Sumber-sumber teori Watson berasal dari pengetahuan keperawatan tradisional dan karya-karya dari Nightingale, Handerson, Krueter, dan Hall. Watson juga mengakui karya Leininger dan Gadow merupakan latar belakang karyanya. Dalam hasil karyanya baru-baru ini, Watson merujuk pada teori lainnya seperti Maslow, Heidegger, Ericson, Selye dan Lazarus, dengan pengembangan kerangka kerja yang melukiskan secara terperinci tentang ilmu pengetahuan dan kemanusian, menjelaskan kejadian-kejadian, eksistensial dan orientasi spiritual. Teori Watson (1985) mungkin merupakan filosofi yang paling complex dari teori- teori keperawatan saat ini. Hanya beliau seorang pembuat teori keperawatan yang secara explisit mensupport konsep kejiwaan dan menekankan pada dimensi spiritual dari eksistensi manusia. Watson menyatakan bahwa filosofinya berorientasi pada existensi-phenomenologi, spiritual, dan bagian dari filosofi ketimuran. Watson juga menggambarkan secara substansial tentang humanistik, existensial dan psikologi transpersonal. Beberapa orang filosofer yang diketahui sebagai sumber oleh Watson diantaranya : Hegel, Marcel, Whitehead, Kierkegaard, dan Teilhard de Chardin. Watson lebih menekankan pada kualitas keharmonisan interpersonal, transpersonal, empati, dan keramahan pandangan dari Carl Rogers, serta beberapa penulis psikologi lain. Rogers merumuskan gagasannya mengenai perilaku manusia bahwa :“hanya klien yang tahu betul terhadap rasa sakit yang dideritanya, seorang fasilitator hanya akan memberikan petunjuk mengenai proses terapeutik dari keluhan klien”. Rogers juga mengungkapkan bahwa dengan mengerti kondisi klien maka therapist akan mudah untuk diterima oleh klien dan hal tersebut merupakan suatu langkah yang positif. Therapist membantu klien dengan cara mengklarifikasi dan mengungkapkan perasaan-perasaan yang belum jelas bagi klien. Untuk menyelesaikan tujuan ini therapist harus mengerti maksud, perasaan, dan sikap klien. Perhatian yang hangat dari therapist memudahkan dalam memperoleh pengertian dari klien. Konsep lain dari teori Rogers yang diadopsi oleh Watson adalah hubungan therapist-klien lebih penting dalam mencapai tujuan suatu asuhan daripada metode-metode tradisional. Rogers juga mengungkapkan suatu pernyataan :” dalam tahun-tahun pertama keprofesionalan saya, saya selalu melontarkan suatu pertanyaan : apa yang dapat saya lakukan (pengobatan) untuk mengubah kondisi klien ?” Saat ini saya mengucapkan pertanyaan : apa yang dapat saya lakukan untuk membina hubungan dengan orang ini, boleh jadi dengan menggunakan tumbuh kembangnya”. Pada beberapa poin Watson menggaris bawahi asumsinya yaitu keyakinan dasar dan nilai. Beliau sangat mementingkan existensi manusia pada kejiwaannya. Sama halnya seperti semangat, bagian dalam diri dan esensi juga digunakan pada kejiwaan. Karakterisitik dari jiwa diidentifikasikannya berupa kewaspadaan diri, derajat kesadaran yang lebih tinggi dan lebih baik, kekuatan dari dalam diri, power, intuitif, pengalaman batin dan kelanjutan dari setelah kematian fisik. Konsep kejiwaan ini sudah tentu merupakan filosofi ketimuran walaupun secara umum kata “timur” sebagai sumber tidaklah mempunyai arti. Sebagai filosofi ketimuran meliputi keseluruhan pikiran manusia mulai dari material hingga spiritual. Watson meyakini latar belakang kekuatan seni liberal adalah penting bagi proses perawatan holistik bagi klien. Watson juga meyakini mempelajari tentang kemanusiaan dapat memperluas dan meningkatkan kemampuan berpikir dan perkembangan personal. Watson membandingkan status ilmu keperawatan dengan mitologi Danaides yang mencoba mengisi wadah yang retak dengan air hanya untuk melihat aliran air yang keluar dari retakan wadah tersebut. Sampai keperawatan menggabungkan teori dan praktek melalui kombinasi ilmu pengetahuan dan kemanusiaan, sehingga dia yakin akan terlihat jelas keretakan diatas
2.3.Konsep Umum dan Definisi
Berdasarkan teorinya tentang praktek keperawatan pada 10 carative factor. Saling
mempunyai komponen pendekatan yang dinamis sehubungan dengan keterlibatan individu dalam hubungannya dengan keperawatan. Tiga utama factor saling ketergantungan disebut sebagai “fondasi filosofi pada ilmu keperawatan” 1. Membentuk dan manghargai system nilai humanistic dan altruistic. : Humanistic dan altruistic adalah sikap yang didasari pada nilai-nilai kemanusiaan yaitu menghormati otonomi dan kebebasan klien terhadap pilihan yang terbaik menurutnya, serta mementingkan orang lain dari pada diri sendiri. Watson memandang manusia sebagai individu yang merupakan totalitas dan bagian-bagian, memiliki harga diri di dalam dan dari dirinya yang memerlukan perawatan, penghormatan, dipahami dan kebutuhan untuk dibimbing. Lingkungan (perawat) yang mempunyai sifat “caring” dapat meningkatkan dan membangun potensi seseorang untuk membuat pilihan tindakan terbaik bagi dirinya. (George, 1990; Marriner-Tomy, 1994). 2. Menanamkan sikap penuh pengharapan : Faktor ini menggabungkan nilai- nilai humanistic-altruistik dalam memfasilitasi peningkatan asuhan keperawatan yang holistic dan kesehatan yang positif terhadap kelompok klien. Faktor ini menjelaskan tentang peran perawat dalam mengembangkan hubungan timbal balik perawat-klien yang efektif dan meningkatkan kesejahteraan dengan membantu klien mengadopsi perilaku hidup sehat. Perawat mendorong penerimaan klien terhadap pengobatan yang dilakukan kepadanya dan membantunya memahami alternatif terapi yang diberikan. Memberikan keyakinan akan adanya kekuatan penyembuhan atau kekuatan spiritual dan penuh pengharapan (George, 1990 ; Marriner-Tomy, 1994 ; Stuart & Laraia,1998). 3. Menanamkan sensitifitas atau kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain : Penerimaan terhadap perasaan diri (awareness of self) merupakan kualitas personal yang harus dimiliki perawat sebagai orang yang akan memberikan bantuan kepada klien. Maka perawat harus mampu menilai perasaannya sendiri, melakukan aksi dan reaksi sesuai yang dirasakan. Dengan sensitifitas atau kepekaan terhadap diri sendiri, maka perawat menjadi lebih apa adanya dan lebih sensitif kepada orang lain dan menjadi lebih tulus dalam memberikan bantuan kepada orang lain atau empati sebagai elemen yang esensial dalam proses interpersonal perawat-klien (George, 1990 ; Marriner- Tomy, 1994; Stuart & Laraia, 1998) 4. Mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu : Hubungan saling percaya dan saling membantu ini penting bagi terbentuknya “transkultural caring” atau Saling bersikap “caring” antara perawat-klien yang dapat meningkatkan penerimaan perwujudan perasaan baik positif maupun negatif. Hubungan ini menyangkut 3 (tiga) hal yaitu : 1) Kecocokan yang meliputi kesesuaian dengan kenyataan, kejujuran, ketulusan (tidak meminta imbalan) dan nyata.2) Nonpossesive warmth ditunjukan sebagai bicara dengan volume suara yang rendah, rileks, sikap terbuka dan dengan ekspresi wajah yang sesuai dengan komunikasi orang lain. 3) Komunikasi efektif berhubungan dengan respon kognitif, afektif dan perilaku untuk mengembangkan hubungan dengan klien. (George, 1990; Marriner – Tomy, 1994; Stuart & Laraia, 1998) 5. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif : Saling berbagi perasaan adalah konsekuensi hubungan perawat – klien. Perawat harus disiapkan untuk menerima perasaan positif dan negative tersebut. Perawata harus memahami dan menerima pemikiran dan perasaan baik positif maupun negatif yang berbeda-beda pada situasi yang berbeda. ( George, 1990 ; Marriner – Tomy, 1994 ; Stuart & Laraia, 1998) 6. Menggunakan metode sistematis dalam menyelesaikan maslah caring untuk pengambilan keputusan secara kreatif dan individualistik : Proses keperawatan merupakan pendekatan dalam melakukan praktek keperawatan profesional. Perawat menggunakan proses keperawatan yang sistematis dan terorganisir untuk meyelesaikan masalah keperawatan klien, memberikan pelayanan yang professional dan bermutu, serta untuk menghilangkan image tradisional perawat sebagai tangan kanan dokter. 7. Meningkatkan proses belajar mengajar interpersonal : Faktor ini penting bagi perawatan karena membedakan caring dengan curing melalui proses belajar mengajar, mengizinkan klien memperoleh informasi dan pertanggung jawaban sehat-sakit bagi klien. Perawat memfasilitasi proses dengan tehnik pembelajaran yang telah dibuat untuk memberi kesempatan klien melakukan perawatan mandiri (self care), menentukan kebutuhan diri dan memberikan peluang untuk pertumbuhan diri mereka. Hal ini sesuai dengan asumsi dasar teori caring dari Watson bahwa caring dapat efektif bila dilakukan dan dipraktekkan melalui hubungan interpersonal sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan pertumbuhan individu dan keluarga dan caring lebih bersifat healthogenic dari pada curing (Tomy, 1994). 8. Menciptakan lingkungan fisik, mental, social dan spiritual yang suportif, protektif dan atau korektif: Perawat harus mengenal pengaruh lingkungan internal dan eksternal terhadap sehat-sakit individu. Konsep yang relevan dengan lingkungan internal adalah kesehatan mental dan spiritual serta kepercayaan terkait dengan sosiokultural sedangkan variabel epidemiologi dan kenyamanan, privasi/kerahasiaan, keselamatan, kebersihan dan keindahan lingkungan sekitar adalah variabel eksternal yang mempengaruhi sehat-sakit 9. Memenuhi kebutuhan dasar manusia dengan penuh penghargaan dalam rangka mempertahankan keutuhan dan martabat manusia : Perawat harus mengenal kebutuhan biofisikal, psikofisikal, psikososial dan interpersonal dirinya dengan klien. Kebutuhan klien pada tingkat paling rendah adalah biofisikal, misal makan-minum, eliminasi, ventilasi. Kebutuhan yang lebih tinggi yaitu psikofisikal, misalnya kemampuan aktivitas dan seksual, serta kebutuhan psikososial yaitu kebersihan dan afiliasi, sedangkan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang lebih tinggi dari kebutuhan intrapersonal dan interpersonal. Hal ini sesuai denagn asumsi dasar teori caring bahwa caring menjamin adanya kepuasan terhadap kebutuhan manusia, karena caring mengintegrasikan pengetahuan biofisikal dengan pengetahuan perilaku manusia untuk meningkatkan kesehatan dan memberi pelayanan bagi mereka yang sakit. Faktor ini juga sesuai dengan definisi sehat menurut Watson yaitu dicapainya level yang tinggi secara menyeluruh dan fungsi-fungsi fisik, mental dan social, serta kemampuan adaptasi dan pemeliharaan kesehatan pada level fungsional setiap hari. 10. Mengijinkan untuk terbuka pada eksistensial-fenomenologikal dan dimensi spiritual caring serta penyembuhan yang tidak dapat dijelaskan secara utuh dan ilmiah melalui pemikiran masyarakat modern.