Anda di halaman 1dari 7

1.

                 Infeksi
Infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena tertelannya
mikroba patogen (bakteri dan virus) bersama makanan. Selanjutnya
mikroba ini berkembang biak dalam alat pencernaan dan
menimbulkan reaksi konsumen. Bakeri diketahui sebagai penyebab
utama kasus keracunan. Gejala pada konsumen pada umumnya
timbul setelah inkubasi 2-36 jam tergantung dari jenis bakteri
patogen dan pada umumnya dicirikan oleh gangguan alat
pencernaan seperti sakit perut, mual, diare, muntah, demam, sakit
kepala. Pada kasus yang serius, keracunan makanan bisa
menyebabkan kematian (Scott, 2006 dalam Handayani dan
Werdiningsih, 2010). Mikroorganisme yang termasuk kelompok
penyebab keracunan makanan tradisional seperti Salmonella,
Clostridium, Galur E.coli 0157:H7 dan spesies Shigella. Infeksi dapat
juga terjadi dengan media toksin yang disebabkan oleh bakteri
yang memproduksi enterotoksin (toksin yang mempengaruhi
transfer air, glukosa dan elektrolit) selama kolonisasi dan
pertumbuhannya dalam alat pencernaan (Handayani dan
Werdiningsih, 2010).

Sedangkan menurut Santoso (2009), Infeksi yaitu keracunan karena


tertelannya  mikrobia hidup dalam jumlah yang tinggi bersama
makanan sehingga mikrobia tersebut mengakibatkan keracunan,
contoh Salmonella. Di tambahkan oleh Siagian (2002) infeksi
pangan disebabkan masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui
makanan yang telah terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh
terhadap bakteri atau hasil-hasil metabolismenya.

Infeksi pada konsumen: setelah dikonsumsi, jenis jenis patogen ini


berkembang biak dalam alat pencernaan, karena itu menimbulkan
pengaruh atau reaksi pada konsumen. Gejala gejala konsumen
umumnya timbul setelah masa inkubasi antara 12-24 jam dan
ditandai oleh gangguan perut, sakit pada perut bagian bawah
(abdominal pains), pusing (nausea), berak berak (diarrhea),
muntah muntah (vomiting), demam dan sakit kepala (Buckle et al.,
1987).

Menurut Buckle et al., (1987), mikroorganisme dengan kategori ini termasuk jenis mikroorganisme yang
menyebabkan keracunan makanan yang telah lama sekali dikenal: Slamonella, clostridium perfingens, Vibrio
parahaemolyticus, galur dari Escherchia coli yang enteropatogenik dan spesies shigella. Sedangkan menurut
Handayani dan Werdiningsih (2010), infeksi pangan dapat digolongkan ke dalam dua kelompok yaitu (a) infeksi
dimana makanan tidak menunjang pertumbuhan patogen tetapi sekedar membawa patogen tersebut, misalnya
patogen penyebab tuberkulosis (Mycobacterium bovis dan M. tuberculosis), Brucellosis (Brucella abortus, B.
mulitensis), dipteri (Coryne- bacterium diphteriae), disentri oleh Campylobacter, demam, tipus, cholera, hepatitis dan
(b) infeksi dimana makanan berfungsi sebagai medium kultur untuk pertumbuhan patogen sehingga mencapai
jumlah yang memadai untuk menimbulkan infeksi bagi konsumen makanan tersebut. Infeksi ini mencakup
Salmonella, sp, Listeria, Vibrio parahaemolyticus, dan E. coli enteropatogenik.

Clostridium botulinum
2.3       Mekanisme Intoksikasi Bakteri 

Bakteri Clostridium botulinum ditemukan dimana-mana, dalam


tanah, sedimen didasar laut, usus dan kotoran binatang. Clostridium
botulinum adalah bakteri anaerobik, gram positif, membentuk
spora, berbentuk batang dan relatif besar. Spora bakteri dapat
terhirup atau termakan, atau dapat menginfeksi luka terbuka.
Walaupun demikian bakteri dan sporanya tidak berbahaya. Gejala
botulism disebabkan oleh toksin yang diproduksi oleh bakteri
tersebut. Toksin botulism merupakan toksin yang berbahaya,
dengan dosis mematikan 200-300 pg/kg, yang berarti bila melebihi
100 gram dapat membunuh setiap manusia didunia (Bayrak and
Tilky, 2006).
Clostridium botulinum menghasilkan suatu intoksikasi klasik.
Pertumbuhan organisme ini dalam bahan pangan menghasilkan
racun yang cukup kuat dan bersifat mematikan. Gejala gejala
keracunan akan tamapak dalam jangka waktu 24-72 jam setelah
makan racun tersebut dan sebagai tanda pertama adalah lesu, sakit
kepala dan pusing. Diare akan terjadi pada permulaan tetapi
akhirnya penderitaan tidak dapat buang air (konstipasi). Sistem
syaraf pusat terganggu dan terjadi pula gangguan pada
penglihatan, pada akhirnya slit berbicara yang disebabkan
kelumpuhan pada otot tenggorokan. Kematian dapat terjadi oleh
karena pusat pernafasan mengalami kelumpuhan. Tingkat kematian
sangat tinggi (kira kira 50%) dan hal ini dapat dikurangi jika
antitoksin dapat segera diberikan (Buckle et al., 1987).
Clostridium botulinum memiliki waktu inkubasi sekitar 12-36 jam
atau lebih lama atau lebih pendek. Gejala-gejala yang timbul adalah
gangguan pencernaan akut yang diikuti oleh pusing-pusing dan
muntah-muntah, bisa juga diare, lelah, pening dan sakit kepala.
Gejala lanjut konstifasi, double dision, kesulitan menelan dan
berbicara, lidah membengkak dan etrtutup, beberapa otot lumpuh,
dan kelumpuhan bisa menyebar ke hati dan salutan pernafasan.
Kematian bisa terjadi dalam waktu tiga sampai enam hari. Bahan
pangan yang potensial dicemari oleh Clostridium botulinum adalah
makanan kaleng dengan pH > 4-6 (Siagian, 2002).
 

Staphylococcus aureus
2.4       Mekanisme Intoksikasi Bakteri 

            Keracunan karena bahan pangan yang


tercemar Staphylococcus aureus kebanyakan berhubungan dengan
produk bahan pangan yang telah dimasak terutama yang dikelola
oleh manusia seperti daging dan ayam yang telah dimasak, udang
kupas yang dimasak, ham, bacon, lunch meats dan produk-produk
susu seperti kue-kue krim, custard pies dan keju. Gejala-gejala
keracunan bahan pangan yang tercemar oleh Staphylococcus
areus adalah bersifat intoksikasi. Pertumbuhan organisme ini dalam
bahan pangan menghasilkan racun interoksin, dimana apabila
termakan dapat mengakibatkan serangan mendadak yaitu
kekejangan pada perut dan muntah-muntah yang hebat. Diare
dapat juga terjadi. Pertumbuhan organisme ini dalam bahan pangan
menghasilkan racun yang cukup kuat dan bersifat mematikan.
Untuk menghasilkan enterotoksin yang cukup dalam produk untuk
bersifat meracuni dibutuhkan kira-kira 106 sel/g (Buckle et al.,
1987).
Beberapa jenis enterotoksin dari Staphylococcus aureus  stabil pada
suhu mendidih, berkembang biak di dalam makanan yang tercemar
dan menghasilkan toksin. Keracunan makanan relative lebih sering
tersebar luas dan merupakan salah satu jenis intoksikasi akut akibat
makanan yang paling sering terjadi di Amerika serikat. Yang
berperan sebagai reservoir adalah manusia, kadang-kadang sapi
dengan infeksi kelenjar susu berperan sebagai reservoir dan juga
dapat anjing dan burung. Penularan terjadi karena mengkonsumsi
produk makanan yang mengandung
enterotoksin Staphylococcus. Makanan yang sering tercemar adalah
makanan yang sering diolah dengan tangan, yang tidak segera
dimasak dengan baik ataupun karena proses pemanasan atau
penyimpanan yang tidak tepat. Masa inkubasi mulai dari saat
mengkonsumsi makanan tercemar sampai dengan timbulnya gejala
klinis yang berlangsung antara 30 menit sampai dengan 8 jam,
biasanya berkisar antara 2-4 jam (Kandun, 2000).
 

Salmonella sp
2.5       Mekanisme Infeksikasi Bakteri 

            Salmonella sp. Merupakan bakteri berbahaya yang dapat


mencemari susu. Bakteri tersebut dikeluarkan dari saluran
pencernaan hewan atau manusia bersama dengan feses. Oleh
karena itu, produk yang berasal dari peternakan rentan
terkontaminasi Salmonella sp. Patogenesis Salmonella sp. Saat ini
belum diketahui dengan pasti, namun dapat menimbulkan infeksi
bersifat invasive dengan cara menembus sel-sel epitel usus dan
merangsang terbentuknya sel-sel radang. Salmonella sp. Juga
berpotensi menghasilkan toksin yang bersifat tidak tahan panas
(Suwito, 2010).
Keracunan pangan karena Salmonella terutama berhubungan
dengan daging sapi dan ayam yang baru dimasak yang oleh karena
sesuatu hal telah dimasak kurang sempurna dan salah
pengelolaannya sebelum dikonsumsi. Siklus dari penularan
keracunan bahan pangan yang tercemar Salmonella dapat
digambarkan seperti berikut :
 
Ternak                         bahan pangan                          manusia

Burung

Kotoran          
hewan                                                                          kotoran

bahan pangan

Organisme-organisme dikeluarkan ke dalam alam sekeliling melalui


kotoran (faeces) dimana bahan pangan dan air akan tercemar
olehnya dengan perantara udara. Rantai penularannya adalah:
manusia – bahan pangan (air) – manusia. bakteri-bakteri ini sangat
infektif, yaitu hanya dengan sejumlah kurang dari 100 sel cukup
untuk menimbulkan penyakit. Oleh karena dosisi infeksinya cukup
rendah, maka umumnya tidak diperlukan perkembangbiakan sel
dalam bahan pangan untuk menjadi berbahaya, walaupun
perkembangbiakan dapat terjadi. Salmonella penyebab gastroentritis
ditandai dengan gejala-gejala yang umumnya nampak 12-36 jam
setelah makan bahan pangan yang tercemar. Gejala-gejala tersebut
adalah berak-berak, sakit kepala, muntah-muntah dan demam dan
dapat berakhir 1-7 hari. Tingkat kematian kurang dari 1%, tetapi
jumlah ini meningkat pada anak-anak, orang tua atau orang yang
lemah. Tempat terdapatnya mikroorganisme ini adalah pada alat-
alat pencernaan hewan,  burung baik yang sudah diternakan atau
yang masih liar (Buckle et al., 1987).
 

Bacillus cereus
2.6       Mekanisme Infeksikasi Bakteri 
            Bakteri ini adalah gram positif berbentuk batang, bergerak,
dapat membentuk spora, bersifat fakultatif anaerob dan tersebar
secara luas dalam tanah dan air. Sampai akhir akhir ini bakteri
tersebut tidak digolongkan sebagai patogenik, akan tetapi sejumlah
keracunan karena bahan pangan yang berhubungan dengan
daging, susu, rempah dan nasi goreng ditemukan tercemar oleh
banyak sel sel bacillus cereus. Survei tentang kejadian yang
sehubungan dengan organisme ini dalam bahan pangan
menunjukan suatu frekuensi yang tinggi pada bahan pangan kering
seperti serealia, rempah rempah dan susu bubuk (tepung susu).
Susu yang sudah dipasteurisasi dapat juga mengandung bacillus
cereus. Kemampuan membentuk spora memungkinkan
mikroorganisme ini tetap hidup pada operasi pengolahan dengan
pemanasan. Gejala gejala dari keracunan baha pangan yang
tercemar oleh bakteri ini termasuk diare, sakit perut dan kadang
muntah muntah, tetapi ini belum jelas apakah ini merupakan suatu
bentuk keracunan bahan pangan yang bersifat intoksikasi atau
infeksi (Buckle et al., 1987).

Infeksi oleh bakteri ini ditandai dengan adanya serangan mendadak


berupa mual, muntah-muntah, ada juga disertai dengan kolik dan
diare. Lamanya sakit umumnya tidak lebih dari 24 jam dan jarang
sekali menimbulkan kematian. Ada 2 jenis enterotoksin yang
dikenal, pertama yaitu enterotoksin tahan panas (heat stable) yang
menyebabkan muntah-muntah, dan jenis lainnya adalah
enterotoksin yang tidak tahan panas (heat labile) yang
menyebabkan diare. Bacillus cereus ada dimana-mana di dalam
tanah dan dilingkungan sekitar, biasanya ditemukan pada bahan
makanan mentah, makanan kering, dan makanan olahan. Cara
penularannya adalah karena mengkonsumsi makanan yang
disimpan pada suhu kamar setelah dimasak, yang memungkinkan
kuman berkembangbiak. Kejadian luar biasa (KLB) yang disertai
muntah-muntah sering terjadi setelah makan nasi yang disimpan
pada suhu kamar sebelum dipanaskan kembali. Masa inkubasi
berkisar antara 1 sampai dengan 6 jam, sedangkan pada distribusi
penyakit dimana gejala yang menonjol adalah diare masa inkubasi
berkisar 6 sampai 24 jam (Kandun, 2000).
 

Anda mungkin juga menyukai