Anda di halaman 1dari 15

JASA MARITIM.

Sebagai negara kepulauan yang keseluruhan wilayahnya di kelilingi oleh laut, banyak
potensi industri dan jasa kelautan yang dapat dikelola dan dikembangkan untuk menyejahterakan
rakyat. Namun belum terdapat cetak biru yang menjabarkan berbagai potensi pengembangan jasa
dan industri kelautan non-ikan. Pengembangan Jasa maritim ini perlu dilakukan secara
komprehensif, memastikan tersedianya kapasitas dan sumberdaya yang memadai.

MENGEMBANGKAN INDUSTRI PERKAPALAN. Membangun, mereparasi dan mengembangkan


industry perkapalan nasional yang memungkinkan untuk berkontribusi bagi perkapalan nasional dan
global merupakan agenda penting. Saat ini system perkapalan Indonesia masih didominasi asing.
Mengembangkan teknologi perkapalan, system rantai pasok, mengembangkan system galangan
kapal dan pelabuhan, dan system manajemen perkapalan, perlu dilakukan, sehingga kapal yang
diproduksi di Indonesia memiliki daya saing yang kuat, menyerap tenaga kerja trampil, dan
memberikan manfaat ekonomi bagi Indonesia.

PEMBENAHAN TRANSPORTASI LAUT, SISTEM BONGKAR MUAT DAN KARGO. Indonesia memiliki
lebih dari 21.000 kilometer jalur angkut perairan dalam, dan dapat memberikan nilai ekonomi
signifikan bila dilakukan reformasi logistic kemaritiman secara terpadu. Saat ini system bongkat muat
dan kargo di Indonesia masih mengandalkan Jakarta International Container Terminal (JICT) dan
Terminal Petikemas Surabaya (TPS), dan terjadi kesenjangan yang sangat dalam dengan
pembangunan wilayah lainnya. Efektifitas pengelolaannya juga masih rendah. Kalau tidak dilakukan
antisipasi yang baik, kesenjangan akan tercipta di berbagai pelabuhan sekunder, dan mempengaruhi
biaya. Pengaruhnya secara nasional akan besar, dan potensi ekonomi hilang juga besar.Visi ASEAN
2015 mendorong agar 47 pelabuhan regional ASEAN, dimana 14 diantaranya terdapat di Indonesia,
dapat meningkatkan kinerja, kapasitas dan koneksi dari satu titik ke titik pelabuhan lainnya.

REFORMULASI DAN REFORMASI SISTEM LOGISTIK (TOL LAUT). Keberadaan transportasi maritime,
pembangunan dan penataan pelabuhan, perlu didukung dengan system pengelolaan dan
perencanaan yang memadai. Untuk itu, perlu dilakukan pembenahan terpadu dalam reformasi dan
reformulasi system logistisk Indonesia. Untuk mendukung hal ini, perlu mengembangkan: (i)
membangun pelabuhan domestic berkelas internasional. (ii) Membangun industry pelayaran dan
perkapalan domestic berkelas global; (iii) Membangun pusat dan system logistic di berbagai wilayah
di Indonesia yang saling terhubung antara pelabuhan satu dengan yang lain; dan (iv) Mendorong
kebijakan dan perencanaan strategis. (v) Mengembangan kapasitas sumberdaya manusia dan system
pengelolaan dan penatalaksanaan pelabuhan, sehingga mampu meningkatkan pelayanan berskala
local, nasional, dan global.

BAHAN BAKAR NELAYAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan faktor produksi yang sangat
penting dalam kegiatan penangkapan ikan. Komponen biaya BBM mencapai 50-70 persen dari
seluruh biaya operasional penangkapan ikan. Demikian pula pada budi daya udang, biaya BBM
mencapai 5-25 persen dari biaya produksi.Bahan bakar itu digunakan untuk genset pompa air, kincir
air, dan penerangan sekitar tambak budi daya. Akan tetapi, nelayan dan pembudi daya ikan
mengalami kesulitan mendapatkan bahan bakar bersubsidi di sekitar lokasi, sehingga sering membeli
dengan harga industri atau berhadapan dengan mafia penjual.Diperlukan dukungan lintas
kementerian untuk memudahkan akses dan menjaga stabilitas harga BBM, khususnya, bagi nelayan
kecil dan tradisional.
LEMAHNYA PENGELOLAAN PELABUHAN DAN LOGISTIK. Kondisi pelabuhan di Indonesia masih
sangat memprihatinkan. World Economy Forum melaporkan, kualitas pelabuhan Indonesia hanya
mendapatkan nilai 3,6 atau peringkat 103 dari 142 negara. Dan dari 134 negara, menurut Global
Competitiveness Report 2010-2011, daya saing pelabuhan di Indonesia hanya berada di urutan ke-
95. Akibat lemahnya pengelolaan pelabuhan dan sistem logistik, Indonesia mengalami potensi
kerugian ekonomi yang sangat besar mengingat Indonesia merupakan salah satu lalu lintas tersibuk
dunia. Lemahnya pengelolaan logistik juga memperdalam jurang kesenjangan kawasan Timur dan
Barat Indonesia.

http://www.slideshare.net/rozidagual/lap-industri-jasa-kelautan-pdf?related=1

 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berbagai upaya ditempuh untuk


mempercepat pertumbuhan industri dan jasa kelautan, pengurangan pengangguran dan
kemiskinan. Dalam konteks pembangunan kelautan saat ini, analisis kebijakan industri dan
jasa kelautan nasional sangat diperlukan untuk menemukan jawaban terhadap permasalahan
pembangunan kelautan nasional tersebut. Analisis ini berguna untuk dijadikan pedoman
dalam perumusan kebijakan yang rasional, tepat dan efektif dengan kata lain, model analisis
ini sangat diperlukan bagi keseluruhan proses perencanaan pembangunan industri dan jasa
kelautan. Secara garis besar Analisis Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional ini untuk
mulai menganalisis konsistensi berbagai tujuan pembangunan kelautan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat secara simultan. Model analisis
digunakan untuk mulai melakukan kajian bagaimana kebijakan dari semua sektor terkait
sesuai dengan kondisi saat ini, yang belum ada kebijakan, kebijakan yang tumpang tindih,
serta kebijakan yang saling bertentangan atau kontra produktif. Dalam kajian ini, analisis
digunakan untuk melakukan berbagai pendalaman tentang industri dan jasa kelautan sebagai
bahan untuk penguatan kebijakan, namun kajian ini belum memanfaatkan model optimasi
secara utuh dan lengkap dalam menentukan nilai optimum pertumbuhan ekonomi pada
industri dan jasa kelautan. Berdasarkan hasil analisis perumusan kebijakan ini merumuskan
kesimpulan dan rekomendasi yang dapat menjadi dasar sementara dalam memahami
kebijakan di bidang industri dan jasa kelautan. 5.1. Kesimpulan Hasil analisis dan tinjauan
Yuridis memberikan strategi sebagai berikut : Pertama, kebijakan tentang industri perikanan
dan biota laut lainnya selama ini belum mendukung pembangunan industri perikanan dan
biota laut lainnya. Pada satu sisi infrastruktur serta penguasaan teknologi masih terbatas dan
sangat memerlukan inovasi baru, kemampuan dalam mengembangkan jaringan pemasaran
masih lemah dan faktor permodalan yang sangat terbatas dan pada sisi lain Indonesia
memiliki potensi industri perikanan Indonesia yang sangat besar, potensi lestari sumberdaya
ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6, 6 juta ton per tahun, yang terdiri dari potensi di
perairan wilayah Indonesia 4,5 juta ton per tahun, dan perairan ZEEI sekitar 2,1 juta ton per
tahun dan dengan panjang garis pantai dan wilayah pesisir yang sangat luas, potensi budidaya
perikanan sangat besar. Sumber daya kelautan berupa perikanan dan biota laut lainnya belum
dimanfaatkan secara optimal karena belum diaturnya secara optimal yuridis mengenai
pengelolaan potensi laut sehubungan dengan penataan batas, konflik dalam pemanfaatan
ruang di laut, aturan perundangan-undangan terkait dengan UU otonomi daerah
menyebabkan belum ada pemahaman yang sama terhadap pengelolaan sumber daya kelautan
serta kondisi sarana dan prasarana yang berakibat pada rendahnya aksesibilitas, kualitas,
ataupun cakupan pelayanan. Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional 121
 156. Kedua, Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan posisi strategis
yang menghubungkan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia sehingga menempatkan
Indonesia berada di antara negara-negara industri maju, namun dalam mendukung industri
perhubungan laut sistem peraturan perundang-undangan kurang berpihak pada pelaku usaha
nasional. Walaupun pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan Inpres Nomor 5 Tahun 2005
tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional, yang menerapkan azas cabottage, namun
implementasi kebijakan ini belum mendapatkan dukungan dari pihak perbankan sehingga
belum dapat berjalan secara optimal. Ketiga, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan
sekitar 75 persen wilayahnya terdiri dari laut mengandung potensi sumber energi yang cukup
menjanjikan yang dapat diolah dan dikelola untuk kebutuhan pembangunan nasional. Perlu
adanya kebijakan-kebijakan yang menunjang sektor industri pertambangan di laut untuk
memberdayakan sumber daya energi dan mineral terutama energi alternatif. Pengembangan
sumber daya manusia berkualitas standar internasional diperlukan untuk mengatasi
keterbatasan teknologi sehingga potensi sumber daya energi dan mineral khususnya di laut
dapat dimanfaatkan secara optimal. Keempat, Indonesia terkenal sebagai negara yang sangat
kaya dengan obyek pariwisata kelautan, memiliki posisi geografis yang cukup strategis dan
pengakuan tiga titik yang berlokasi di Indonesia yaitu di Tulamben (Bali), Likuan 2
(Manado), dan Pulau Tomia (Wakatobi) dari 50 titik wisata bahari dunia yang bertaraf
internasional dan juga sebagai negara yang memiliki tingkat keanekaragaman biota laut
terkaya di dunia. Tetapi potensi tersebut belum didukung kebijakan yang mendorong
berkembangnya pariwisata kelautan nusantara, termasuk promosi dan citra pariwisata bahari
yang masih sangat kurang, sehingga sampai saat ini parawisata kelautan Indonesia belum
menjadi tujuan pelayaran wisata (cruise ship) utama dari negara-negara di dunia. Kelima,
dengan potensi industri dan jasa kelautan yang besar dimana komoditasnya juga memerlukan
perdagangan internasional (ekspor dan impor), perlu pula kebijakan industri dan jasa kelautan
yang berpihak pada investor nasional. Kurangnya keberpihakan tersebut turut menyebabkan
pembangunan infrastruktur serta pengembangan IPTEK menjadi sangat lamban dan terbatas.
5.2 Rekomendasi Berdasarakan hasil analisis dan tinjauan yuridis Industri dan Jasa Kelautan
Nasional ini merumuskan rekomendasi kebijakan sebagai berikut : Pertama, Perlu adanya
kebijakan yang antisipasif dan adaptif mendukung potensi industri perikanan dan biota laut
lainnya, mewujudkan usaha di bidang perikanan dan biota laut lainnya yang mampu
(competitive competent) dalam perdagangan internasional, mewujudkan dan
memberdayagunakan sumber daya manusia dan manajemen di bidang perikanan yang
berkualitas, dan kompeten serta berdaya saing tinggi, sehingga dapat menjadikan Indonesia
sebagai industri perikanan dan biota laut lainnya yang maju dan dapat memenuhi kebutuhan
sendiri dan luar negeri, Perlunya perangkat hukum yang jelas untuk mendukung industri
bioteknologi ini dari penyediaan bahan baku sampai dengan sistem pemasarannya. Kedua,
Penegakkan azas cabottage sesuai INPRES 05 Tahun 2005 harus dilaksanakan secara tegas
dan konsisten dan perlu ditunjang dengan menetapkan kebijakan fiskal dan pendanaan agar
pihak Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional 122
 157. perbankan turut mendukung industri perhubungan laut. Perlu ada sistem kebijakan
yang dapat mensinergikan berbagai peraturan perundang-undangan dalam mendukung sistem
pelayaran ter-masuk pelayaran rakyat, dan mengembangkan sekolah tinggi kelautan yang
berstandard inter-nasional, untuk memenuhi seluruh kebutuhan pelayaran dalam negeri dan
berkontribusi terhadap pelayaran dunia. Perlu suatu standar yang baku untuk menjamin
kemananan dan keselamatan pelayaran menyusun ketentuan mengenai standar fasilitas
keselamatan dan penyelamatan, dan adanya koordinasi antar departemen dalam
penanggulangan keselamatan pelayaran. Perumusan kebijakan yang sinergis dalam bidang
kemaritiman menyangkut kewenangan dan tanggung jawab serta mekanisme koordinasi di
tingkat pusat dan di lapangan dalam rangka peningkatan keselamatan pelayaran, serta perlu
dibangun sistem pelabuhan yang berperan penting dalam melayani perdagangan dunia
(internasional hub port) yang ditunjang oleh sistem pelabuhan nasional dan lokal, yang
memenuhi standard pelayanan internasional. Ketiga, Perlu ada kebijakan untuk mewujudkan
pembangunan industri energi alternatif sebagai pengganti sumber energi yang berasal dari
mineral untuk kepentingan nasional seperti: Energi Arus Laut, Energi Gelombang, Energi
Pasang Surut dan Ocean Thermal Energi Convention (OTEC). Menetapkan kebijakan-
kebijakan dalam rangka pendayagunaan energi alternatif dan terbaharukan,
menumbuhkembangkan pusat-pusat industri energi alternatif melalui kerjasama dengan
lembaga- lembaga terkemuka di dunia, dan meningkatkan pengembangan RIPTEK energi
kelautan, serta menemukan cadangan-cadangan sumber daya mineral sebagai sumber daya
mineral yang baru. Keempat, Perlu menetapkan kebijakan antara lain kebijakan laut terbuka
untuk Pariwisata (National Open Sea Policy), kebijakan pelayanan CIPQ yang mendorong
berkembangnya pariwisata, dan kebijakan yang mendorong kerjasama antar daerah dalam
mengembangkan sistem rangkaian objek dan kegiatan pariwisata bahari nusantara, perlu
menciptakan regulasi kondusif dan pelayanan yang prima serta simpatik dengan standar yang
umum berlaku dalam pelayanan internasional terhadap pemohon untuk izin masuk CAIT
(Clearance Approval for Indonesian Territory), sehingga banyak Cruiser/ yacht berminat
masuk ke Indonesia, menetapkan kebijakan dalam pembangunan sarana dan prasarana
pendukung pariwisata bahari dan kebijakan peningkatan kemampuan Law Inforcement.
Kelima, Perlu menetapkan kebijakan yang berpihak pada pengusaha nasional dalam
mengembang- kan industri dan jasa kelautan, mengembangkan sistem kebijakan yang dapat
mengsinergikan ber- bagai peraturan perundang-undangan dalam mendukung industri dan
jasa kelautan, dan perlunya dukungan dari sektor perpajakan, perbankan dan fiskal untuk
memberikan insentif dan kemudahan lainnya dalam upaya pemberdayaan industri dan jasa
kelautan, serta kebijakan yang membuka peluang kerjasama dengan pihak swasta asing dan
nasional dalam pembangunan industri dan jasa kelautan. Perlu revitalisasi industri kelautan
nasional melalui azas cabotage, meningkatkan peran dan kontribusi sektor industri dan jasa
kelautan dalam pertumbuhan ekonomi nasional dan mewujudkan peluang Indonesia sebagai
salah satu negara industri kelautan di dunia (global ocean power), dimana dengan
meningkatkan kebutuhan pengadaan dan pemeliharaan armada laut nasional jelas akan
membuka peluang bisnis pemenuhan beragam kebutuhan produk-produk dan komponen
penunjang industri dan jasa kelautan nasional. Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan
Nasional 123
 158. Keenam, mengingat karakter geologis seluruh pulau yang berada dalam pertemuan
lempeng benua dan posisi geografis yang memisahkan dua samudera maka dalam setiap
kebijakan pembangunan industri dan jasa kelautan komitmen terhadap aspek lingkungan
hidup dan pembangunan berkelanjutan harus diutamakan dari awal perencanaan, pelaksanaan
sampai dengan pengawasan Ketujuh, diperlukan kajian yang lebih mendalam untuk menata
kebijakan yang berhubungan dengan industri dan jasa kelautan, sehingga industri dan jasa
kelautan dapat berkontribusi maksimal bagi pembangunan Indonesia. Untuk itu diperlukan
adanya road map terpadu diantara kelima sektor pendukung pembangunan industri dan jasa
kelautan yang berisi mengenai potensi, perencanaan, pembangunan dan evaluasi terhadap
pembangunan industri dan jasa kelautan jangka menengah dan panjang sesuai dengan
kebijakan kelautan Indonesia (Ocean Policy). Rekomendasi ini tidak terlepas dari garis besar
pem-bangunan Indonesia jangka panjang nasional termasuk sektor kelautan dan perikanan
sebagaimana telah ditetapkan oleh Pemerintah RI. Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 124

 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Industri Perhubungan Laut N O FAKTOR


INTERNAL STRENGTHS WEAKNESSES S1 Indonesia sebagai salah satu negara W 1
Sistem peraturan perundang-undangan yang kepulauan terbesar di dunia kurang berpihak
pada pelaku usaha nasional dalam mendukung industri perhubungan laut. S2 Potensi
komoditas yang memerlukan ekspor W 2 Infrastruktur dan pengembangan IPTEK maupun
impor. yang terbatas. S3 Potensi Sumber Daya Manusia yang besar W 3 Daya saing
sumberdaya manusia pelayaran, baik pelaut maupun sumberdaya manusia di industri
pelayaran masih relatif rendah. W4 Posisi strategis Indonesia yang menghubung- W 4
Dukungan dari pihak perbankan terhadap kan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia,
pengembangan industri pelayaran masih negara-negara industri maju. sangat rendah dan
belum terbentuknya kerja sama strategis di sektor perhubungan laut NO FAKTOR
EKSTERNAL OPPORTUNITIES THREATHS O1 Rencana pelaksanaan asas cabottage di T
1 Kondisi ekonomi dan perbankan nasional perairan Indonesia. yang belum mendukung
dibangunnya armada pelayaran. O2 Armada pelayaran yang dapat memenuhi T 2 Tumbuhnya
kekuatan pelayaran regional kebutuhan sendiri, maju dan kuat secara seperti Singapura, India,
RRC, dll. manajerial dan teknologi, yang berbasis kepentingan nasional. O3 Kebutuhan
pelaut internacional yang cukup T 3 Citra Indonesia dalam kancah bisnis trans- tinggi. portasi
laut dunia yang masih dikategorikan sebagai transportasi laut yang beresiko tinggi, berkenaan
dengan keselamatan dan standarisasi pelayaran. O4 Masih kurangnya armada kapal yang
meng- T 4 Perusahaan pelayaran tidak mampu mengem-
 130. hubungkan pulau-pulau kecil dan wilayah- bangkan armada, karena kurangnya per-
wilayah terpencil di dalam negeri. modalan dan manajemen yang baik, sehingga tidak mampu
bersaing menghadapi kapal asing. Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional 112

tingkatan (pusat dan daerah) serta dukungan upaya pengembangan sumber daya alam secara
optimal, penungkatan kualitas SDM, penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga
berdaya saing tinggi serta pemantapan lembaga dan peraturan perundang-undangan yang
mendukung. Dalam jangka pendek, penguasaan teknologi diharapkan dapat berperan dalam
memacu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan dalam jangka panjang diharapkan dapat
menumbuh- kan kemandirian, ketangguhan dan keunggulan. Sehingga berbagai produk yang
dihasilkan dapat berdaya saing tinggi baik dalam skala regional maupun internasional. Dewan
Maritim Indonesia dalam rangka merumuskan visi dan misi maritim Indonedia telah
menyelenggarakan sarasehan nasional pada tanggal 28 dan 29 Juli 2000. Visi dan misi tersebut
terdapat dari para birokrat (Ketua MPR, Mendagri, Menristek, Menperindag, Menhub, KSAL,
Gubernur Sumatera Selatan, Gubernur Jawa Tengah) Pakar (Prof Hasyim Djalal), Asosiasi dan
Stakeholder (Laksda (Purn) Machmud Subarkah). Visi dan misi di atas dikelompokkan menjadi 7
bidang, yaitu : bukum, wilayah, potensi, industri dan jasa, SDM, lingkungan hidup dan sosialisasi. Dari
hasil sarasehan nasional tersebut didapat saran-saran, antara lain : 1. Perundang-undangan perlu
segera diciptakan bagi kepastian maritim Indonesia. 2. Sarasehan tersebut diharapkan dapat
menelurkan suatu kebijaksanaan pengelolaan maritime. 3. DMI harus mengeluarkan the real plan
dan the implementation scheme dalam posisinya yang strategis dalam memajukan industri maritim.
Atas dasar dalam rangka pembangunan menuju Negara bangsa maritime, dan Kebangkitan Nasional
Menuju Negara Bangsa Maritim. Kedepannya pun akan berkembang Industri maritim, agar semua
berjalan sesuai dengan hal di inginkan perlu diatur dalam peraturan perundang-undangan Analisa
Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional 109

Selain itu, kondisi sarana dan prasarana saat ini masih ditandai oleh rendahnya aksesibilitas, kualitas,
ataupun cakupan pelayanan. Akibatnya, sarana dan prasarana yang ada belum sepenuhnya dapat
menjadi tulang punggung bagi pembangun-an sektor riil termasuk dalam rangka mendukung
kebijakan industri dan Jasa kelautan, yang secara yuridis baru diatur dalam Undang-undang
Perikanan. UU No. 5 Tahun 1983 Tentang ZEE Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa bumi, tanah,
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal 11 UU No.9/1985 menyebutkan babwa setiap orang
atau badan hukum yang melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan ikan, dikenakan
pungutan perikanan, karena mereka telah memperoleh manfaat langsung dari SDI (Sumber Daya
Ikan). UU No.20/1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada
Departemen Kelautan dan Perikanan. Peraturan Pemerintah No. 142/2000, tentang Tarif atas Jenis
PNBP yang berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan. Pasal 1 ayat 2, PPP (Pungutan Hasil
Pengusaha Perikanan) adalah pungutan negara yang dikenakan kepada pemegang Ijin Usaha
Perikanan (IUP). Pasal 1 ayat 3, PHP (Pungutan Hasil Perikanan) adalah pungutan negara yang
dikenakan kepada pemegang Surat Penangkapan Ikan (SPI). Pasal 3 ayat 1, PPP dikenakan pada saat
Wajib Bayar memperoleh IUP. Pasal 3 ayat 2, PHP dikenakan pada saat Wajib Bayar memperoleh dan
memperpanjang IUP. Pasal 5 ayat 3, Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan produktivitas
kapal penangkapan ikan. Pasal 5 ayat 4, Menteri Perindustrian dan Perdagangan menetapkan HPI.
Pasal 5 ayat 1, didasarkan atas jenis, ukuran dan jumlah kapal, serta jenis alat tangkap ikan yang
dipergunakan (tarif per Gross Tonage (GT) per alat tangkap dikalikan ukuran GT kapal ikan yang
dipergunakan). Pasal 5 ayat 2, PHP yang terutang ditetapkan berdasarkan rumusan 2,5% dikalikan
produk- tivitas kapal dikalikan harga patokan ikan (HPI). (HPI = 2,5% x produktivitas x HPI). Pungutan
Perikanan, dikenakan terhadap kapal penangkap ikan dengan bobot sama atau lebih besar dari 30
GT atau menggunakan mesin berkekuatan sama, atau lebih dari 90 DK serta panjang keseluruhan
minimal 18 meter. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.: Kep.45/men/ 2001 mengatur
tata cara : Pemungutan Pungutan Perikanan. Pemungutan PP PPP harus dibayar saat pengusaha
akan memperoleh IUP atau Surat Rekomendasi Alokasi kapal dan daerah penangkapan sebesar 50%.
Kekurangan 50% yang terutang harus dilunasi pada saat merealisasi SPI. Analisa Kebijakan Industri
dan Jasa Kelautan Nasional 93

pentingnya asas cabotage dan menyarankan agar pemerintah menambah jumlah armda kapal laut
berbendera Indonesia. Mengenai hak pengelolaan wilayah laut kepada daerah sebagaimana
dimaksud dalam pasal 18 UU No. 32 Tahun 2004, namun tampaknya hal tersebut dapat
menimbulkan dampak negatif, berdasarkan UU No.32/2004 daerah kota/kabupaten lebih banyak
menikmati hasil/ potensi Sumber Daya Alam yang ada di daerah tersebut, pada dasarnya semua
harus di serahkan ke daerah dan pusat sebagai pembina, karena pembagian wilayah perairan
menurut UU No.32 thn 2004 telah menimbulkan dampak daerah menjadi egosistris tanpa peduli
dengan adanya NKRI, perlunya mekanisme kepada masyarakat terhadap UU No.32 pasal 18,
tersebut agar tidak terjadi pengkaplingan wilayah laut oleh nelayan, perlu dilakukan sosialisasi pada
masyarakat maupun aparat pada masing-masing sektor secara terpadu, kewenangan pengelolaan
wilayah laut di daerah masih belum di kelola secara optimal terutama masalah konservasi yang
banyak terjadi akibat dari dekradasi lingkungan, kurang sosialisasi terhadap masyarakat sehingga
banyak berbenturan antara masyarakat yang satu dengan yang lain dalam membuat instansi yang di
limpahkan ke daearah/provinsi. Belum ada peraturan daerah/kebijakan pemerintah provinsi Jawa
Timur yang berkaitan dengan sektor pelayaran seperti kepelabuhanan, perkapalan, perikanan,
perdagangan antar wilayah/daerah. Peraturan daerah mengenai kegiatan industri yang telah ada
saat ini belum bersinergi dengan sektor lain bahkan belum mengakomodasi kepentingan industri
pada beberapa instansi, khususnya untuk pemanfaatan masyarakat di wilayah pesisir yang
mengakibatkan lintas sektor belum mengacu pada tata masyarakat terpadu secara tumpang tindih.
Dinas-dinas terkait telah memanfaatkan kebijakan yang berkaitan dengan industri kelautan, salah
satunya adalah peraturan daerah provinsi Jawa Timur No.4 Tahun 2005, namun di sinyalir bahwa
kegiatan pencemaran lingkungan, Illegal Logging (Penyelundupan kayu), Penyelundupan lainnya
(BBM, Elektronik, dll) baik eksport maupun impor dan Illegal Fishing (Penangkapan ikan yang tidak
sah) masih terjadi di Provinsi Jawa Timur. Belum ada kegiatan industri kelautan lainnya selain yang
tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 75/M/SK/5/1995 tanggal 5 Mei
1995 mengatur 13 industri maritim, namun SK tersebut telah lama diganti menjadi SK
No.07/M.140/PER/5/2005. Mengenai Asas Cabotage yang merupakan pengangkutan barang
dagangan dan penumpang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya dalam negara Republik
Indonesia hanya dilakukan dengan kapal berbendera Indonesia dan dioperasikan oleh perusahaan
pelayaran nasional belum banyak diketahui oleh sebagian besar responden. Terkait dengan hak
pengelolaan wilayah laut kepada daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 UU No. 32 Tahun
2004, namun tampaknya hal tersebut dapat menimbulkan dampak negatif, sebagian besar telah
mengetahui mengenai UU tersebut dan berpendapat bahwa Undang-undang tersebut cukup baik
namun dalam implementasinya masih ditemui banyak kendala. Beberapa peraturan
daerah/kebijakan pemerintah provinsi Bali yang berkaitan dengan sektor pelayaran seperti
kepelabuhanan, perkapalan, perikanan, perdagangan antar wilayah/daerah antara lain : perda
mengenai pelabuhan khusus di kabupaten Tanah Bumbu dan Kota Baru. Peraturan daerah Analisa
Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional 71

kegiatan industri dan jasa kelautan, lemahnya penegakan hukum di laut, peraturan perundang-
undangan belum memadai dengan beberapa alasan, antara lain pengurusan perijinan skala nasional
masih kewenangan pusat sehingga waktu peng-urusannya masih relatif lama, selain itu kurang
apresiatif dari pemerintah dan masyarakat terhadap peluang perkembangan industri dan jasa di
Provinsi Kalimantan Timur. Beberapa upaya telah dilakukan oleh instansi terkait untuk
meminimalisasi kendala dan hambatan tersebut diatas antara lain perlu ada pelumpuhan
kewenangan dalam bentuk dekonsentrasi kepada provinsi, menyebarluaskan informasi dan data
peluang investasi dalam sektor perikanan dan kelautan. Beberapa isu dan permasalahan terkait
dengan kewenangan dan kebijakan industri dan jasa kelautan berdasarkan jawaban responden
dapat dijabarkan sebagai berikut bahwa Departemen Perindustrian tidak mengatur mengenai wisata
bahari, yang lebih banyak mengatur tentang mengenai wisata bahari adalah Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata. Berdasarkan pernyataan tersebut, sebagian besar responden
menganggap bahwa kegiatan wisata bahari termasuk ke dalam kegiatan industri kelautan. Umumnya
responden pernah membaca atau mendengar adanya kegiatan pelanggaran hukum yang dilakukan
oleh pelaku industri baik investor, pengusaha maupun pabrik industrinya antara lain pembangunan
PELSUS dan pencemaran. Beberapa faktor dianggap menjadi kendala/hambatan bagi pembangunan
industri dan jasa kelautan di Provinsi Kalimantan selatan antara lain minimnya sarana dan prasarana
penunjang kegiatan industri kelautan, keterbatasan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia
kelautan, kurangnya pendanaan/pembiayaan bagi pembangunan dan peningkatan kegiatan industri
dan jasa kelautan, lemahnya penegakan hukum di laut, peraturan perundang-undangan belum
memadai. Hal ini didukung dengan berbagai macam alasan, salah satunya adalah belum tersedianya
sekolah khusus perikanan dan kelautan padahal Provinsi Kalimantan Selatan memiliki potensi yang
sangat besar. Beberapa upaya telah dilakukan oleh instansi terkait untuk meminimalisasi hambatan
tersebut diatas antara lain mengadakan koordinasi dengan dinas pariwisata kabupaten/kota serta
para stakeholders kepariwisataan, selain itu dengan menarik pendapatan dari pelindo sebagai
kontribusi kepada provinsi dalam rangka membiayai pembangunan, membuat beberapa peraturan
daerah dan peningkatan sumber daya manusia, aparatur serta pemberdayaan masyarakat.
Permasalahan yang seringkali muncul di wilayah perairan Provinsi Maluku banyak terdapat
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pelaku industri dan jasa kelautan seperti adanya
pencemaran laut karena membuang limbah minyak ke laut oleh PLN dan kapal-kapal yang melalui
perairan Provinsi Maluku serta masih banyak terjadi illegal fishing di wilayah laut Maluku namun
karena sarana dan prasarana terbatas sangat sulit untuk di tangani masalah ini serta pelanggaran
hukum dari segi administrasi. Pelanggaran-pelanggaran ini terjadi karena dipicu oleh belum
maksimalnya dalam pembuatan Peraturan Daerah yang mencakup per-lindungan dan pengamanan
dalam memanfaatkan sumberdaya laut yang ada di Provinsi Maluku. Provinsi Maluku mempunyai
kendala yang menghambat pengelolaan kegiatan industri dan jasa kelautan antara lain infrasturktur
penunjang kegiatan industri dan jasa kelautan kurang Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan
Nasional 66

dan tersumbatnya saluran komunikasi politik. Konsekuensi dari semua kondisi tersebut akan
memperlambat aktivitas/pertumbuhan ekonomi di antara kawasan. Sementara itu, pembangunan
wilayah strategis dan cepat tumbuh juga belum banyak memberikan perubahan yang berarti,
dikarenakan keterbatasan informasi dan teknologi pengembangan produk ungggulan, komitmen
akan pengembangan produk unggulan yang belum optimal dan konsisten, rendahnya respon pelaku
usaha lokal terhadap hasil- hasil penelitian untuk mengembangkan kawasan dan produk-produk
unggulan, serta terbatasnya akses petani dan pelaku usaha terhadap infrastruktur penunjang.
Ketertinggalan pembangunan perdesaan juga disebabkan lemahnya koordinasi lintas bidang dalam
pengembangan kawasan perdesaan, adanya permasalahan eksternal dalam rangka mewujudkan
kawasan permukiman perdesaan yang produktif, berdaya saing dan nyaman. Persoalan demikian
diperparah lagi dengan rendahnya tingkat pelayanan sosial, rendahnya kualitas SDM perdesaan, aset
yang dikuasai masyarakat perdesaan sangat terbatas, serta rendahnya akses masyarakat perdesaan
ke sumber daya produktif. Sebagian besar kegiatan ekonomi di perdesaan masih mengandalkan
produksi komoditas primer sehingga nilai tambah yang dihasilkan kecil, serta kurangnya keterkaitan
kegiatan sektor pertanian (primer) dengan sektor industri pengolahan. Untuk mengatasi hambatan
dan kendala ini maka sebagai upaya Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat melakukan pembangunan
prasarana pelabuhan umum dan pelabuhan khusus melalui APBD maupun APBN, melakukan rapat-
rapat interdep, mendatangkan tenaga ahli dari daerah lain yang lebih mampu untuk menjadi
narasumber/pelatihan, serta sosialisasi peraturan dan penegakan hukum dengan menerapkan
reward dan punishment. Dengan wilayah yang luas dan geografis yang berbatasan langsung dengan
Negara Bagian Serawak (Malaysia) memungkinkan munculnya kerawanan-kerawanan kriminalitas di
perbatasan. Disamping itu, bukan rahasia umum lagi jika dikatakan keamanan di Kalimantan Barat
belum sepenuhnya terjamin, terutama kemungkinan konflik antar kelompok/antar etnis, masalah
merebaknya gangguan keamanan dan ketertiban yang bersumber dari dalam daerah maupun yang
datang dari luar. Masalah lain juga sering munculnya gangguan keamanan laut, dengan sering
terjadinya konflik dengan nelayan asing (illegal fishing) yang merambah ke wilayah perairan Kalbar.
Selanjutnya, masih diperlukan Intensifikasi pen-cegahan dan pengungkapan kasus kejahatan
konvensional, kejahatan narkoba, kejahatan transnasional, kejahatan terhadap kekayaan negara,
dan gangguan kamtibmas di Kalimantan Barat. Beberapa isu dan permasalahan mengenai kebijakan
industri dan jasa kelautan antara lain kegiatan wisata bahari seharusnya termasuk ke dalam kegiatan
industri kelautan. Kegiatan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pelaku industri baik investor,
pengusaha maupun pabrik industrinya antara lain penemuan kapal penangkap ikan asing di perairan
Balikpapan. Beberapa faktor dianggap menjadi kendala dan hambatan bagi pembangunan industri
dan jasa kelautan di Provinsi Kalimantan Timur antara lain minimnya sarana dan prasarana
penunjang kegiatan industri kelautan, keterbatasan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia
kelautan, kurangnya pendanaan/pembiayaan bagi pembangunan dan peningkatan Analisa Kebijakan
Industri dan Jasa Kelautan Nasional 65

Hal-hal yang menjadi kendala/hambatan bagi pembangunan industri dan jasa kelautan antara lain
keterbatasan sumber daya manusia yang diakibatkan oleh rendahnya tingkat pendidikan, minimnya
tenaga terampil di bidang kelautan dan perikanan, selain itu keter- batasan sarana dan prasarana
pendukung kegiatan pembangunan industri dan jasa kelautan dan keterbatasan permodalanserta
minimnya dukungan perbankan bagi kegiatan perindustrian khususnya di bidang kelautan. Adapun
permasalahan pokok dalam rangka pembangunan daerah Nusa Tenggara Barat yang terkait dengan
peningkatan industri dan jasa kelautan dapat dirumuskan sebagai berikut: Pertama, masih
rendahnya pertumbuhan ekonomi mengakibatkan rendahnya penurunan jumlah pengangguran dan
belum mampu mengurangi jumlah penduduk miskin secara signifikan. Pengembangan sumberdaya
perikanan belum optimal dikarenakan kegiatan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan
yang ilegal (illegal fishing) serta belum optimalnya usaha perikanan budidaya dan perikanan tangkap.
Kemampuan pembangunan dalam memanfaatkan IPTEK juga masih rendah khususnya di sektor
produksi. Hal ini diindikasikan dengan rendahnya produktivitas serta minimnya kandungan teknologi
(teknologi pengolahan produk akhir) dalam kegiatan ekspor. Kegiatan perdagangan antar wilayah
masih berjalan belum efisien. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan impor
cenderung di atas pertumbuhan ekspor. Sementara itu, produk ekspor daerah masih didominasi
produk hasil pertanian non olahan (komoditi primer) dengan fluktuasi harga cukup besar. Produk
ekspor demikian kurang memiliki daya saing, dan akibat lebih lanjut menjadikan nilai tambah yang
dihasilkan sangat terbatas. Disamping itu, kurangnya fasilitas ekspor menyebabkan terbatasnya
akses pengusaha kecil dan menengah terhadap pasar. Akibatnya, tidak terpenuhinya kuantitas dan
kualitas produk yang dibutuhkan pasar ekspor. Dalam hal ini untuk meningkatkan nilai tambah
produk komoditi primer, perlu untuk memperkuat teknologi pasca panen. Kedua, kualitas SDM
daerah masih rendah. Pembangunan sektor pendidikan belum menunjukkan perkembangan yang
berarti. Tahun 2003, rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas baru mencapai 6,03
tahun (nasional 7,1 tahun). Penduduk usia 10 tahun ke atas yang buta huruf masih sekitar 10,91 %.
Pada saat yang sama, Angka Partisipasi Sekolah (APS) usia 7-12 thn sebesar 92,05% masih lebih
rendah dari APS Nasional sebesar 96,42%. Angka Putus Sekolah anak usia 7-12 tahun semakin
meningkat dari 1,31 pada tahun 2001 menjadi 2,12 pada tahun 2003. Kualitas pendidikan relatif
masih rendah dan belum mampu memenuhi kebutuhan kompetensi peserta didik. Hal tersebut
terutama disebabkan oleh ketersediaan tenaga pendidik yang belum memadai, baik secara kuantitas
maupun kualitas, kesejahteraan tenaga pendidik yang masih rendah, fasilitas belajar belum
mencukupi, dan biaya operasional pendidikan belum disediakan secara memadai. Dalam Undang-
undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamatkan agar dana pendidikan
selain gaji pendidikan dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari APBD,
serta mewajibkan pemerintah daerah menyelenggarakan pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Namun dalam kenyataannya, anggaran Pembangunan Nusa Tenggara Barat bidang Pendidikan,
Kebudayaan, Kepercayaan terhadap Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional 59

Jasa agen perjalanan, dan Jasa angkutan penyebrangan domestik untuk penumpang. Untuk sektor
yang menjadi kegiatan industri andalan bagi pembangunan dan keterlibatan masyarakat di
Provinsi/Kabupaten di Prov. Nusa Tenggara barat serta memberikan kontribusi ekonomi bagi
pemerintah daerah Sektor perikanan, yang meliputi kegiatan budidaya, penangkapan secara
terkendali dan pengolahan hasil perikanan; Sektor pariwisata khususnya kegiatan wisata bahari;
Sektor pelayaran nasional, penerapan asas cabotage, pembangunan armada dan pemberdayaan
pelayaran rakyat; Industri perkapalan, konstruksi dan bangunan laut serta pantai; Sektor energi dan
sumberdaya mineral yang mengintensifkan eksplorasi dan eksploitasi dasar laut termasuk landas
kontinen. Di bidang pertambangan, Propinsi Nusa Tenggara Barat memiliki potensi bahan galian,
seperti batu apung, batu kapur, tanah liat, perlit, batu gamping dan kaolin; serta mineral, seperti
timah hitam, emas, tembaga, pasir besi, dan perak. Batu apung memiliki potensi yang sangat besar
dengan lokasinya tersebar di Pulau Lombok, sedangkan bahan tambang lainnya belum banyak yang
dieksploitasi. Selain itu, Nusa Tenggara Barat juga memiliki potensi minyak dan gas bumi, serta panas
bumi yang cukup besar. Pariwisata juga merupakan sektor yang amat berpeluang untuk
dikembangkan. Daerah Nusa Tenggara Barat memiliki potensi wisata yang sangat beragam, baik
wisata bahari, wisata alam maupun wisata budaya, dan lokasinya terletak di antara jalur pariwisata
Bali- Komodo-Tana Toraja. Lokasi daerah wisata yang potensial untuk dikembangkan terdapat,
antara lain, di Senggigi Siere, Gili Trawangan, Gili Meno, Pantai Aan, Selong Belanak, Gunung Rinjani,
Dusun Sade, Gili Indah, Gili Sulat, Pantai Maluk, Pulau Moyo, Pantai Huu, Sade, Teluk Bima, dan
Gunung Tambora. Selain itu, lokasi Propinsi Nusa Tenggara Barat yang berada pada jalur pelayaran
internasional Selat Lombok diharapkan akan memberikan peluang dan keuntungan, baik untuk
pengembangan pariwisata maupun untuk perdagangan internasional. Pengembangan sumber daya
manusia di Propinsi Nusa Tenggara Barat diarahkan untuk mewujudkan manusia berakhlak, beriman,
dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan menanamkan sejak dini nilai-nilai agama dan
moral, serta nilai-nilai luhur budaya bangsa, baik melalui jalur pendidikan sekolah maupun
pendidikan luar sekolah, serta pendidikan di lingkungan keluarga dan masyarakat. Demikian pula,
pengembangan sumber daya manusia diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan
pendidikan, melalui peningkatan kualitas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, maupun
pendidikan agama, serta pelayanan kesehatan dan sosial kepada masyarakat melalui peningkatan
ketersediaan dan sebaran prasarana dan sarana dasar secara makin berkualitas dan merata.
Pengembangan sumber daya manusia diarahkan untuk meningkatkan kreativitas, produktivitas, nilai
tambah, daya saing, kewiraswastaan, dan kualitas tenaga kerja, antara lain melalui kegiatan
pembimbingan, pendidikan, dan pelatihan yang tepat dan efektif, peningkatan pengetahuan dan
keterampilan dalam pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan iptek serta pelestarian fungsi
sumberdaya alam laut. Peningkatan produktivitas tenaga kerja di propinsi ini diarahkan yakni pada
sektor industri yang memanfaatkan Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional 43

asa penyewaan kapal untuk angkutan perairan pantai dan Jasa angkutan penyebrangan domestik
untuk penumpang, Jasa angkutan penyeberangan domestik untuk barang, Jasa penyewaan dari
kapal penyeberangan dan samudera dengan operator, Jasa angkutan penyebrangan domestik
dengan operator, Jasa penarik dan pendorong pada penyeberangan domestik, Jasa bongkar muat
barang, Jasa bongkar muat kontainer Jasa operasi kepelabuhan (diluar, bongkar muat barang), Jasa
agen perjalanan, Jasa asuransi angkutan kelautan, penerbangan dan asuransi angkutan lainnya.
Implementasi kegiatan industri dan jasa kelautan memberikan dampak positif bagi pembangunan
ekonomi melalui APBD di Provinsi Jawa Timur, antara lain jenis kegiatan industri : Perkapalan,
Penangkapan ikan. PT. Pelabuhan Indonesia, PT. PAL maupun perhubungan laut memperlancara
aktfitas yang terkait perekonomian daerah, Wisata kapal, pengalengan ikan, pengeringan,
pemindangan, pengasapan, pembekuan dan pengolahan. Kegiatan pariwisata kelautan merupakan
salah satu kegiatan industri maritim yang menjadi andalan daerah Provinsi Bali, selain itu juga
terdapat aktivitas industri maritim lainnya seperti kegiatan industri pelayaran. Secara umum wilayah
provinsi Bali merupakan kawasan industri, beberapa industri kelautan yang telah dikembangkan di
Provinsi Bali antara lain : Industri penggaraman/pengeringan ikan dan biota perairan lainnya,
Industri kapal/perahu, Industri perbaikan kapal, Industri pengolahan dan pengawetan lainnya untuk
ikan dan biota perairan lainnya, Industri peralatan dan perlengkapan kapal, Industri pembekuan ikan
dan biota perairan lainnya, Industri pemotongan kapal, Industri Rancang bangun dan perekayasaan
industri kelautan. Sedangkan jasa maritim yang telah berkembang antara lain : Jasa angkutan
perairan pantai dan samudera untuk penumpang, Jasa angkutan perairan pantai dan samudera
lainnya untuk barang, Jasa angkutan penyeberangan domestik untuk penumpang, Jasa agen
perjalanan, Jasa angkutan penyeberangan domestik untuk barang, Jasa bongkar muat barang, Jasa
bongkar muat kontainer, Jasa asuransi angkutan kelautan, penerbangan dan asuransi angkutan
lainnya, Jasa penyewaan dari kapal penyeberangan domestik dengan operator, Jasa alat-alat
pembantu navigasi, Jasa pendukung untuk angkutan perairan, Jasa operasi kepelabuhan (diluar,
bongkar muat barang), Jasa penyewaan kapal untuk angkutan perairan pantai dan samudera dengan
operator, Jasa penarik dan pendorong pada perairan pantai dan samudera, Jasa penarik dan
pendorong pada penyeberangan domestik, Jasa menyelamatkan dan mengapungkan kembali kapal.
Dari sejumlah kegiatan industri dan jasa di bidang maritim, kegiatan industri dan jasa maritim dapat
dijadikan mata pencaharian masyarakat di Provinsi Bali, antara lain pada kegiatan industri : kayu
lapis, galangan kapal, pembekuan udang, pengelolaan hasil perikanan, selain itu terdapat kegiatan
lain berupa docking kapal, kapal pengangkut bahan pokok dan pengangkut hasil tambang batubara,
dan lain-lain. Implementasi kegiatan industri dan jasa kelautan memberikan dampak positif bagi
pembangunan ekonomi melalui APBD di Provinsi Bali, khususnya yang berasal dari kegiatan industri
wisata bahari. Berdasarkan data BPS terlihat jelas APBD terbesar berasal dari sektor pariwisata.
Selain itu juga terdapat sektor perikanan yang tidak kalah pentingnya dengan sektor lain, dalam hal
ini apabila sektor ini diberdayakan secara optimal maka bukan tidak mungkin pendapatan Provinsi
Bali akan menjadi suatu sektor unggulan. Tetapi Provinsi Bali belum bisa mengelola potensi Analisa
Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional 41

Kualitas SDM dalam bidang pelayaran kemampuan nakhoda & anak buah kapal (ABK) terkait dengan
gerak kapal, navigasi, dll. masih rendah. Kelalaian dalam melaksanakan tugas (pelasingan atau
pengikatan muatan kapal, dll) 11) Pemanfaatan dan penguasaan teknologi modern sarana dan
prasarana yang mendukung keselamatan pelayaran perlu memperhatikan perkembangqn teknologi
guna menjamin keselamatan dan efektivitas kegiatan transportasi laut, misalnya teknologi
telekomunikasi pelayaran (saran radio operasional pantai/ SROP) 12) Pengelolaan jasa pelayaran
peran serta pemerintah daerah terbatas di luar kewenangan pemerintah pusat dalam hal
keselamatan pelayaran (sebagaimana PP nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan
pemerintahan antara pemerintah, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/ kota)
Penegasan fungsi operator dan regulator dalam bidang jasa transportasi laut 13) Pemahaman dan
harmonisasi peraturan perundang-undangan terjadi dualisme kewenangan misalnya dengan adanya
syahbandar di pelabuhan perikanan (sesuai dengan UU 31 tahun 2004 tentang perikanan) sehingga
aparat di lapangan mengalami kesulitan dalam menerapkan aturan 14) Isu internasional bidang
keselamatan dan keamanan maritime kapal internasional tidak singgah di pelabuhan Indonesia.
kewajiban masing-masing negara anggota IMO untuk melakukan sistem monitoring bagi kapal
internasional 15) Pulau-pulau terluar dan daerah terpencil serta daerah yang mempunyai potensi
ekonomi keterbatasan penyediaan sarana dan prasarana pelayaran aksesbilitas ke pulau-pulau
berpotensi tidak memadai. Masih terbatasnya dana pemerintah dalam investasi pembangunan
transportasi laut dan masih kurangnya investasi dan partisipasi pihak swasta (Private sector
participation) hal ini mengakibatkan terjadinya back-log infrastruktur yang semakin lama semakin
besar pada sub sektor transportasi laut. 2.1.4 Pariwisata Bahari Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia dengan potensi dan kekayaan alam yang berlimpah. Indonesia memiliki
wilayah seluas 7,7 juta Km2 , melihat pada kondisi geografik dan hidrometeorologi serta musim,
maka potensi wisata bahari di Indonesia sangat besar, dimana 2/3 wilayah nusantara terdiri dari
perairan serta memiliki kurang lebih 17.480 pulau dan berjuta hektar taman laut sehingga prospek
pengembangan wisata bahari dikemudian hari sangat cerah. Indonesia terkenal sebagai negara yang
sangat kaya dengan obyek pariwisata bahari, adanya pengakuan tiga titik yang berlokasi di Indonesia
yaitu di Tulamben (Bali), likuan 2 (Manado), dan Pulau Tomia (Wakatobi) dari 50 titik wisata bahari
dunia yang bertaraf internasional menjadikan Indonesia dapat menjadi salah satu kawasan tujuan
wisata terkemuka di dunia. Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional 27

misi transportasi laut dengan mewujudkan penyediaan pelayanan dan jasa transportasi laut yang
andal (service excellence) sebagai urat nadi kehidupan dan sarana pemersatu Negara Kepulauan
Indonesia. Pelayanan jasa transportasi, khususnya pada sub sektor Perhubungan Laut, tidak akan
terlepas dari aspek keselamatan pelayaran. hal tersebut bersifat mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar
lagi. jaminan akan keselamatan pelayaran merupakan hal yang harus diimplementasikan melalui
peningkatan standar keselamatan pelayaran dan pengawasan dengan menitiberatkan pada
terciptanya pelayanan jasa transportasi laut yang handal. Sistem transportasi laut terdiri dari 3 (tiga)
subsistem, yaitu : 1. Subsistem Lalu Lintas dan Angkutan Laut (Sea Traffic/ shipping) 2. Subsistem
Kepelabuhanan (Port) 3. Keselamatan dan keamanan Pelayaran (Safety & Security) Ketiga sub sistem
tersebut merupakan instrumen pokok dalam penyelenggaraan sistem transportasi laut nasional. Isu
mengenai keselamatan pelayaran bukan hanya merupakan isu nasional, tapi labih bersifat global. hal
tersebut direalisasikan dengan adanya organisasi internasional yaitu Internatioanl Maritime
Organization (IMO). sehingga Indonesia sebagai negara anggota harus taat pada ketentuan yang
telah diratfikasi sebagai acuan yang menjadi dasar pelaksanaan dan penyelenggaraan transportasi
laut nasional. Untuk mendukung upaya peningkatan keselamatan dan keamanan serta keandalan
pelayaran/ transportasi laut, maka diperlukan kebijakan sebagai berikut : 1• Peningkatan Kapasitas
Pelayanan Transportasi Laut Nasional 2• Peningkatan keselamatan dan keamanan dalam
penyelenggaraan transportasi laut nasional 3• Peningkatan kecepatan arus transportasi laut dan
aksesbilitas masyarakat di daerah terpencil 4• Peningkatan pembinaan pengusahaan transportasi
laut 5• Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia serta Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi di
bidang transportasi laut 6• Peningkatan pemeliharaan dan kualitas lingkungan hidup serta
penghematan energi di bidang transportasi laut 7• Peningkatan pentediaan dana pembangunan
transportasi laut 8• Peningkatan kualitas administrasi negara pada sub sektor transportasi laut
Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan transportasi laut nasional yang efektif dan efisien
sebagai infrastruktur dan tulang punggung kehidupan berbangsa dan bernegara, maka diperlukan :
1. Menyediakan pelayanan transportasi laut nasional yang handal dan berkemampuan tinggi serta
memenuhi standar nasional dan internasional Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional
25
dihadapi pelayaran dalam negeri. Sampai tahun 1999, pelayaran asing berhasil mengangkut pangsa
muatan hingga mencapai 95,21% dengan tujuan ke luar negeri. Kecilnya kontribusi angkutan laut
nasional terhadap perekonomian, salah satunya dapat dilihat dari perkembangan bisnis pelayaran
yang tidak menggembirakan. Kinerja transportasi laut yang tertinggal itu disebabkan oleh citra
Indonesia dalam kancah bisnis transportasi laut dunia yang masih dikategorikan sebagai transportasi
laut yang beresiko tinggi, berkenaan dengan keselamatan pelayaran. Disinyalir bahwa selain faktor
risiko pelayaran, kondisi pelayaran nasional juga diperburuk oleh semakin menurunnya pangsa
angkutan (muatan) dalam negeri maupun luar negeri. Pangsa angkutan laut internasional yang
semula mencapai 37%, kini hanya tinggal 3% (Ditjenla, 2000). Hal demikian merupakan pertanda
bahwa kemampuan daya saing perusahaan pelayaran nasional semakin turun, sementara
kepemilikan kapal perusahaan pelayaran nasional relatif kecil. Sebagian besar perusahaan pelayaran
nasional itu bertindak sebagai agen dari perusahaan asing. Pelayaran nasional mayoritas menjadi
feeder dari Pelabuhan Singapura. Bahkan, Indonesia nyaris dijadikan binterland (kawasan belakang)
Singapura. Kondisi demikian diperburuk oleh tingkat keselamatan yang masih sangat rendah.
International Maritime Organisation (IMO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan
tingkat kecelakaan dan di rampokan di laut cukup tinggi (bight risk countri). Untuk memecahkan
masalah itu, perlu perhatian semua pihak, termasuk di perlukan sinergi antara industri maritim dan
instrumen pendukungnya. Dari sisi persaingan usaha, kemerosotan pelayaran nasional untuk
angkutan barang keluar negeri juga disebabkan karena selama ini angkutan barang itu masih
dikuasai oleh kapal- kapal niaga asing. Dengan demikian, pilihan yang mungkin kita lakukan untuk
menggenjot perkembangan pelayaran nasional adalah dengan meningkatkan kemampuan daya
saing kapal-kapal pelayaran domestik terhadap kapal-kapal asing. Sekedar data, sebelumnya
kemampuan angkutan kapal dalam negeri hanya berkisar 16.236.366 ton barang, atau 4,79%, yang
diangkut keluar negeri meningkat menjadi 5% (Dephubtel, 2001). Hal seperti ini harus terus di
upayakan agar proporsinya semakin meningkat. Kenyataan lain, keberadaan kapal-kapal niaga dalam
negeri untuk angkutan lokal juga masih kecil, sehingga perlu ada perhatian dari pemerintah untuk
meningkatkannya agar domestic cargo bisa seluruhnya dikuasai oleh armada kapal niaga nasional.
Idealnya, 95% angkutan domestic cargo ditangani oleh pelayaran nasional, namun realitasnya
sampai sejauh ini baru sekitar 55%. Berkenaan dengan kebutuhan akan kapal-kapal perintis,
seharusnya pemerintah mem- prioritaskan pengadaannya. Artinya, pihak Departemen Perhubungan
perlu segera me- realisasikan kapal perintis itu. Berhubungan dengan angkutan barang dari satu
pulau ke pulau lain di wilayah Indonesia, keberadaan kapal-kapal yang sifatnya pelayaran rakyat
masih sangat penting saat ini, karena biasanya kapal rakyat memiliki daya jelajah yang sangat tinggi,
sehingga bisa mencapai lokasi-lokasi yang tidak bisa ditangani oleh kapal-kapal reguler. Berangkat
dari gambaran perkembangan transportasi laut diatas, harus diupayakan pengembangan
transportasi laut Indonesia yang diarahkan pada pencapaian visi dan Analisa Kebijakan Industri dan
Jasa Kelautan Nasional 24

dimanfaatkan namun hanya beberapa wilayah yang layak dan potensial untuk dikembangkan
berdasarkan studi kelayakan, seperti Pelabuhan Ratu di Jawa Barat, Gondol dan July di Bali, Bima dan
Dompu di Sumbawa, Kupang, dan Ujungpandang. Lokasi lokasi tersebut hanya mewakili sebagian
kecil Baja dari keseluruhan potensi yang dimiliki Indonesia. Air Laut Dalam adalah air yang dikandung
oleh lautan dan samudera luas dunia pada kedalaman lebih dari 500 meter. Selama ribuan tahun, air
tersebut mengelilingi dunia bersama dengan aliran arus Great Conveyor Belt yaitu arus laut dalam
yang bergerak sangat lambat. Air laut dalam sudah lama diakui sebagai sumber energi laut yang
sangat berharga. Selama 20 tahun terakhir ini, riset dan eksperimen mengenai air laut dalam atau
yang biasa disebut deep seawater (DSW) terus dilakukan, terutama untuk konversi energi
thermalnya dan untuk pengembangan budidaya perikanan laut dalam. Kandungan yang dimiliki DSW
sangat superior karena berbagai kelebihan yang dikandungnya. Bagi negara seperti Jepang dan
negara-negara perairan lainnya, DSW merupakan sumber daya lokal yang sangat berguna dan juga
potensial. Selain fungsinya dalam berbagai produk makanan, sumber daya alam ini mempunyai
potensi terpendam lainnya yang bisa dikembangkan secara komersial, termasuk aplikasi di
pertanian, pembiakan, dan perawatan dengan memanfaatkan kandungan mineralnya dan
temperaturnya yang rendah. Air dalam aliran arus tersebut sangat jarang naik kepermukaan.
Sepanjang perjalanan-nya, air dikedalaman ini menjadi matang dengan tempaan tekanan 500 atm
dalam jangka waktu tak terbatas. Air ini juga mengalami berbagai kondisi dan kejadian vulkanis yang
memberinya kekayaan unsur hara dan mineral. Dibandingkan dengan air permukaan, kandungan
nitratnya 200 kali lebih besar dan fosfatnya sekitar 20 kali lipat. Berada di luar jangkauan sinar
matahari membuatnya dingin, bebas bakteri/ patogen dan relatif stabil pada temperatur rendah.
Dengan mempelajari parameter-parameter yang ada. dapat disimpulkan bahwa Indonesia siap untuk
memanfaatkan Air Laut Dalam demi peningkat antara hidup masyarakat pesisir serta bagi
kepentingan masyarakat luas untuk dapat menikmati kemurnian, kekayaan, dan kematangan air ini.
Potensi penggunaannya industri makanan dan minuman, air mineral kemasan, kosmetik serta
produk kesehatan akan membuat perbedaan besar dalam hidup manusia. Bahkan kemungkinannya
menjadi sumber energi alternatif lingkungan ramah memberi harapan baru bagi kelestarian alam.
Target pasar air laut dalam memang bervariasi, tetapi industri air mineral kemasan sebagai bagian
besar mungkin dapat dijadikan contoh. AQUA, produsen yang memimpin pasar dilndonesia,
misalnya, memproduksi dan menjual 9 milyar liter air. Dengan asumsi 1% - nya digantikan air laut
dalam, berarti AQUA mengkonsumsi 2.465 ton / hari-jumlah yang lebih dari 50% targetproduksi
Marine Techno Part. Berdasarkan perhitungan investasi sederhana, modal awal yang sebesar USD
48.5 juta dapat kembali dalam enam tahun. Net present value positif, yaitu USD 69,5 juta Analisa
Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional 19

penangkap ikan merupakan jenis perahu tak bermotor. Usaha intensifikasi di perairan pantai akan
dilaksanakan dengan motorisasi dan modernisasi unit penangkapan, sedang intensifikasi dan
ekstensifikasi penangkapan lepas pantai dan ZEEI dilakukan melalui paket teknologi penangkapan
yang efisien. agar dapat bersaing di pasaran internasionaI. Walaupun secara keseluruhan sumber
penangkapan di laut masih memberikan kemungkinan yang besar bagi pengembangan perikanan,
yaitu pemanfaatan baru sekitar 35% dari potensi di perairan Nusantara dan ZEEI, akan tetapi
beberapa daerah telah diusahakan sangat intensif sehingga sumber perikanannya sudah mendekati
atau mencapai tingkat pemanfaatan penuh atau gejala tangkap lebih (overfishing), karenanya status
sumber tersebut digolongkan sudah kritis. Daerah-daerah yang digolongkan kritis tersebut ialah
daerah perairan pantai atau selat-selat yang sempit dan padat nelayan. Daerah-daerah kritis
tersebut yang dapat digolongkan menurut jenis sumbernya adalah: 1) Sumber perikanan pelagis
kecil, yaitu daerah Selat Malaka, pantai Utara Jawa, Selat Bali, Selat Makasar (khusus ikan terbang)
dan Selat Alas (khusus cumi- cumi). 2) Sumber perikanan udang, yaitu daerah Selat Malaka, pantai
Barat Sumatera Utara, pantai Barat/Selatan/Timur Kalimantan, Sulawesi Selatan dan Cilacap. 3)
Sumber perikanan demersal, yaitu daerah Selat Malaka. pantai Utara Jawa (dekat pantai sebagai
daerah perikanan tradisional). Disamping adanya daerah-daerah kritis, terdapat juga beberapa
daerah yang masih potensial dan masih dapat dimanfaatkan serta dikembangkan. Menurut jenis
sumbernya, daerah potensial tersebut adalah : 1) Sumber perikanan demersal, yaitu daerah Laut
Cina Selatan, Selat Kalimantan, Timur Kalimantan, Malaku , Irian Jaya, dan Laut Jawa lepas pantai. 2)
Sumber perikanan karang, yaitu daerah Utara Sumatera, Laut Cina Selatan, NIT, NTB dan Maluku -
Irian Jaya. 3) Sumber perikanan pelagis, yaitu daerah Barat Sumatera, Laut Cina Selatan,. Utara
Sulawesi, Maluku - Irian Jaya, Selatan/ Timur Kalimantan, NTB dan NTT. 4) Sumber perikanan tuna
dan cakalang, yaitu daerah Utara Sumatera (Aceh), Barat Sumatera, Utara Sulawesi, Maluku, Irian
Jaya. NTB dan NTT. Dalam pengembangan industri perikanan masih terdapat beberapa
permasalahan yang dihadapi antara lain: 1) Pajak kapal yang dirasakan terlalu besar. Insentif fiskal
dan kredit untuk kapal perikanan belum memadai sebagaimana diberikan oleh negara lain.
Pendanaan, kebijakan perbankan yang menyebabkan kredit tidak murah dan tidak mudah untuk
pengadaan kapal perikanan; Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional 8

Anda mungkin juga menyukai