Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Gerontik

2.1.1 Definisi Lansia

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada

kehidupan manusia. Sedangkan menurut Paal 1 ayat (2), (3), (4) UU

No. 13 tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjuut

adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun

(Maryam, Ekasar, Risdawati, Jubaedi, dan Batubara. 2008)

Menurut UU No.4 tahun 1945, lansia adalah seseorang yang

mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk

keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain.

(Maryam, Ekasar, Risdawati, Jubaedi, dan Batubara, 2008)

2.1.2 Klasifikasi Lansia

Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia (Maryam,

Ekasar, Risdawati, Jubaedi, dan Batubara, 2008):

1. Prelansia (prasenelis)

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3. Lansia risiko tinggi

1
4. Seseorang yang berusia 70 yahun atau lebih / seseorang yang

berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes.

RI, 2003).

5. Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan

yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes. RI, 2003)

6. Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya

bergantung pada bantuan orang lain.

2.1.3 Karakteristik Lansia

Menurut Budi Anna Keliat (1999) dalam kutipan Maryam,

Ekasar, Risdawati, Jubaedi, dan Batubara, 2008, lansia memiliki

karakteristik sebagai berikut :

1. Berusiah lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU

No. 13 tentang Kesehatan)

2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dan rentang sehat sampai

sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari

kondisi adaptif hingga kondidi maladaptif.

3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

2.1.4 Batasan Umur Lansia

Berikut adalah batasna-batasan umur yang mencakup batasan umur

lansia dari pendapat berbagai ahli yang dikutip dari Nugroho (2000)

dalam Buku (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009)

2
1. Menurut Undang-undang Nomor 13 1998 dalam Bab 1 Ayat 2

yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia

60 9enam puluh) tahun ke ats”.

2. Menurut WHO (World health Organization)

a. Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) : 60-74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) : 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun

3. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI)

Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa.kedewasaan

dapat dibagi menjadi empat bagian sebagai berikut :

a. Pertama (fase iuventus) : 25-40 tahun

b. Kedua (fase virilitas) : 40-55 tahun

c. Ketiga (fase presenium) : 55-65 tahun

d. Keempat (fase senium) : 65 hingga tutup usia.

Birren dan Jenner (1877) mengusulkan untuk membedakan usia

antara usia biologis, psikologis, dan usia sosial. Usia biologis adalh

usia yang merujuk pada jangka waktu seseorang sejak lahirnya, berada

dalam keadaan hidup, tidak mati. Usia psikologis adalah usia yang

merujuk pada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-

penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya. Sedangkan usia sosial

adalah usia yang merujuk kepada peran-peran yang diharapkan atau

diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.

(Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009)

3
2.1.5 Perubahan Sistem Tubuh Lansia

1. Perubahan Fisik

a. Sel

Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya

akan lebih besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan

berkurang, proporsi protein di otak, ginjal, darah, dan hati juga

ikut berkurang. Jumlah sel otak akan menurun, mekanisme

perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atrofi. (Efendi,

Ferry, Makhfudli, 2009)

b. Sistem persarafan

Rata-rata berkurangnya saraf neocortical sebesar 1 per

detik, hubungannya persarafan cepat menurun, lambat dalam

merespons baik dari gerakan maupun jarak waktu, khususnya

dengan stres, mengecilnya saraf pancaindera, serta menjadi

kurang sensitif terhadap sentuhan (Efendi, Ferry, Makhfudli,

2009).

c. Sistem pendengaran

Gangguan pada pendengaran (prsbiakusis), membran

timpani mengalami atrofi, terjadi pengumpulan dan

pengerasan serumen karena penigkatan keratin, pendengaran

menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa

atau stres (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).

4
d. Sistem penglihatan

Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya

respons terhadap sinar, kornea lebih berbentuk seperti bole

(sferis), lensa lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak,

meningkatnya ambang, pengamatan sinar dan daya adaptasi

terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk

melihat dalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi,

menurunnya lapang pandang, dan menurunnya daya untuk

membedakan antara warna biru dengan hijau pada skala

pemeriksaan (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).

e. Sistem kardiovaskuler

Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal

dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah

menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini

menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas

pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi

postural hipotensim, tekanan darah meningkat diakibatkan

oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer

(Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).

f. Sistem pengatuhan suhu tubuh

Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis ±

35ºC, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan

volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya

5
efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering

terjadi postural hipotensi, tekanan darah meningkat

diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah

perifer (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).

g. Sistem pernapasan

Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi

kaku, menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan

elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat. Menarik napas

leih berat, kapasitas pernapasan maksimum menurun, dab

kedalaman bernapas menurun. Ukuran alveoli melebar dari

normal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada artei menurun

menjadi 75 mmHg, kemampuan untuk batuk berkurang, dan

penurunan kekuaran otot pernapasan (Efendi, Ferry,

Makhfudli. 2009).

h. Sistem gastrointestinal

Kehilangan gigi, indera pengecapan mengalami penurunan,

esofagus melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun,

produksi asam lambung dan waktu pengosongan lambung

menurun, pristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi,

fungsi absorbsi menurun, hati (liver) semakin mengecil dan

menurunnya tempat penyimpanan, serta berkurangnya suplay

aliran darah (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).

6
i. Sistem genitourinaria

Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke

ginjal menurun 50 %, fungsi tubulus berkurang (berakibat

pada penurunan kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan

urine, berat jenis urine menurun, proteinuria biasanya +1),

blood urea nitrogen (BUN) meningkat hingga 21 mg%m nilai

ambang ginjal terhadap lukosa meningkat. Otot-otot kandung

kemih (vesica urinaria) melemah, kapasitasnya sulit

dikosongkan sehingga meningkatkan retensi urine (Efendi,

Ferry, Makhfudli, 2009).

j. Sistem endokrin

Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktivitas

tiroid, basal metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas,

produksi aldosteron, serta hormon kelamin seperti progesteron,

esterogen, dan testosteron (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).

k. Sistem integumen

Kulit menjadi keruput akibat keilangan jaringan lemak,

permukaan kasar dan bersisik, mrnurunnya respons terhadap

trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan

rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut dakam hidung

dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat

penurunan cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih

lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh

secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat

7
berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku menjadi pudar dan

kurang bercahaya (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).

l. Sistem muskuloskeletal

Tulang kehilangan kepadatannya (density) san semakin rapuh,

kifosis, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut

dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot sehingga gerak

seseorang menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi tremor

(Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009).

2. Perubahan Mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah

perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan

(hereditas), lingkungan, tingkat kecerdasan (Efendi, Ferry,

Makhfudli, 2009).

3. Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang

mengalami pensiun. Berikur ini adalah hal-hal yang akan terjadi

pada masa pensiun (Efendi, Ferry, Makhfudli, 2009):

a. Kehilangan sumber finansial atau pemasukan (income)

berkurang.

b. Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang

cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya.

c. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.

d. Merasakan atau kesadaran akan kematian (sense of awarness

of mortality).

8
2.1.6 Proses Penuaan

Proses penuaan terdiri atas teori-teori tentang penuaan, aspek

biologis pada proses penuaan pada tingkat sel, proses penuaan

menurut sistem tubuh, dan aspek psikologis pada proses penuaan (

Maryam, Ekasar, Risdawati, Jubaedi, dan Batubara, 2008).

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses meghilangnya secara

perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau

mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak

dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang

diderita (Contasntinides,1994) dalam kutipan Maryam, Ekasar,

Risdawati, Jubaedi, dan Batubara, 2008.

2.1.7 Teori-teori tentang penuaan

Teori-teori tentang penuaan sudah banyak yang dikemukakan.

Teori–teori itu dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu

termasuk kelompok teori biologis dan teori psikososial. (Maryam,

Ekasar, Risdawati, Jubaedi, dan Batubara, 2008) :

1. Teori Biologis

a. Teori jam genetik

Menurut Hayflick (1965), teori ini didasarkan pada

kenyataan bahwa spesies-spesies tertentu memiliki harapan

hidup (life span) yang tertentu pula.

b. Teori interaksi seluler

Vahwa sel-sel satu sama lain saling berinteraksi dan

memengaruhi. Keadaan tubuh akan baik-baik saja selama sel

9
masih berfungsi dengan baik, sebaliknnya bila terjadi

kegagalan lambat laun akan mengalami degenerasi.

c. Teori mutagenesis somatik

Ketika terjadi pembelahan sel (mitosis), akan terjadi

“mutasi spontan” yang terus-menerus berlangsung dan

akhirnya mengarah pada kematian sel.

d. Teori eror katastrop

Bahwa eror akan terjadi pada struktur DNA, RNA, dan

sintesis protein. Masing-masing eror akan saling menambah

pada eror yang lainnya dan berakumulasi dalam eor yang

bersifat katastrop.

e. Teori pemakaian dan keausan

Teori biologis yang paling tua adalah teori pemakaian dan

keausan (tear and wear), di mana tahun demi tahun hal ini

berlangsung dan lama-kelamaan akan timbul deteriorasi.

2. Teori Psikososial

a. Disengagement theory

Kelompok teori ini dimulai dari Univercity of Chicago,

yang menyatakan bahwa individu dan masyarakat yang

memasuki usia tua, individu mulai menarik diri dari

masyarakat, sehingga memungkinkan individu untuk

menyimpan lebih banyak aktivitas-aktiviitas yang berfokus

pada dirinya dalam memenuhi kestabilan pada stadium ini.

b. Teori aktivitas

10
Dasar teori ini adalah bahwa konsep diri seseorang

bergantung pada aktivitasnya dalam berbagai peran. Apabila

hal ini hilang, maka akan berdampak negatif terhadap

kepuasan hidupnya.

c. Teori kontinuitas

Pentingnya hubungan antara kepribadian dengan

kesuksesan hidup lansia. Walaupun kepribadian sudah

terbentuk sebelum masa lansia, akan tetapi gambaran

kepribadian bersifat dinamis dan berkembang secara kontinu.

d. Teori subkultur

Dalam teori ini, dikatakan bahwa lansia sebagai kelompok

yang memiliki norma, harapan, rasa percaya, dan adat

kebiasaan tersendiri, sehingga dapat digolongkan selalku suatu

subkultur.

e. Teori stratifikasi usia

Teori ini yang dikemukakan oleh Riley (1972) yang

menerangkan adanya saling ketergantungan antara usia dengan

struktur sosial. Lansia dan mayoritas masyarakat sensntiasa

saling memengaruhi dan selalu terjadi perubahan kohor

maupun perubahan dalam masyarakat.

f. Teori penyesuaian individu dengan lingkungan

Teori ini dikemukakan oleh Lawton (1982). Menurut teori

ini, bahwa ada ubungan antara kompetensi individu dengan

lingkungannya. Orang yang berfungsi pada level kompetensi

11
yang rendah hanya mampu bertahan pada level tekanan

lingkungan yang rendah pula, dan sebaliknya.

2.1.10 Pembinaan Kesehatan Lansia

1. Tujuan

Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu keidupan untuk

mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam kehidupan

keluarga dan masyarakat sesuai dengan ekstensinya dalam

masyarakat (Depkes RI, 2003) dalam kutipan Maryam, Ekasar,

Risdawati, Jubaedi, dan Batubara, 2008.

2. Sasaran

a. Sasaran langsung (Maryam, Ekasar, Risdawati, Jubaedi, dan

Batubara, 2008).

1) Kelompok pralansia (45-59 tahun)

2) Kelompok lansia (60 tahun ke atas)

3) Kelompok lansia dengan risiko tinggi (70 tahun ke atas)

b. Sasaran tidak langsung (Maryam, Ekasar, Risdawati, Jubaedi,

dan Batubara, 2008).

1) Keluarga di mana usia lanjut berada.

2) Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan usia

lanjut.

3) Masyarakat.

3. Pedoman Pelaksanaan (Maryam, Ekasar, Risdawati, Jubaedi, dan

Batubara, 2008).

a. Bagi petugas kesehatan

12
1) Upaya promotif, yaitu upaya untuk menggairahkan

semangat hidup para lansia agar merasa tertap dihargai

dan berguna.

2) Upaya preventif, upaya pencegahan terhadap

kemungkinan terjadinya komplikasi dari penyakit yang

diseban oleh proses penuaan.

3) Upaya kuratif, yaitu upaya pengobatan yang

penanggulangannya perlu melibatkan multidisiplin ilmu

kedokteran.

4) Upaya rehabilitatif, yaitu upaya untuk memulihkan fungsi

organ tubuh yang telah menurun.

b. Bagi lansia itu sendiri

1) Untuk kelompok pralansia, membutuhkan informasi

sebagai berikut :

a) Adanya proses penuaan.

b) Pentingnya pemeriksaan kesehatan secara berkala.

c) Pentingnya melakukan diet dengan menu seimbang.

d) Pentingnya meningkatkan kegiatan sosial di

masyarakat.

2) Untuk kelompok lansia

a) Pemeriksaan kesehatan sevara berkala.

b) Kegiatan olahraga.

c) Pola makan dengan menu seimbang.

d) Perlunya alat bantu sesuai dengan kebutuhan.

13
e) Pengembangan kegemaran sesuai dengan

kemampuan.

3) Untuk kelompok lansia dengan risiko tinggi.

a) Pembinaan diri sendiri dalam hal pemenuhan

kebutuhan pribadi dan melakukan aktivitas, baik di

dalam maupun di luar rumah.

b) Pemeriksaan kesehatan berkala.

c) Latihan kesegaran jasmani.

d) Pemakaian alat bantu sesuai kebutuhan.

e) Perawatan fisioterapi.

c. Bagi keluarga dan lingkungannya

1. Membantu mewujudkan peran serta kebahagiaan dan

kesejahteraan lansia.

2. Usaha pencegahan dimulai dalam rumah tangga.

3. Membimbing dalam ketakwaan kepada Tuhan YME.

4. Menghargai dan kasih sayang terhadap lansia.

14

Anda mungkin juga menyukai