Anda di halaman 1dari 20

REFLEKSI KASUS

SEROTINUS
Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan
di RSI Sultan Agung Semarang
Periode 30 Desember 2019 – 25 Januari 2020

Disusun oleh :
Dwi Rahmawaty
30101507433

Pembimbing :
dr. Inu Mulyantoro, Sp.OG (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNISSULA SEMARANG
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2020
STATUS ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
SMF KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
RSUD KARTINI JEPARA
2020
Dokter Pembimbing : dr.

A. IDENTITAS
 Nama penderita : Ny. S.R.
 Umur : 38 tahun 0 bulan 27 hari
 Jenis kelamin : Perempuan
 No. RM : 000564511
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Alamat : Bandungharjo RT 01/ RW 010
 Pendidikan :
 Status : Sudah Menikah
 Tanggal Masuk : 7 Februari 2020
 Masuk Jam :
 Ruang : Amarilis
 Kelas : JKN-MANDIRI

B. ANAMNESA
Dilakukan anamnesis pada hari Senin, 10 Februari 2020
 Keluhan Utama
Mual dan muntah
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 7 Februari 2020, pasien datang rujukan dari Puskesmas Donorojo
dengan G1P0A0 hamil 35 minggu dengan Gemelli dan PEB. Saat dilakukan anamnesis
terhadap pasien ,pasien mengeluhkan muntah 3 kali dalam satu hari, pusing (+),
pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-), sesak (-). Kencang-kencang jarang dirasakan.
Keluhan lain seperti keluarnya lendir darah (-), gerakan janin aktif (+).
 Riwayat Menstruasi
- HPHT :
- Menarche :
- Siklus : 28 hari
- Lama : 7 hari
- Dismenorrhea : (-)
- Menopause : (-)

 Riwayat Pernikahan
Pernikahan pertama : saat pasien berusia 25 tahun, usia pernikahan 13 tahun
 Riwayat Obstetri
Pada tanggal 7 Februari 2020
G1P0A0
- HPHT :
- HPL :
- UK : ± 35 minggu

Pada tanggal 10 Februari 2020


P2AO
I : anak perempuan, lahir secara sectio cessaria , langsung menangis, BB 2280 gram, PB
44 cm, LK/LD 31/ 29 cm, AFGAR score 7-9-10
II : anak perempuan, lahir secara section cessaria, langsung menangis, BB 3180 gram
PB 47 cm, LK/LD 33/33 cm usia 5 tahun, AFGAR score 7-9-10

 Riwayat ANC
Pasien rutin melakukan ANC ke bidan dan dokter setiap bulan 1 kali
 Riwayat KB
Pasien tidak pernah memakai KB
 Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat diabetes melitus : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat operasi kandungan : disangkal
 Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat penyakit paru : disangkal
- Riwayat diabetes mellitus : disangkal
- Riwayat bayi kembar : disangkal
- Riwayat penyakit menular : disangkal
 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seoran Ibu Rumah Tangga. Suami pasien bekerja sebagai kuli
bangunan di Jakarta
 Riwayat Gizi
Pasien mengatakan tidak ada masalah pada nafsu makan selama kehamilan.
Makanan yang dikonsumsi mencakup 4 sehat 5 sempurna.

C. PEMERIKSAAN FISIK
 Status Present (7 Februari 2020)
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
TB : 159 cm
BB : 99 kg
LLA : 33 cm
Vital Sign
- Tekanan Darah : 150/100 mmHg
- Nadi : 100 x/menit
- RR : 20 x/menit
- Suhu : 37 0C
 Status Internus
- Kepala : Mesocephale
- Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Hidung : Discharge (-), septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-)
- Telinga : Discharge (-)
- Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-)
- Tenggorokan : Faring hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)
- Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
- Kulit : Turgor baik, ptekiae (-)
- Mamae : Simetris, mamae membesar (-), hiperpigmentasi areola mamae (-),
papila mamae menonjol (-), benjolan abnormal (-)
- Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : redup, batas batas jantung tidak dapat ditentukan karena
terhalang pembesaran pada mammae
 Auskultasi : suara jantung I dan II murni, reguler, suara tambahan (-)
- Paru
 Inspeksi : hemithorax dextra dan sinistra simetris
 Palpasi : stemfremitus dextra dan sinistra sama
 Perkusi : sonor seluruh lapang paru
 Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)
- Abdomen
 Inspeksi : perut tampak besar membujur, striae gravidarum (+), linea nigra
(+), bekas operasi (-), terlihat gerak janin (+)
 Auskultasi : Bising usus (+)
 Perkusi : tidak dilakukan
 Palpasi : nyeri tekan (-), terasa pembesaran uterus dengan bagian-bagian
janin
- Extremitas
Superior Inferior
Oedem -/- +/+
Akral dingin -/- -/-
Varises -/- -/-
Reflek fisiologis +/+ +/+
 Status Obstetri
o Inspeksi : Perut tampak besar membujur, striae gravidarum (+), linea nigra
(+), bekas operasi (-), terlihat gerak janin (+)
o Palpasi :
Leopold I : TFU 2 jari di bawah proc. xyphoideus, teraba bagian besar, bulat,
keras
Leopold II : Teraba tahanan memanjang sebelah kanan dan bagian kecil - kecil di
sebelah kiri
Leopold III : Teraba bagian besar, bulat, lunak
Leopold IV : Bagian terbawah janin masuk PAP
His : Jarang
TFU : 31 cm
TBJ : (31 - 11) x 155 = 3100 gr
o Auskultasi : DJJ 12-12-12, teratur, perbedaan tidak lebih dari 1

Genitalia
o Eksterna
Inspeksi : air ketuban (-), lendir darah (+), vulva oedem (-), tanda radang (-), massa
(-), hemoroid (-).
o Interna (VT)
Pembukaan : 1 jari sempit
Penipisan : 100 %
KK : (+)
Bagian bawah janin : Kepala
Penurunan : H-I
Point of Direction : UUK
Sarung tangan : lendir darah (+)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium (07)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
HEMATOLOGY
Hemoglobin 11.8 11.7-15.5 g/dl
Hematokrit 35.2 33-45 %
Leukosit 9.74 3.6-11.0 ribu/uL
Trombosit 288 150-440 ribu/Ul

Golongan darah /Rh O/ Positif


APTT/PTTK 25.2 21.8-28.0 Detik
Kontrol 25.9 20.8-28.2 Detik
PPT 9,3 9.3-11.4 Detik
Kontrol 10.9 9.2-12.4 Detik
IMUNOSEROLOGI
HbsAg Kualitatif Non Reaktif Non Reaktif -
KIMIA
GDS 66 (L) 75-110 mg/dl
Ureum 14 10-50 mg/dl
Creatinin Darah 0.79 0.6-1.1 Md/dl
Na, K, Cl
Natrium 143.2 135-147 mmol/L
Kalium 3.84 3.5-5 mmol/L
Chloride 103.6 95-105 mmol/L
URINE
Urine Lengkap
Warna Kuning
Kejernihan Agak Keruh
Protein Trace <30 (negatif) mg/dL
Reduksi Neg <15 (negatif) mg/dL
Bilirubin Neg <1 (negatif) mg/dL
Reaksi / pH 6.0 4.8-7.4 -
Urobilinogen 0.2 <2 -
Benda Keton 5 <5 (negatif) mg/dL

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN


Berat Jenis 1.015 1.015-1.025 -
Blood Neg < 5 (Negatif) Eri/uL
Leukosit Neg < 10 (Negatif) Leu/uL
Mikroskopis
Epitel Sel 8-10 5-15 /LPK
Eritrosit 0-1 0-1 /LPB
Leukosit 0-2 3-5 /LPB
Silinder 0 0-1 (Hialin) /LPK
Parasit Negatif Negatif -
Bakteri Positif 3(+3) Negatif -
Jamur Negatif Negatif -
Kristal Negatif -
Benang Mukus Negatif -

E. RESUME
Pasien usia 35 tahun G3P2A0 Hamil 42 minggu datang ke IGD RSI Sultan Agung
Semarang dengan keluhan perut terasa kencang-kencang sejak 2 jam yang lalu. Kencang-
kencang jarang dirasakan. Keluhan lain seperti keluarnya lendir darah (+), gerakan janin
aktif (+).
Status Internus
dbn
Genitalia
 Eksterna
lendir darah (+), air ketuban (-)
 Interna (VT)
Pembukaan 1 cm, penipisan 100%, KK (+), bagian bawah Kepala, ↓ H-1, POD UUK.

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : DBN

Diagnosis
G3P2A0 35 tahun hamil 42 minggu, janin tunggal, hidup, intrauterin, presentasi kepala, sudah
masuk PAP, puka, belum inpartu.

F. TATALAKSANA

 Infus RL 20 tpm
 Pengawasan sampai jam 05.00 : KU, TTV, His, DJJ
 Induksi  batal
 Cefotaxime 2x1

G. EDUKASI
- Ambil nafas panjang saat terjadi kontraksi
- Makan yang bergizi untuk persiapan persalinan
FOLLOW UP

30/12/2019 S : Pasien mengatakan kencang-kencang jarang


(20.15 WIB) O:
- Kesadaran : Composmentis
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 80 x/mnt
- Pernafasan : 20x/menits
- Suhu : 36oC
- BB : 62 kg
- TB : 158 cm
- TFU : 31 cm
- His : jarang
- DJJ : 12-12-12
- VT : pembukaan 1 cm, penipisan 10 0%, porsio
tebal lembut, KK (+), bagian bawah kepala, ↓ H-1, POD
UUK, PPV lendir darah
A : G3P2A0 35 tahun hamil 42 minggu, janin tunggal, hidup,
intrauterin, presentasi kepala, sudah masuk PAP, puka, belum
inpartu dengan serotinus dan oligohidramnion
P : Advice dr. Gunawan, Sp.OG
- Rawat VK
- Infus RL 20 tpm
- Cefotaxim 2x1
- Pengawasan sampai jam 05.00: KU, TTV, His, DJJ

31/12/2019 S : pasien mengeluh kencang-kencang sering


(05.30) O:
- KU : kesakitan
- TD : 110/80 mmHg
- N : 84 x/menit
- S : 36,3 oC
- RR : 20 x/menit
- HIS : 2-3x dalam 10 menit, selama 50 detik
- DJJ : 12-11-12
- VT : pembukaan 4 cm, penipisan 50%, porsio tipis lembut,
KK (+), bagian bawah kepala, ↓ H3, POD UUK, PPV
lendir darah
A : G3P2A0 35 tahun hamil 42 minggu, janin tunggal, hidup,
intrauterin, presentasi kepala, sudah masuk PAP, puka, inpartu
kala I fase aktif dengan serotinus dan oligohidramnion
P : Advice dr. Gunawan, Sp.OG
- Observasi inpartu sampai pembukaan lengkap
31/12/2019 S : pasien mengeluh kencang-kencang sering
(06.30) O:
- KU : kesakitan
- TD : 110/90 mmHg
- N : 84 x/menit
- S : 36,3 oC
- RR : 20 x/menit
- HIS : 2-3x dalam 10 menit, selama 50 detik
- DJJ : 12-11-12
- VT : pembukaan 8 cm, penipisan 50%, porsio tipis lembut,
KK (+), bagian bawah kepala, ↓ H3+, POD UUK, PPV
lendir darah
A : G3P2A0 35 tahun hamil 42 minggu, janin tunggal, hidup,
intrauterin, presentasi kepala, sudah masuk PAP, puka, inpartu
kala I fase aktif dengan serotinus dan oligohidramnion
P:
- Monitor kemajuan persalinan
- Monitor TTV dan DJJ
31/12/2019 S:
(07.00) Bayi lahir spontan jam 07.00 wib
Jenis kelamin perempuan, BB 3400 gr, PB 52 cm,
Apgar Score 8-9-10
Placenta lahir spontan, lengkap, kontraksi keras.
TFU 2 jari ↓ pusat
PPV 150 cc
O:
- KU : Baik
- TD : 120/68 mmHg
- N : 84 x/menit
- RR : 20 x/menit
- S : 36,4ºC
- ASI : +/ +
A : P3A0 usia 35 tahun post partus spontan
P:
- Monitor KU + TTV
- Oxytocin 1 ampul
- Metergin 1 ampul
- Vit A
- Cefotaxim 2x1
- Lapicef 3x1
- Bledsloop 3x1
- Lapistan 3x1
- Lacta-mor 3x1
31/12/2019 S : pasien mengeluh perut terasa mules
(07.00) O:
- KU : Baik
- TD : 133/80 mmHg
- N : 86 x/menit
- RR : 20 x/menit
- S : 36,2ºC
- ASI : + / +
- TFU : 2 jari ↓ pusat
A : P3A0 usia 35 tahun post partus spontan H1
P:
- Cefotaxim 2x1
- Lapicef 3x1
- Bledsloop 3x1
- Lapistan 3x1
- Lacta-mor 3x1
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kehamilan Postterm


Menurut definisi yang dirumuskan oleh American College of Obstetricians and
Gynecologists (2004), kehamilan postterm adalah kehamilan yang berlangsung lebih dari 42
minggu (294 hari) yang terhitung sejak hari pertama siklus haid terakhir (HPHT).

B. Patogenesis Kehamilan Postterm


Penyebab pasti dari kehamilan postterm sampai saat ini masih belum diketahui dengan
pasti. Teori-teori yang pernah diajukan untuk menerangkan penyebab terjadinya kehamilan
postterm antara lain:
1. Teori progesteron. Berdasarkan teori ini, diduga bahwa terjadinya kehamilan postterm
adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron melewati waktu yang
semestinya.
2. Teori oksitosin. Rendahnya pelepasan oksitosin dari neurohipofisis wanita hamil pada usia
kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu fakor penyebab terjadinya kehamilan postterm.
3. Teori kortisol/ACTH janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi
progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen. Proses ini selanjutnya
berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada kasus-kasus kehamilan
dengan cacat bawaan janin seperti anensefalus atau hipoplasia adrenal, tidak adanya
kelenjar hipofisis janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik
sehingga kehamilan berlangsung lewat bulan.
4. Treori syaraf uterus. Berdasarkan teori ini, diduga kehamilan postterm terjadi pada keadaan
tidak terdapatnya tekanan pada ganglion servikalis, seperti pada kelainan letak, tali pusat
pendek, dan masih tingginya bagian terbawah janin.
5. Teori heriditer. Pengaruh herediter terhadap insidensi kehamilan postterm telah dibuktikan
pada beberapa penelitian sebelumnya. Kitska et al (2007) menyatakan dalam hasil
penelitiannya bahwa seorang ibu yang pernah mengami kehamilan postterm akan memiliki
risiko lebih tinggi untuk mengalami kehamilan postterm pada kehamilan berikutnya. Hasil
penelitian ini memunculkan kemungkinan bahwa kehamilan postterm juga dipengaruhi oleh
faktor genetik.
Adanya pengaruh genetik terhadap kehamilan postterm tersebut telah dibuktikan pada
penelitian Biggar et al (2010). Biggar et al (2010) melakukan penelitian tentang penyebab
terjadinya kehamilan postterm dan telah membuktikan adanya pengaruh sistem imunitas
terhadap inisiasi persalinan secara spontan. Biggar et al (2010) menemukan bahwa antigen HLA
A dan B pada janin postterm lebih memiliki persamaan dengan antigen maternal-nya dibanding
janin aterm. Kemungkinan pada kehamilan postterm terjadi “keterlambatan” sistem imunitas
maternal dalam mengenali antigen paternal yang terdapat pada sel janin yang masuk ke dalam
sirkulasi maternal melalui mikrosirkulasi transplasental, khususnya antigen HLA tipe A dan B.
Keterlambatan ini menyebabkan tertundanya proses cascade yang dibutuhkan untuk mengawali
terjadinya tahapan persalinan secara spontan.

C. Diagnosis Kehamilan Postterm


Tidak jarang seorang bidan mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosis karena
diagnosis ditegakkan berdasarkan umur kehamilan, bukan terhadap kondisi kehamilan.
Diagnosis dapat ditentukan melalui (Prawirohardjo, 2008) :
a. Riwayat Haid
Diagnosis tidak sulit untuk ditegakkan apabila hari pertama haid terakhir (HPHT) diketahui
dengan pasti. Untuk riwayat haid yang dapat dipercaya, diperlukan beberapa kriteria antara lain,
1) Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya
2) Siklus 28 hari dan teratur
3) Tidak minum pil anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir
Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus Naegele. Berdasarkan
riwayat haid, seseorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamilan dan persalinan postterm
kemungkinan adalah sebagai berikut:
1) Terjadi kesalahan dalam menetukan tanggal haid terakhir atau akibat menstruasi abnormal.
2) Tanggal haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjad kelambatan ovulasi.
3) Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang berlangsung lewat
bulan (keadaan ini sekitar 20-30% dari seluruh penderita yang diduga kehamilan postterm).
b. Riwayat Pemerikasaan Antenatal
1) Tes Kehamilan
Bila pasien melakukan tes imunologik sesudah terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan
kehamilan memang telah berlangsung 6 minggu.
2) Gerak Janin
Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan ibu pada umur kehamilan 18-20 minggu.
Pada primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18 minggu, sedangkan pada multigravida
pada 16 minggu. Petunjuk umum untuk menentukan persalinan adalah quickening ditambah 22
minggu pada primigravida atau ditambah 24 minggu pada multigravida.
3) Denyut Jantung Janin (DJJ)
Dengan stetoskop Laenec DJJ dapat didengar mulai umur 18-20 minggu, sedangkan dengan
Doppler dapat terdengar pada umur kehamilan 10-12 minggu.
Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih dari 4 kriteria
hasil pemeriksaan sebagai berikut:
1) Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif.
2) Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler.
3) Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerakan janin pertama kali.
4) Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop Laennec.
c. Tinggi Fundus Uteri
Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam sentimeter dapat
bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi
fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara kasar.
d. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Bila telah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi serial terutama sejak trimester pertama,hamper
dapat dipastikan usia kehamilan. Pada trimester pertamapemeriksaan panjang kepala-tungging
(crown-rump length/CRL) memberikan ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran persalinan.
e. Pemeriksaan Radiologi
Dapat dilakukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran epifiisis femur bagian distal
paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu, epifisis tibia proksimal terlihat setelah
umur kehamilan 36 minggu dan epifisis kuboid pada kehamilan 40 minggu.
f. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kadar lesitin/spinngomielin
Bila lesitin/spinngomielin dalam cairan amniom kadarnya sama, maka umur kehamilan sekitar
22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spingomielin: 28-32 minggu, pada kehamilan genap bulan
rasio menjadi 2:1 . Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan kehamilan postterm,
tetapi hanya digunakan untuk menentukan apakah janin cukup umur/matang untuk dilahirkan
yang berkaitan dengan mencegah kesalahan dalam tindakan pengakhiran kehamilan.
2) Aktivitas tromboplastin cairan amniom
Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu pembekuan darah.
Aktifitas ini meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan. Pada umur kehamilan 41-42
minggu ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada umur kehamilan lebih dari 42 minggu
didapatkan ATCA kurang dari 45 detik. Bila didapatkan ATCA antara 42-46 detik
menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung lewat waktu.
3) Sitologi cairan amnion
Pengecatan nile bluesulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnion. Bila jumlah sel
yang mengandung lemak melebihi 10% maka kehamilan diperkirakan 36 minggu dan apabila
50% atau lebih maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih.
4) Sitologi vagina
Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik > 20%) mempunyai sensitivitas 75%.

D. Permasalahan Kehamilan Postterm


1. Perubahan pada Plasenta
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada kehamilan
postterm dan meningkatnya risiko pada janin. Penurunan fungsi plasenta dapat dibuktikan
dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Perubahan yang terjadi pada plasenta
sebagai berikut :
o Penimbunan kalsium. Pada kehamilan postterm terjadi peningkatan penimbunan kalsium
pada plasenta. Hal ini dapat menyebabkan gawat janin dan bahkan kematian janin
intrauterin yang dapat meningkat sampai 2-4 kali lipat. Timbunan kalsium plasenta
meningkat sesuai dengan progesivitas degenerasi plasenta. Namun, beberapa vili mungkin
mengalami degenerasi tanpa mengalami klasifikasi.
o Selaput vaskulosinsisial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang. Keadaan ini dapat
menurunkan mekanisme transpor plasenta.
o Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid, fibrosis,
trombosis intervili, dan infark vili.
o Perubahan Biokimia. Adanya insufisiensi plasenta menyebabkan protein plasenta dan kadar
DNA di bawah normal, sedangkan konsentrasi RNA meningkat, transpor kalsium tidak
terganggu, aliran natrium, kalium dan glukosa menurun. Pengangkutan bahan dengan berat
molekul tinggi seperti asam amino, lemak, dan gama globulin biasanya mengalami
gangguan sehingga dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin intrauterin.
2. Pengaruh pada Janin
Pengaruh kehamilan postterm terhadap janin sampai saat ini masih diperdebatkan.
Beberapa ahli menyatakan bahwa kehamilan postterm menambah bahaya pada janin,
sedangkan beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa bahaya kehamilan postterm terhadap
janin terlalu dilebihkan. Kiranya kebenaran terletak di antara keduanya. Fungsi Plasenta
mencapai puncak pada kehamilan 38 minggu. Dan kemudian mulai menurun terutama setelah
42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen.
Rendahnya fungsi Plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin resiko 3 kali.
Akibat dari proses penuaan plasenta, pemasokan makanan dan oksigen akan menurun di
samping adanya spasme arteri spiralis. Sirkulasi utero plasenter akan berkurang dengan 50 %
menjadi hanya 250 ml/menit. Beberapa pengaruh kehamilan postterm terhadap janin antara
lain sebagai berikut :
 Berat Janin.
Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka terjadi penurunan berat
janin. Dari penelitian vorherr tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36 minggu grafik rata-
rata pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya enurunan sesudah 42 minggu. Namun,
seringkali pula plasenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah
terus sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa rata-rata
berat janin >3.600 gram sebesar 44,5 % pada kehamilan postterm, sedangkan pada kehamilan
genap bulan (term) sebesar 30,6 %. Resiko persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram
pada kehamilan postterm tingkat dua sampai 4 kali lebih besar dari kehamilan term.
 Sindroma postmaturitas. Dapat dikenali pada neonatus dengan ditemukannya beberapa
tanda seperti gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput seperti kertas, atau
hilangnya lemak subkutan, kuku tangan dan kaki panjang, tulang tengkorak lebih keras,
hilangnya verniks kasiosa dan lanugo, maserasi kulit terutama daerah lipat paha dan genital
luar, warna coklat kehijauan atau kekuningan pada kulit dan tali pusat, muka tampak
menderita dan rambut kepala banyak atau tebal. Tidak seluruh nenonatus kehamilan postterm
menunjukkan tanda postmaturitas tergantung fungsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12-
20 % neonatus dengan tanda postmaturitas pada kehamilan postterm. Berdasarkan derajat
insufisiensi plasenta yang terjadi, tanda postmaturitas ini dapat dibagi dalam 3 stadium :
 Stadium 1 : Kulit kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering,
rapuh, dan mudah mengelupas.
 Stadium 2 : Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium pada kulit.
 Stadium 3 : Pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat.
 Gawat janin atau kematian perinatal. Menunjukkan angka meningkat setelah kehamilan 42
minggu atau lebih, sebagian besar terjadi intrapartum. Umumnya disebabkan oleh :
1)      makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan, fraktur
klavikula, palsi Erb-Duchene, sampai kematian bayi.
2)      Insufisiensi plasenta yang berakibat :
a)      Pertumbuhan Janin terhambat
b)      Oligohidramnion : Terjadi kompresi tali pusat, keluar mekonium yang kental,
perubahan abnormal jantung janin.
c)      Hipoksia janin
d)     Keluarnya mekonium yang berakibat dapat terjadi aspirasi mekonium pada janin.
e.       Cacat bawaan pada janin terutama akibat hipoplasia adrenal dan anensefalus.
Kematian Janin akibat kehamilan postterm terjadi pada 30 % sebelum persalinan, 55 % dalam
persalinan dan 15 % pasca natal.Komplikasi yang dapat dialami oleh bayi baru lahir ialah
suhunya tidak stabil, hipoglikemi, polisitemi dan kelainan neurologik.
3. Pengaruh pada Ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosis karena aksi uterus tidak terkoordinir, Janin
besar, Moulding kepala kurang.
Maka akan sering dijumpai : partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu dan
perdarahan postpartum. Hal ini akan menaikan angka mordibitas dan mortalitas.

E. Penatalaksanaan Kehamilan Postterm


Kehamilan postterm atau serotinus merupakan masalah yang banyak di jumpai dan sampai
saat ini pengelolaannya masih belum memuaskan dan masih banyak perbedaan pendapat. perlu
ditetapkan terlebih dahulu bahwa pada setiap kehamilan postterm dengan komplikasi spesifik
seperti diabetes mellitus, kelainan faktor reshus atau isoimunisasi, preeklamsia atau eklampsia,
dan hipertensi kronis yang menigkatkan risiko terhadap janin, kehamilan jangan dibiarkan
berlangsung lewat bulan. Demikian pula pada kehamilan dengan faktor risiko lain seperti
primitua, infertilitas, riwayat obstetri yang jelek. Tidak ada ketentuan atau aturan yang pasti dan
perlu dipertimbangkan masing-masing kasus dalam pengelolaan kehamilan postterm.
Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat dalam pengelolaan kehamilan postterm.
Beberapa kontrversi dalam pengelolaan kehamilan postterm antara lain adalah:
a) Apakah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara aktif yaitu dilakukan induksi setelah
ditegakkan diagnosis postterm ataukah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara ekspektatif atau
menunggu.
b) Bila dilakukan pengelolaan aktif, apakah kehamilan sebaiknya diakhiri pada usia kehamilan
41 atau 42 minggu.
Pengelolaan secara aktif yaitu dengan melakukan persalinan anjuran pada usia kehamilan
41 atau 42 minggu untuk memperkecil risiko terhadap janin.
Pengelolaan pasif/menunggu/espektatif didasarkan pada pandangan bahwa persalinan
anjuran yang dilakukan semata-mata atas dasar postterm mempunyai risiko atau komplikasi
cukup besar terutama risiko persalinan operatif sehingga menganjurkan untuk dilakukan
pengawasan secara terus menerus terhadap kesejahteraan janin, baik secara biofisik maupun
biokimia sampai persalinan berlangsung dengan sendirinya atau timbul indikasi untuk
mengakhiri kehamilan.
Sebelum mengambil langkah, beberpa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan
kehamilan postterm atau serotinus adalah :
1) Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan (serotinus) atau
bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan kepada dua variasi dari postterm ini.
2) Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.
a) Pemeriksaan kardiotokografi seperti nonstress test (NST) dan contraction stress test dapat
mengetahui kesejahteraan janin sebagai reaksi terhadap gerak janin atau kontraksi uterus
.bila didapat hasil reaktif, maka nilai spesifisitas 98,9% menunjukkan kemungkinan janin
baik. Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan besar janin, Denyut jantung janin,
gangguan pertumbuhan janin, keadaan dan derajat kematangan plasenta, jumlah (indeks
carian amnion) dan kualitas air ketuban.
b) Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan seperti pemeriksaan kadar estriol.
c) Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7 kali/20 menit) atau
secara objektif dengan tokografi (normal 10 kali / 20 menit).
d) Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan janin
masih baik. Sebaliknya, air ketuban sedikit dan mengandung mekonium akan mengalami
risiko 33% asfiksia.
3) Periksa kematangan serviks dengan skor bishop. Kematangan serviks ini memegang peranan
penting dalam pengelolaan kehamilan postterm. Sebagian besar kepustaakaan sepakat bahwa
induksi persalinan dapat segera dilaksanakan baik pada usia 41 minggu maupuan 42 minggu
bilamana serviks telah matang.
Pada umumnya penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan mencapai 41 minggu
dengan melihat kematangan serviks, mengingat dengan bertambahnya umur kehamilan, maka
dapat terjadi keadaan yang kurang menguntungkan, seperti janin tumbuh makin besar atau
sebaliknya, terjadi kemunduran fungsi plasenta dan oligohidramnion. Kematian janin neonatus
meningkat 5-7% pada persalinan 42 minggu atau lebih (Mochtar, 2010).
4) Bila serviks telah matang (dengan nilai bishop > 5) dilakukan induksi persalinan dan
dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya persalinan dan keadaan janin. Induksi
pada serviks yang telah matang akan menurunkan risiko kegagalan ataupun persalinan tindakan.
5) Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila kehamilan tidak
diakhiri :
a) NST dan penilain volume kantong amnion. Bila keduanya normal, kehamilan dapat
dibiarkan berlanjut da penilain janin dilanjutkan seminggu dua kali.
b) Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang vertikal atau indeks cairan
amnion < 5) atau dijumpai deselerasi variabel pada NST, maka dilakukan induksi
persalinan.
c) Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes pada kontraksi (CST) harus
dilakukan. Bila hasil CST positif, terjadi deselerasi lambat berulang variabilitas abnormal
(<5/ 20 menit) menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin, mendorong agar janin segera
dilahirkan dengan mempertimbangkan bedah sesar. Sementara itu, bila CST negative
kehamilan dapat dibiarkan berlangsung dan penilaian janin dilakukan lagi 3 hari kemudian.
d) Keadaan serviks (skor Bishop) harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien dan kehamilan
dapat diakhiri bila serviks matang.
6) Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri.
Pengelolaan persalinan pada kehamilan postterm mencakup:
a. Pemantauan yang baik terhadap kontraksi uterus dan kesejahteraan janin. Pemakaian
alat monitor janin secara kontinu sangat bermanfaat.
b. Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan.
c. Persiapan oksigen dan tindakan seksio sesarea bila sewaktu-waktu terjadi kegawatan
janin
d. Cegah terjadinya aspirasi mekonium dengan segera mengusap wajah neonatus dan
penghisapan pada tenggorokan saat kepala lahir dilanjutkan resusitasi sesuai prosedur
pada janin dengan cairan ketuban bercampur mekonium.
e. Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda postmaturitas
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro GH, Wibowo B. Kelainan dalam lamanya kehamilan. Dalam


Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. eds. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999.

2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY, et.al. 2012.
Possterm pregnancy. Obstetri Williams. Terjemahan Brahm U. Pendit, dkk. Edisi 23, Vol.
1. EGC. Jakarta,
3. Pernoll ML. Benson & Pernoll handbook of obstetric and gynecology. 10 th ed.
Boston: McGraw-Hill companies, 2001.
4. Hastwell GB. Accelerated clotting time: an amniotic fluid of fetal maturity. 1978
5. Standar pelayanan medic Obstetri dan Ginekologi. POGI. 2006
6. Vorherr H. Placental insufficiency in relation to postterm pregnancy and fetal
maturity. Am J Obstet Gynecol 1972; 112-8
7. Saifuddin AB, Adriaansz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D. eds. Buku acuan
nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: yayyasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2001
8. Drife J, Magowan BA. Ed. Clinical obstetrics and gynecology: Prolonged
pregnancy. Saunders, London 2004: 317-8
9. James DK, Mahomed K, Stone P, Wijngaarden W, Hill :M. Evidence based
obstetrics: Prolonged pregnancy. Saunders. Elsevier science. 2003: 348

Anda mungkin juga menyukai