Anda di halaman 1dari 3

Ini Aku…

Hujan
[Jakarta, 1998]

Setelah sekian lama menanti akhirnya rintik hujan mulai membasahi tanah.
Hmmmm aroma yang khas dan sangat kurindukan.
"Yaaaa aku rindu hujan", ucapku dalam hati.
Hujan menjadi satu-satunya hal yang sangat kusukai didunia. Bukan karena aroma tanah
basah ataupun banjir yang sering terjadi. Melainkan hujan menjadi sahabat ketika
kesedihan datang melanda. Iya, aku tidak perlu menahan tangisku. Karena hujanlah
yang dengan sendirinya menghapus air mataku dengan rintik rintiknya.
Hujan menjadi teman,sahabat dan juga obat yang selalu berhasil menutupi semua rasa
ini.
Iyaa inilah aku pecinta hujan.
Hujan yang banyak orang benci karena bisa mengakibatkan seseorang sakit setelah
kehujanan, banjir ataupun membuat orang terjebak di wilayah tertentu karena takut
akan hujan.
Apa aku takut hujan?
Tentu tidak
Kesepian yang selama ini menyelimuti lebih menakutkan dibandingkan baju atau badan
yang basah hanya karena hujan.
Aku terkadang cemburu dengan hujan.
Hujan tidak pernah jatuh sendirian. Hujan selalu datang beramai ramai dengan rintikan
rintikan yang beriringan dengan angin.
Hujan tidak pernah tau apa itu kesepian.
Hujan satu-satunya hal didunia ini yang selalu bersama. Karena rintikan yang jatuh
sendirian tidak bisa disebut sebagai hujan melainkan hanya 'tetes'.
Iyaa,, mungkin aku hanya tetes.
Tetes yang sampai detik ini mempertanyakan apakah aku tetes yang diharapkan
ataukah aku hanya tetes yang jatuh dengan tidak sengaja.
Baiklah,, mari kita sedikit melihat dari mana tetes ini berasal..

Masa kecilku ku lalui dengan keseharian yang luar biasa. Aku berusia 4,5thn ketika aku
masuk Sekolah Dasar (SD). Usia dimana seorang anak memiliki banyak pertanyaan
dan keingin tahuan. Tapi aku hanyalah anak biasa. Anak yang tidak memahami seperti
apa dunia luar. Yang kutahu hanyalah aku anak keenam dari enam bersaudara.
Keluarga kami berkecukupan. Ayahku adalah salah satu pejabat daerah dan semua
keluargaku adalah orang berpengaruh di wilayahku. Hari-hariku kujalani dengan
berangkat sekolah berjalan kaki, mandi pun harus di sungai, makan pun terkadang aku
harus mencuri timun ataupun terong kebun tetanggaku. Jangan tanyakan kenapa aku
harus sibuk mencuri makanan ketika keluargaku adalah orang terpandang di wilayahku.
Karena saat itu akupun tak tahu jawabannya. Tapi yang luar biasa dari semua ya
adalah aku tidak mempunyai teman. Jangan tanya kenapa. Karena jujur banyak sekali
pertanyaan yang hanya bisa kusimpan sampai detik ini.
Yahhhh masa-masa yang akan slalu kuingat dan membuatku trauma akan rasa air
mineral ataupun air putih hingga sekarang. Tapi itu tidak akan aku ceritakan sekarang
karena semakin sulit bagiku bercerita semuanya. Kita kambali ke hujan. Hujan selain
menjadi sahabatku, hujan pun menjadi salah satu hal yang sangat membantuku dalam
memperoleh uang.
Yup, , ojek payung salah satu hal yang selalu aku lalukan ketika musim hujan mulai
datang.
Cukup dengan modal payung dan aku bisa mendapatkan banyak uang.
Walau terkadang ketika hujan turun aku hanya berhasil memperoleh Rp 10.000,- tapi
hatiku senang sekali. Bukan soal uang, karena sudah pasti jika ibu tahu hasil yang
kudapat hanya Rp 10.000,- maka aku harus mempersiapkan diri mendengar omelan
selama satu minggu. Yang jelas kebahagiaan ketika hujan turun untuk menghapus air
mataku dan mendengar pertanyaan orang yang mengambil jasaku mengenai alasan
aku melakukan pekerjaannku. Iyaa,, mereka bertanya karena usiaku yang masih 8thn
saat itu.

Hujan
[Jakarta, 2013]

Hujan mulai datang tidak menentu, terkadang dia datang tanpa kita harapkan dan
dengan mudahnya dia pergi tanpa sepatah katapun. Iyaa,, aku sudah terbiasa dengan
hal itu. Bukan terbiasa dengan cara hujan datang dan pergi. Melainkan terbiasa akan
orang yang selalu datang dan pergi tanpa permisi mau pun meninggalkan kata
perpisahan.
Yaaa sebut saja ayahku yang pergi ketika aku masih di dalam kandungan. Ibuku yang
juga pergi demi menikah dengan lelaki yang dia inginkan dan meninggalkan aku
dengan orang yang menganggapku sebagai anak yang tidak diharapkan. Mereka
semua pergi tanpa sepatah katapun. Tidak ada kata maaf, ataupun alasan yang
membuat mereka pergi. Apakah aku kembali menjadi sebuah tetes? Tentu tidak.
Jawabannya adalah waktu..
Kembali lagi bahwa waktu yang aku lalui mengajarkan banyak hal tentang hidup.
Hidup yang berisi masalah dan kesulitan. Artinya sudah cukup dengan masalah yang
selama ini ku hadapi. Aku cukup lelah akan semua hal tentang hidup ini. Hingga
akhirnya menerima dan berhenti bertanya adalah jawabannya. Begitulah hidup terlalu
sulit jika kita terus mencari jawaban atas semua pertanyaan. Karena terkadang banyak
hal yang tidak membutuhkan jawaban.
Kini hujan sudah bukan lagi sahabatku. Aku tak lagi bergantung akan hujan. Dan hujan
tak lagi bisa menyembunyikan kesedihanku.
Apakah aku sudah tidak sedih lagi? Bukan.
Aku sedih
Aku senang
Semua rasa sedih
Semua rasa senang
Sudah bukan hal yang aku pikirkan untuk saat ini.
Perasaan hanyalah reaksi kimia tubuh menurut salah seorang ahli. Dan aku percaya itu
semua. Rasa sayang, Cinta, senang, sedih, marah, kecewa dan perasaan lain hanyalah
reaksi kimia tubuh yang bisa diciptakan dan juga bisa dihilangkan. Baik dengan
menangis, menikmati makanan tertentu, bahkan ada yang mengatasinya dengan ice
cream. Yahhh klo kata orang terdekatku mereka menyebutku "tidak punya hati". Aku
bukan tidak memiliki hati, aku hanya berusaha untuk tidak kembali tersakiti dan
merasakan kesepian yang dulu aku rasakan ketika bersahabat dengan hujan.
Hujan yang saat ini datang menjadi pengingat akan bagaimana dulu aku hidup dan
menjalaninya.
Hujan yang saat ini turun hanya sebagai pengingat bagaimana aku menjalani hidupku
dulu.
Hidup yang kulalui dengan kesedihan dan kesepian.
Iyaaa… perlu waktu 15tahun bagiku menyadari semuaa arti perasaan ini. Dan perlu
waktu 15tahun pula bagiku untuk mulai melepas persahabatanku dengan hujan.
Tahun ini adalah tahun pembuka awal baru bagi hidupku.
Tidak ada lagi sakit hati
Tidak ada lagi kesepian
Dan cukup bagiku untuk berusaha mencari jawaban atas semua pertanyaan.
Aku belajar dari hujan bahwa 100tahun kemarau ketika hujan satu hari maka semua
akan basah.
Iya, aku belajar bahwa selama apapun aku mencari jawabannya jika ada saatnya maka
semua akan terjawab dengan sendirinya.

Ini Aku
[Jakarta, 2019]

Sudah beberapa bulan hujan tak kunjung datang.


Bukan aku rindu akan hujan, melainkan aku lebih memilih hujan dari pada panas terik
yang menusuk dan membuat keringatku membasahi kemejaku.

Anda mungkin juga menyukai