Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI 3

“Guideline dan Algoritma PJK (Penyakit Jantung Koroner)”

OLEH :

NAMA : WINNI ALFIONITA

NIM : 70100117020

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

ROMANGPOLONG-GOWA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang

berjudul “Guideline dan Algoritma PJK (Penyakit Jantung Koroner)” ini

tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi

tugas pada mata kuliah fartoks 3 Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk

menambah wawasan tentang Guideline dan Algoritma PJK (Penyakit Jantung

Koroner) bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah

ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata

sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan

demi kesempurnaan makalah ini.

Penulis
DAFTAR ISI

Sampul.................................................................................................................

Kata pengantar.....................................................................................................

Daftar isi ..............................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang .........................................................................................

B. Rumusan masalah....................................................................................

C. Tujuan .....................................................................................................

BAB II. PEMBAHASAN

A. Iskemik ..................................................................................................

B. Infark .......................................................................................................

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................

Daftar pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

Disease (CAD) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang

mensuplai darah untuk dinding jantung mengalami pengerasan dan penyempitan

(Lyndon, 2014). Arteri yang mensuplai miokardium mengalami gangguan,

sehingga jantung tidak mampu untuk memompa sejumlah darah secara efektif

untuk memenuhi perfusi darah ke organ vital dan jaringan perifer secara adekuat.

Pada saat oksigenisasi dan perfusi mengalami gangguan, pasien akan terancam

kematian. Kedua jenis penyakit jantung koroner tersebut melibatkan arteri yang

bertugas mensuplai darah, oksigen dan nutrisi ke otot jantung. Saat aliran yang

melewati arteri koronaria tertutup sebagian atau keseluruhan oleh plak, bisa terjadi

iskemia atau infark pada otot jantung.

Penyakit jantung koroner merupakan pembunuh nomor satu di dunia.

Tahun 2010 penyakit jantung koroner mengakibatkan kematian pada pria

sebanyak 13,1 %, di prediksi tahun 2020 menjadi 14,3 % dan 14,9% pada tahun

2030. Untuk wanita kematian akibat penyakit jantung koroner pada tahun 2010

mencapai 13,6%, dan diprediksi pada tahun 2020 mencapai jadi 13,9 % dan

14,1% pada tahun 2030.

Diantara penyakit kardiovaskuler, penyakit jantung koroner merupakan

penyebab utama kematian, kecacatan, penderitaan dan kerugian materi, serta

menyebabkan keterbatasan fisik dan sosial yang memerlukan penataan kehidupan

pasen, komplikasi – komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit jantung koroner

tidak hanya masalah bagi pasien tapi juga pada keluarga. Jika pasien bertahan

dalam serangan pertama, masalah berikutnya kemungkinan peningkatan serangan


akan lebih besar lagi. Oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan agar tidak

terjadi serangan berulang dan terjadi komplikasi, proses penyembuhan bisa lebih

cepat lagi dan meningkatkan kualitas hidup, pencegahan dilakukan dalam bentuk

pencegahan sekunder

Berbagai pedoman dan standar terapi telah dibuat untuk penatalaksanaan

penderita PJK Agar standar dan strategi pengobatan serta penatalaksanaan pasien

PJK berlangsung secara optimal, efektif dan efisien sesuai dengan pedoman atau

standar terapi yang telah ditetapkan, maka perlu adanya suatu sistem dan/atau

mekanisme yang secara terus menerus memonitor dan memantau terapi obat yang

diterima pasien.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kah guideline penyakit jantung koroner?

2. Bagaimana algoritma terapi penyakit jantung koroner?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui guideline penyakit jantung koroner

2. Untuk mengetahui algoritma terapi penyakit jantung koroner


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sindrom koroner akut

Penyakit arteri koroner (CAD) adalah proses patologis yang ditandai

dengan akumulasi plak aterosklerotik di arteri epikardial, apakah obstruktif atau

non-obstruktif. Proses ini dapat dimodifikasi dengan penyesuaian gaya hidup,

terapi farmakologis, dan invasive intervensi yang dirancang untuk mencapai

stabilisasi atau regresi penyakit. Penyakit ini dapat memiliki periode yang lama

dan stabil tetapi juga dapat menjadi tidak stabil kapan saja, biasanya karena

peristiwa aterotrombotik akut. disebabkan oleh pecahnya plak atau erosi.

Bagaimanapun, penyakitnya adalah kronis, paling sering progresif, dan karenanya

serius, bahkan secara klinis periode tampaknya diam. Sifat dinamis dari proses

CAD menghasilkan berbagai presentasi klinis, yang dapat dengan mudah

dikategorikan sebagai sindrom koroner akut (ACS) atau sindrom kronis. sindrom

koroner (CCS).

1. Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma

pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan

perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak

tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan

aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white

thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner,

baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang

menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan

zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat

gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner

menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama

kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis

(infark miokard).

Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh

darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis

dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung

(miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan

kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah

iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk,

ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak

plak seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami SKA karena obstruksi

dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial (Angina

Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus,

dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi

Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia,


tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA

pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis

2. Klasifikasi

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom

Koroner Akut dibagi menjadi:

a. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment

elevation myocardial infarction)

b. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST

segment elevation myocardial infarction)

c. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

3. Diagnosis

Dengan mengintegrasikan informasi yang diperoleh dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, elektrokardiogram, tes marka jantung, dan foto polos

dada, diagnosis awal pasien dengan keluhan nyeri dada dapat

dikelompokkan sebagai berikut: non kardiak, Angina Stabil, Kemungkinan

SKA, dan Definitif SKA

4. Tata laksana SKA

Berdasarkan langkah diagnostik tersebut di atas, dokter perlu segera

menetapkan diagnosis kerja yang akan menjadi dasar strategi penanganan

selanjutnya. Yang dimaksud dengan terapi awal adalah terapi yang diberikan

pada pasien dengan diagnosis kerja Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar

keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG

dan/atau marka jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin,

Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang tidak harus diberikan

semua atau bersamaan.


a. Tirah baring (Kelas I-C)

b. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan

saturasi O2 arteri <95% atau yang mengalami distress rspitasi (kelas

1c)

c. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6

jam pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri (Kelas

IIa-C)

d. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak

diketahui intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak

bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah

lidah) yang lebih cepat (Kelas I-C)

e. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)

1) Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg

dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali

pada pasien STEMI yang direncanakan untuk reperfusi

menggunakan agen fibrinolitik (Kelas I-B) atau

2) Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis

pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk

terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat

reseptor ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel) (Kelas I-C).

f. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan

nyeri dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat

(Kelas I-C). jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian,

dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali.

Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak responsif

dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas I-C). dalam keadaan
tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai

pengganti

g. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit,

bagi pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG

sublingual (kelas IIa-B)


Berdasarkan stratifikasi risiko, dapat ditentukan kebutuhan untuk dilakukan strategi
invasif dan waktu pelaksanaan revaskularisasi. Strategi invasif melibatkan dilakukannya
angiografi, dan ditujukan pada pasien dengan tingkat risiko tinggi hingga sangat tinggi.
Waktu pelaksanaan angiografi ditentukan berdasarkan beberapa parameter dan dibagi
menjadi 4 kategori, yaitu: 1. Strategi invasif segera (140 atau dengan salah satu kriteria
risiko tinggi (high risk) primer (Tabel 11) 3. Strategi invasif awal (early) dalam 72 jam
(Kelas I-A) Dilakukan bila pasien memenuhi salah satu kriteria risiko tinggi (high risk)
atau dengan gejala berulang 4. Strategi konservatif (tidak dilakukan angiografi) atau
angiografi elektif (Kelas III-A) Dalam strategi konservatif, evaluasi invasif awal tidak
dilakukan secara rutin.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Iskemia miokard hadir bila dibutuhkan oksigen dari zona miokard yang

signifikan tidak lagi dipenuhi oleh aliran darah koroner. Dalam ulasan ini, diskusi

tentang topik yang luas ini akan dipertimbangkan secara berurutan mekanisme

yang mengatur aliran darah koroner normal, beberapa data percobaan dan iskemia

miokard di pengaturan klinis

Infark miokard akut merupakan kejadian nekrosis miokard yang

disebabkan oleh ketidakstabilan sindrom iskemik. Dalam praktiknya, gangguan

tersebut didiagnosis dan dinilai berdasarkan evaluasi klinis, elektrokardiogram

(EKG), pengujian biokimia, invasif dan pencitraan noninvasif, dan evaluasi

patologis.
DAFTAR PUSTAKA

Jeffrey L. Anderson, Acute Myocardial Infarction. Th e new england journal o f


medicine. 2017.

Thygesen et al. Fourth Universal Definition of Myocardial Infarction (2018).


Circulation. 2018.

Merry L. REVIEW Guidelines in Cardiovascular Research Guidelines for


experimental models of myocardial ischemia and infarction. Am J
Physiol Heart Circ Physiol 314: H812–H838, 2018.

Xu Wang. Engineered Exosomes With Ischemic Myocardium-Targeting Peptide


for Targeted Therapy in Myocardial Infarction. Journal of the American
Heart Association

Shi et al., Microneedle-mediated gene delivery for the treatment of ischemic


myocardial disease. SCIENCE ADVANCES | RESEARCH ARTICLE.
17 June 2020.

Detry. The pathophysiology of myocardial ischaemia. European Heart Journal

Anda mungkin juga menyukai