Anda di halaman 1dari 54

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

PADA HIPERTENSI DENGAN FOKUS STUDI GANGGUAN


KEBUTUHAN RASA NYAMAN (NYERI)

DI RSUD Dr. LOEKMONOHADI KUDUS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu

Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1

Oleh :

INDANG SRI WIGHATI (P1337420418083)

2A

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN BLORA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2020
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

A. DEFINISI

Hipertensi adalah peningkatan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau

tekanan diastolic sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko

tinggi menderita penyakit jantung , tetapi juga menderita penyakit lain

seperti penyakit syaraf, ginjal, pembuluh darah, dan makin tinggi tekanan

darah, maka makin besar resikonya. (Sylvia A.price). (NANDA NIC-

NOC, 2015)

B. ETIOLOGI

Dalam buku NANDA NIC-NOC, 2015 etiologi hipertensi meliputi:

Berdasarkan penyebabnya hipertensi di bagi menjadi 2 golongan:

1. Hipertensi Primer (Esensial)

Di sebut juga hipertensi idiopatik karena tidak di ketahui penyebabnya.

Faktor yang mempengaruhinya yaitu : genetik, lingkungan,

hiperaktifitas syaraf simpatis sistem renin. Angiotensin dan

peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor fakttor yang meningkatkan

resiko : obesitas, merokok, alkohol, dan polisitemia.

2. Hipertensi Sekunder

Penyebabnya yaitu penggunaan estrogen, penyakit ginjal,

sindromcushing dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.

Hipertensi pada usia lanjut di bedakan atas:


1. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140

mmHg dan/atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90

mmHg.

2. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari

160 mmHg dan/atau tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadi

perubahan perubahan pada:

1. Elastisitas dinding aorta menurun.

2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.

3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun

sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah

menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena

kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.

5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

Secara klinis derajat hipertensi dapat di kelompokkan yaitu:

No Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik

. (mmHg)
1. Optimal <120 <80
2. Normal 120-129 80-84
3. High normal 130-139 85-89
4. Hipertensi
5. Grade 1 (ringan) 140-159 90-99
6. Grade 2 (sedang) 160-179 100-109
7. Grade 3 (berat) 180-209 100-119
8. Grade 4 (sangat berat) >210 >120
C. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala pada hipertensi dalam buku NANDA NIC NIC 2015 di

bedakan menjadi:

a. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat di hubungkan dengan

peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter

yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah

terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

b. Gejala yang lazim

Sering di katakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi

meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataan ini merupakan

gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari

pertolongan medis.

Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu:

1. Mengeluh sakit kepala dan pusing

2. Lemas, kelelahan

3. Sesak nafas

4. Gelisah

5. Mual

6. Muntah

7. Epitaksis

8. Kesadaran menurun.
D. PATOFISIOLOGI

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan

keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak

ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,

neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut

saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya

noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor

seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah

terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv

terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal

tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga

terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla

adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks

adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat

respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan

penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang

pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,


suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi

aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan

air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.

Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan struktural

dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab

terhadap perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan

tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan

penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya

menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam

mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)

mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer

(Smeltzer, 2001).

Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi

palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh

cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).

Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan

ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan

apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin

yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada

angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh

darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat


meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal

tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan

tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti

jantung. ( Suyono, Slamet. 1996 ).


Faktor predisposisi: usia, jenis kelamin, merokok, stress,
kurang olahraga, genetik, alkohol, konsentrasi garam, dan Bebas kerja jantung Aliran darah semakin cepat
obesitas ke seluruh tubuh, sedangkan
nutrisi dalam sel sudah
mencukupi kebutuhan
Kerusakan vaskuler pembuluh darah HIPERTENSI Tekanan sistemik darah

Perubahan struktur Perubahan situasi Krisis situasional Metode koping tidak efektif

Informasi yang minim Defisiensi pengetahuan. Ketidakefektifan koping


Penyumbatan pembuluh darah
Ansitas
Resistensi pembuluh
Vasokonstriksi Nyeri kepala
darah otak
Resiko ketidakefektifan
Gangguan sirkulasi Otak Suplai O2 ke otak perfusi jaringan otak

Ginjal Retina Pembuluh darah

Vasokonstriksi pembuluh darah ginjal Spasme arteriol


Sistemik Koroner

Blood flow darah Resiko cedera


Vasokonstriksi Iskemia miokard

Respon RAA
Penurunan curah jantung Afterload Nyeri

Merangsang Aldosteron Kelebihan volume cairan Fatigue

Retensi Na Edema Intoleransi aktivitas


E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dalam buku NANDA NIC NOC 2015, pemeriksaan penunjang yang bisa

di lakukan meliputi:

1. Pemeriksaan Laboratorium

- Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel sel terhadap volume

cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti

hipokoagutabilitas, anemia.

- BUN/ kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi

ginjal.

- Glucosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat di

akibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.

- Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal

dan ada DM.

2. CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.

3. EKG : dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas, peninggian

gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

4. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti batu ginjal,

perbaikan ginjal.

5. Photo dada : menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup,

pembesaran jantung.

F. Masalah yang Lazim Muncul


Dalam buku NANDA NIC NOC 2015, masalah yang lazim muncul pada

penderita hipertensi meliputi:

1. Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload, vasokontriksi,

hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.

2. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia.

3. Kelebihan volume cairan.

4. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan

kebutuhan oksigen.

5. Ketidakefektifan koping.

6. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.

7. Resiko cidera.

8. Defisiensi pengetahuan.

G. DISCHARGE PLANNING

1. Berhenti merokok.

2. Perhatikan gaya hidup sehat.

3. Belajar untuk rileks dan mengendalikan stress.

4. Batasi konsumsi alkohol.

5. Penjelasan mengenai hipertensi.

6. Jika sudah menggunakan obat hipertensi teruskan penggunaannya

secara rutin.

7. Diet garam serta pengendalian berat badan.

8. Periksa tekanan darah secara teratur.


KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Aktivitas/istirahat

 Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.

 Frekuensi jantung meningkat

 Perubahan irama jantung

 Takipnea

2. Integritas ego

 Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau marah

kronik.

 Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan

dengan pekerjaan).

3. Makanan dan cairan


 Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi

lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang

digoreng,keju,telur)gula-gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi

kalori.

 Mual, muntah.

 Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun).

4. Nyeri atau ketidak nyamanan

 Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)

 Nyeri hilang timbul pada tungkai.

 Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.

 Nyeri abdomen.

5. Sirkulasi

 Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau

katup dan penyakit cerebro vaskuler.

 Episode palpitasi dan perspirasi.

6. Eleminasi

 Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obtruksi

atau riwayat penyakit ginjal masa lalu.

7. Neurosensori

 Keluhan pusing.

 Berdenyut, sakit kepala subokspital (terjadi saat bangun dan

menghilang secara spontan setelah beberapa jam).

8. Pernapasan
 Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja

 Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.

 Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.

 Riwayat merokok

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,

vasokonstriksi, hipertrofi/rigitas ventrikuler, iskemia miokard.

(hal34SDKI)

2. Nyeri akut berhubungan penigkatan tekanan vaskular serebral dan iskemia.

(hal172SDKI)

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan

suplai dan kebutuhan O2. (hal128SDKI)


C. PERENCANAAN KEPERAWATAN

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,

vasokonstriksi, hipertrofi/rigitas ventrikuler, iskemia miokard.

Diagnosa Rencana Keperawatan


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Penurunan curah NOC: NIC:

jantung berhubungan  Vital sign status  Vital sign monitoring

dengan peningkatan
Kriteria hasil:
afterload, 1. Monitor TD, nadi, suhu,
1. Tanda-tanda vital
vasokonstriksi, dan pernapasan
dalam rentang normal
hipertrofi/rigitas 2. Auskultasi TD pada
2. TD pada kedua lengan
ventrikuler, iskemia kedua lengan
kanan dan kiri tidak
miokard.
mengalami perbedaan

yang jauh
 Cardiac care
 Cardiac pulmo

effectiveness

Kriteria hasil:
3. Evaluasi adanya nyeri
3. Tidak terdapat nyeri
dada (intensitas, lokasi,
dada.
dan durasi)

4. Catat kemungkinan
4. Irama jantung normal
adanya disritmia jantung
2. Nyeri akut berhubungan penigkatan tekanan vaskular serebral dan iskemia.

Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Diagnosa Keperawatan
Hasil
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :

penigkatan tekanan  Pain control  Pain management

vaskular serebral dan


Kriteria hasil:
iskemia. 1. Kaji nyeri secara
1. Mampu mengontrol
komprehensif
nyeri (tahu penyebab

nyeri, mampu

menggunakan teknik

non-farmakologis

untuk mengurangi

nyeri).
2. Observasi isyarat non-
2. Melaporkan bahwa
verbal ketidaknyamanan
nyeri berkurang

dengan

menggunakan

manajemen nyeri

 Pain level

Kriteria hasil:
3. Berikan posisi yang
3. Mampu mengenali
nyaman
nyeri (skala

intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)

 Comfort level

Kriteria hasil:
4. Ajarkan teknik
4. Menyatakan rasa
nonfarmakologi: nafas
nyaman setelah nyeri
dalam, relaksasi, atau
berkurang
flashback pengalaman

yang menyenangkan .

 Medicine

administration

5. Kolaborasi terhadap

pemberian antihipertensi

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan

suplai dan kebutuhan O2.

Diagnosa Rencana Keperawatan


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Intoleransi aktifitas NOC: NIC:

berhubungan dengan  Activity tolerance  Activity therapy

kelemahan,
Kriteria hasil:
ketidakseimbangan 1. Monitor tanda-tanda
1. Menunjukkan
suplai dan kebutuhan vital
peningkatn toleransi
O2.
terhadap aktifitas fisik.
2. Berikan posisi
2. Mampu melakukan
trendenlenburg pada
aktifitas sehari-hari
klien
(ADLs) secara mandiri
3. Bantu klien untuk
3. Mampu berpindah tanpa
mengidentifikasi
bantuan alat.
aktifitas yang dapat

dilakukan

 Vital sign
 Self care
Kriteria hasil:
4. Pantau adanya defisit
4. Tanda-tanda vital
perawatan diri
normal

5. Sirkulasi status baik

 Energy conservation
 Energy management

Kriteria hasil: 5. Pantau asupan nutrisi

6. Tercukupinya kebutuhan untuk memastikan


protein dan serat yang sumber energi yang

adekuat adekuat: tinggi protein,

7. Kadar Hb dalam darah rendah lemak, dan serat

dalam rentang normal yang cukup

(Lk: 14-18 g/dL)

Konsep Dasar Kebutuhan Rasa nyaman (Nyeri)

1. Defenisi nyeri

Tanda dan gejala yang terjadi pada penderita hipertensi salah satunya

yaitu nyeri kepala. Proses terjadinya nyeri pada penderita hipertensi


disebabkan karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah, sehinnga

mengakibatkan perubahan pembuluh darah dan terjadilah vasokontriksi.

Akibat dari vasokontriksi ini menimbulkan resistensi pembuluh darah di

otak, sehingga terjadilah nyeri kepala. Sedangkan menurut International

Association For Study of Pain (2010), menjelaskan bahwa nyeri yaitu

suatu pengalaman emosional dan subjektif yang tidak menyenangkan

akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat aktual ataupun potensial dan

dirasakan pada tempat terjadinya kerusakan.

Mouncastle nyeri merupakan pengalaman sensori dari stimulus sebagai

akibat dari adanya kerusakan atau ancaman jaringan, atau nyeri terjadi

hanya ketika seseorang terluka (secara fisik)

Arthur C. Curton (193) mengartikan bahwa salah satu mekanisme

produksi bagi tubuh yaitu nyeri, dimana akan timbul nyeri ketika jaringan

mengalami kerusakan sehingga memberikan reaksi bagi individu yang

merasakannya. Defenisi diatas diterima sebagai defenisi medis yang hanya

membatasi nyeri dalam bentuk kerusakan jaringan, namun juga terdapat

nyeri yang tidak mengindikasikan adanya kerusakan jaringan tubuh,

seperti nyeri yang dirasakan seseorang ketika sakit kepala. Stenbarch

memberikan pengertian nyeri secara abstrak, di mana didalam nyeri

terdapat beberapa poin, yaitu :

1. Personality, di mana sensasi ini bersifat subjektif yang hanya dirasakan

individu, dalam hal ini sensasi nyeri yang dirasakan pasien berbeda-beda.
2. Terdapat stimulus yang memberi peringatan akan kerusakan jaringan

yang merugikan

3. Pola respon dari individu terhadap nyeri digunakan sebagai alat proteksi

yang melindungi pasien dari kerugian yang bisa ditimbulkan oleh nyeri.

2. Fisiologi nyeri

Nyeri biasanya disebabkan karena adanya stimulus dan reseptor. Reseptor

nyeri yang dimaksud yaitu nosiseptor, dimana ujung-ujung saraf yang

berada dikulit akan memberikan respon terhadap stimulus yang diterima.

Biologis, zat kimia, panas, listrik serta mekanik merupakan bagian dari

beberapa stimulus tersebut.

Stimulus yang telah diterima reseptor kemudian ditransmisikan

berupaimpuls-impuls nyeri ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis

serabut bermiyelin yaitu serabut A (delta) dan serabut lambam (serabut C).

Serabut A membawa impuls yang bersifat inhibitor/penghambat yang

ditransmisikan ke serabut C. Serabut aferen masuk ke dalam spinal dengan

melalui akar dorsal dan sinaps pada dorsal hurn.Dorsal hurn ini terdiri dari

beberapa lapisan yang saling terkait, di antaranya berbentuk lapisan dua

atau tiga yang berbentuk substansia gelatinosa dan merupakan

jalan/saluran utama impuls. Kemudian, impuls tersebut melewati sumsum

tulang belakang yang ada pada interneuron dan bersambung dengan jalur

spinal asenden yang paling utama, jalur sphinotalamic dan spinoreticular

membawa informasi mengenai sifat dan lokasi nyeri. Terdapat dua jalur
mekanisme nyeri sebagai akibat dari proses transmisi nyeri yaitu jalur

opiate dan nonopiate. Neurotransmitter dalam impuls supresif yaitu

serotonin. Stimulus nociceptor lebih diaktifkan oleh sistem supresif yang

ditransmisikkan oleh serabut A. Sedangkan jalur desenden yaitu jalur

nonopiate yang tidak memberikan respon terhadap naloxone yang

mekaninsmenya kurang banyak diketahui (Barbara C. Long, 1989) dalam

(Alimul, 2008)

3. Klasifikasi nyeri

Nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yaitu nyeri akut dan kronis. Nyeri

akut yaitu nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang

dengan waktu tidak melebihi enam bulan dan ditandai dengan adanya

penegangan otot. Nyeri kronis yaitu nyeri yang timbul secara perlahan-

lahan dan berlangsung lama dan dalam waktu lebih dari enam bulan.

Kategori nyeri kronis yaitu nyeri terminal, sindrom nyeri kronis dan nyeri

psikosomatis.

4. Faktor yang mempengaruhi nyeri

Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan pasien dalam

mempersepsikan nyeri, yaitu :

1. Usia
Anak yang masih kecil memiliki perbedaan dengan orang dewasa

dalam mempersepsikan nyerinya. Anak kecil yang merasakan nyeri

belum dapat mengucapkan kata-kata mengenai nyerinya.

2. Jenis kelamin

Secara umum, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara lakilaki

dan wanita dalam persepsi nyeri. Hanya beberapa budaya yang

mengajarkan bahwa anak laki-laki harus lebih kuat ketika merasakan

nyeri.

3. Kebudayaan

Perawat sering berpendapat bahwa cara respon tiap pasien dalam

mempersepsikan nyeri itu sama. Sebagai contoh, apabila orang yang

sedang merintih atau menangis maka perawat akan mempersepsikan

bahwa klien merasakan nyeri dan membutuhkan intervensi, akibatnya

pemberian intervensi tidak sesuai. Ini terjadi pada warga Meksiko,

dimana warga Meksiko yang menangis keras tidak selalu

mempersepsikannya sebagai nyeri yang hebat.

4. Makna nyeri

Nyeri yang dirasakan setiap orang akan mempengaruhi cara

beradaptasi terhadap nyeri

5. Lokasi dan tingkat keparahan nyeri

Nyeri yang dirasakan pasien bervariasi, sesuai dengan tingkat

keparahannya. Begitu juga dengan kualitas nyeri, dimana pasien biasa

melaporkan nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri tumpul dan berdenyut.


6. Perhatian

Nyeri juga akan dipengaruhi oleh tingkat perhatian. Perhatian yang

meningkat akan menyebabkan respon nyeri bertambah. Sedangkan

dengan upaya distraksi dapat mengurangi nyeri. Teknik inilah yang

digunakan untuk terapi mengurangi nyeri, seperti relaksasi, masase,

teknik imajinasi terbimbing.

7. Ansietas

Ansietas yang dirasakan pasien berhubungan dengan peningkatan

persepsi nyeri klien

8. Keletihan

Keletihan yang dirasakan akan meningkatkan sensasi nyeri

9. Pengalaman sebelumnya

Seseorang yang pernah mengalami nyeri akan lebih mudah dan siap

mengantisipasi nyeri yang dirasakannya

10. Dukungan keluarga dan sosial

Dukungan dari keluarga, bantuan dan perlindungan sangat dibutuhkan

oleh pasien yang merasakan nyeri.

5. Cara Menghitung Skala Nyeri

Berikut ini beberapa cara menghitung skala nyeri yang paling populer dan

sering digunakan.

1. Visual Analog Scale (VAS)


Visual Analog Scale (VAS) adalah cara menghitung skala nyeri yang

paling banyak digunakan oleh praktisi medis. VAS merupakan skala

linier yang akan memvisualisasikan gradasi tingkatan nyeri yang

diderita oleh pasien.

Pada metode VAS, visualisasinya berupa rentang garis sepanjang

kurang lebih 10 cm, di mana pada ujung garis kiri tidak

mengindikasikan nyeri, sementara ujung satunya lagi

mengindikasikan rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Selain dua

indicator tersebut, VAS bisa diisi dengan indikator redanya rasa nyeri.

VAS adalah prosedur penghitungan yang mudah untuk digunakan.

Namun, VAS tidak disarankan untuk menganalisis efek nyeri pada

pasien yang baru mengalami pembedahan. Ini karena VAS

membutuhkan koordinasi visual, motorik, dan konsentrasi.

Berikut adalah visualisasi VAS:

2. Verbal Rating Scale (VRS)

Verbal Scale (VRS) hampir sama dengan VAS, hanya, pernyataan

verbal dari rasa nyeri yang dialami oleh pasien ini jadi lebih spesifik.

VRS lebih sesuai jika digunakan pada pasien pasca operasi bedah
karena prosedurnya yang tidak begitu bergantung pada koordinasi

motorik dan visual.

Skala nyeri versi VRS:

3. Numeric Rating Scale (NRS)

Metode Numeric Rating Scale (NRS) didasari pada skala angka 1-10

untuk menggambarkan kualitas nyeri yang dirasakan pasien. NRS

diklaim lebih mudah dipahami, lebih sensitif terhadap jenis kelamin,

etnis, hingga dosis. NRS juga lebih efektif untuk mendeteksi

penyebab nyeri akut ketimbang VAS dan VRS.

Skala nyeri dengan menggunakan NRS:

NRS di satu sisi juga memiliki kekurangan, yakni tidak adanya

pernyataan spesifik terkait tingkatan nyeri sehingga seberapa parah

nyeri yang dirasakan tidak dapat diidentifikasi dengan jelas.


4. Wong-Baker Pain Rating Scale

Wong-Baker Pain Rating Scale adalah metode penghitungan skala

nyeri yang diciptakan dan dikembangkan oleh Donna Wong dan

Connie Baker. Cara mendeteksi skala nyeri dengan metode ini yaitu

dengan melihat ekspresi wajah yang sudah dikelompokkan ke dalam

beberapa tingkatan rasa nyeri.

Saat menjalankan prosedur ini, dokter akan meminta pasien untuk

memilih wajah yang kiranya paling menggambarkan rasa nyeri yang

sedang mereka alami.

Seperti terlihat pada gambar, skala nyeri dibagi menjadi:

Raut wajah 1, tidak ada nyeri yang dirasakan

Raut wajah 2, sedikit nyeri

Raut wajah 3, nyeri

Raut wajah 4, nyeri lumayan parah

Raut wajah 5, nyeri parah


Raut wajah 6, nyeri sangat parah

LAPORAN STUDI KASUS

a. Pengkajian

1) Data demografi
(a) Biodata

(1) Nama : Ny. S

(2) Usia : 29 Tahun

(3) Jenis kelamin : Perempuan

(4) Alamat :Desa Karangrejo, Kec. Tunjungan

(5) Suku/bangsa :Jawa/ Indonesia

(6) Status perkawinan : Belum Menikah

(7) Agama : Islam

(8) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

(9) Diagnosa medik : NHS + HT Grade III

(10) No. rekam medik :531994

(11) Tanggal masuk :06 Juli 2020

(12) Tanggal pengkajian :07 Juli 2020

(b) Penanggung jawab

(1) Nama : Tn. R

(2) Usia : 32 tahun


(3) Jenis kelamin : Laki Laki

(4) Pekerjaan : Swasta

(5) Hubungan dengan pasien: Suami

2) Keluhan utama

(Keluhan pasien sehingga dia membutuhkan pertolongan medik)

Pada hari Sabtu, Ny. S masuk ke RS dan didampingi oleh suaminya ,

Suami pasien mengatakan tiba-tiba pasien merasa lemas dan tidak

mampu berdiri serta merasakan nyeri kepala. Berdasarkan hasil

pemeriksaan didapatkan bahwa tekanan darah pasien yaitu 260/120

mmHg.

3) Keluhan pada saat dikaji

Pasien mengatakan masih merasakan nyeri kepala

4) Riwayat kesehatan

a) Riwayat kesehatan sekarang

(1) Waktu timbulnya penyakit kapan?

Pasien mengatakan 1 hari sebelum ke RS pasien mengeluh lemas tidak mampu

berdiri disertai nyeri kepala.

(2) Bagaimana awal munculnya?


Pasien mengatakan sebelum ia merasakan serangan tersebut, ia baru

saja pulang dari sawah, setelah pasien tiba dirumah kemudian kepalanya

terasa nyeri dan merasa lemas serta tidak mampu berdiri

(3) Keadaan penyakit apakah sudah membaik, parah atau tetap sama?

(a) Nampak keadaan pasien masih tetap sama.

(b) Nampak pasien lebih banyak berbaring

(c) Nampak pasien berbaring dengan sesekali memegang dan memijat

kepala bagian belakang (melokalisir daerah nyeri)

(4) Usaha yang dilakukan untuk mengurangi keluhan?

Pasien mengatakan sebelumnya ia tidak pernah merasakan nyeri kepala

meskipun tekanan darahanya tinggi kecuali disertai peningkatan kolestrol

dan asam urat.

(5) Kondisi saat dikaji (PQRST)?

(a) P : Nyeri ketika beraktivitas

(b) Q : Seperti berdenyut

(c) R : Kepala bagian belakang dan badan terasa lemas

(d) S : Skala nyeri 5 (Sedang)

(e) T : Hilang timbul

5) Riwayat kesehatan keluarga

a) Identifikasi berbagai penyakit keturunan yang umumnya menyerang?


Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keturunan

6) Riwayat kesehatan masa

lalu

a) Apakah pernah menderita penyaki yang sama :

Pasien mengatakan untuk kedua kalinya merasakan gejala seperti

sekarang, serangan pertama terjadi kurang lebih 1 tahun yang lalu,

namun tidak dirawat di Rumah Sakit.

Kebiasaan :

(1) Merokok : Pasien mengatakan tidak merokok

(2) Makanan :

Pasien mengatakan masih memakan makanan pantangan hipertensi,

seperti daging, serta makanan berkolestrol lainnya.

7) Pengkajian kebutuhan kenyamanan

a. Apakah pernah menderita penyakit/trauma yang menyebabkan rasa

nyeri?

Pasien mengatakan pertama kali merasakan nyeri awal terkena hipertensi,

kemudian setelah beberapa tahun sudah tidak merasakan nyeri lagi

meskipun tekanan darahnya tinggi, kecuali disertai peningkatan kolestrol.

b. Jika ya, kapan terjadi ?

Pasien mengatakan sudah menderita hipertensi sejak 2 tahun yang lalu

c. Faktor yang meringankan

1) Apakah pernah membeli obat untuk menghilangkan rasa nyeri?


Pasien mengatakan hanya mengambil obat amlodivin dari puskesmas untuk

menurunkan tekanan darahnya saja, karena sebelumnya pasien tidak pernah

merasakan nyeri, kecuali jika disertai dengan kolesterol tinggi.

2) Selain obat, tindakan apa yang dilakukan :

(a) Nonton :√

(b) Nyanyi :-

(c) Cerita :-

(e) Dll; :-

3) Pengaruh nyeri terhadap aktivitas

(a) Sebelum berada di RS

(1) Tidur :-

(2) Makan :-

(3) Bekerja :√

(4) Interaksi sosial :√

(b)Selama berada di RS

(1)Tidur :√

(2)Makan :-

(3)Bekerjaaktivitas :√

(4)Interaksi Sosial :√

4) Gejala klinik lain yang menyertai nyeri

a. Mual :-

b. Muntah :-

c. Pusing :√
d. Konstipasi :-

e. Suhu Tubuh :√

f. Menggigil :-

g. Dll; :-

8) Riwayat aspek psikososial

Pasien mengatakan merasa cemas dan stres karena baru pertama kali di rawat di

Rumah Sakit

9) Pemeriksaan fisik

a) Tanda-tanda vital

(1) Tekanan darah : 200/120 mmHg

(2) Pernapasan :26×/menit

(3) Suhu :36, 7°c

(4) Nadi :90×/ menit

b) Therapi Medis

(1) Piracetam 2×1 ( Pagi dan Malam)

(2) Amlodivin 1×1 ( Pagi)

(3) Valesco 2×1 (Pagi dan Malam)

(4) Furosemid/24 jam

(5) IVFD RL 20 tpm

c) Mulut

(1) Keadaan gigi :Baik

(2) Bicara :Nampak pasien bicara pelo


d) Muskuloskeletal

(1) Kekuatan otot

2 2

2 2

e) Status neurologis

(1) Tingkat kesadaran : Composmentis

E :4

V :5

M :6
1) Pemeriksaan diagnostik

(a) Laboratorium :

Kimia Nilai Rujukan

a. Glukosa Darah

1. sewaktu 1. 128 1. 70-180 mg/dl

a. Bilirubin 1. 0,1-1,2

1. Total 2. ≤0,2

b. Ureum 32 mg/dl P :15-40

c. Creatinine 1, 0 P :0.5-1,0

d. Asam urat P : 2, 6-6, 0

e. Cholestrol total 253 ≤200 mg/dl

(b) Ekg : Hypertrofi ventrikel dan repolarisasi abnormal


b. Klasifikasi data

1. DS :

a) Pasien mengatakan masih merasakan nyeri kepala

b) Suami pasien mengatakan 1 hari sebelum ke RS klien

mengeluh lemas tidak mampu berdiri disertai nyeri kepala.

c) Pasien mengatakan pertama kali merasakan nyeri awal terkena

hipertensi, kemudian setelah beberapa tahun sudah tidak merasakn

nyeri lagi meskipun tekanan darahnya tinggi, kecuali disertai

peningkatan kolestrol.

d) Pasien mengatakan untuk kedua kalinya merasakan gejala seperti

sekarang, serangan pertama terjadi kurang lebih 1 tahun yang lalu,

namun tidak dirawat di Rumah Sakit

e) Pasien mengatakan masih memakan makanan pantangan hipertensi,

seperti daging dan makanan yang mengandung kolestrol lainnya

f) Pasien mengatakan merasa cemas dan stres karena baru pertama

kali di rawat di Rumah Sakit

g) P : Tekanan darah tinggi

h) Q : Seperti berdenyut

i) R : Kepala bagian belakang dan badan terasa lemas

k) S : Skala nyeri 5 (Sedang)

l) T : Hilang timbul
2. DO :

a) Nampak pasien lebih banyak berbaring

b) Nampak pasien berbaring dengan sesekali memegang dan memijat

kepalabagian belakang (Melokalisir daerah nyeri)

c) Tanda-tanda vital

(1)Tekanan darah : 200/120 mmHg

(2)Pernapasan :26×/menit

(3)Suhu :36, 7°c

(4) Nadi :90×/ menit

(5)Therapi Medis :

(a) Piracetam 2×1 ( Pagi dan Malam)

(b) Amlodivin 1×1 dalam bentuk tablet

(Pagi) (c) Valesco 2×1 (Pagi dan Malam)

(d)Furosemid/24 jam

(e) IVFD RL 20 tpm

(6)Pemeriksaan Diagnostik

(a) Laboratorium : Kolestrol 253 mg/dl

(b)Ekg : Hypertrofi ventrikel danrepolarisasi abnormal


d. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia

2. Intolerasi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik


e. Intervensi keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteris Intervensi Rasional

hasil
1. Nyeri akut b.d NOC :

peningkatan

tekanan a. Pain level a. Lakukan a.Dengan

vaskuler serebral pengkajian nyeri mengetahui

dan iskemia b. Pain Control secara skala nyeri

Setelah diberikan komprehensif dapat

asuhan keperawatan (skala nyeri) menentukan

3 × 24 jam, dalam

pasien melaporkan mengambil

bahwa nyeri tindakan yang

berkurang dengan sesuai dalam

kriteria hasil : penanganan

nyeri

1. Mampu b. Ajarkan

mengontrol nyeri teknik non b. Nafas dalam

(mampu farmakologi merupakan

menggunakan seperti teknik tindakan

teknik non relaksasi kenyamanan

farmakologi nafas dalam yang membuat

relaksasi nafas otot relaksasi

dalam)

c. Memonitor c. Nyeri

2. Melaporkan Tekanan darah dapat

bahwa nyeri dipengaruhi

berkurang (Skala oleh adanya


nyeri 5 menjadi vasokontriksi

skala nyeri 1) pembuluh

darah akibat

hipertensi,

dengan

memonitor

vital sign

dapat diketahui

penyebab nyeri

d. Kolaborasi d. Pemberian

dengan dokter analgetik

jika ada keluhan mampu

dan tindakan menurunkan

nyeri tidak skala

berhasil nyeri sebagai

pendukung

dari tindakan

farmakologi

e. Berikan terapi e. Pola hidup

HE mengenai pola yang buruk

hidup dapat

menyebabkan

berbagai

macam

penyakit,

salah satunya
yaitu hipertensi

2. Intolerasi aktivitas Setelah dilakukan 1. Observasi 1. Untuk

berhubungan tindakan keadaan mengetahui

dengan kelemahan keperawatan selama Umum keadaan umum

fisik 3 X 24 jam pasien

diharapkan pasien

dapat memenuhi 2. Kaji tingkat 2. Untuk

kebutuhannya aktivitas pasien mengetahui

secara optimal, kemampuan

dengan kriteria pasien dalam

hasil; aktivitas dapat beraktivitas

dilakukan secara selama sakit

mandiri

3. Bantu pasien 3. Untuk

dalam melakukan memudahkan

aktivitas pasien

4. Beri support 4.

kepada pasien Menimbulkan

semangat

pasien

5. Anjurkan 5. Agar

keluarga untuk keluarga bisa

membantu pasien membantu

dalam memenuhi pasien.

kebutuhannya
6. Instruksikan 6. Agar pasien

pasien tentang tidak kelelahan

teknik penghemat

energi.

7. Beri dorongan 7. Agar

untuk melakukan kebersihan diri

aktivitas/perawata pasien tetap

n diri terpenuhi
f. Implementasi keperawatan

Tgl/ Jam Dx Implementasi Hasil Paraf

7 Juli 2020 1 1. Melakukan pengkajian S: Pasien mengatakan

09:20 terhadap lokasi dan skala nyeri nyeri didaerah

pasien belakang (oksipital)

kepala

O: Skala nyeri 5

09:20 2. Melakukan pengukuran vital S:

sign sebelum tindakan relaksasi O:

nafas dalam a)TD : 200/120 mmHg

b) N : 90×/ menit

c) P : 24×/ menit

d) S : 36, 7°C

10:09 3. Mengajarkan teknik relaksasi S: Pasien belum

nafas dalam mengerti apa itu nafas

dalam

O: Pasien nampak

belum terlalu mengerti

dalam melakukan

nafas dalam sesuai

yang diajarkan
4. Pemberian cairan RL 20 tpm, S: Pasien mengatakan

therapi piracetam 1 tablet, masih lemas

amlodivin 1 tablet dan valesco

1 tablet. O: a) Belum terdapat

perubahan penurunan

tekanan darah

b) Pasien nampak

berbaring

8 Juli 2020 1.2 1. Melakukan pengukuran S:

10:00 tekanan darah pasien dan O:

mengevaluasi skala nyeri a) TD : 190/110

pasien mmHg b) N : 90×/

menit

c) P : 22×/ menit

d) S : 36°C

e) Skala nyeri 3

12:00 1 2. Pemberian obat amlodivin S: Pasien nampak

sudah mulai duduk di

kursi dan dapat berdiri

O: Tekanan darah

pasien sudah mulai

mengalami penurunan

12.15 2 3. Membantu pasien untuk S: Pasien tampak


memenuhi kebutuhannya, memperhatikan cara

membantu pasien untuk duduk yang di ajarkan

perawat.

O: Pasien sudah mulai

duduk dan melakukan

aktivitas ringan secara

mandiri.

12.30 2 4. Menganjurkan keluarga S: Keluarga pasien

untuk selalu membantu pasien mendengarkan arahan

untuk memenuhi perawat

kebutuhannya. O: Keluarga pasien

tampak membantu

pasien.
9 Juli 2020 1 1. Menanyakan skala nyeri S: Pasien mengatakan

09:00 pasien apakah mengalami skala nyeri nya

penurunan atau masih tetap berkurang

sama O: Skala nyeri

menjadi 1

1 2. Melakukan pengukuran vital S:


09:10
sign dan mengevaluasi kembali O:

skala nyeri pasien a) TD : 180/100

mmHg b) N : 90×/

menit

c) P : 22×/ menit
d) S : 36°C

e) Skala nyeri 1

g. Catatan Perkembangan

Tanggal/ Jam Dx Evaluasi Paraf


7 Juli 2020 1 S:

12:30 a) Pasien mengatakan masih merasa nyeri

b) Pasien mengatakan memikirkan penyakitnya dan

biaya rumah sakit

c) Pasien mengatakan masih merasa lemas

d) P : Nyeri ketika beraktivitas

e) Q : berdenyut

f) R : Oksipital kepala

g) S : skala nyeri 5 (sedang)

h) T : Hilang timbul

O:

a) TD : 200/120 mmHg

b) N :100×/m

c) S :36°C

d) P : 24×/menit

e) Nampak pasien masih berbaring

f) Nampak pasien belum paham dengan cara nafas

dalam yang benar (pasien menghembuskan nafas

tidak melalui mulut,

tetapi melalui hidung)

A : Masalah belum teratasi

P:

a) Monitor vital sign

b) Lanjutkan intervensi pelatihan relaksasi nafas

dalam
c) Anjurkan pasien untuk tidak banyak fikiran (HE)

d) Lanjutkan pemberian terapi sesuai anjuran dokter

8 Juli 2020 1 S:

10:30 a) Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan sudah

mulai berkurang

b) Pasien mengatakan melakukan nafas dalam

berulang-ulang

c) P : Nyeri ketika beraktivitas

d) Q : Berdenyut

e) R : Bagian oksipital f) S : 3 (ringan)

g) T : Hilang timbul

O:

a) TD : 190/110 mmHg

b) N : 90×/ menit

c) P : 22×/ menit

d) S : 36°C

A:

a) Lanjutkan intervensi penggunaan teknik relaksasi

nafas dalam

b) Monitor vital sign

c) Lanjutkan pemberian therapi farmakologi sesuai

anjuran dokter

P : Lanjutkan intervensi

12.30 S: Pasien mengatakan sudah mampu duduk dan juga


mampu memenuhi kebutuhannyadi bantu oleh

keluarga

2 O: Pasien sudah bisa duduk, keluarga membantu

pasien dalam memenuhi kebutuhan dengan baik

A: Masalah teratasi

P: Hentikan intervensi

9 Juli 2020 1 S:

10:10 a) Pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang

b) P :-

c) Q : Nyeri hampir tidak terasa

d) R : - e) S : 1

f) T : Hilang timbul

O:

a) Nampak sudah tidak terpasang lagi infus

b) Pasien nampak sudah mampu berjalan

c) TD : 180/100 mmHg d) N :90 ×/ menit

e) S : 36°C

f) P :22 ×/menit

A : Masalah teratasi

P : Hentikan intervensi
h. Evaluasi

Tanggal Dx Evaluasi Paraf

9 Juli 2020 1 S : Pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang

O: Nampak sudah tidak terpasang lagi infus, pasien

nampak sudah mampu berjalan


A : Masalah teratasi sebagian

P : Hentikan intervensi

2 S: Pasien mengatakan sudah mampu duduk dan juga

mampu memenuhi kebutuhannyadi bantu oleh keluarga

O: Pasien sudah bisa duduk, keluarga membantu pasien

dalam memenuhi kebutuhan dengan baik

A: Masalah teratasi

P: Hentikan intervensi

LAMPIRAN

SOP TERAPI NYERI

(Teknik Relaksasi)
No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit Di Setujui Oleh,

OPERASIONAL

PROSEDUR .........
Pengertian Memberikan rasa nyaman kepada pasien yang mengalami nyeri

dengan membimbing pasien untuk relaksasi.


Relaksasi merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri

pada pasien yang mengalami nyeri kronis. Rileks sempurna yang

dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh, kecemasan sehingga

mencegah menghebatnya stimulasi nyeri. Relaksasi dapat di

lakukan dengan cara menganjurkan pasien untuk melakukan teknik

napas dalam (tidak pada pasien post op/ di bagian abdomen).

Tujuan 1. Untuk mengurangi rasa nyeri.

2. Untuk menurunkan ketegangan otot.

3. Untuk menimbulkan perasaan aman, nyaman dan damai.

Indikasi 1. Pasien dengan nyeri kronis atau akut.

2. Pasien ansietas.

Petugas Perawat

Prosedur A. Fase Pra Interaksi

Pelaksanaan 1) Melihat riwayat data nyeri terlebih dahulu.

2) Melihat intervensi keperawatan yang telah di berikan.

3) Mengkaji program terapi yang di berikan oleh dokter.

4) Mencuci tangan.

B. Fase Orientasi

1) Memberi salam kepada pasien dan menyapa nama pasien.

2) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan.

3) Menanyakan persetujuan dan kesiapan pasien.


C. Fase Kerja

1) Mengatur posisi duduk atau berbaring yang nyaman menurut

pasien.

2) Instruksikan pasien untuk menarik nafas dalam melalui hidung,

dan merasakan saat udara mengalir dari tangan, kaki, menuju paru

paru.

3) Pasien menahan napas selama 3-5 detik.

4) Kemudian di keluarkan secara perlahan melalui mulut.

5) Setelah pasien merasa rileks, perlahan lahan irama nafas di

tambah. Gunakan pernafasan dada atau abdomen bila frekuensi

nyeri bertabah, gunakan pernafasan lebih dangkal dengan frekuensi

lebih cepat.

D. Fase Terminasi

1) Melakukan evaluasi terhadap hasil dari tindakan relaksasi.

2) Menganjurkan pasien untuk mengulangi tindakan apabila masih

merasa nyeri.

3) Berpamitan dengan pasien.

4) Mendokumentasikan hasil kegiatan.

5) Mencuci tangan.

Unit Terkait Di Rumah


Daftar Pustaka Uliyah, Musrifatul.2006.Keterangan Dasar Praktik Klinik

Keperawatan. Surabaya : Salemba Medika.


DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction

Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8.
Vol. 2. Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith M. & Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9
Diagnosa NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPD PPNI 2016 Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia edisi 1 Jakarta:
Dewan Pengurus pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai