Anda di halaman 1dari 5

JURNAL PEMBELAJARAN

Mata kuliah : Teori dan metodologi sejarah


Pertemuan :5
Materi : Masalah pokok dalam study sejarah
Kode Seksi : SEJ.61.5101/202010460064
Waktu : Rabu 09.40-12.20
Nama : Febri Yola Andespa 18046012

MASALAH POKOK DALAM STUDY SEJARAH

1) Mitos dan Sejarah

Mitos adalah sebuah istilah yang berasal dari bahasa Yunani muthos yang secara
harfiah bermakna sebagai cerita atau sesuatu yang dikatakan orang, dan dalam arti yang
lebih luas bisa bermakna sebagai suatu pernyataan, disamping itu mitos juga dipadankan
dengan kata mythology dalam bahasa Inggis yang memiliki arti sebagai suatu studi atas
mitos atau isi mitos. Mitologi atau mitos merupakan kumpulan cerita tradisional yang
biasanya diceritakan secara dari generasi kegerasi di suatu bangsa atau rumpun
bangsa,1serta mensistematiskan menjadi sebuah struktur yang menceritakan semua mitos
dalam semua versi berkaitan dengan kebudayaan yang melingkupinya serta berbagai
tanggapan masyarakat tetang mitos tersebut.

Jauh sebelum lahirnya filsafat, masyarakat Yunani telah mengenal mite-mite.


Mite-mite tersebut memiliki fungsi sebagai jawabat atas pertanyaan-pertanyaan mengenai
teka-teki atau misteri tentang alam semesta dan kehidupan yang dialami langsung oleh
masyarakat Yunani pada masa itu. Pertanyaan-pertanyaan tersbut diantaranya mengenai
asal usul manusia.3Ketika itu ada keterangan-keterangan tentang terjadinya alam semesta
dan seluruh isinya, akan tetapi keterangan ini berdasarkan pada kepercayaan semata. Para
ahli pikir tidak puas akan keterangan tersebut kemudian mencoba mencari keterangan
melalui budinya. Mereka menanyakan dan mencari jawaban. Apakah sebetulnya alam ini,
apakah intisarinya beraneka warna, mereka mencari inti alam ini dengan istilah mereka.
Tales misalnya, yang berpendapat bahwa intisari alam ini adalah air, menurutnya prinsip
pertama semesta adalah air. Semua berawal dari air dan berakhir ke air pula. Tiada
kehidupan tanpa air, tidak ada satu makhluk hidup pun yang tidak mengandung unsur
air.Kemudian Anaximandrus mengatakan bahwa dasar dari alam ini ialah udara, baginya
yang sejati bukanlah suatu yang dapat diamati oleh pancaindra tetapi sesuatu yang tidak
tampak (yang tak terbatas).Dalam hal ini mitos memang lebih dikenal untuk
mencaritakan kisah yang berlatar belakang masa lampau, yang umumnya berisi
penafsiaran tentang alam semesta dan keberadaan makluk didalamnya. Munculnya mitos
bisa menjadi catatan peristiwa sejarah, atau menjadi penjelas suatu ritual. Salah satu
penkaji mitos adalah Claude Levi-Strauss dengan teori mitosnya.

2) Kontroversi Sejarah

Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) merupakan salah satu titik penting
dalam perjalanan sejarah Indonesia. Surat dari Presiden Sukarno tertanggal 11 Maret
1966 ini diterima oleh Letnan Jenderal Soeharto yang pada akhirnya justru menjadi ‘surat
sakti’ yang berujung pada pergantian kekuasaan. Supersemar berisi instruksi Presiden
Sukarno kepada Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib)
Letjen Soeharto untuk mengambil tindakan dalam pengamanan negara. Situasi negara
kala itu sedang rentan usai Gerakan 30 September 1965 (G30S) yang menyeret nama
Partai Komunis Indonesia (PKI). Menurut versi resmi, dikutip dari buku Kekuasaan
Presiden Republik Indonesia (2006) karya Susilo Suharto, Presiden Sukarno sedang
melantik Kabinet Dwikora yang Disempurnakan (Kabinet 100 Menteri) di Istana
Merdeka, Jakarta, pada 11 Maret 1966 itu. Namun, presiden terpaksa meninggalkan
sidang lebih cepat. Sukarno diungsikan ke Istana Bogor dengan helikopter bersama Wakil
Perdana Menteri I Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh. Sidang
pelantikan ditutup oleh Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena yang lantas menyusul
keBogor.
Eros Djarot dalam Misteri Supersemar (2006) menuliskan, ada laporan terkait
pergerakan pasukan liar di sekitar istana. Pasukan ini belakangan diketahui merupakan
Pasukan Kostrad pimpinan Kemal Idris yang hendak “membersihkan” orang-orang di
kabinet yang diduga terlibat G30S. Salah satunya Soebandrio. Situasi tersebut dilaporkan
kepada Soeharto selaku Panglima Angkatan Darat. Soeharto –pengganti Ahmad Yani
yang gugur dalam peristiwa G30S- tidak menghadiri sidang kabinet dengan alasan sakit
tenggorokan, demikian dinukil dari buku Supersemar Palsu (2009) yang ditulis oleh A.
Pambudi. Soeharto kemudian mengutus Brigjen M. Jusuf, Brigjen Amirmachmud, dan
Brigjen Basuki Rahmat untuk menemui Presiden Sukarno di Istana Bogor. Pada malam
harinya, ketiga perwira tinggi AD itu berbincang dengan presiden terkait situasi yang
terjadi. Kepada Presiden Sukarno, mereka menyampaikan pesan bahwa Soeharto mampu
mengendalikan situasi dan memulihkan keamanan. Namun, hal tersebut dapat dilakukan
apabila presiden mengeluarkan surat tugas yang memberikan kewenangan bagi Soeharto
untuk mengambil tindakan. Presiden Sukarno setuju dan dibuatlah Surat Perintah Sebelas
Maret atau Supersemar. Surat ini, tulis Samsudin dalam buku Mengapa G30S/PKI
Gagal? (2004), memberikan wewenang kepada Soeharto selaku Panglima Angkatan
Darat guna mengambil tindakan yang diperlukan dalam pemulihan keamanan dan
ketertiban. Namun, penerapan surat tersebut jauh dari apa yang seharusnya. Alih-alih
hanya untuk menertibkan keamanan, Supersemar konon dijadikan Soeharto sebagai surat
sakti sekaligus legitimasi untuk perlahan tapi pasti mengambil-alih kekuasaan. Faktanya,
Soeharto akhirnya menjadi Presiden RI ke-2 dan berkuasa selama 32 tahun. Kebenaran
mengenai hal ini memang masih menjadi misteri dan kontroversi. Terlebih, Supersemar
yang asli belum ditemukan, bahkan saat ini ada beberapa versi yang membuat kebenaran
sejarahmenjadisemakinsulitdipastikan.

3) Determinisme Sejarah
Determinisme Sejarah Ibnu Khaldun Dialektika antara Sainss dan Teologi
Berkaitan dengan sainsdan teologi, akan dibedakan antara hukum sains(kausalitas) dalam
pandangan Ibnu Khaldun,dan bagaimana Tuhan berada dibalik sebab dari segala sebab
yang ini jelas berkaitan dengan teologinya. Hukum Sains dan Determinisme yang
Terbatas Menurut Ibnu Khaldun akal manusia tidak mampu memahami segala sebab. Jadi
sampai sejauh yang ada akal manusia terbatas.Menurut Ibnu Khaldun dalam uraiannya
tentang sebab: “Manusia tidak mampu mengetahui dasar-dasar dan tujuannya. Pada
umumnya ia hanya menguasai satu ilmu tentang sebab-sebab yang merupakan watak
suatu fenomena”. “Jadi pada umumnya dampak sebab-sebab ini dari musabab-
musababnya tidaklah diketahui. Ini karena sebab-sebab tersebut didasarkan pada
kebiasaan (adat) karena adanya bukti yang didasarkan pada kenyataannya. Sedangkan
hakekat dampak tersebut dan bagaimana proses terjadinya tidaklah
diketahui.Sesungguhnya Ibnu Khaldun terhadap hukum kausalitas tidaklah berarti bahwa
manusia menjadi diliputi semua sebab.Manurut Ibnu Khaldun, hal itu adalah mustahil
dan lebih jauh lagi, setiap upaya untuk mencapai musabab dari segala sebab juga
merupakan hal yang mustahil dan malah diperingatkannya untuk tidak dilakukan, karena
pendakian sebab-sebab menuju sebab yang pertama akan membuat sebab-sebab itu
semakin meluas dimana akal tidak dapat memahaminya. Teologi Kehendak Mutlak
Tuhan Dalam mengukuhkan tauhid, Ibnu Khaldun menggunakan bukti rasional, yaitu
bahwa Allah adalah kausa yang mempengaruhi dan tidak ada kausa lain selain-Nya. Ibnu
Khaldun dalam Muqaddimahnya: “Tauhid adalah ketidak mampuan untuk memahami
sebab-sebab, proses-proses terjadinya, dampaknya, dan penisbatan hal tersebut pada
Khaliknya. Sebab tiada pelaku selain-Nya dan segala sebab bersumber dari-Nya.Dan
kembali pada kekuasaanNya.Mengembalikan segala sebab dan sumber kepada Tuhan,
sama dengan istilah dalam teologi bahwa Tuhanlah yang mengatur dan menentikan
segalanya, dalam hal ini Tuhan punya kekuasaan dan kehendak mutlak.

4) Kebenaran Sejarah

Sejarah adalah suatu rekonstruksi masa lalu yang disampaikan pada masa kini
agar dapat diambil hikmah (pelajaran) bagi kehidupan masa depan. Sejarah berangkat
dari peristiwa yang factual atau nyata pernah terjadi, bukan suatu mitos atau legenda.
Meskipun begitu mengungkap kebenaran dari suatu peristiwa sejarah tidak semudah
menyatakan peristiwa itu memang pernah terjadi. Harus dilakukan penelitian yang
komprehensif dengan metode-metode sejarah kritis. Sejarah Indonesia yang sangat kaya,
juga tidak terlepas dari peristiwa sejarah yang masih perlu dipertanyakan bagaimana
peristiwa itu sebenarnya. Salah satunya peristiwa Gerakan 30 September atau yang
dikenal dengan G-30/S, pada 1965. Peristiwa mahakeji ini didalangi oleh Partai Komunis
Indonesia (PKI) yang telah menyusup ke dalam pasukan pengawal Presiden Sukarno,
Tjakrabirawa. Menculik, membunuh, dan membuang enam Jenderal dan satu Perwira
Angkatan Darat ke dalam sumur tua di daerah Lubang Buaya, Jakarta. Demikianlah
narasi sejarah yang tertulis selama ini. Belakangan hari, penelitian-penelitian terkait
peristiwa G-30/S cukup marak dilaksanakan baik oleh orang perseorangan maupun
akademis, terutama pascareformasi. Peristiwa G-30/S merupakan puncak eskalasi Perang
Dingin di Indonesia yang dipengaruhi oleh persaingan antarideologi. G-30/S menarik
untuk terus diteliti karena latar belakang dan pelaku-pelaku pemberontakan itu masih
menuai banyak perdebatan. Banyak versi, banyak narasi, sehingga belum ada suatu
pakem yang dapat digunakan secara objektif. Dalam tulisan ini kiranya penulis tidak
perlu menjabarkan masing-masing versi tersebut karena keterbatasan ruang. Dewasa ini,
mendapatkan buku atau hasil penelitian tentang peristiwa G-30/S cukup gampang diakses
oleh masyarakat. Sejarawan Asvi Warman Adam dalam pidato pengukuhannya sebagai
profesor riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 26 Juli 2018,
sebagaimana dikutip dari historia.id., menuturkan ada tiga periode perdebatan dalam
historiografi (penulisan sejarah) G-30/S. Pertama, perdebatan seputar siapa dalang
peristiwa Gerakan 30 September yang terjadi kurun 1965-1968. Kedua, penulisan sejarah
resmi oleh Pemerintah Suharto tahun 1968-1998. Ketiga, penulisan yang terjadi semenjak
reformasi bergulir 21 Mei 1998 dan dikenal sebagai periode pelurusan sejarah.
Mengungkap bagaimana sebenarnya yang terjadi pada malam nahas 30 September 1965
melalui suatu penelitian bukanlah suatu yang mudah. Selain karena terbatasnya sumber-
sumber primer (baik tertulis maupun lisan), tokoh-tokoh penting kejadian itu pun untuk
saat ini banyak yang sudah meninggal dunia. Sementara yang masih hidup, dikarenakan
sudah mencapai usia lanjut, memiliki keterbatasan ingatan dan berkomunikasi, sisanya
lebih memilih bungkam. Ada juga tokoh kunci peristiwa namun dieksekusi sebelum
menjalani proses pengadilan, seperti petinggi PKI, D.N. Aidit, Lukman, dan Nyoto, yang
sebenarnya berhasil ditangkap hidup-hidup. Hal ini sangat disayangkan, padahal apabila
sempat diadili keterangan tokoh di atas, akan sangat berguna untuk mengungkap hal-hal
yang masih menjadi perdebatan di atas. G-30/S memang peristiwa sejarah yang cukup
sensitive untuk dibahas. Tidak dimungkiri, sebagian besar masyarakat berpegang pada
narasi-narasi klasik yang berkembang pada periode Orde Baru lewat film maupun
bacaan. Bahkan kadangkala, orang yang berbeda dari narasi tersebut akan dianggap aneh,
sesat, hingga dianggap memutarbalikkan fakta. Akan tetapi seiring keterbukaan informasi
dan semangat mengungkap kebenaran yang tumbuh saat reformasi, hasil-hasil penelitian
sejarah kritis terhadap G-30/S menghasilkan fakta yang berbeda dari narasi yang telah
dibuat. Sebagian mengecam karena berbeda, sebagian lain mengapresiasi sebab telah
melewati sejumlah pengujian dalam proses penelitian. Hal inilah yang menyebabkan
peristiwa G-30/S memiliki lebih dari satu versi kejadian, namun tetap menyimpulkan
bahwa unsur PKI memang menjadi salah satu aktor yang bermain di kejadian tersebut.
Kenyataan-kenyataan di atas akhirnya juga berdampak pada pengajaran sejarah terutama
di tingkat SMA/Sederajat. Buku-buku pelajaran sejarah, termasuk buku terbitan
Kementerian Pendidikan Nasional, terus mengalami penyesuaian isi tentang materi
Gerakan 30 September berdasarkan fakta-fakta baru yang ditemukan. Metode pengajaran
sejarah masa kini mengedepankan Kegiatan eksplorasi, bukan indoktrinisasi. Sehingga
siswa sendiri juga dituntut untuk berpikir kritis mencari tahu seperti apa peristiwa itu
sebenarnya terjadi lewat bimbingan guru. Dengan semangat tinggi mengungkap
kebenaran masa lalu, diharapkan di masa depan peristiwa ini akan lebih terang sehingga
khalayak bersepakat dengan narasi yang lebih objektif. Jika tidak, kebenaran sejarah G-
30/S yang belum final ini masih akan terus menjadi beban sejarah yang harus ditanggung
oleh anak negeri.

Komentar saya : Apa yang sebenarnya diperintahkan Presiden Sukarno kepada Soeharto
lewat Supersemar saat itu belum terkuak dengan pasti: apakah menjaga stabilitas negara,
termasuk keamanan presiden dan keluarganya, atau surat legitimasi untuk pengalihan
kekuasaan?

DAFTAR PUSTAKA

Al-Khudairi, Zainab.1995. Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun.Bandung: Penerbit Pustaka.

Harahap, Syahrin.1999. Islam: Konsep dan Implementasi Pemberdayaan.yogyakarta:


Tiara Wacana.

Muchsin, Misri A. 2002, Filsafat Sejarah dalam Islam: Ibnu Khaldun, Malik bin Nabi,
Fazlur Rahman, Murtadha Muthahhari, Abd. Hamid Shiddiqi, Ali Syariati.
Jogjakarta: Ar-Ruz Press.

Nasution,Harun.1995, Islam Rasional.Jakarta: Mizan.

Suriasumantri,Jujun S.2005. Filsafat Ilmu: Sebuah pengantar Populer(Jakarta: Pustaka


Sinar Harapan Press.

Anda mungkin juga menyukai