Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN

GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI

NAMA KELOMPOK :
1. ELLYKA NIM : 152191134
2. MASTAMAH NIM : 152191135
3. ITA PURNAMASARI NIM : 152191136

PROGRAM STUDI SI KEBIDANAN TRANSFER


UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNGARAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha


Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyusun tugas ini yang berjudul " Askep Pada Gangguan Tuli "
tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat
bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa
hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
membantu dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada
para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan
saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya.

Ungaran, Oktober 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendengaran sebagai salah satu indera, memegang peranan yang sangat


penting karena perkembangan bicara sebagai komponen utama komunikasi pada
manusia sangat tergantung pada fungsi pendengaran. Gangguan pendengaran
merupakan defisit sensorik yang paling sering pada populasi manusia,
mempengaruhi lebih dari 250 juta orang di dunia. Di dunia, menurut perkiraan
WHO pada tahun 2005 terdapat 278 juta orang menderita gangguan pendengaran,
75 - 140 juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Dari hasil WHO Multi
Center
Study pada tahun 1998, Indonesia termasuk 4 (empat) negara di Asia Tenggara
dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi (4,6%), 3 (tiga) lainnya adalah Sri
Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India (6,3%) (WHO, 2006).
Tuli kongenital merupakan masalah yang cukup serius dalam dunia
kedokteran khususnya yang berhubungan dengan pertumbuhan dan
perkembangan pada anak. diperkirakan terjadi pada 1/1000 bayi baru lahir
(Wrightson, 2007).
Prevalensi tuli kongenital di Amerika 1/1000 atau sekitar 0,1%. Prevalensi
bayi sehat yang mengalami gangguan pendengaran dengan berbagai derajat
mencapai 3:1000 dan prevalensi bayi dengan faktor risiko yang mengalami
gangguan pendengaran mencapai 6:1000 (Gregg et al.,2004). Anak dengan
gangguan pendengaran tidak memiliki kemampuan untuk mendengar suara pada
spectrum 250 Hz – 4 KHz. Gangguan pendengaran ini menyebabkan
keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa (Gregg et al.,2004; Yoshinaga et
al.,1998.
Moeller, 2000). Berdasarkan penyebabnya tuli pada anak dibagi dua yaitu
Sindromik (10%-15%) dan non sindromik (60%). Berdasarkan jenis ketulian ada
4 tipe tuli yaitu konduktif, sensorineural, campuran dan sentral (Yoshinaga et
al.,1998).
Insidensi gangguan pendengaran sensorineural (SNHL) yang berat sampai
sangat berat pada anak secara global sekitar 1: 2000 pada bayi baru lahir dan 6 :
1000 usia 18 tahun (Billing et al., 1999). Walaupun jumlah ini mengindikasikan
kejadian SNHL namun hal ini masih tidak ditanggapi dengan baik dan tidak
mengarah curiga dalam mendiagnosisnya. Sebagai contoh, kehilangan
pendengaran berat dan sangat berat secara unilateral kadang tidak diketahui
sampai masa waktunya anak sekolah TK, anak terdiagnosis setelah menjalani
pemeriksaan audiometri. Registrasi pada anak dengan faktor risiko yang tinggi
dirancang untuk membantu menentukan skrining pendengaran awal. Hasil
pemeriksaan anak yang menderita SNHL hanya didapatkan pada 50% dari
kelompok bayi yang memiliki faktor risiko tinggi dan 50% anak lainnya tidak
memiliki risiko ini, sehingga kelompok faktor risiko tinggi ini tidak mengapresiasi
terjadinya SNHL. Banyak negara-negara yang tidak mempunyai undang-undang
melakukan skrining pada anak dan tidak menghiraukan faktor risiko sehingga
banyak anak tidak terdeteksi (Billings et al., 1999).
Faktor risiko terjadinya SNHL pada masa neonatal berdasarkan Joint
Committee on Infant Hearing (JCIH) adalah : Lahir prematur (Umur kehamilan
<34 minggu); Berat badan lahir rendah (BBLR, berat badan <1500gram); Adanya
riwayat keluarga; Infeksi Toxoplasmosis, Rubella dan Cytomegalovirus dan
Herpes (TORCH); Adanya kerusakan pada saraf; hiperbilirubinemia; anomali
kraniofasial; sindrom yang berhubungan dengan kerusakan pendengaran dan
asfiksia berat pada saat lahir (APGAR < 7 pada 5 menit) (JCIH, 2000). Faktor
risiko yang lain adalah pemakaian obat-obatan pada masa kehamilan, Tekanan
paru yang tinggi dan menetap (Meyer et al., 1999), Perdarahan intra ventrikular
(Kountakis et al., 1997), C-reactive protein (CRP) yang tinggi (≥10 mg/dl) tetapi
tidak terlalu berpengaruh (Yoshikawa et al., 2004).
Berdasarkan data rekam medis di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta
selama tahun 2014, sebanyak 22 pasien rawat jalan untuk usia 2-5 tahun, 28
pasien rawat jalan untuk usia 0-2 tahun, dan 15 pasien rawat inap untuk usia 0-2
tahun yang didiagnosis sebagai Gangguan Pendengaran sensorineural (ICD 10
adalah kode H90.5). Terdapat 182 pasien rawat jalan untuk usia 2-5 tahun, 108
pasien rawat jalan untuk usia 0-2 tahun, dan 3 pasien rawat inap untuk usia 0-2
tahun yang didiagnosis sebagai Gangguan Pendengaran, tidak ditentukan (ICD 10
kode adalah H91.9).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi tentang gangguan pendengaran ?
2. Apa saja anatomi fisiologi telinga ?
3. Apa etiologi dari penurunan fungsi pendengaran ?
4. Bagaimana gejala kehilangan pendengaran ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa definisi dari gangguan pendengaran
2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi telinga
3. Untuk mengetahui etiologi dari fungsi pendengaran
4. Untuk mengetahui gejala dari kehilangan pendengaran
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Tuli ialah keadaan dimana orang tidak dapat  mendengar sama
sekali (total deafness), suatu bentuk yang ekstrim dari kekurangan
pendengaran. Istilah yang sekarang lebih sering digunakan ialah
kekurangan pendengaran (hearing-loss) (Louis,1993).
Kekurangan pendengaran ialah keadaan dimana orang kurang
dapat mendengar dan mengerti perkataan yang didengarnya.Pendengaran
normalialah keadaan dimana orang tidak hanya dapat mendengar, tetapi
juga dapat mengerti apa yang didengarnya.(Anderson,1874)

B. Anatomi Fisiologi Telinga


Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1. Telinga Luar, terdiri dari :
a) Pinna/Aurikel/Daun Telinga
Pinna merupakan gabungan tulang rawan yang diliputi
kulit, melekat pada sisi kepala. Pinna membantu
mengumpulkan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang
kanalis auditorius eksternus.
b) Liang Telinga/Kanalis Autikus Externus (KAE)
Memiliki tulang rawan pada bagian lateral dan
bertulang pada bagian medial, seringkali ada penyempitan liang
telinga pada perbatasan tulang rawan ini.
c) Kanalis Auditorius Exsternus
Panjangnya sekitar 2,5 cm, kulit pada kanalis
mengandung kelenjar glandula seruminosa yang mensekresi
substansi seperti lilin yang disebut juga serumen. Serumen
mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan
kulit. Kanalis Auditorius Eksternus akan berakhir pada
membran timpani.

2. Telinga Tengah, terdiri dari :


a. Membran Timpani/Gendang Telinga membatasi telinga luar
dan  tengah.
Merupakan suatu bangunan berbentuk kerucut dengan
puncak-nya umbo mengarah ke medial. Membrane timpani
tersusun oleh suatu lapisan epidermis, lapisan fibrosa, tempat
melekatnya tangkai malleus dan lapisan mukosa di bagian
dalamnya.
b. Kavum Timpani
Dimana terdapat rongga di dalam tulang temporal dan
ditemu-kan 3 buah tulang pendengaran yang meliputi :
a) Malleus, bentuknya seperti palu, melekat pada gendang
telinga.
b)  Inkus, menghubungkan maleus dan stapes.
c) Stapes, melekat pda jendela oval di pintu masuk telinga
dalam.
c. Antrum Timpani
Merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak
dibagian bawah samping kavum timpani, antrum dilapisi oleh
mukosa yang merupakan lanjutan dari lapisan mukosa kavum
timpani, rongga ini berhubungan dengan beberapa rongga kecil
yang disebut sellula mastoid yang terdapat dibelakang bawah
antrum di dalam tulang temporalis.
d. Tuba Auditiva Eustakhius
Dimana terdapat saluran tulang rawan yang panjangnya
± 3,7 cm berjalan miring kebawah agak ke depan dilapisi oleh
lapisan mukosa. Tuba Eustakhius adalah saluran kecil yang
memungkinkan masuknya udara luar ke dalam telinga.
3. Telinga Dalam, terdiri dari :
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang
temporal. Organ untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan
(kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus fasialis)
dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian
dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama
menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior
dan lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan
mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan.
C. Etiologi
Penurunan fungsi pendengaran bisa disebabkan oleh : Suatu
masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam telinga tengah
yang menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran
konduktif)  yaitu :
1. Kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf
Pendengaran di otak (penurunan fungsi pendengaran sensorineural).
2. Penurunan fungsi pendengaran sensorineural dikelompokkan
menjadi :
a. Penurunan fungsi pendengaran sensorik (jika kelainannya
terletak pada telinga dalam.
b. Penurunan fungsi pendengaraan neural (jika kelainannnya
terletak pada saraf pendengaran atau jalur saraf
pendengaran di otak).
3. Penurunan fungsi pendengaran sensorik bisa merupakan penyakit
keturunan, Tetapi mungkin juga disebabkan oleh :
a) Trauma akustik (suara yang sangat keras)
b) Infeksi virus pada telinga dalam
c) Obat-obatan tertentu
d) Penyakit meniere.
4. Penurunan fungsi pendengaran neural bisa disebabkan oleh :
a. Tumor otak yang juga menyebabkan kerusakan pada saraf-
saraf disekitarnya dan batang otak
b. Infeksi
c. Berbagai penyakit otak dan saraf (misalnya stroke)
d. Dan beberapa penyakit keturunan (misalnya penyakit
Refsum).
5. Pada anak-anak,kerusakan saraf pendengaran bisa terjadi akibat :
a) Gondongan
b) Campak jerman (rubella)
c) Meningitis
d) Infeksi telinga dalam.
Kerusakan jalur saraf pendengaran di otak bisa terjadi
akibat penyakit demielinasi (penyakit yang menyebabkan
kerusakan pda selubung saraf).

D. Gejala kehilangan pendengaran


1) Deterlorisasi wicara
Individu yang bicara dengan bagian akhir kata tidak jelas
atau dihilangkan, atau mengeluarkan kata-kata bernada datar,
mungkin karena tidak mendengar dengan baik, Telinga memandu
suara, baik kekerasan maupun ucapannya.
2) Keletihan
Bila Individu merasa mudah lelah ketika mendengarkan
percakapan atau pidato, keletihan bisa disebabkan oleh usaha keras
untuk mendengarkan. Pada keadaan ini, Individu tersebut menjadl
mudah tersinggung.
3) Acuh
Individu yang tak bisa mendengar perkataan orang lain
mudah mengalami depresi dan ketidaktertarikan terhadap
kehidupan secara umum. Menarik dlri dari sosial Karena tak
mampu rnendengar apa yang terjadi di sekitarnya.
4) Rasa tak nyaman
Kehilangan rasa percaya diri dan takut berbuat salah
menciptakan suatu perasaan tak aman pada kebanyakan orang
dengan gangguan pendengaran. Tak ada seorang pun yang
menginglnkan untuk mengatakan atau melakukan hal yang salah
yang cenderung membuatnya nampak bodoh. Tak mampu
membuat keputusan-prokrastinal.Kehilangan kepercayaan diri
membuat seseorang dengan gangguan pendengaran sangat
kesulitan untuk membuat keputusan.
5) Kecurigaan
Individu dengan kerusakan pendengaran, yang sering hanya
mendengar sebagian dari yang dikatakan, bisa merasa curiga
bahwa orang lain membicarakan dirinya atau bagian percakapan
yang berhubungan dengannya sengaja diucapkan dengan lirih
sehingga la tak dapat mendengarkan
6) Kebanggaan semu
Individu dengan kerusakan pendengaran berusaha
menyembunyikan kehilangan pendengarannya. Konsekwensinya,
ia sering berpura-pura mendengar padahal sebenarnya tidak.
Kesepian dan ketidak bahagiaan Meskipun setiap orang selalu
menginginkan ketenangan, namun kesunyian yang dipaksakan
dapat membosankan bahkan kadang menakutkan. Individu dengan
kehilangan pendengaran sering merasa (terasing).
7) Kesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika di
sekelilingnya berisik
8) Terdengar gemuruh atau suara berdenging di telinga (tinnitus)
9) Tidak dapat mendengarkan suara televisi atau radio dengan volume
yang normal
10) Kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk bisa
mendengar
11) Pusing atau gangguan keseimbangan

E. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Otoskopik
Menggunakan alat otoskop untuk memeriksa meatus akustikus
eksternus dan membrane timpani dengan cara inspeksi :
Hasil:
a. serumen berwarna kuning, konsistensi kenta
b. dinding liang telinga berwarna merah muda
2. Tes Ketajaman Pendengaran
a) tes penyaringan sederhana
Hasil :
- klien tidak mendengar secara jelas angka-angka yang disebutkan
- klien tidak mendengar secara jelas detak jarum jam pada jarak 1-2
inchi
b) uji ritme
Hasil :
- klien tidak mendengarkan adnya getaran garpu tala dan tidak jelas
mendengar adnya bunyi dan saat bunyi menghilang.
F. Penatalaksanaan
1. Membersihkan liang telinga dengan penghisap atau kapas dengan hati-hati.
Penilaian terhadap secret,oedema dinding kanalis dan membrane timpani
bila memungkinkan.
2. Terapi antibiotika local, topical dan sistemik
3. Terapi analgetik
G. Pemeriksaan Diagnostik
a) Audiometri
Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran
secara tepat, yaitu dengan menggunakan suatu alat elektronik
(audiometer) yang menghasilkan suara dengan ketinggian dan
volume tertentu. Ambang pendengaran untuk serangkaian nada
ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga
penderita tidak lagi dapat mendengarnya.
Telinga kiri dan telinga kanan diperiksa secara terpisah. Untuk
mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan
earphone, sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui
hantaran tulang digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang
kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.
b) Audiometri Ambang bicara
Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara
harus diucapkan supaya bisa dimengerti. Kepada penderita
diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata yang
memiliki aksentuasi yang sama, pada volume tertentu.Dilakukan
perekaman terhadap volume dimana penderita dapat mengulang
separuh kata-kata yang diucapkan dengan benar.
c) Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang
mengukur impedansi (tahanan terhadap tekanan). Timpanometri
digunakan untuk membantu menentukan penyebab dari tuli
konduktif. Prosedur ini tidak memerlukan partisipasi aktif dari
penderita dan biasanya digunakan pada anak-anak.Timpanometer
terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus
menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran
telinga.Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang
melalui telinga tengah dan berapa banyak suara yang dipantulkan
kembali sebagai perubahan.
d) Elektrokokleografi
Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea
dan saraf pendengaran. Kadang pemeriksaan ini bisa membantu
menentukan penyebab dari penurunan fungsi pendengaran.

H. Pengobatan
Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung
kepada penyebabnya. Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif
disebabkan oleh adanya cairan di telinga tengah atau kotoran di saluran
telinga, maka dilakukan pembuangan cairan dan kotoran tersebut.
Jika penyebabnya tidak dapat diatasi, maka digunakan alat bantu dengar
atau kadang dilakukan pencangkokan koklea.
a. Alat bantu
Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang
dioperasikan dengan batere, yang berfungsi memperkuat dan
merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan dengan lancar.
Alat bantu dengar terdiri dari:
- Sebuah mikrofon untuk menangkap suara
- Sebuah amplifiar untuk meningkatkan volume suara
- Sebuah speaker untuk menghantarkan suara yang volumenya
telah dinaikan
Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang
audiologisbisa menentukan apakah penderita sudah memerlukan
alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah seorang
profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan
menentukan beratnya gangguan fungsi pendengaran).
b. Pencangkokan koklea
Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada
penderita tuli berat yang tidak dapat mendengar meskipun telah
menggunakan alat bantu dengar.
Alat ini dicangkokkan di bawah kulit di belakang telinga
dan terdiri dari 4 bagian:
1. Sebuah mikrofon untuk menangkap suara dari sekitar
2. Sebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan
mengubah suara yang tertangkap oleh mikrofon
3. Sebuah transmitter dan stimulator atau penerima yang
berfungsi menerima sinyal dari prosesor percakapan dan
merubahnya menjadi gelombang listrik
4. Elektroda berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator
dan mengirimnya ke o
BAB III

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ketulian disebabkan karena virus Toxoplasma Rubella atau
campak, Herpes, dan Sipilis. Terkadang kedua orang tua tidak menyadari
bahwa dirinya telah mengidap virus tersebut sehingga menyebabkan
ketulian pada anaknya kelak.
Ketulian juga bisa dialami ketika anak pada masa pertumbuhan,
misalnya pada saat lahir, anak lahir normal hanya saja menjelang usia 10
tahun ia mengalami sakit sehingga diberikan obat dengan dosis tinggi
sehingga menyerang telinganya.
Jadi ada gangguan pendengaran karena obat-obatan yang
memiliki efek samping menyebabkan ketulian. Seperti pil kina juga
mempunyai pengaruh yang besar pada telinga, maupun aspirin juga
terbilang rawan, oleh karena Itu harus hati-hati bila digunakan.
 Faktor genetik juga bisa mempengaruhi, misalnya kedua orang
tuanya normal, namun kakek dan neneknya memiliki riwayat pernah
mengalami ketulian. Hal ini bisa berdampak pada anak. Anak terlahir
dengan disedot, vakum, Caesar juga bisa merusak saraf pendengaran. Jika
anak mengalami tuli saraf, tentu tidak bisa disembuhkan, hanya bisa di
bantu dengan alat bantu dengar semata.
B. Saran
1. Mahasiswa diharapkan dapat melaksanakan program yang
mengajarkan tentang Asuhan Kebidanan tentang Gangguan
pendengaran (TULI).
2. Pembaca diharapkan bisa memahami pembahasan Asuhan
Kebidanan tentang Gangguan pendengaran.
3. Para pemimbing atau pengajar diharapkan mampu memberikan
pendidikan kesehatan secara lebih detail tentang Gangguan
pendengaran.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth (2002),keperawatan medical bedah.Edisi 8.EGC.Jakarta


Drs.H.Syaifuddin, AMK.Anatomi Fisiologi.Edisi 3.EGC.Jakarta.
www.Asuhan keperawatan pada gangguan pendengaran pendengaran.com
www.Akibat kehilangan pendengaran.com

Anda mungkin juga menyukai