d Rupture dalam waktu 5x24 terjadi pada klien informasi
bula dan kulit jam diharapkan intervensi
yang integritas kulit perawatan luka.
terkelupas membaik secara 2. Lakukan perawatan
optimal dengan bula 2. Sesudah kulit
kriteria hasil. pasien dimandikan,
Kriteria hasil: kulit tersebut
1. Tidak terdapat dikeringkan
bula didaerah dengan hati-hati
mukosa bibir dan ditaburi bedak
2. Lecet-lecet yang cukup banyak
didaerah bibir 3. Lakukan perawatan agar pasien dapat
hilang atau luka dengan teknik bergerak lebih

xxvi
berkurang steril bebas di atas
3. Mukosa bibir tempat tidurnya.
lembab
4. Keadaan luka 3. Perawatan luka
disekitar daerah dengan teknik
bibir membaik steril data
mengurangi
ontaminasi kuman
langsung ke area
luka.

3.5 IMPLEMENTASI
Diagnosa 1
1. Mengkaji nyeri dengan pendekatan PQRST
2. Menjelaskan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi
dan noninvasive
3. Mengatur posisi fisiologis
4. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
5. Mengajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
6. Mengkolaborasikan dengan dokter untuk pemberian antibiotic
7. Mengkolaborasikan dengan dokter untuk pemberikan analgetik

Diagnosa 2
1. Mengkaji kerusakan jaringan lunak yang terjadi pada klien
2. Melakukan perawatan bula
3. Melakukan perawatan luka dengan teknik steril

3.6 EVALUASI
1. Klien mengatakan rasa nyeri berkurang atau hilang dan terjadi penurunan
nyeri
2. Klien mengatakan tidak gatal-gatal dengan menunjukan peningkatan
integritas jaringan kulit

xxvii
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemfigus berasal dari kata Yunani pemphix yang berarti gelembung atau
melepuh. Pemfigus menggambarkan sekelompok penyakit bulosa kronis yang
awalnya dideskripsikan oleh Wichman tahun 1791. Pemfigus vulgaris
merupakan penyakit autoimun, karena pada serum penderita ditemukan
autoantibodi dan juga dapat sebabkan oleh obat.
Pemphigus vulgaris berpotensi mengancam jiwa. Penyakit ini dapat
melemahkan kondisi pasien dan sering menyebabkan kematian. Apabila tidak
dirawat dengan tepat, maka lesi akan menetap dan semakin meluas,
menyebabkan kerusakan kulit dan membran mukosa sehingga dapat terjadi
kehilangan cairan dan ketidakseimbangan elektrolit, infeksi, bahkan sepsis.

3.2 Saran
Dari segi asuhan keperawatan yang sudah terbukti bahwasannya tindakan
keperawatan juga sangat memberikan kontribusi yang besar bagi kesembuhan
pasien, hendaknya tindakan keperawatan tersebut senantiasa dipertahankan
terlebih bila bisa untuk ditingkatkan agar proses penyembuhan pasien dapat
berlangsung lebih cepat.
Kecermatan serta ketelitian dalam pemberian tindakan keperawatan juga
harus benar-benar diperhatikan agar pasien hanya menerima dampak
positifnya tanpa merasakan dampak negatifnya. Tindakan edukasi oleh
perawat kepada pasien dan keluarganya juga perlu diperhatikan melihat
banyak penyakit yang menyerang pasien karena pasien dan keluarganya tidak
mengetahui secara pasti mengenai penyakit yang dideritanya sehingga
keadaan pasien menjadi lebih parah.

xxviii
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen.


Jakarta: Salemba Medika.
Greenberg, Michael I. 2007. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan jilid. 2.
Jakarta: Erlangga Medical Series.
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan, Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.

xxix

Anda mungkin juga menyukai