Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

PENILAIAN PEMBELAJARAN SEJARAH

Oleh Kelompok 2 :

Safta Anugral Rahman 18046123

Annisa 18046134

Ibnu Hafiz Maulana 18046152

Muhammad Ihsan 18046164

Nikela Alya Rezkia 18046168

Riannaldi Eriza Permana 18046173

Dosen Pengampu

Elfa Michellia Karima, S. Pd,. M.Pd

JURUSAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
PENDAHULUAN

Menganalisis instrumen (tes/non-tes), merupakan upaya untuk mengetahui tingkat


kebaikan butir instrumen yang akan digunakan. Analisis butir instrumen adalah pengkajian
pertanyaan/pernyataan instrumen agar diperoleh perangkat pertanyaan yang memiliki kualitas
yang memadai. Ada dua jenis analisis butir instrumen (berupa tes), yakni analisis tingkat
kesukaran dan analisis daya pembeda. Selain kedua analisis tersebut juga dianalisis validitas dan
realibilitas instrumen baik untuk tes maupun non-tes.
PEMBAHASAN

1. VALIDITAS

Validitas merupakan produk dari validasi. Validasi adalah suatu proses yang dilakukan
oleh penyusun atau pengguna instrumen untuk mengumpulkan data secara empiris guna
mendukung kesimpulan yang dihasilkan oleh skor instrumen. Sedangkan validitas adalah
kemampuan suatu alat ukur untuk mengukur sasaran ukurnya atau bisa juga disebut untuk
menilai apakah sudah tepat soal yang akan diujikan.
Cara menentukan validitas:
Untuk menguji validitas setiap butir soal skor-skor yang ada pada butir yang dimaksud
dikorelasikan dengan skor totalnya. Skor setiap butir soal dinyatakan skor X dan skor total
dinyatakan sebagai skor X dan skor total dinyatakan dengan skor Y, dengan diperolehnya indeks
validitas setiap butir soal, dapat diketahui butir-butir soal manakah yang memenuhi syarat dilihat
dari indeks validitasnya (Arikunto, 1999:78). Untuk menguji validitas instrumen digunakan
rumus korelasi product moment angka kasar, yaitu.

Dengan rxy merupakan koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y, N merupakan
jumlah siswa uji coba, X adalah skor-skor setiap butir soal untuk setiap individu atau siwa uji
coba, dan zzY adalah skor total tiap siswa uji coba.

2.      TINGKAT KESUKARAN
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang
terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha pemecahannya. Sebaliknya
soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai
semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya.
Seorang akan menjadi hafal akan kebiasaan gurunya dalam pembuatan soal. Dengan
kebiasaaan ini maka siswa akan belajar giat untuk menghadapi ulangan dengan guru yang
terbiasa memberikan soal sukar, sedangkan siswa akan malas belajar bila akan ujian dengan guru
yang terbiasa dengan soal ulangan yang mudah-mudah.
Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal disebut dengan indeks
kesukaran. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Indeks kesukaran ini
menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,00 menunjukkan kalau soal
itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah. Indeks
kesukaran butir yang baik berkisar antara 0,3-0,7 paling baik pada 0,5.
Dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol P singkatan ari proporsi.
Dengan demikian maka soal dengan P = 0,70 lebih mudah jika dibandingkan dengan P = 0,20.
sebaliknya soal dengan P = 0,30 lebih sukar daripada soal dengan P = 0,80.
Rumusan mencari indeks kesukaran menurut Daryanto (2005,180) adalah :

Dimana :
P = indeks kesukaran
Np = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
N = jumlah seluruh siswa peserta tes.

3.      DAYA PEMBEDA
Daya pembeda soal yaitu kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang
berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan
besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi ( D), dan nilainya berkisar antara 0,00
sampai 1,00. Pada daya pembeda ini berlaku tanda negatif yang digunakan jika sesuatu soal
“terbalik” menunjukkan kualitas testee yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut
pandai.
Dengan demikian ada tiga titik pada daya pembeda yaitu:
Bagi suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa kemampuan tinggi dan siswa kemampuan
rendah, maka soal itu tidak baik karena tidak punya daya pembeda. Demikian juga jika semua
kelompok bawah menjawab salah dan siswa berkemampuan tinggi juga sama-sama menjawab
salah, maka soal itu tidak mempunyai daya beda sama sekali. Cara menentukan daya pembeda
( nilai D )
Cara menentukan daya pembeda ( nilai D )yaitu perlu dibedakan antara kelompok kecil (
kurang dari 100 ) dan kelompok besar ( 100 orang ke atas ).

a.       Untuk kelompok besar


Mengingat biaya dan waktu menganalisis, maka untuk kelompok besar biasanya hanya diambil
dua kutub saja yaitu 27% skor teratas sebagai kelompok atas (JA) dan 27 % skor
terbawahsebagai kelompok bawah (JB)
b.      Untuk kelompok kecil
Seluruh kelompok tes di bagi dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah
Seluruh pengikut tes dideretkan mulai dari skor teratas sampai kepada skor terendah, lalu di bagi
dua.
Rumus Mencari Daya Pembeda menurut Daryanto ( 2005, 186) yaitu :

Dimana :
D         = Daya pembeda
J           = jumlah peserta tes
JA        = banyak peserta kelompok atas
JB        = banyak peserta kelompok bawah
BA       = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar
BB       = banyak peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar
PA       = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar ( ingat P sebagai indeks
kesukaran )
PB       = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Daftar Pustaka

Drs. M. Chabib Thoha, MA, 1991. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta : CV. Rajawali. Hal 145
Multazam, ahmad. 2013. Analisis Butir (tingkat kesukaran dan daya beda soal)

Anda mungkin juga menyukai